Anda di halaman 1dari 7

BAGIAN PERTAMA PENGERTIAN HUKUM ADAT Adat artinya kebiasaan, jadi Hukum adat adalah hukum kebiasaan, yang

g berarti peraturan-peraturan yang asal mulanya berasal dari kebiasaan Tinjauan Proses Terbentuknya Hukum Adat dari Sudut Sosiologis Terbentuknya kebiasaan Kebiasaan itu bermula dari kebiasaan yang sifatnya pribadi, artinya yang melakukan kebiasaan itu adalah orang pribadi, dan kebiasaan itu tidak menjadi pedoman atau patokan orang lain untuk berbuat. Kebiasaan pribadi ini bisa menjadi kebiasaan masyarakat atau antar pribadi, artinya kebiasaan yang tadinya pribadi, dalam proses selanjutnya yang diterima oleh masyarakat sebagai pedoman untuk bertingkah laku. Dan jika kebiasaan masyarakat ini diikuti secara terus menerus dan betul2 dijadikan sebagai pedoman untuk melakukan sesuatu atau dengan kata lain terintegrasi dengan kuat dalam kehidupan masyarakat, maka itulah yang dinamakan dengan adat istiadat. Kita membedakan adat istiadat dengan Adat istiadat yang berbentuk hukum dengan yang bukan berbentuk hukum. Adat istiadat yang berbentuk hukum adalah jika dilanggar, ada sanksi yang sifatnya memaksa. Tinjuauan Yuridis - Proses Kesusilaan Menjadi Hukum Jika bicara Hukum, maka pedoman bertingkah laku itu namanya adalah NORMA. Jika norma ini dikaitkan dengan hukum adat (hukum kebiasaan) maka NORMA itu adalah abstraksi dari kebiasaan. Artinya sesuatu yang nyata dijadikan sesuatu yang sifatnya abstrak. Kebiasaan itu mempunyai sifat yang nyata, karena orang berbuat itu dapat dilihat, dan ketika dijadikan norma maka akan menjadi abstrak, dimana hukum itu tidak bisa terlihat/abstrak. Jika bicara dari sudut yuridis, pedoman bertingkah laku, maka ukurannya adalah SANKSI. Norma itu dibedakan menjadi 2, yaitu: 1) Norma Pribadi : Kesusilaan 2) Norma Antar Pribadi - Kesopanan - Hukum Jika norma ini dikaitkan dengan kebiasaan, maka dapat dijelaskan sebagai berikut: - Jika suatu kebiasaan itu buruk atau baiknya hanya ditentukan oleh diri sendiri, maka dari sudut pandang norma, kebiasaan tersebut dapat disebut dengan Kesusilaan. Sanksi dari kesusilaan ini ditentukan hanya oleh orang itu sendiri Jika kebiasaan yang tadinya hanya pribadi itu terus berkembang hingga menjadi antar pribadi, dimana masyarakat lainnya turut menerima sebagai pedoman berperilaku, maka dari sudut pandang norma, kebiasaan yang demikian disebut dengan kesopanan, dan sifatnya hanya berupa anjuran untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu. Dalam kesopanan sudah terdapat sanksi dari masyarakat jika melanggar, tapi sanksi tersebut sifatnya tidak/belum memaksa Jika dalam kebiasaan antar pribadi ini sudah ada sanksi yang sifatnya memaksa, maka dari sudut pandang norma, kebiasaan tersebut adalah norma hukum

Ada 2 teori yang menjelaskan perubahan Kesusilaan menjadi hukum, yaitu Hazairin dan TerHaar. Menurut Hazairin: Kesusilaan pribadi, sanksinya ditentukan oleh pribadi. Kesusilaan kemasyarakatan atau disebut kesopanan, sanksinya dari masyarakat tapi tidak memaksa. Dan jika sanksinya memaksa, maka itu menjadi hukum.
Rangkuman Hukum Adat Daya Perwira Dalimi 3010 215 021 (Kelas Karyawan) Youre never too old to set another goal or to dream a new dream

Yang bisa dilihat atau disimpulkan dari Pengertian/Proses diatas : 1. Hukum adat adalah hukum yang tidak tertulis, karena hukum adat tidak dalam proses sebagaimana ditentukan dalam UU, atau proses lahirnya tidak didalam lembaga2 resmi yang berdasarkan UU. Dan hukum ini tumbuh secara alamiah dalam masyarakat, tidak melalui proses tertentu secara resmi

2. Hukum adat jika dilihat sifatnya DINAMIS, bahwa Hukum adat itu akan selalu
berubah/berkembang, sesuai dengan perkembangan yang terjadi dalam masyarakat. Mengapa Dinamis, karena sumber dari hukumnya adalah kebiasaan yang tentunya dapat berubah/berkembang. Jika kebiasaan tersebut berubah atau berkembang, maka pedoman bertingkah lakunya pun akan berubah.

3. Sumber Pembentuk dari Hukum Adat adalah dari kebiasaan. Walaupun dalam bidang
tertentu/sebagian kecil juga dipengaruhi oleh agama. Maka dapat dikatakan bahwa agama juga menjadi sumber pembentuk dari hukum adat, seperti Perkawinan. Sahnya perkawinan atau larangan perkawinan, selalu dikaitkan dengan agama.

4. Karena sifatnya yang dinamis, maka Hakim mempunyai prinsip BEBAS dan TERIKAT dalam
memeriksa perkara adat, yang artinya adalah: - BEBAS: Dalam memeriksa perkara adat, Hakim tidak terikat/bebas kepada putusan hakim sebelumnya, walaupun materi perkaranya sama. Sehingga putusan hakim yang satu dapat berbeda dengan putusan hakim yang lainnya pada materi perkara yang sama. Karena ketika memeriksa dan memutus suatu perkara, hakim harus berdasarkan/TERIKAT apa yang hidup didalam masyarakat, yang mana jika yang hidup didalam masyarakat berubah, maka tentunya putusan hakim pun akan berubah

TERIKAT: ketika memeriksa perkara adat, seorang Hakim TERIKAT atau harus mengikuti kepada sesuatu yang hidup dalam masyarakat pada saat hakim itu memutus suatu perkara.

Rangkuman Hukum Adat Daya Perwira Dalimi 3010 215 021 (Kelas Karyawan)

Youre never too old to set another goal or to dream a new dream

BAGIAN KEDUA MASYARAKAT Masyarakat terbagi 2, yaitu Masyarakat Adat (MA) & Masyarakat Hukum Adat (MHA). Berikut adalah penjelasan dari MA dan MHA ditinjau dari beberapa aspek, yaitu: 1) Organisasi Jika dilihat dari organisasinya, kedua masyarakat itu saling terikat, dimana MHA merupakan bagian dari MA atau MA terdiri MHA2. Tetapi keduanya mempunyai kedudukan dan peranan yang berbeda satu sama lainnya 2) Kedudukan dan Peranan Jika bicara MA, peranannya adalah tempat/wadah dimana hukum adat itu tumbuh, lahir dan berlaku. Jadi yang melahirkan hukum adat adalah MA. Sementara yang mempertahankan dan menjalankan hukum adat adalah MHA. Kesimpulannya adalah yang membentuk hukum adat adalah MA dan yang menjalankannya adalah MHA Hal ini disebabkan karena yang mempunyai sistem penguasaan/ kekuasaan adalah MHA, artinya dalam MHA mempunyai penguasa/kepala yang disebut Kepala Adat. Sedangkan MA tidak mempunyai sistem kekuasaan, dimana tidak mempunyai kepala adat. Contoh: ketika ada orang batak yang diadili, maka yang mengadili adalah bukan masyarakat batak, tetapi kepala adat, kepala dari MHA Batak Dalam perundangan2 di Indonesia, yang diakui atau yang disebut adalah MHA. Jadi yang mempunyai kedudukan secara yuridis di Indonesia adalah MHA 3) Sistem MA Berkaitan dengan sistemnya, MA dasarnya/sistemnya adalah sistem kekeluargaan, yaitu bagaimana pembentukan hubungan keluarga. Karena dasarnya adalah hubungan kekeluargaan, maka MA itu dibedakan atas Patrilineal , Matrilineal dan Bilateral. 4) Sistem MHA Karena MHA mempunyai struktur organisasi yang lengkap yaitu adanya sistem kekuasaan, maka MHA ini bisa ditinjau dari susunannya dan bentuknya, yaitu: Susunan : apa yang menjadi dasar susunannya atau apa yang mengikat seseorang dalam satu wadah masyarakat hukum adat, yaitu: 1. Dasarnya adalah Tempat Tinggal yang disebut masyarakat teritorial, yaitu merasa berasal dari masyarakat hukum adat yang sama, karena mempunyai tempat tinggal/wilayah yang sama

2.

Dasarnya adalah hubungan darah (Kinealogis), dia merasa satu kesatuan karena mempunyai hubungan darah. Hanya untuk hubungan darah ini, pengikatnya/dasar persatuannya bukan saja dari hubungan darah, tapi juga tempat tinggal. Karena orang yang mempunyai hubungan darah tidak bertempat tinggal pada wilayah yang sama, tapi yang berbeda. Sehingga tidak bisa hanya diikat oleh hubungan darah, tapi juga diikat dengan tempat tinggal yang sama

Rangkuman Hukum Adat Daya Perwira Dalimi 3010 215 021 (Kelas Karyawan)

Youre never too old to set another goal or to dream a new dream

Bentuk

1. Tunggal: jika susunannya hanya terdiri dari teritorial saja, maka bentuknya adalah tunggal.
Tunggal berarti dalam satu wilayah hanya ada satu masyarakat hukum adat, dalam satu wilayah hanya ada satu penguasa, dalam satu wilayah hanya ada satu kepala adat. Contohnya orang jawa, karena setiap desa di jawa yang mempunyai kekuasaan adalah kepala desa

2. Bertingkat: Jika susunannya terdiri dari Teritorial (Tempat tinggal) dan Hubungan Darah
(kinelogis), seperti orang Batak/Minang. Untuk yang teritorialnya biasanya disebut masyarakat atas dan hubungan darah disebut masyarakat bawah. Contoh: untuk orang Minang, ada masyarakat hukum adat Nagari/ Kuria (Batak), yang satu sama lain terikat oleh tempat tinggal/teritorial. Dan didalam teritorial Nagari tersebut ada kelompok orang yang dasarnya adalah hubungan darah. Masyarakat Hukum Adat Tunggal
Teritorial Ex. Masyarakat jawa, yang dipimpin oleh kepala desa

Masyarakat Hukum Adat Bertingkat


Teritorial, ex. Nagari/Kuria Disebut masyarakat atas

Hubungan darah, ex. Situmorang Disebut masyarakat bawah

Rangkuman Hukum Adat Daya Perwira Dalimi 3010 215 021 (Kelas Karyawan)

Youre never too old to set another goal or to dream a new dream

BAGIAN KETIGA KEDUDUKAN DAN PERANAN HUKUM ADAT Secara sosiologis, Hukum adat memenuhi unsur sosiologis dalam masyarakat, karena semua orang dalam adat tertentu pasti mengetahui dan menjalankan hukum adatnya. KEDUDUKAN : apakah hukum adat saat ini diakui oleh UU atau mempunyai landasan yuridis dan mempunyai peranan dalam masyarakat Indonesia? Landasan Yuridis Sebelum 18 Agustus 1945 Pemerintah Hindia Belanda Dengan berlandaskan pada Pasal 1&2 Aturan Peralihan UUD 1945, dapat dikatakan bahwa Indonesia masih masih mengakui 3 sistem hukum selama belum ada yang menggantikannya, yaitu Hukum Adat, Hukum Islam dan Hukum Eropa. Sebelum UUD 1945, yang berlaku adalah IS yang mengatur 3 golongan, yaitu Golongan Eropa, Timur Asing dan Indonesia Asli (Pribumi). Dan khusus bagi orang Indonesia Asli berlaku hukum adatnya. Pada pasal 131 (2) sub b, mengatur mengenai berlakunya hukum adat bagi orang Indonesia Asli, bunyinya adalah bahwa didalam perkara2 perdata dan pidana, bagi orang Indonesia Asli dan Timur Asing, berlaku hukum adat mereka kecuali jika kepentingan sosial mereka mengkehendaki, maka pembuat UU dapat memberlakukan bagi mereka hukum eropa yang sudah diubah/disesuaikan dan hukum baru yang berlaku bagi semua golongan. Dan apabila kepentingan umum memerlukan, maka pembuat UU dapat memberlakukan bagi orang Indonesia asli itu gabungan antara hukum eropa dan hukum adat. Inti dari pasal ini adalah: 1) Bahwa bagi orang Indonesia asli berlaku hukum adat

2)

Bahwa jika kepentingan sosial orang indonesia asli dan jika kepentingan umum mengkehendaki, maka pembuat UU harus membuat suatu kodifikasi hukum bagi orang indonesia asli yang isinya bisa berasal dari hukum eropa, hukum eropa yang sudah dirubah, hukum yang baru atau gabungan dari hukum eropa dan hukum adat. Selama belum ada kodifikasi, maka yang berlaku adalah aturan peralihannya, yaitu Pasal 131(6) yang intinya mengatakan bahwa selama kodifikasi yang dimaksud pada pasal 131 (2)-b pada belum ada, maka bagi orang Indonesia asli berlaku apa yang berlaku saat ini. Artinya bagi orang Indonesia asli berlaku pada hukum yang berlaku pada tanggal 1 januari 1926 (tahun berlakunya IS)

Hukum yang berlaku pada saat itu untuk orang indonesia asli adalah hukum adat, seperti yang diatur dalam Pasal 75 RR, yang bunyinya dalam perkara perdata dan dagang untuk orang Indonesia Asli, Hakim harus mempergunakan hukum adat mereka. Jadi pasal ini secara tegas menyatakan bahwa hukum adat berlaku bagi orang Indonesia asli.

Kesimpulan akhir: Pasal 75 RR berlaku berdasarkan Pasal 131 (6), dan pasal 131(6) adalah pasal peralihan dari pasal 131 (2)-b. Pasal 131 (2)-b ini tetap berlaku hingga saat ini berdasarkan Pasal 1&2 Aturan Peralihan UUD 1945. Jadi bisa dikatakan hukum adat ini masih diakui sebagai hukum positif di Indonesia, karena diatur pada Pasal 1&2 Aturan Peralihan UUD 1945 juncto Pasal 131 (2)-b juncto Pasal 131(6) juncto Pasal 75 RR

Rangkuman Hukum Adat Daya Perwira Dalimi 3010 215 021 (Kelas Karyawan)

Youre never too old to set another goal or to dream a new dream

II. Setelah 18 Agustus 1945 NKRI dengan UUD 1945 : disinilah kita akan membicarakan mengenai I.
kedudukan dan peranan Hukum Adat dalam Masyarakat Indonesia Ada beberapa landasan yuridis atau dasar pengakuan terhadap hukum adat setelah 18 Agustus 1945, yaitu: 1) Pasal 1 dan 2 aturan peralihan UUD 1945, yang mengatakan segala peraturan perundang-undangan serta lembaga yang masih ada, akan tetap berlaku selama belum ada peraturan dan lembaga yang baru.

2) Jika terkait dengan Lembaga pada pasal Pasal 2 aturan peralihan UUD 1945, dapat dikaitkan
dengan situasi sebelum tahun 1951, dimana masih terdapat lembaga peradilan adat. Berdasarkan UU Darurat tahun 1951, Lembaga peradilan adat dihapuskan dan digantikan dengan peradilan umum. Akan tetapi, meski dihapus, aturan2 hukum yang dipakai oleh lembaga peradilan adat tidak dihapus, hanya pelaksanaannya dialihkan ke Peradilan Umum. Jadi yang dicabut adalah hanya lembaga peradilannya saja, dan yang diakui tetap hukum adatnya. Dengan demikian, UU Darurat No.1/1951 dapat juga dijadikan sebagai dasar pengakuan terhadap hukum adat.

3) Setelah 18 Agustus 1945 ternyata lahir Undang2 yang mengatur hal-hal yang sangat berhubungan
dengan adat, yaitu mengenai Perkawinan yang diatur melalui UU No.1/1974. Seharusnya dengan lahirnya UU1/1974, hukum adat menjadi tidak berlaku kembali. Ada 2 alasan yang menyebabkan Hukum Adat masih digunakan meski sudah lahir UU 1/1974, yaitu a. Pada UU1/1974 tidak ada kata2/kalimat yang mencabut atau menyatakan dengan tegas bahwa Hukum Adat sudah tidak berlaku. Dengan demikian, secara tidak langsung, Hukum adat pada perkawinan masih diakui dan mempunyai kedudukan sehingga masih mempunyai landasan yuridis. b. Jika dilihat dari sistem kekeluargaan, UU Perkawinan itu ternyata bersifat bilateral dimana azas atau dasar yang dianutnya adalah bilateral. Dengan demikian, sepanjang menyangkut masyarakat bilateral, UU Perkawinan dapat dikatakan sejalan dan tidak bertentangan. Tetapi, jika menyangkut Patrilineal dan Matrilineal, UU Perkawinan ini pastinya akan saling bertentangan dan seharusnya hukum adat menjadi tidak berlaku. Tetapi pada kenyataannya pada kehidupan sehari, pada masyarakat Patrilineal dan Matrilineal, mereka tetap menggunakan hukum adatnya. Hal ini sebenarnya disebabkan karena Hukum waris yang merupakan kelanjutan dari Hukum perkawinan, belum mempunyai Hukum yang khusus untuk mengatur mengenai waris. Sehingga, meski pada masyarakat Patrilineal dan Matrilineal mereka bertentangan untuk masalah perkawinannya dengan UU Perkawinan, tetapi mau tidak mau ketika bersentuhan dengan masalah waris, mereka harus menggunakan hukum adatnya. Itulah sebabnya masyarakat Patri dan Matri tetap menggunakan Hukum Adat dalam Perkawinannya, meskipun bertentangan dengan UU Perkawinan. Sehingga dapat dikatakan secara sosiologis, meski dengan adanya UU perkawinan, hukum adat itu tetap mempunyai peranan dalam kehidupan masyarakat indonesia. 4) Selain UU No.1/1974, ternyata juga lahir UU yang berhubungan erat dengan hukum adat, yaitu UU Pokok Agraria No.5/1960. Sama halnya dengan UU Perkawinan, ternyata UUPA tidak mencabut/menghapus aturan2/hukum adat, seperti layaknya menghapus/mecabut tentang Eigendom dimana menyatakan tidak berlaku semua peraturan menyangkut tanah yang dibuat oleh pemerintah Hindia Belanda. Bahkan didalam pembukaan dan penjelasannya, dikatakan bahwa UUPA ini disusun
Rangkuman Hukum Adat Daya Perwira Dalimi 3010 215 021 (Kelas Karyawan) Youre never too old to set another goal or to dream a new dream

dengan berpedoman pada hukum adat. Dengan demikian, hal tersebut secara langsung telah memberikan pengakuan terhadap keberadaaan hukum adat. Selain pada Penjelasan UUPA, pengakuan hukum adat juga dapat dilihat pada Pasal 5 UUPA yang mana mempunyai 2 makna jika dikaitkan dengan Hukum adat, yaitu memberikan pengakuan terhadap berlakunya Hukum adat dan sekaligus juga menghapuskan hukum adat, yaitu:

a.

UUPA menggunakan konsep Pemisahan Horizontal dimana mengadopsi/mengikuti konsep yang digunakan dalam hukum adat. Dengan demikian, secara tidak langsung, UUPA mengakui keberadaan Hukum Adat. Yang dimaksud dengan konsep Pemisahan Horizontal adalah adanya pemisahan hak antara hak atas segala benda dengan hak atas tanah. Untuk UUPA hak atas tanah hanya dimiliki oleh bangsa Indonesia, dimana WNA tidak dapat memiliki hak atas tanah di Indonesia. Sehingga WNA hanya dapat memiliki hak pakai bagunannya saja, tapi tidak dapat memiliki tanahnya. Konsep ini sama dengan konsep hukum adat, dimana pada suatu wilayah Masyarakat Hukum Adat, yang dapat memiliki hak tanahnya adalah hanya anggota dari masyarakat hukum adat tersebut. b. Tetapi dengan adanya pemakaian konsep yang sama antara Hukum Adat dengan UUPA, ternyata hal tersebut malah membuat hukum adat menjadi bertentangan dengan UUPA. Karena yang dikatakan pada Hukum adat adalah yang dapat memiliki tanah di suatu wilayah masyarakat hukum adat tertentu adalah hanya anggota dari masyarakat hukum adat tersebut, ternyata bertentangan dengan UUPA yang mengatakan bahwa hak atas tanah dimiliki oleh seluruh bangsa Indonesia, tanpa membeda-bedakan masyarakat hukum adatnya, dimana merupakan bagian yang paling kecil dalam bangsa Indonesia. Dengan demikian, berdasarkan pasal 5 ini, dapat dikatakan bahwa hukum adat tidak berlaku lagi karena ternyata bertentangan dengan kepentingan nasional. Atau bisa disimpulkan bahwa Hukum Tanah adat masih mempunyai kedudukan karena masih diatur oleh UU, tapi sudah tidak mempunyai peranan dalam bangsa Indonesia, karena ruang lingkup berlakunya sudah dipotong atau diganti oleh UUPA.

Rangkuman Hukum Adat Daya Perwira Dalimi 3010 215 021 (Kelas Karyawan)

Youre never too old to set another goal or to dream a new dream

Anda mungkin juga menyukai