1
Michael Armstrong, Managing People: A Practical Guide For Line Managers, diterjemahkan oleh
Bern Hidayat, (Jakarta: Bhuana Ilmu Populer, 2009), h. 149
2
P . Tobing, Knowledge Management: Konsep, Arsitektur dan Implementasi (Yogyakarta: Graha Ilmu.
2007), h. 23
3
P . Tobing, Knowledge Management: Konsep, Arsitektur dan Implementasi (Yogyakarta: Graha Ilmu.
2007), h. 23
4
P . Tobing, Knowledge Management: Konsep, Arsitektur dan Implementasi (Yogyakarta: Graha Ilmu.
2007), h. 23
2
5
Ritter, W. and Varma, S. (2016). Governance of Smart Cities: Comparing Practices in Helsinki, Hong
Kong, Hyderabad. 11th International Conference on Knowledge Management (ICKM2015), Osaka, Japan, 4-6
November 2015.
3
intelijen persaingan perlu memperbaiki diri mereka kembali sebagai seorang profesional
intelijen bisnis. Bahkan dasar pembuatan keputusan sebelum analisis laporan dan data,
serta berbagi pengetahuan menjadi isu sentral bagi orang-orang intelijen bisnis. Akibatnya,
objek-objek informasi, pengetahuan perusahaan tersebut berada di dalam aliran informasi.
Pengamatan ini juga memperjelass pertentangan antara dua pandangan terhadap
pengetahuan perusahaan. Menurut pandangan aliran pemrosesan informasi (information
processing), pengetahuan adalah data dan fakta yang tergantung kepada orang dan
pemaknaannya. Asumsi ini menyebabkan pengetahuan dianggap dapat disimpan didalam
komputer. Sistem intelijen bisnis mulai mengembangkan sistem yang beragam, yang
terdiri dari jaringan manusia dan mesin. Objek informasi dipandang sebagai enabler dari
proses pengetahuan perusahaan, dan dianggap memfasilitasi pemahaman.
Teknologi diarahkan agar lebih berfokus pada perusahaan, penciptaan kemampuan
untuk bereaksi secara temporer serta cepat didalam intelijen bisnis. Seperti World Wide
Web/WWW menyentakkan kesadaran publik ditahun 1994. Visi awal tim Berners Lee
mmengenai web adalah menemukan kembali dan kembali menemukan. Ketika seluruh
dokumen dapat dikaitkan terhadap setiap dokumen penting lainnya, dunia Web dapat
menjadi tempat yang baik. Pengetahuan dapat menjadi bebas dan tersedia pada saat
diutuhkan.
World Wide Web tidak mempunyai tidak mempunyai alat yang efektif untuk
mengelola akses yang benar, serta tidak memiliki dukungan untuk membuat informasi
yang segera dapat ditindaklanjuti. Salah satu pemahaman yang terus berlanjut dan telah
diuji oleh aliran intelijen artifisial sejak awal tahun 1960-an. Yaitu ketika Herbert Simon
dan para pionir artifisial intelijen lainnya percaya bahwa masa depan komputer berada
didalam intelijen pemrosesan informasi. Sementara itu, Douglas Engelbert berpendapat
bahwa komputer merupakan medium baru yang dapat memperbesar proses berfikir
manusia. Engelbert’s Augmentation Research berpusat di stanford Research Institute
menjadi salah satu pelopor inovasi dalam teknologi komputer, memimpin pengembangan
dalam perhitungan interaktif, penggunaan grafik dan sistem kolaborasi. WWW mengambil
konsep sistem Augmentation ini untuk logika tujuan akhir, yaitu mengurangi
permasalahan penyajian pengetahuan, minimal dengan menilai bahwa seluruh
pengetahuan dapat disajikan sebagai dokumen dan dikaitkan dengan mereka.
Intelijen persaingan perusahaan berkembang ke arah intelijen bisnis pada awal
tahun 1990-an, yaitu ketika intelijen bisnis menkonseptualisasi tugas-tugasnya kedalam
manajemen pengetahuan internal perusahaan. Walaupun intelijen bisnis terkait erat dengan
6
sistem informasi, fokus intelijen bisnis terhadap efektivitas penggunaan keahlian manusia,
ahli analisis, dan jaringan sosial dan komunikasi. Di dalam kognisi perusahaan
(organizational cognition), intelijen bisnis terkait dengan ketiga sumber manjemen
lainnya, yaitu pada penelitian kognisi dan sense making.
Penelitian atas kognisi pengetahuan secara historis diilhami oleh pandangan
information processing yang berakar pada teori-teori kognitif tentang pikiran manusia.
Bila dikaitkan dengan tradisi ini, awal mulanya perusahaan dikonseptualisasikan sebagai
mesin pemrosesan informasi secara hierarki, riset awal kognisi pengetahuan berfokus pada
pengambilan keputusan pimpinan puncak.
Walaupun pandangan pemrosesan informasi dengan luas diterima, penelitian awal
secara sosiologis diadopsi dari berbagai pendekatan interpretationisme. Misalnya Karl
Weick dan koleganya menerbitkan beberapa artikel penting yang menonjol di dalam
penelitian kognisi perusahaan memperkenalkan ide-ide konstruktivistik didalam ilmu
perusahaan (Bougon, weick, & Binkhrost, 1997; Daft & Weick, 1984; Weick, 1995).
Penelitian ini memperjelas bahwa pengetahuan bukanlah sesuatu yang dapat direkam
secara objektif dan disimpan didalam database. Pengetahuan perusahaan merupakan suatu
proses yang aktif dimana orang mencoba memehami lingkungannya.
Mungkin karena itu kontribusi utama dalam kegiatan-kegiatan penelitian inovasi
perusahaan justru datang dari luar benteng ilmu pengetahuan perusahaan. Nonaka (1994);
Hedlund & Nonaka (1991), mengingatkan peneliti perusahaan bahwa ada alternatif
terhadap epistemologi positivisme dari mainstream pandangan pemrosesan informasi.
Khususnya Nonaka mencatat bahwa perusahaan bukan mesin yang dapat diarahkan untuk
memaksimalisasikan efisiensi pemrosesan informasi tanpa kehilangan banyak
kemampuan penciptaan pengetahuaannya. Hanya ketika praktik manajemen orang
Amerika memperoleh kesiapan bagi pelurusan akhir mengenai arus informasi dan
penghapusan dari lapisan manejemen menengah yang tidak diperlukan, keacakan yang
tidak terorganisasi, dan apapun yang tidak langsung menambahkan nilai kepada proses
bisnis, Nonaka memperjelas memperjelas bahwa jalur ini akan menjadi fatal bagi
perusahaan yang berbasis pengetahuan.
Studi Nonaka tentang inovasi juga sejalan dengan penelitian tentang
organizational learning. Pada level yang paling dalam, pendekatan Nonaka berdasarkan
atas posisi epistemologi fenomenologikal yang lebih radikal, walaupun Schoin (1987); dan
Senge (1990) misalnya, secara khusus menekankan pentingnya tacit dan pengetahuan
tekait erat dengan epistemogi fenommenologi. Lebih spesifik pengetahuan dikaitkan
7
dengan epistemologi yang datang dari sekolah filosofi kyoto dan diperkenalkan oleh
Kitaro Nisshida pada wal abad ke-20. Epistemologi Kyoto adalah sintetis dari pandangan
dan pemahaman filosofi fenomenologis negara-negara barat, diinspirasi oleh william
james, henri Bergson, John Dewey, dan Edmun Husserls, dan Martin Heidegger (dalam
Nishitani,1991; Tuomi,2002)
Mereka yang bergerak dibidang komputer mencari solusi teknis terhadap persoalan
pengetahuan perusahaan, sementara orang-orang intelijen bisnis mencoba menyediakan
informasi yang relevan pada saat yang tepat didalam perusahaan. Peneliti kognisi
perusahaan berangkat dengan pertanyaan mengenai hakikat pengetahuan dan peranannya
di dalam mengorganisasi tindakan sosial. Kesemua itu hanyalah langkah kecil untuk
bergerak dari penggambaran perusahaan sebagai entitas berbasis pengetahuan. Jika
perusahaan ingin lebih efektif didalam penggunaan penciptaan pengetahuan, mungkin
mereka harus melihat perusahaan secara berbeda. Nonaka dan penulis lainnya tertarik
didalam pembelajaran yang sudah dibuat perusahaan didalam masa transisi ini. Setelah
Nonaka, yang lain kemudian segera mengikutinya dimana mengaitkan knowledge
management dengan strategi bisnis.
Menurut Tuomi (2002), Saat ini Knowledge management telah memasuki generasi
ketiga, dimana generasi kedua telah dimulai pada tahun 1997 dengan banyakan
membangun tugas baru paada spesialisasi dan CKO (Chief Knowldege Officers).
Perbedaan sumber knowledge management menjadi terkombinasi dan juga cepat diserap
oleh aktivitas organisasi setiap hari.
Generasi pertama dapat dicirikan karena berfokus pada information sharing,
information repositiories, dan intelectual capital accounting. Meningkatnya masyarakat
informasi meneyebabkan generasi pertama dari manajemen pengetahuan akan tetap ada
dan hidup. Ia akan berfokus pada penyimpanan dan akses informasi. Jaringan tanpa kabel,
kemampuan pemrosesan informasi melekat didalam lingkungan sehari-hari dan
kemungkinan akan meluas kepada pendistribusian dan pemrossesan informasi.
Generasi kedua knowledge management dibawa kedalam konsep tacit knowledge,
social learning, dan community of practice. Di level yang lebih praktis, generasi kedua
manajemen pengetahuan menekankan pada perubahan perusahaan secara sistematis
dimana praktik manajemen, sistem pengukuran , insentif, alat-alat dan kebutuhan isi
manajemen dikembangkan bersama. Generasi kedua manajemen pengetahuan
menunjukkan bahwa komputer konvensional sudah tidak cukup untuk menangani tacit
knowledge dan pengetahuan situasional. Di masa depan, sistem komputer menyediakan
8
informasi yang kontekstual yang mampu mendukung pengguna bagi proses sense making.
Sense making sering kali memerlukan eksplorasi domain pengetahuan yang tidak dikenali,
sistem informasi di masa depan diterima sebagai alat memperkuat kemampuan berpikir
manusia. Pandangan para konstruktivis juga memperjelas bahwa akuisisi pengetahuan
merupakan proses pembelajaran fenomena interaksi soaisal, sistem informasi akan
mendukung pemibilisasian sumber daya sosial sebagai bagian dari proses pembelajaran.
Bahkan human capital accounting lebih berfokus pada pengembangan secara aktif
terhadap sosial kapital.
Pada generasi ketiga knowledge mangement, gambaran pengetahuan akan semakin
meningkat penggunaannya dimana pengetahuan dapat dikelola. Bahkan upaya empiris
untuk menyimpan pengetahuan dalam sistem informasi sehingga pengetahuan akan
menjadi sesuatu yang lebih fleksibel. Generasi ketiga juga akan lebih menekankan kaitan
antara pengetahuan dan tindakan. Di sini akan menghilangkan rintangan pada selurh
sistem sosial. Untuk membuat pengetahuan menjadi nyata tidak cukup hanya dengan
pengetahuan individu dan bertindak hanya atas dasar pengetahuannya. Seluruh
pengetahuan sosial dan kultural maupun pengetahuan perusahaan hanya dapat terealisasi
melalui perubahan aktivitas dan praktik perusahaan.
C. Kesimpulan
Kesimpulan yang dapat ditarik dari perjalanan kemunculan disiplin manajemen
pengetahuan, yaitu bahwa walaupun sumber teoritis manajemen pengetahuan berasal dari
berbagai latar belakang disiplin imu, perubahan dunia bisnis kearah knowledge economy
secara rinci menempatkan pengetahuan sebagai sumber daya yang dimiliki sangat besar.
Perussahaan harus memberikan perhatian baru untuk dapat memberikan pengetahuan baru
untuk dapat memelihara dan meningkatkan kekuatan pengetahuan yang dimilikinya.
Selain itu untuk mengelola pengetahuan yang begitu kompleks dan luas
mememerlukan keahlian dan perhatian dari pihak manajemen. Maka profesi baru sebagai
sebagai ahli manajemen pengetahuan akan muncul dari berbagai disiplin dan akan menjadi
kenyataan. Hali ini sangat mendukung ke arah munculnya manajemen pengetahuan
sebagai suatu disiplin ilmu tersendiri.
9
DAFTAR PUSTAKA
Armstrong, Michael. Managing People: A Practical Guide For Line Managers, diterjemahkan
oleh Bern Hidayat, Jakarta: Bhuana Ilmu Populer, 2009.