Anda di halaman 1dari 9

1

SEJARAH MANAJEMEN PENGETAHUAN (KNOWLEDGE MANAGEMENT)

A. Pengertian Manajemen Pengetahuan (Knowledge Management)


Armstrong mengartikan manajemen pengetahuan sebagai setiap proses atau
praktek membuat, memperopleh, menangkap, berbagi, dan menggunakan pengetahuan
untuk meningkatkan pembelajaran dan kinerja organisasi.1 Menurut Tobing, manajemen
pengetahuan adalah pengelolaan knowledge perusahaan dalam menciptakan nilai bisnis
dan menghasilkan keunggulan kompetitif yang berkesinambungan dengan
mengoptimalkan proses penciptaan, pengkomunikasian, dan pengaplikasian semua
knowledge yang dibutuhkan dalam rangka pencapaian tujuan bisnis.2 Tobing mengartikan
manajemen pengetahuan sebagai pendekatan-pedekatan sistemik yang membantu muncul
dan mengalirnya informasi dan knowledge kepada orang yang tepat pada saat yang tepat
untuk menciptakan nilai.3
Berdasarkan pendapat para ahli tersebut, dapat disimpulkan bahwa manajemen
pengetahuan adalah serangkaian proses penciptaan, pengkomunikasian, dan penerapan
knowledge perusahaan untuk menciptakan nilai bisnis serta meningkatkan pembelajaran
dan kinerja karyawan maupun organisasi. Menurut Tobing4 Dua pendekatan fundamental
mengenai knowledge, yaitu tacit knowledge yang pada dasarnya bersifat pribadi sehingga
sulit untuk diekstraksi dari kepala individu (personal knowledge) dan explicit knowledge
yang mengasumsikan bahwa pengetahuan yang bermanfaat bagi individu dalam organisasi
dapat diartikulasikan dan dibuat explicit. Explicit knowledge dalam penelitian ini adalah
job procedure dan technology.
B. Sejarah Manajemen Pengetahuan (Knowledge Management)
Istilah Manajemen Pengetahuan (Knowledge Management) baru marak digunakan
sekitar tahun 1990. Walaupun pemikiran mengenai manajemen pengetahuan telah
berkembang pada tahun-tahun sebelumnya. Para pionir yang mengkajinya secara
akademis diantaranya Peter Drucker di tahun 70-an, kemudian Karl-Erik Sveiby di akhir
80-an, serta Nonaka dan Takeuchi pada 1990. Perkembangan manajemen pengetahuan
banyak dipengaruhi oleh perubahan waktu, ekonomi, sosial, dan teknologi.

1
Michael Armstrong, Managing People: A Practical Guide For Line Managers, diterjemahkan oleh
Bern Hidayat, (Jakarta: Bhuana Ilmu Populer, 2009), h. 149
2
P . Tobing, Knowledge Management: Konsep, Arsitektur dan Implementasi (Yogyakarta: Graha Ilmu.
2007), h. 23
3
P . Tobing, Knowledge Management: Konsep, Arsitektur dan Implementasi (Yogyakarta: Graha Ilmu.
2007), h. 23
4
P . Tobing, Knowledge Management: Konsep, Arsitektur dan Implementasi (Yogyakarta: Graha Ilmu.
2007), h. 23
2

Munculnya knowledge management diawali pada dunia industri di negara Jepang.


Saat itu ada sebuah perusahaan pembuat alat-alat roti yang gagal dalam membuat
produknya, banyak roti yang dihasilkan telah gosong bagian luarnya namun dalamnya
masih mentah karena pengaturan volume dan suhu yang tidak terformulasi, sehingga
perusahaan tersebut mengalami bangkrut. Dalam situasi seperti itu perusahaan melakukan
upaya perbaikan dengan cara mengirimkan salah satu stafnya untuk magang di salah satu
perusahaan pembuat roti terkenal, dan staf itu terlibat langsung dalam proses pembuatan
roti, hingga paham betul cara membuat roti yang bagus. Setelah selesai magang staf
tersebut menceritakan kembali kepada staf-staf yang lain bagaimana cara membuat roti
yang bagus. Akhirnya bermula dari diskusi tersebut perusahaan mampu menciptakan alat
pembuat roti baru dan dilempar ke pasar dan diluar dugaan, alat tersebut sangat laku di
pasar.5
Globalisasi membawa kesempatan baru dan peningkatan kompetisi yang
merupakan tantangan bagi organisasi-organisasi. Awalnya organisasi-organisasi, terutama
organisasi bisnis, mencoba mendongkrak produktifitas dan keuntungan dengan
memanfaatkan perkembangan teknologi dan teknologi jaringan. Manajemen pengetahuan
pun sempat diidentikan dengan teknologi informasi.
Kemunculan knowledge management pada dasarnya memiliki akar yang cukup
panjang dan bahkan dimulai sejak beberapa abad yang lalu, baik di negara barat maupun
timur. Di awal tahun 1970-an, penelitian tentang intelijen artifisial sebagai bentuk
perluasan ditolak untuk menemukan aturan umum dalam menghasilkan intelijen. Sesudah
sukses diawal tahun 1950-an dan 1960-an, para peneliti kemudian meyakini bahwa
intelijen memerlukan domain pengetahuan khusus. Diperlukan pendekatan baru untuk
menggambarkan pengetahuan dalam bentuk yang dapat diproses oleh sebuah komputer.
Hasilnya kemudian, di tahun 1970-an fokus penelitian intelijen artifisial bergeser kearah
sistem yang diikuti oleh logika sederhana, tetapi telah mempunyai pengetahuan yang lebih
detail terhadap domain aplikasinya.
Pada tahun 1980-an, kisah keberhasilan peningkatan pemrosesan pengetahuan
sukses dipublikasikan terutama dalam memperluas sistem keahlian dan teknologi berbasis
pengetahuan. Ide bahwa keahlian dapat digambarkan didalam sebuah sistem komputer dan
dapat disediakan kapanpun dan dimanapun dibutuhkan menjadi suatu kebenaran umum.

5
Ritter, W. and Varma, S. (2016). Governance of Smart Cities: Comparing Practices in Helsinki, Hong
Kong, Hyderabad. 11th International Conference on Knowledge Management (ICKM2015), Osaka, Japan, 4-6
November 2015.
3

Sistem keahlian dipasarkan sebagai solusi untuk mengurangi masalah penyederhanaan


perusahaan, berhentinya para ahli, dan kehilangan kompetensi yang penting. Dengan
menggambarkan pengetahuan didalam bentuk yang telah dikembangkan oleh komputer,
selanjutnya pengetahuan manusia kemudian dianggap dapat digambarkan dengan akurat
sekaligus dapat dideteksi dengan benar.
Fokus di dalam penelitian-penelitian intelijen artifisial di tahun 1970-an dan 1980-
an lebih kepada pemrosesan pengetahuan yang otomatis. Peningkatan kapabilitas untuk
menyimpan informasi dibuat dalam bentuk dokumen dan sistem database manajemen yang
baru. Salah satu ide yang paling populer di tahun 1980-an adalah “hypertext”. Misalnya
Akscyn dan koleganya (1988) mengembangkan suatu sistem manajemen pengetahuan
(knowledge management system) yang juga dikenal sebagai KMS, suatu sistem
hypermedia interaktif dan kolaboratif, dimana menjadi inspirasi kunci bagi website dunia.
KMS merupakan versi komersial dari awal-awal sistem hypertext. KMS juga digunakan
untuk mengelola sejumlah besar buku pedoman pada pesawat udara.
Penelitian pada piranti lunak arsitektur yang efektif untuk mendukung
pengambilan keputusan yang kompleks juga diarahkan kepada berbagai upaya untuk
membangun penyimpanan informasi perusahaan besar. Harapan bahwa akhirnya
penyimpanan dapat berisi seluruh data yang dibutuhka manajemen berbasis fakta dan
rasional. Management information system (MIS) dibangun pada model-model perusahaan
yang terkemuka, dan informasi disajikan dimana pimpinan tertinggi harus juga dapat
memahaminya. Struktur database yang memungkinkan percepatan analisis skenario
keputusan yang berbeda memerlukan database yang multidimensional dan alat-alat untuk
proses analisis interaktif secara online.
Pada akhir tahun 1980-an beberapa peneliti mulai menekankan komunikasi dan
kemungkinan kolaborasi sistem informasi. Dalam bagian ini terkaitdengan peningkatan
kelayakan ja\aringan komputeer. Misalnya Terry Winograd, salah satu tokkoh utama
dalam kemunculan pengetahuan berbasis pada intelijen artifisial, mengambangkan sistem
alur kerja (work flow). Berbagai macam model alternatif untuk menjelaskan dan
menerapkan alur kerja perusahaan dan pengembangan konsep komunikasi secara gradual
diarahkan pada konsep komputer yang lebih luas untuk mendukung kolaborasi kerja,
komunikasi yang dimediasi oleh komputer, groupware, dan sistem kolaborasi.
Umumnya jiwa artifisial intelijen diinspirasi oleh epistemology positistic dan
pandangan pemrosesan informasi kognitivistik terhadap intelijen manusia. Di dalam
tradisi ini, sifat pengetahuan diharapkan lebih ekspilisit, terstruktur, dan diorganisasi
4

dalam taksonomi, dan secara semantik tidak membingungkan. Pendekatan komunikatif


untuk sistem informasi dengan cepat mengarah kepada konstruksionistik sosial dan
epistemologi fenomenologi.
Dalam konteks disiplin business intelligence, sering kali sistem informasi dan
komputer diterima sebagai substansi atau inti dari upaya awal manajemen pengetahuan
karena sejak awal diketahui bahwa perusahaan mengelola pengetahuan yang sudah sejak
lama dimiliki sebelumnya. Peningkatan tekanan persaingan yang terjadi mengakibatkan
banyak perusahaan membuat unit intelijen persaingan, dimana seringkali dikaitkan dengan
informasi perusahaan dan layanan perpustakaan (Gilad, 1988; Stanat, 1990; dan Goshal &
Westney, 1991).
Fokus intelijen persaingan (competitive intelligence), yakni pada anaalisis stratejik
terhadap informasi eksternal yang tekait dengan kecenderungan pasar dan pesaing
(Aguilar, 1967; Porter, 1980; Fuld, 1996). Para ahli pemrosesan informasi sering kali
memandang pengetahuan perusahaan tersebut sebagai problem teknis yang dapat
diselesaikan dengan tepat, yaitu dengan cara menggunakan komputer. Demikian pula
persoalan yang muncul pada orang-orang intelijen persaingan dalam menemukan,
memahami, mensintesis dan menyebarkan informasi yang relevan.
Pada awalnya tugas-tugas intelektual ditugaskan kepada para ahli, namun di awal
tahun 1990-an tugas-tugas mereka difasilitasi oleh akses online sehingga kebutuhan
database maupun layanan terhadap berita menjadi begitu luas tersedia. Database maupun
informasi tersebu dapat diketahui dengan real time, informasi mengenai apapun yang
pesaing lakukan dan pelanggan inginkan, dimanapun pesaing dan pelanggan berada.
Akibatnya, sistem informasi yang lengkap tersebut berlebihan sehingga sistem harus
mampu mengategorisasi informasi yang ada berdasarkan kebutuhan pemakai. Para
penelitii mencoba mengembangkan domain ontologi yang spesifik, ensklopedi, dan model
konseptual yaang dapat digunakan sebagai basis mengategorisasikan informasi dan pesan-
pesan perusahaan. Walaupun motivasi pengembangan model konseptual serta alat-alat
informasi dalam rangka perbaikan pemrosesan yang bersifat otomatis, ternyata teknologi
informasi masih memainkan peran yang amat penting.
Fokus awal intelijen persaingan, yaitu pada kebijakan stratejik pimpinan puncak.
Perluasan jaringan komputer memperjelas bahwa intelijen perusahaan juga ada diluar
pejabat eksekutif. Bahkan didalam perubahan lingkungan persaingan, pengetahuan yang
benilai seringkali terdistribusi diantara anggota perusahaan. Hal ini mendorong pentingnya
aspek komunikasi dari pemrosean informasi perusahaan. Akibatnya, petugas analisis
5

intelijen persaingan perlu memperbaiki diri mereka kembali sebagai seorang profesional
intelijen bisnis. Bahkan dasar pembuatan keputusan sebelum analisis laporan dan data,
serta berbagi pengetahuan menjadi isu sentral bagi orang-orang intelijen bisnis. Akibatnya,
objek-objek informasi, pengetahuan perusahaan tersebut berada di dalam aliran informasi.
Pengamatan ini juga memperjelass pertentangan antara dua pandangan terhadap
pengetahuan perusahaan. Menurut pandangan aliran pemrosesan informasi (information
processing), pengetahuan adalah data dan fakta yang tergantung kepada orang dan
pemaknaannya. Asumsi ini menyebabkan pengetahuan dianggap dapat disimpan didalam
komputer. Sistem intelijen bisnis mulai mengembangkan sistem yang beragam, yang
terdiri dari jaringan manusia dan mesin. Objek informasi dipandang sebagai enabler dari
proses pengetahuan perusahaan, dan dianggap memfasilitasi pemahaman.
Teknologi diarahkan agar lebih berfokus pada perusahaan, penciptaan kemampuan
untuk bereaksi secara temporer serta cepat didalam intelijen bisnis. Seperti World Wide
Web/WWW menyentakkan kesadaran publik ditahun 1994. Visi awal tim Berners Lee
mmengenai web adalah menemukan kembali dan kembali menemukan. Ketika seluruh
dokumen dapat dikaitkan terhadap setiap dokumen penting lainnya, dunia Web dapat
menjadi tempat yang baik. Pengetahuan dapat menjadi bebas dan tersedia pada saat
diutuhkan.
World Wide Web tidak mempunyai tidak mempunyai alat yang efektif untuk
mengelola akses yang benar, serta tidak memiliki dukungan untuk membuat informasi
yang segera dapat ditindaklanjuti. Salah satu pemahaman yang terus berlanjut dan telah
diuji oleh aliran intelijen artifisial sejak awal tahun 1960-an. Yaitu ketika Herbert Simon
dan para pionir artifisial intelijen lainnya percaya bahwa masa depan komputer berada
didalam intelijen pemrosesan informasi. Sementara itu, Douglas Engelbert berpendapat
bahwa komputer merupakan medium baru yang dapat memperbesar proses berfikir
manusia. Engelbert’s Augmentation Research berpusat di stanford Research Institute
menjadi salah satu pelopor inovasi dalam teknologi komputer, memimpin pengembangan
dalam perhitungan interaktif, penggunaan grafik dan sistem kolaborasi. WWW mengambil
konsep sistem Augmentation ini untuk logika tujuan akhir, yaitu mengurangi
permasalahan penyajian pengetahuan, minimal dengan menilai bahwa seluruh
pengetahuan dapat disajikan sebagai dokumen dan dikaitkan dengan mereka.
Intelijen persaingan perusahaan berkembang ke arah intelijen bisnis pada awal
tahun 1990-an, yaitu ketika intelijen bisnis menkonseptualisasi tugas-tugasnya kedalam
manajemen pengetahuan internal perusahaan. Walaupun intelijen bisnis terkait erat dengan
6

sistem informasi, fokus intelijen bisnis terhadap efektivitas penggunaan keahlian manusia,
ahli analisis, dan jaringan sosial dan komunikasi. Di dalam kognisi perusahaan
(organizational cognition), intelijen bisnis terkait dengan ketiga sumber manjemen
lainnya, yaitu pada penelitian kognisi dan sense making.
Penelitian atas kognisi pengetahuan secara historis diilhami oleh pandangan
information processing yang berakar pada teori-teori kognitif tentang pikiran manusia.
Bila dikaitkan dengan tradisi ini, awal mulanya perusahaan dikonseptualisasikan sebagai
mesin pemrosesan informasi secara hierarki, riset awal kognisi pengetahuan berfokus pada
pengambilan keputusan pimpinan puncak.
Walaupun pandangan pemrosesan informasi dengan luas diterima, penelitian awal
secara sosiologis diadopsi dari berbagai pendekatan interpretationisme. Misalnya Karl
Weick dan koleganya menerbitkan beberapa artikel penting yang menonjol di dalam
penelitian kognisi perusahaan memperkenalkan ide-ide konstruktivistik didalam ilmu
perusahaan (Bougon, weick, & Binkhrost, 1997; Daft & Weick, 1984; Weick, 1995).
Penelitian ini memperjelas bahwa pengetahuan bukanlah sesuatu yang dapat direkam
secara objektif dan disimpan didalam database. Pengetahuan perusahaan merupakan suatu
proses yang aktif dimana orang mencoba memehami lingkungannya.
Mungkin karena itu kontribusi utama dalam kegiatan-kegiatan penelitian inovasi
perusahaan justru datang dari luar benteng ilmu pengetahuan perusahaan. Nonaka (1994);
Hedlund & Nonaka (1991), mengingatkan peneliti perusahaan bahwa ada alternatif
terhadap epistemologi positivisme dari mainstream pandangan pemrosesan informasi.
Khususnya Nonaka mencatat bahwa perusahaan bukan mesin yang dapat diarahkan untuk
memaksimalisasikan efisiensi pemrosesan informasi tanpa kehilangan banyak
kemampuan penciptaan pengetahuaannya. Hanya ketika praktik manajemen orang
Amerika memperoleh kesiapan bagi pelurusan akhir mengenai arus informasi dan
penghapusan dari lapisan manejemen menengah yang tidak diperlukan, keacakan yang
tidak terorganisasi, dan apapun yang tidak langsung menambahkan nilai kepada proses
bisnis, Nonaka memperjelas memperjelas bahwa jalur ini akan menjadi fatal bagi
perusahaan yang berbasis pengetahuan.
Studi Nonaka tentang inovasi juga sejalan dengan penelitian tentang
organizational learning. Pada level yang paling dalam, pendekatan Nonaka berdasarkan
atas posisi epistemologi fenomenologikal yang lebih radikal, walaupun Schoin (1987); dan
Senge (1990) misalnya, secara khusus menekankan pentingnya tacit dan pengetahuan
tekait erat dengan epistemogi fenommenologi. Lebih spesifik pengetahuan dikaitkan
7

dengan epistemologi yang datang dari sekolah filosofi kyoto dan diperkenalkan oleh
Kitaro Nisshida pada wal abad ke-20. Epistemologi Kyoto adalah sintetis dari pandangan
dan pemahaman filosofi fenomenologis negara-negara barat, diinspirasi oleh william
james, henri Bergson, John Dewey, dan Edmun Husserls, dan Martin Heidegger (dalam
Nishitani,1991; Tuomi,2002)
Mereka yang bergerak dibidang komputer mencari solusi teknis terhadap persoalan
pengetahuan perusahaan, sementara orang-orang intelijen bisnis mencoba menyediakan
informasi yang relevan pada saat yang tepat didalam perusahaan. Peneliti kognisi
perusahaan berangkat dengan pertanyaan mengenai hakikat pengetahuan dan peranannya
di dalam mengorganisasi tindakan sosial. Kesemua itu hanyalah langkah kecil untuk
bergerak dari penggambaran perusahaan sebagai entitas berbasis pengetahuan. Jika
perusahaan ingin lebih efektif didalam penggunaan penciptaan pengetahuan, mungkin
mereka harus melihat perusahaan secara berbeda. Nonaka dan penulis lainnya tertarik
didalam pembelajaran yang sudah dibuat perusahaan didalam masa transisi ini. Setelah
Nonaka, yang lain kemudian segera mengikutinya dimana mengaitkan knowledge
management dengan strategi bisnis.
Menurut Tuomi (2002), Saat ini Knowledge management telah memasuki generasi
ketiga, dimana generasi kedua telah dimulai pada tahun 1997 dengan banyakan
membangun tugas baru paada spesialisasi dan CKO (Chief Knowldege Officers).
Perbedaan sumber knowledge management menjadi terkombinasi dan juga cepat diserap
oleh aktivitas organisasi setiap hari.
Generasi pertama dapat dicirikan karena berfokus pada information sharing,
information repositiories, dan intelectual capital accounting. Meningkatnya masyarakat
informasi meneyebabkan generasi pertama dari manajemen pengetahuan akan tetap ada
dan hidup. Ia akan berfokus pada penyimpanan dan akses informasi. Jaringan tanpa kabel,
kemampuan pemrosesan informasi melekat didalam lingkungan sehari-hari dan
kemungkinan akan meluas kepada pendistribusian dan pemrossesan informasi.
Generasi kedua knowledge management dibawa kedalam konsep tacit knowledge,
social learning, dan community of practice. Di level yang lebih praktis, generasi kedua
manajemen pengetahuan menekankan pada perubahan perusahaan secara sistematis
dimana praktik manajemen, sistem pengukuran , insentif, alat-alat dan kebutuhan isi
manajemen dikembangkan bersama. Generasi kedua manajemen pengetahuan
menunjukkan bahwa komputer konvensional sudah tidak cukup untuk menangani tacit
knowledge dan pengetahuan situasional. Di masa depan, sistem komputer menyediakan
8

informasi yang kontekstual yang mampu mendukung pengguna bagi proses sense making.
Sense making sering kali memerlukan eksplorasi domain pengetahuan yang tidak dikenali,
sistem informasi di masa depan diterima sebagai alat memperkuat kemampuan berpikir
manusia. Pandangan para konstruktivis juga memperjelas bahwa akuisisi pengetahuan
merupakan proses pembelajaran fenomena interaksi soaisal, sistem informasi akan
mendukung pemibilisasian sumber daya sosial sebagai bagian dari proses pembelajaran.
Bahkan human capital accounting lebih berfokus pada pengembangan secara aktif
terhadap sosial kapital.
Pada generasi ketiga knowledge mangement, gambaran pengetahuan akan semakin
meningkat penggunaannya dimana pengetahuan dapat dikelola. Bahkan upaya empiris
untuk menyimpan pengetahuan dalam sistem informasi sehingga pengetahuan akan
menjadi sesuatu yang lebih fleksibel. Generasi ketiga juga akan lebih menekankan kaitan
antara pengetahuan dan tindakan. Di sini akan menghilangkan rintangan pada selurh
sistem sosial. Untuk membuat pengetahuan menjadi nyata tidak cukup hanya dengan
pengetahuan individu dan bertindak hanya atas dasar pengetahuannya. Seluruh
pengetahuan sosial dan kultural maupun pengetahuan perusahaan hanya dapat terealisasi
melalui perubahan aktivitas dan praktik perusahaan.
C. Kesimpulan
Kesimpulan yang dapat ditarik dari perjalanan kemunculan disiplin manajemen
pengetahuan, yaitu bahwa walaupun sumber teoritis manajemen pengetahuan berasal dari
berbagai latar belakang disiplin imu, perubahan dunia bisnis kearah knowledge economy
secara rinci menempatkan pengetahuan sebagai sumber daya yang dimiliki sangat besar.
Perussahaan harus memberikan perhatian baru untuk dapat memberikan pengetahuan baru
untuk dapat memelihara dan meningkatkan kekuatan pengetahuan yang dimilikinya.
Selain itu untuk mengelola pengetahuan yang begitu kompleks dan luas
mememerlukan keahlian dan perhatian dari pihak manajemen. Maka profesi baru sebagai
sebagai ahli manajemen pengetahuan akan muncul dari berbagai disiplin dan akan menjadi
kenyataan. Hali ini sangat mendukung ke arah munculnya manajemen pengetahuan
sebagai suatu disiplin ilmu tersendiri.
9

DAFTAR PUSTAKA

Armstrong, Michael. Managing People: A Practical Guide For Line Managers, diterjemahkan
oleh Bern Hidayat, Jakarta: Bhuana Ilmu Populer, 2009.

Tobing, P . Knowledge Management: Konsep, Arsitektur dan Implementasi Yogyakarta: Graha


Ilmu. 2007.

Sangkala, Knowledge Management, Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 2007.

Setiarso,B, Nazir,H, Triyono, Subagyo,H. Penerapan Knowledge Management Pada


Organisasi, Yogyakarta : Graha Ilmu, 2009.

Uriarte,F,A. Introduction to Knowledge Management. Jakarta : ASEAN Foundation, 2008.

Wahono P, Ika,S. Knowledge Management : Proses penciptaan Pengetahuan, Jember : Bagian


Penerbitan Center For Society Study, 2012.

Ritter, W. and Varma, S. (2016). Governance of Smart Cities: Comparing Practices in


Helsinki, Hong Kong, Hyderabad. 11th International Conference on Knowledge
Management (ICKM2015), Osaka, Japan, 4-6 November 2015.

Anda mungkin juga menyukai