Anda di halaman 1dari 12

KAJIAN KNOWLEDGE MANAGEMENT DAN PENGARUHNYA TERHADAP KINERJA KARYAWAN

Oleh: Ratna Indriyati, SE., MM. Abstract: Study about knowledge management has arisen since 1990 triggered by business practicians. One of the reasons underlying the study was the awakening of knowledge aspect which considered as important capital that cannot be neglected in the business world. The position of the knowledge in the information era was as the same level as the electrical plants in the industrialization era. Thats why the management toward knowledge modal (intellectual capital) is the same important as the mastery of the knowledge itself. Whoever masters the information and knowledge in this era will become the winner in this competition era. This article will discuss about knowledge management concept, function, the goal and kinds of intellectual capital which are needed to manage an institution to reach the it goals. Kata Kunci: Knowledge management, tacit knowledge, explicit knowledge, modal intelektual, modal social.

Pendahuluan
Kajian tentang knowledge management (manajemenen pengetahuan) mulai mengemuka sejak tahun 1990-an yang diprakarsai oleh para praktisi bisnis. Salah satu alasan yang mendorong mereka melakukan kajian itu adalah karena disadari bahwa aspek pengetahuan merupakan modalitas penting yang tidak bisa diabaikan dalam dunia bisnis. Kedudukan pengetahuan di era informasi ini setara dengan keberadaan energi pembangkit listrik di era industri. Di era informasi saat ini paradigma tentang modal mulai berkembang. Dahulu ruang lingkup modal berkisar pada modal finansial, infrastruktur, dan pada entitas-entitas benda lainnya. Tetapi kini modal intelektual disadari merupakan modal sangat penting yang dapat mendongkrak nilai tambah suatu perusahaan. Konsep knowledge based society (masyarakat berbasis pengetahuan) yang digagas Peter F. Drucker (1966) kemudian mewarnai mainstream cara berpikir bukan saja praktisi bisnis tetapi juga para akademisi dalam membangun landasan bisnis yang mengedepankan intellectual capital (modal intelelektual). Adagium knowledge is power, dan information is power yang sering didengungkan para praktisi bisnis semisal Bill Gates, semakin mengukuhkan tesis bahwa bisnis bermodal intelektual adalah keniscayaan yang harus dijalani di era saat ini. Sebab pemenang persaingan di era global ini adalah mereka yang menguasai informasi dan pengetahuan dan mampu memberdayakannya. Artikel ini mengulas tentang konsep-konsep mendasar tentang knowledge management dan fungsinya dalam organisasi.

Praktisi Manajemen Keuangan; Bekerja sebagai Pengelola Keuangan di IAIN Sunan Ampel Surabaya.

Definisi Knowledge Management Definisi knowledge management sangat beragam, karena konsep pengetahuan (knowledge) sendiri memiliki pengertian yang ambiguitas. Tidak ada kesepakatan tentang apa pengetahuan itu. Ada ilmuwan yang menyamakan pengetahuan dengan informasi, ada pula yang membedakannya. Wenig (1996:) memberi definisi pengetahuan sebagai pemahaman terhadap proses sistem kognitif. Pengertian ini menunjukkan suatu konstruk yang tidak secara langsung bisa diobservasi. Menurut Wenig, informasi bukan pengetahuan, tetapi dikomunikasikan melalui sistem kognitif. Sistem kognitif bisa berupa atau dimiliki oleh individu, kelompok, suatu organisasi, sistem komputer dan kombinasi dari semua itu. Informasi dan pengetahuan saling berhubungan tetapi tidak berarti equivalen. Kadang-kadang informasi menyediakan bahan bagi pengetahuan, demikian juga sebaliknya (Norton, 2000: 7). Sedangkan Buckland (1991) dan Kirk (1999) dalam definisinya tentang information as knowledge, jelas menyamakan informasi dengan pengetahuan atau sekurangkurangnya menganggap informasi sebagai pengetahuan. Addleson (2000:137-138) melihat knowledge dari dua sudut pandang: pertama, pengetahuan sebagai sesuatu wujud fisik dan digambarkan sebagai suatu aset. Kedua, pengetahuan sebagai suatu proses, dan tercipta ketika seseorang berinteraksi dan sharing pengetahuan dengan orang atau kelompok lain. Maka definisi tentang knowledge management pun berbeda-beda tergantung siapa yang mendefinisikan dan dalam konteks apa definisi tersebut diterapkan. Para profesional informasi seperti pustakawan, manajer rekod, dan arsiparis, menekankan pada manajemen dokumen. Ahli teknologi informasi seperti pengembang software, programmer, dan teknologi serupa, menitik beratkan pada hardware, software, jaringan, dan telekomuniaksi. Demikian juga ahli pendidikan, memiliki persepsi dan definisinya sendiri tentang knowledge management. Ensiklopedia Wikipedia mendefinisikan knowledge management sebagai suatu rangkaian kegiatan yang digunakan oleh organisasi untuk mengidentifikasi, menciptakan, menjelaskan, dan mendistribusikan pengetahuan untuk digunakan kembali, diketahui, dan dipelajari di dalam organisasi. Kegiatan ini biasanya terkait dengan objektif organisasi dan ditujukan untuk mencapai suatu hasil tertentu seperti pengetahuan bersama, peningkatan kinerja, keunggulan kompetitif, atau tingkat inovasi yang lebih tinggi. Transfer pengetahuan (salah satu aspek dari manajemen pengetahuan) dalam berbagai bentuk, telah sejak lama dilakukan. Contohnya adalah melalui diskusi sepadan dalam kerja, magang, perpustakaan perusahaan, pelatihan profesional, dan program mentoring. Walaupun demikian sejak akhir abad ke-20, teknologi tambahan telah diterapkan untuk melakukan tugas ini, seperti basis pengetahuan, sistem pakar, dan repositori pengetahuan. Dari perspektif pendidikan, knowledge management berarti kombinasi antara proses dan aplikasi sarana teknologi untuk mengelola, menyimpan dan menyediakan secara universal melalui jaringan elektronik, suatu proses penciptaan dan penyebaran pengetahuan dan kebijakan mengenai pengalaman pendidikan. (Galbreath, 2000: 29). Sedangkan dari sudut pandang organisasi, menurut Wenig (1996), knowledge management terdiri atas aktifitas organisasi untuk memperoleh pengetahuan dari pengalaman organisasi, kebijakan dan dari pengalaman satu sama lain, untuk mencapai tujuan organisasi. Aktivitas tersebut dilakukan oleh perpaduan teknologi, struktur

organisasi dan strategi berbasis kognisi (cognitive based strategies) untuk mendapatkan pengetahuan dan menciptakan pengetahuan baru, dengan cara meningkatkan sistem kognisi (organisasi, manusia, komputer, atau gabungan manusia dan sistem komputer) dalam penyimpanan dan pemanfaatan pengetahuan untuk belajar, memecahkan masalah dan mengambil keputusan. DiMattia dan Oder (1997) mendefinisikan knowledge management sebagai pengaksesan, pengevaluasian, pengaturan, pengorganisasian, penyaringan dan pendistribusian informasi dengan cara-cara tertentu sehingga berguna bagi pemakai. Knowledge management mencakup pemaduan informasi internal dan eksternal suatu organisasi dan membentuknya menjadi pengetahuan yang bisa dimanfaatkan melalui suatu teknologi. Pengertian lain yang lebih simpel diberikan oleh Gordon Petrash of Dow Chemical Company, yaitu pemerolehan pengetahuan yang tepat, untuk pemakai yang tepat pada waktu yang tepat. Lihat Platt (2000: 406), Honeycutt (2000: xiv). Meskipun knowledge management didefinisikan dan diterapkan dalam berbagai lapangan yang berbeda, namun secara umum dapat ditarik pengertian bahwa knowledge management menekankan: (a) adanya usaha yang serius untuk meningkatkan sistem kognisi (organisasi, manusia, komputer, atau gabungan manusia dan sistem komputer); (b) adanya aset-aset pengetahuan yang dikelola, yang berasal dari dalam dan luar organisasi, individu atau kelompok; (c) adanya proses pengadaan, pengolahan, penyimpanan, dan penggunaan pengetahuan tersebut untuk mencapai tujuan tertentu; (d) adanya penyebaran pengetahuan dan pengalaman baik melalui akses langsung ke database maupun melalui sharing dan kolaborasi ke lingkungan internal dan eksternal organisasi; (e) adanya kreativitas dan inovasi menciptakan pengetahuan baru. Fungsi Knowledge Management Menurut Frappaolo dan Toms (2000), fungsi aplikasi knowledge management dalam suatu organisasi ada lima, yaitu sebagai berikut: a. Intermediation: yaitu peran perantara transfer pengetahuan antara penyedia dan pencari pengetahuan. Peran tersebut untuk mencocokkan (to match) kebutuhan pencari pengetahuan dengan sumber pengetahuan secara optimal. Dengan demikain, intermediation menjamin transfer pengetahuan berjalan lebih efisien. b. Externalization: yaitu transfer pengetahuan dari pikiran pemiliknya ke tempat penyimpanan (repository) eksternal, dengan cara seefisien mungkin. Externalization dengan demikian adalah menyediakan sharing pengetahuan. c. Internalization: adalah pengambilan (extraction) pengetahuan dari tempat penyimpanan eksternal, dan menyaring pengetahuan tersebut untuk disediakan bagi pencari yang relevan. Pengetahuan harus disajikan bagi pengguna dalam bentuk yang lebih cocok dengan pemahamannya. Maka, fungsi ini mencakup interpretasi dan/atau format ulang penyajian pengetahuan. d. Cognition: adalah fungsi suatu sistem untuk membuat keputusan yang didasarkan atas ketersediaan pengetahuan. Cognition merupakan penerapan pengetahuan yang telah berubah melalui tiga fungsi terdahulu. e. Measurement: yaitu kegiatan knowledge management untuk mengukur, memetakan dan mengkuantifikasi pengetahuan korporat dan performance dari solusi knowledge management. Fungsi ini mendukung empat fungsi lainnya, untuk mengelola pengetahuan itu sendiri.

Data, Informasi dan Pengetahuan Menurut Teskey, data merupakan hasil pengamatan langsung terhadap suatu kejadian atau suatu keadaan; ia merupakan entitas yang dilengkapi dengan nilai tertentu. Informasi merupakan kumpulan data yang terstruktur untuk memperlihatkan adanya hubungan antarentitas. Pengetahuan merupakan model yang digunakan manusia untuk memahami dunia, dan yang dapat diubah-ubah oleh informasi yang diterima pikiran manusia. Model yang hampir sama ditawarkan Mike Powell dalam bukunya, Information Management for Development Organizations. Menurut Powell, data adalah koleksi terstruktur dari kumpulan fakta (structured collection of quantitative facts), informasi adalah data atau fakta dengan arti (data or facts with meaning) dan pengetahuan merupakan hasil atau keluaran atau nilai dari informasi (producing significance or value from information). Model lain yang mirip juga dikemukakan Nathan Shedroff, seperti dikutip oleh Richard Saul Wurman dalam Information Anxiety 2. Bahkan Shedroff menambahkan satu lagi tahap sesudah pengetahuan, yaitu kebijaksanaan (wisdom). Menurut penulis, model Data --> Information --> Knowledge (DIK) di atas mempunyai beberapa kelemahan. Pertama, data dianggap sesuatu yang bebas nilai. Artinya, proses pengambilan suatu fakta menjadi data dianggap bebas nilai sampai ia diinterpretasikan menjadi informasi. Bagi para sosiolog aliran konstruksionis, definisi data seperti di atas tidak tepat. Bagi mereka, fakta tidak dibentuk secara ilmiah, tetapi merupakan sesuatu yang dibentuk atau dikonstruksi. Setiap orang bisa mempunyai konstruksi yang berbeda-beda atas suatu fakta, tergantung pada pengalaman, preferensi, pendidikan tertentu, dan lingkungan pergaulan atau sosial tertentu. Berarti, sudah ada proses interpretasi manusia melalui pengetahuan sebelumnya dalam mengumpulkan data (Eriyanto, Analisis Framing, 2002). Kedua, model di atas tidak memberi batasan yang jelas kapan sesuatu itu dianggap informasi, kapan sesuatu itu sudah bisa dianggap pengetahuan. Kalau kita mendapat pesan bahwa "Air yang dipanaskan pada suhu mendidih 100 derajat Celsius bisa mematikan kuman. Dan bila kuman tersebut mati, penyakit kolera akan sulit berkembang", apakah ini suatu informasi atau pengetahuan? Batasannya sangat tidak jelas. Dengan alasan-alasan di atas, (Wicaksono, 2005) menawarkan model lain dalam membedakan antara informasi dan pengetahuan. Informasi adalah sesuatu yang kita bagi melalui beragam media komunikasi yang ada. Pengetahuan adalah sesuatu yang masih ada di dalam pikiran kita. Informasi sama dengan pengetahuan yang dibagi atau telah dikomunikasikan melalui berbagai media yang ada. Dengan pembedaan yang lebih jelas antara information dan knowledge, selanjutnya kita mulai definisikan IM dan KM. IM adalah teknik pengaturan atau organisasi agar informasi mudah dicari dan digunakan kembali oleh pemakai. Yang termasuk dalam proses manajemen informasi, antara lain, pengumpulan informasi, pengolahan informasi, kemas ulang informasi, dan temu kembali informasi. Sementara itu, KM adalah teknik membangun suatu lingkungan pembelajaran (learning environment), sehingga orang-orang di dalamnya terus termotivasi untuk terus belajar, memanfaatkan informasi yang ada, serta pada akhirnya mau berbagi pengetahuan

baru yang didapat. Yang termasuk dalam proses manajemen pengetahuan, antara lain, pembelajaran (individu, organisasi, kolaborasi), dan berbagi pengetahuan. Secara sederhana dapat disimpulkan, KM mengurusi agar manusia di dalamnya terus produktif belajar dan berbagi pengetahuan (knowledge sharing) yang dimiliki. Adapun IM mengurusi informasi agar terkumpul, terorganisasi, dan mudah dicari serta digunakan. Informasi akan menjadi input bagi orang lain dan diolah menjadi pengetahuan baru. Untuk melihat kedudukan data, informasi dan pengetahuan, berikut ini kita lihat level-level manajemen yang menanaganinya.Level knowledge management terdiri dari beberapa tingkatan, yang dapat dijelaskan sebagai berikut: Level 1: Data tersebar ditransformasikan oleh processing (pemrosesan data) ke informasi. Pada level ini biasanya disebut management dokumen. Knowledge management hanya mendistribusikan informasi, tidak menciptakan, mengorganisasikan, dan mengelola isi informasi (content management). Pemakai dapat melakukan akses dan temu kembali dokumen secara online pada sistem. Level 2: Data dianalisis dan diterapkan sehingga menjadi informasi. Pemakai bisa menyumbangkan informasi ke sistem, menciptakan isi baru dan mengembangkan database pengetahuan. Pemakai bisa membaca dokumen online, men-download, melengkapinya dan kemudian mengirimkannya ke tujuan yang dikehendaki. Keuntungan pada level ini adalah, informasi dapat secara terus menerus di-update. Level 3: Informasi dianalisis dan diterapkan sehingga menjadi pengetahuan. Hal ini memerlukan pemahaman tentang input dan output informasi untuk mendukung kegiatan organisasi. Pengetahuan dibangun oleh organisasi melalui proses pemerolehan, pendistribusia, kolaborasi dan komunikasi serta penciptaan pengetahuan baru. Level 4: Pengetahuan dianalisis dan diterapkan sehingga membuat orang bijaksana. Pada level ini enterprise intelligence dikembangkan dengan membangun jaringan pakar, interaksi dengan database operasional, dan performance support, di mana pengetahuan baru yang dihasilkan, ditambahkan pada sistem. Kegiatan lembaga induk banyak bergantung pada keahlian yang disimpan dalam sistem ini. Lihat: Outsell (2000: 10-11); Bawden (1996: 75); Partridge dan Hussain (1995: 2). Modal Pengetahuan dalam Knowledge Management Modal intelektual (Bahasa Inggris: intellectual capital) adalah suatu istilah yang memiliki berbagai definisi dalam teori-teori ekonomi yang berbeda. Karenanya, satusatunya definisinya yang paling netral adalah suatu debat mengenai "aktiva tak berwujud" (intangibles) dalam ekonomi dan asumsi modal yang menciptakan kekayaan intelektual. Jenis modal ini jarang atau tak pernah muncul dalam praktik akuntansi. Istilah ini terutama dipergunakan oleh ahli teori dalam teknologi informasi, riset inovasi, transfer teknologi, dan bidang-bidang lain yang terutama menyangkut teknologi, standar, dan modal ventura. Populer pada periode 1995-2000, istilah ini terutama digunakan oleh teori-teori untuk menjelaskan "dotcom boom" dan valuasi tinggi yang terjadi pada saat itu. (Wikipedia). Tipe-Tipe Pengetahuan

Tipe-tipe pengetahuan terdiri dari pengetahuan implisit (tacit knowledge) maupun pengetahuan eksplisit (explicit knowledge) yang dimiliki suatu lembaga. Explicit knowledge adalah pengetahuan yang terdokumentasi yang maujud dalam berbagai bentuk seperti paper, laporan penelitian, buku, artikel, manuskrip, paten dan software, dll. (gambar 2). Sedangkan tacit knowledge ialah pengetahuan yang berada dalam pikiran manusia, yang bisa diserap orang lain melalui kolaborasi dan sharing (Nasseri, 1996), seperti percakapan antar muka, percakapan antar telepon, training, email, dll. a. Tacit Knowledge Pada dasarnya tacit knowledge bersifat personal, dikembangkan melalui pengalaman yang sulit untuk diformulasikan dan dikomunikasikan (Carrillo et al., 2004). Berdasarkan pengertiannya, maka tacit knowledge dikategorikan sebagai personal knowledge atau dengan kata lain pengetahuan yang diperoleh dari individu (perorangan). Menurut Bahm (1995, p. 199) p nelitian pada sifat dasar pengetahuan seketika mempertemukan perbedaan antara knower dan known, atau seringkali diartikan dalam istilah subject dan object, atau ingredient subjective dan objective dalam pengalaman. Pengalaman yang diperoleh tiap karyawan tentunya berbeda-beda berdasarkan situasi dan kondisi yang tidak dapat diprediksi. Definisi experience yang diambil dari kamus bahasa Inggris adalah the process of gaining knowledge or skill over a period of time through seeing and doing things rather than through studying. Yang artinya proses memperoleh pengetahuan atau kemampuan selama periode tertentu dengan melihat dan melakukan hal-hal daripada dengan belajar. Gambar 3: Tacit Knowledge Email
Telephon Conversation Socil Capital (Trust and Culture)

Face to Face Conversation

Tacit Knowledg

Top Management Support

Mentoring and Training

Customer Knowledge

Individual Knowledge (Staf and outside

Sumber: Srikantaiah (2000: 14). b. Explicit knowledge Explicit knowledge bersifat formal dan sistematis yang mudah untuk dikomunikasikan dan dibagi (Carrillo et al., 2004). Penerapan explicit knowledge ini lebih mudah karena pengetahuan yang diperoleh dalam bentuk tulisan atau

pernyataan yang didokumentasikan, sehingga setiap karyawan dapat mempelajarinya secara independent. Teknologi merupakan salah satu elemen pokok yang terdapat pada knowledge management, dikenal sebagai media yang mempermudah penyebaran explicit knowledge. Salah satu teknologi paling mutakhir yang saat ini digunakan oleh banyak organisasi untuk proses penyebaran knowledge adalah intranet dan internet, dimana hal ini didasarkan pada kebutuhan untuk mengakses knowledge dan melakukan kolaborasi, komunikasi serta sharing knowledge secara on line. Gambar 2: Bentuk Explicit Knowledge Transaction Data Consultants External Database, Text, Financial Library/ Information Center
Explicit Knowledge Form

Internal Report Memos World Perfect, Email

Record Management Plan and Policies

Newspaper Selective Dissemination of Information Sumber: Srikantaiah (2000: 13).

Kedua tipe pengetahuan tersebut tidak bisa dipisahkan dari pengetahuan individual dan pengetahuan organisasi. Bahkan mereka saling berinteraksi satu sama lain. Performance bisnis lebih merupakan hasil dari perpaduan antara tacit dan explicit knowledge seorang individu dan organisasi yang menjalankan suatu perusahaan. Knowledge management lebih tepat untuk mengelola kelompok dan mengelola tacit knowledge.

Sumber-Sumber Pengetahuan Adapun sumber-sumber pengetahuan dapat dibagi ke dalam tiga kategori, yaitu: aset pengetahuan (knowledge capital), aset sosial (social capital) dan aset infrastruktur (infrastructure capital) (Short, 2000: 354-357). a. Modal pengetahuan (knowledge capital) Aset pengetahuan boleh jadi tersimpan, atau terletak pada pekerjaan rutin, proses dan prosedur, peran jabatan dan pertanggung-jawaban, dan struktur organisasi. Pengetahuan yang tersimpan dalam sistem ini digunakan secara

reguler untuk melaksanakan tugas atau langkah-langkah proses pekerjaan secara konsisten. b. Modal Sosial (Social Capital) Nahapiet dan Ghosal (1998) memberikan definisi aset sosial sebagai sejumlah sumberdaya yang potensial dan aktual yang tersimpan dalam, tersedia melalui, dan diperoleh dari jaringan antarhubungan yang diproses oleh individu atau organisasi. Inti teori aset sosial adalah tersedianya jaringan antarhubungan yang menyediakan sumber untuk menjalankan kegiatan sosial, menyediakan koleksi aset pengetahuan yang dimiliki kepada anggota mereka. Social capital itu multidimensional dan mencakup berbagai atribut seperti budaya, kepercayaan, pertukaran, konteks dan jaringan informasi. Sebagai dinyatakan, social capital dapat ditemukan dalam literatur sosiologi sekurangkurangnya jauh sebelum 1965 [Jacobs, 1965, seperti dikutip Nahapiet dan Goshal (1998) et.al]. Namun demikian, belakangan, social capital mulai mendapat perhatian dari para ekonom, termasuk Putnam (1993); (1995) dan sosiolog semacam Flora (1995). Para ekonom mulai mengembangkan kerangka kerja baru untuk mengukur dan menilai social capital, organisasi mungkin dapat melakukan hal yang sama dan menggabungkan aspek tak tampak dalam pengukuran keseimbangan antara sheet dan asset. Social capital penting sebagai sumber pengetahuan untuk perusahaan, sebab ia memberi fasilitas penciptaan dan transfer pengetahuan. c. Modal Infrastruktur (Infrastructure Capital) Telah dimaklumi secara umum bahwa kekuatan layanan informasi tergantung pada ketersediaan infrastruktur informasi yang dapat memenuhi meningkatnya permintaan akan pertukaran dan manipulasi informasi melalui jaringan kepada pengguna yang terpisah secara geografis (McLean, 1998). Infrastruktur capital mencakup sumber-sumber pengetahuan fisik suatu perusahaan, seperti jaringan LAN/WAN, file server, network, Intranet, PC, dan aplikasinya. Pendek kata, semua infrastruktur teknologi informasi dapat dikatakan sebagai bagian dari infrastruktur capital. Tetapi tidak berhenti sampai di sini, infrastruktur capital juga mencakup struktur organisasi, pembukuan atau pemberkasan, peran pertanggung jawaban, dan lokasi kantor secara geografis yang menyediakan sarana fisik dalam berbagai pasar. Sumberdaya ini secara rutin ditopang oleh organisasi dengan tugas keseharian, baik administrasi maupun operasional. Secara ringkas, Prusak (1998) menggambarkan sumber-sumber pengetahuan, social capital, dan infrastructure capital dalam tabel sebagai berikut : Tabel 1: Sumber-sumber pengetahuan Knowledge Resources Explicit Tacit Formal Informal Social Capital Culture Trust Knowledge Behavior Human Capital Issues Infrastructure Proecesses Resources Technology Matric

Sumber: Prusak (1998) seperti dikutip Koenig dan Srikantaiah (2000: 30).

Dari tabel tersebut diasumsikan bahwa pengguna aset pengetahuan (customer capital) berada dalam semua ranah. Di dalam sumber-sumber pengetahuan mencakup customer, di infrastruktur juga mencakup customer, dan dalam sosial capital mencakup antarhubungan, bukan hanya dengan organisasi, tetapi juga dengan customer (dan suplier yang juga salah satu dari customer).

Pengaruh KM terhadap Konsep Kinerja Karyawan


Kinerja merupakan hasil kerja atau karya yang dihasilkan oleh masing-masing karyawan untuk membantu organisasi dalam mencapai dan mewujudkan tujuannya. Pada dasarnya kinerja dari seseorang merupakan hal yang bersifat individu karena masing-masing dari karyawan memiliki tingkat kemampuan yang berbeda. Kinerja seseorang tergantung pada kombinasi dari kemampuan, usaha, dan kesempatan yang diperoleh (Dale, 1992, p. 3). Menurut Bernardin dan Russel (1993, p. 382) terdapat 6 kriteria untuk menilai kinerja karyawan, yaitu: 1. Quality, tingkatan dimana proses atau penyesuaian pada cara yang ideal di dalam melakukan aktifitas atau memenuhi aktifitas yang sesuai harapan. 2. Quantity, Jumlah yang dihasilkan diwujudkan melalui nilai mata uang, jumlah unit, atau jumlah dari siklus aktifitas yang telah diselesaikan. 3. Timeliness, Tingkatan di mana aktifitas telah diselesaikan dengan waktu yang lebih cepat dari yang ditentukan dan memaksimalkan waktu yang ada untuk aktifitas lain. 4. Cost effectiveness, Tingkatan dimana penggunaan sumber daya organisasi berupa manusia, keuangan, dan teknologi dimaksimalkan untuk mendapatkan hasil yang tertinggi atau pengurangan kerugian dari tiap unit. 5. Need for supervision, Tingkatan dimana seorang karyawan dapat melakukan pekerjaannya tanpa perlu meminta pertolongan atau bimbingan dari atasannya. 6. Interpersonal impact, Tingkatan di mana seorang karyawan merasa percaya diri, punya keinginan yang baik, dan bekerja sama di antara rekan kerja. Hubungan Antara Knowledge Management dengan Kinerja Karyawan
Quality Experience Personal Knowledge Quantity SOP (Standard Operational Procedure) Job Procedure

Kinerja Karyawan

Timeliness

Internet, Intranet

Technology

Need for Supervisor

Interpersonal Impact

Gambar:Hubungan antara knowledge management dengan kinerja karyawan

Sumber: Kosasih dan Budiani (http://www.petra.ac.id/~puslit/journals/dir.php?DepartmentID=HOT). Untuk menghasilkan kinerja yang baik, maka organisasi membutuhkan sistem yang baik pula. Sistem ini bukan hanya peraturan atau standar yang ada melainkan juga melibatkan pihak-pihak yang terkait langsung yaitu sumber daya manusianya. Salah satu sistem manajemen yang menawarkan suatu disiplin yang memperlakukan intelektual sebagai aset yang dikelola adalah knowledge management (Honeycutt, 2002), yang diukur dengan 3 variabel yaitu personal knowledge, job procedure, dan technology. Dalam prakteknya knowledge management dapat menjadi guidance tentang pengelolaan intangible asset yang menjadi pilar organisasi dalam menciptakan nilai. Organisasi perlu mengetahui sejauh mana knowledge management berperan di dalam meningkatkan kinerja karyawan. Maka dari itu, kinerja karyawan dapat diukur melalui 5 kriteria penilaian karyawan, yaitu: quality, quantity, timeliness, need for supervision, dan nterpersonal impact.[]

Daftar Pustaka Addleson, Mark. (2000). Organizing to know and to learn: reflections on organization and knowledge management, dalam Knowledge management for the information professional. (Asis Monograph Series). ed. by T. Kanti Srikantaiah dan Michael E.D. Koenig. Medford: Information Today. Bawden, David. (1996). Information policy or knowledge policy?, dalam Understanding information policy. Proceeding of a workshop (Cumberland Lodge, 22-24 July 1996). London : Bowker Saur. Bennett, Roger dan Gabriel, Helen. (1999). Organizational factors and knowledge management within large marketing departement: an empirical study. Journal of Knowledge Management, Vol 3 (3) hal. 212-225. Bucklan, M. Information as thing, Journal of the American Society for Information Sciense, Vol. 42, hal. 351-360. Choudhury, G.G. (1999). Introduction to modern information retieval. London : Library Association. Frappaolo, Carl dan Toms, Wayne. (1997). Knowledge management: from terra incognita to terra firma. http://www.delphigroup.com/articles/1997/11071997 Galbreath, Jeremy. (2000). Knowledge management technology in education: an overview. Educational Technology, September-Oktober, hal. 28-33. Hildebrand, Carol. (1999). Does KM = IT? - Intellectual Capitalism. Enterprise Magazine. Septembwysiwyg://content.186/ http://www.cio.c...hive/enterprise/091599_ic_content.html Godbout, Alain J. (2000) Filtering knowledge changing information into knowledge assets. Honeycutt, Jerry (2000). Knowledge management strategies = strategi manajemen pengetahuan; Penerjemah, Frans Kowa. Jakarta : Elex Media Komputindo. http://www.ukoln.ac.uk/services/papers/bl/blri078/content/epor~3i.htm Kosasih, Natalia dan Sri Budiani. Pengaruh knowledge management terhadap kinerja karyawan: studi kasus departemen Front office Surabaya Plaza Hotel. http://www.petra.ac.id/~puslit/journals/dir.php?DepartmentID=HOT.

Kirk, Jovce. (1999). Information in organisations: directions or information management. Information Research, Vol. 4 (3), Feb. [online] http://www.shef.ac.uk/~ is/publications/infres/paper57.html Koenig, M.E.D. dan Srikantaiah, T.K. (2000). The Evolution of knowledge management, dalam Knowledge management for the information professional. (Asis Monograph Series). ed. by T. Kanti Srikantaiah dan Michael E.D. Koenig. Medford: Information Today. Malhotra, Yogesh (1997). Knowledge management in inquiring organization. http://www.brint.com/km/km.htm McCambell, A.S., Clare, L.M., dan Gitters, S.H. (1999). Knowledge management: the new challenge for the 21st century. Journal of Knowledge Management, Vol. 3 (3) hal. 172-179. McLean, Neil (1998). The Global scholarly information infrastructure: the quest for sustainable solutions (Beyond the beginning: the global digital library). http://www.ukoln.ac.uk/services/papers/bl/blri078/content/repor~3i.htm Muralidhar, Sumitra (2000). Knowledge management: a research scientists perspective, dalam Knowledge management for the information professional. (Asis Monograph Series). ed. by T. Kanti Srikantaiah dan Michael E.D. Koenig. Medford: Information Today Nasseri, Touraj. (1996). Knowledge leverege : the ultimate advantage. http://CMyfiles/nasseri.htm Nonaka, I. (1991). The knowledge-creating company, Harvard Business Review, (November-December), hal96-104. Outsell. (2000). Information About Information. Briefing, Vol. 3 (2) October, hal. 1-21. Partridge, D. dan Hussain, K.M. (1995). Knowledge-based information systems. London : McGraw-Hill Book Company. Sahasrabudhe, Vikas (2000). Information technology in support of knowledge management, dalam Knowledge management for the information professional. (Asis Monograph Series). ed. by T. Kanti Srikantaiah dan Michael E.D. Koenig. Medford: Information Today. Short, Thomas. (2000). Components of knowledge strategy: keys to successful knowledge management, dalam Knowledge management for the information professional. (Asis Monograph Series). ed. by T. Kanti Srikantaiah dan Michael E.D. Koenig. Medford: Information Today. Sierhuis, Maarten (1996). What is knowledge management, The Knowledge management forum.. http://www.3.cities.com/~bonewman/what-is.htm Srikantaiah, T.K. (2000). Knowledge management: a faceted overview, dalam dalam Knowledge management for information professional, ed. by T. Srikantaiah dan Michael D. Koenig. (Asis monograph series). Medford: Information Today. Wenig, R.G. (1996). What is knowledge management, The Knowledge Management Forum. http://www.3-cities.com/~bonewman/what-is.htm

Wicaksono, Hendro, Manajemen Pengetahuan Vs Manajemen Informasi, Koran Tempo, 17 Februari 2005.

Anda mungkin juga menyukai