Anda di halaman 1dari 24

BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Perkembangan dewasa ini menunjukan pada makin cepatnya perubahan dalam
segala bidang kehidupan, akibat dari efek globalisasi serta perkembangan teknologi
informasi yang sangat akseleratif. Kondisi ini jelas telah mengakibatkan perlunya
cara-cara baru dalam menyikapi semua yang terjadi agar dapat tetap survive. Suatu
organisasi agar dapat mencapai visi dan misinya harus mengelola pengetahuan yang
dimilikinya dengan baik agar dapat bersaing dengan organisasi yang lain. Salah satu
cara tersebut adalah dengan menerapkan manajemen-pengetahuan, untuk menghadapi
persaingan dan tuntutan yang semakin tinggi memerlukan penerapan manajemen
pengetahuan agar selalu dapat menjawab setiap tuntutan tugas.
Manajemen pengetahuan merupakan proses / kegiatan merencanakan,
mengumpulkan dan mengorganisir, memimpin dan mengendalikan data dan informasi
yang telah digabung dengan berbagai bentuk pemikiran dan analisa dari macam-
macam sumber yang kompeten. Manajemen pengetahuan merupakan suatu disiplin
ilmu yang digunakan untuk meningkatkan performa seseorang atau organisasi, dengan
cara mengatur dan menyediakan sumber ilmu yang ada saat ini dan yang akan datang.
Jadi manajemen pengetahuan bukanlah suatu fenomena baru, tetapi merupakan suatu
cara yang menerapkan integrasi antara teknologi dengan sumber pengetahuan yang
kompeten. Dengan adanya manajemen pengetahuan maka akan terjamin kinerja yang
baik dalam suatu organisasi.
Karakteristik pengetahuan akan membantu kita dalam pemanfaatan ilmu
pengetahuan yang kita peroleh atau kita miliki. Dari karakteristik tersebut
pengetahuan kita menentukan pengetahuan sebagai sebuah kategori pengetahuan
implisit atau eksplisit atau menentukan pengetahuan sebagai kontinuum. Untuk
domain atau konten pengetahuan sendiri akan menunjukan hubungan dengan topik
pengetahuan sebagai contoh, bidang ilmu manajemen adalah sebuah domain
pengetahuan. Dengan membahas bab mengenai karakteristik, tipologi, dan domain
maka, akan mendapatkan pemahaman yang lengkap mengenai berbagai tipe atau jenis
pengetahuan dan karakteristik yang melekat pada berbagai jenis pengetahuan tersebut.
B. Rumusan Masalah
1. Apa sajakah karakteristik-karakteristik pengetahuan ?
2. Apa yang dimaksud tipologi pengetahuan ?
3. Apa yang dimaksud domain pengetahuan ?
4. Apa saja sumber-sumber internal dan eksternal pengetahuan ?
C. Tujuan
1. Mengetahui karakteristik-karakteristik pengetahuan.
2. Mengetahui apa yang dimaksud tipologi pengetahuan.
3. Mengetahui apa yang dimaksud dengan domain pengetahuan.
4. Mengetahui sumber-sumber internal dan eksternal pengetahuan.
BAB II

PEMBAHASAN

A. KARAKTERISTIK-KARAKTERISTIK PENGETAHUAN

Seperti yang dibahas dalam bab sebelumnya, pengetahuan adalah informasi


yang sudah diolah, dianalisis, dan diinterpretasi oleh individu. Berikut adalah
beberapa klasifikasi pengetahuan yang diperoleh dari berbagai literatur manajemen
pengetahuan :

1. Pengetahuan tidak dapat disimpan (Gopal dan Gagnon, 1995)


Pengetahuan adalah sesuatu yang lebih melekat pada pemikiran seseorang
daripada di komputer (The Banker, 1997). Tidak seperti bahan baku, pengetahuan
biasanya tidak dikodifikasi, diaudit, dan disimpan di gudang untuk digunakan jika
diperlukan. Pengetahuan adalah sesuatu yang tersebar, tidak beraturan, dan tidak
mudah hilang (Galagan, 1997). Sebagai catatan, karakteristik ini merupakan
karakteristik tradisional dan menekankan pada bentuk pengetahuan yang implisit
(tacit). Seiring dengan kemajuan teknologi terutama teknologi informasi,
memungkinkan menyimpan pengetahuan dalam berbagai bentuk atau setidaknya
mengubah bentuk pengetahuan dari implisit dan mendokumentasikannya di
CD/DVD, buku dan lainnya.

2. Informasi mempunyai sedikit makna dan tidak akan menjadi pengetahuan sampai
informasi diproses oleh pikiran manusia (Ash, 1998).
Pengetahuan mencakup pemrosesan, penciptaan atau penggunaan informasi ke
dalam pikiran seseorang (Kircher,1997). Meskipun demikian, informasi bukanlah
pengetahuan, tetapi merupakan aspek penting pengetahuan. Proses dimulai dari
fakta dan data yang dikelola dan terstruktur untuk menghasilkan informasi umum.
Tahapan berikutnya mencakup pengelolaan dan pemisahan informasi yang sesuai
dengan kebutuhan spesifik dari pengguna untuk menghasilkan informasi yang
kontekstual. Selanjutnya, individu akan mengasimilasi informasi-informasi yang
kontekstual tersebut dan mengubahnya menjadi pengetahuan.
3. Pengetahuan seharusnya dipelajari dalam sebuah konteks ( Martensson, 2000).
Pengetahuan adalah informasi yang dikombinasikan dengan pengalaman, konteks,
interpretasi, refleksi, dan perspektif (Davenprt et al., 1998; Frappaolo, 1997)
dengan menambahkan perspektif baru. Pengetahuan menjadi berarti jika dilihat
dalam konteks budaya yang lebih luas di luar biudaya dan keyakinan diri ( Allee,
1997).

4. Karakteristik terakhir adalah pengetahuan itu menjadi kurang efisien dan kurang
bermanfaat jika tidak digunakan ( Martensson, 2000).
Pengetahuan merupakan bentuk nilai informasi yang tinggi yang siap untuk
digunakan dalam pengambilan keputusan dan tindakan (Davenport et al., 1998).
Sveiby (1997) mendefinisikan hal tersebut sebagai kapasitas untuk menggunakan
informasi dan membuatnya menjadi lebih bernilai.

B. TIPOLOGI PENGETAHUAN
Subbagian ini membahas berbagai kategori pengetahuan yang mncul di berbagai
literatur manajemen pengetahuan. Kategori yang paling sering dilakukan untuk
membedakan pengetahuan adalah pembedaan utama antara implisit (tacit) dan
eksplisit. Setidaknya hingga saat ini, terdapat 2 perspektif dominan yang melibatkan
hubungan antara pengetahuan implisit dan eksplisit yang membagi pengetahuan
sebagai a) sebuah kategori dan b) sebagai sebuah kontinuum (Jassimudin et al., 2005;
Hislop, 2002).

Pengetahuan Sebagai Sebuah Kategori


Pandangan ini digunakan di hampir sebagian besar literatur manajemen
pengetahuan khususnya pengetahuan keorganisasian (Nonaka, 1994; Spender, 1996).
Pandangan ini menjelaskan bahwa pengetahuan implisit dan eksplisit dinyatakan
sebagai 2 tipe pengetahuan yang terpisah dan masing-masing memiliki karakteristik
atau fitur yang berbeda satu sama lain (Jassimudin et al., 2005). Pembagian ini
merupakan satu pembedaan yang paling diterima diantara tipe-tipe pengetahuan
lainnya. Pembagian ini juga langkah awal yang ditempuh untuk mengklasifikasikan
pengetahuan keorganisasian.
Pengetahuan implisit (tacit) seperti yang dijabarkan oleh Polanyi (1960)
adalah pengalaman yang dimiliki oleh seseorang selama dia di dunia dan menjadi
basis bagi pengetahuan eksplisit. Merujuk pada pendapat ini, Nonaka dan Kanno
(1998) berpendapat bahwa pengetahuan tacit menunjukkan pengetahuan yang dimiliki
seseorang sementara pengetahuan eksplisit mengacu pada pengetahuan yang dapat
dikodifikasikan ke bentuk-bentuk yang nyata. Lebih lanjut, pengetahuan tacit dan
eksplisit memiliki perbedaan karakteristik atau fitur yang mendasar yang secara
signifikan mempengaruhi metode atau cara kedua pengetahuan tersebut disebarkan
(Hislop, 2005). Menurut perspektif pengetahuan sebagi kategori, karakteristik atau
fitur pembeda antara pengetahuan implisit dan eksplisit dirangkum pada tabel sebagai
berikut :

Karakteristik fitur pengetahuan tacit pengetahuan eksplisit


Konten Tidak terkodifikasi Terkodifikasi
Artikulasi Sulit Mudah
Lokasi Pikiran/otak manusia Komputer, artefak
Komunikasi Sulit Mudah
Media Kontak tatap muka, Teknologi informasi dan
berbagi cerita media lainnya
Penyimpanan Sulit Mudah
Kepemilikan Organisasi dan anggota Organisasi
organisasi

Pengetahuan Sebagai Sebuah Kontinuum

Perspektif lainnya memandang bahwa pengetahuan adalah sebuah kontinuum


yang memandang bahwa pengetahuan tacit dan ekplisit seharusnya tidak dilihat
sebagai 2 hal yang terpisah (Brown dan Duguid, 1991; Kogut dan Zander, 1992).
Lebih lanjut pandangan ini mengemukakan bahwa semua pengetahuan memiliki
pengetahuan tacit maupun eksplisit. Pendek kata, pengetahuan tacit dan ekplisit
merupakan kutub-kutub dari spektrum pengetahuan.

Tacit Versus Eksplisit


Dalam buku yang berjudul Tacit Dimension, Polanyi (1966:163) menggunakan
konteks pengetahuan dalam pernyataannya yang berbunyi “kita mengetahui lebih
banyak dari yang dapat kita katakan) – We know more than we can tell”. Pernyataan
tersebut sangan jelas, tetapi tidaklah mudah untuk menerangkan apa yang dimaksud
sebenarnya (Polanyi, 1966). Sebagai contoh, kita mengetahui wajah seseorang
bernama A dan kita dapat mengenali orang tersebut dari sekian ribu orang, bahkan
milyaran orang di muka bumi ini. Akan tetapi, biasanya kita tidak dapat mengatakan
dengan mudah, bagaimana kita mengenali wajah A dan menjelaskannya. Alhasil,
hampir semua pengetahuan yang kita ketahui tersebut tidak dapat kita tuangkan dalam
kata-kata. Pada sebuah kasus kejahatan dan kita berperan sebagai saksi, biasanya
polisi akan memberikan beberapa gambar wajah untuk membantu kita mengatakan
apa yang kita ketahui. Penggunaan metode ini mungkin berhasil dan mungkin tidak.
Tetap saja, metode yang diterapkan oleh pihak kepolisian tidak mengubah kenyataan
bahwa kita tahu lebih banyaj dari yang dapat kita ucapkan.

Semakin implisit suatu pengetahuan, semakin bernilai pengetahuan tersebut.


Kenyataan menunjukan bahwa semakin sulit suatu pengetahuan untuk diartikulasikan
menjadi sebuah konsep seperti cerita, akan semakin bermakna pengetahuan tersebut.
Hal ini sering terjadi ketika seseorang mengetahui syatu pengetahuan tertentu (know-
what) atau mengetahui pengetahuan tentang bagaimana melakukan sesuatu (know-
how). Pengetahuan implisit umumnya menghasilkan beberapa tindakan yang dapat
diamati saat individu mengerti dan kemudian menggunakannya. Perspektif lain adalah
bahwa pengetahuan eksplisit cenderung diwakili dengan produk-produk akhir.
Sementara pengetahuan implisit adalah pengetahuan- bagaimana atau semua proses
yang diperlukan untuk menghasilkan produk akhir (know-how).

Keuntungan dan kelemahan Tacit dan Eksplisit:

Tipe Pengetahuan Keunggulan Kelemahan


Pengetahuan tacit  Risiko rendah untuk  Sulit untuk
(implisit) ditiru pesaing. dikomunikasikan
 Tidak ada biaya  Sulit untuk disimpan
investasi untuk  Enggan untuk berbagi
teknologi informasi. pengetahuan
 Tingkat inovasi yang  Tidak ada perlindungan
tinggi.
 Adanya rasa pada kekayaan
ambiguitas intelektual
 Ada resiko kehilangan
pengetahuan karena
turnover karyawan.
Pengetahuan Eksplisit  Tidak adanya  Investasi tinggi pada
kehilangan teknologi informasi
pengetahuan akibat  Membutuhkan tempat
turnover karyawan yang luas untuk
 Adanya perlindungan menyimpan dokumen
pada kekayaan  Risiko tinggi untuk
intelektual ditiru pesaing
 Mudah untuk
dikomunikasikan
 Mudah untuk
disimpan.

Selain pembagian pengetahuan dasar implisit dan eksplisit seperti yang sudah
dijelaskan sebelumnya, pengetahuan pun dapat dibedakan berdasarkan sudut pandang
kognitif. Berdasarkan pandangan ini, Indarti (2010) membedakan pengetahuan
menjadi 3 tipe :

1) Pengetahuan Sensory
Bermula dari definisi pengetahuan oleh Polanyi (1960), pengetahuan
dibedakan menjadi implisit dan eksplisit. Lebih lanjut, Cijsouw dan Jorna
(2003) mengenalkan kategori yang lebih rinci lagi untuk penanaman yang
berbeda dengan memberi istilah pengetahuan sensory (sensory knowledge).
Pengetahuan sensory atau keperilakuan adalah pengetahuan tentang situasi/
peristiwa/kejadian-kejadian yang diekspresikan dalam perilaku, prosedur, dan
kebiasaan yang dapat diamati dan ditiru. Tipe pengetahuan jenis ini sangat
tergantung pada konteks yang ada, berdifusi dengan lambat dan terikat dengan
satuan waktu (time-bound). Seperti namanya pengetahuan sensory tergantung
oleh pancaindra.
Sebagai ilustrasi, ketika seorang manajer perusahaan mebel
berpartisipasi dalam pelatihan kualitas dan manajemen produksi, dia diberi
kesempatan secara pribadi untuk menerima, melihat, dan membaca informasi
tentang pengendalian mutu dan proses produksi dalam bisnis mebel. Selama
pelatihan, pengetahuan yang diperoleh dapat digunakan dalam produksi dan
proses pengawasan mutu perusahaan.

2) Pengetahuan terkode (coded knowledge)


Pengetahuan dapat disajikan dalam berbagai kode. Pengetahuan
terkode termasuk penggunaan tanda-tanda dan simbol yang mengacu pada
objek tertentu (Jorna, 2006). Penggunaan pengetahuan terkode memungkinkan
seseorang berkomunikasi dan bertukar informasi tanpa kehadiran objek
sebenarnya atau bahkan tanpa kehadiran aktor yang berkomunikasi. Sebgai
contoh, kita dapat berbicara tentang buku atau mobil tanpa kehadiran objek
(buku, mobil) yang sebenarnya. Kode merupakan pengetahuan.
Pengetahuan terkode terkait dengan konteks kode yang menggunakan
bahasa atau koleksi piktogram (Jorna, 2006). Pengetahuan disimpan dalam
bentuk kode yang lebih transparan dan dapat diakses (Boisot,1995) yang
membuat dispersi atau pesebarannya menjadi lebih mudah dan lebih cepat dari
pada pengetahuan sensory. Oleh karena itu, pengetahuan terkode dapat cukup
mudah ditransfer dalam masyarakat jika anggotanya mengetahui kode yang
dimaksud. lebih lanjut pengetahuan terkode dapat diwakili oleh beberapa jenis
simbol. Simbl ii merupakan kode-kode yang lemah hingga kuat, yaitu dari ion
atau gambar, diagram, skema, kata-kata atau teks hingga formula. Setiap
bentuk kode memiliki tingkat ambiguitas. Sebuah kode dikatakan lebih baik
jika menimbulkan ambigitas yang sedikit, begitu sebaliknya.

3) Pengetahuan Theoritical
Pengetahuan teoritikal engac pada pemahaman struktur atau pola
konsep (objek atau kejadian) (Cijsouw dan Jona, 2003). Memahami konsep
mwnyiratkan bahwa suatu hal tertentu dapat dijelaskan dan beralasan dengan
menggunakan terminologi yang benar dan menunjukan hubungannya dengan
konsep lain.
Manusia menggunakan pengetahuan teoritikal ketika mereka
menjawab pertanyaan mengapa. Dengan pengetahuan ini, manusia dapat
mengidentifikasikan secara struktural serta menganalisis hubungan kausal.
Bila hubungan-mengapa tersebut sederhana, pengetahuan akan lebih konkret.
Semakin rumit, semakin abstrak pengetahuan teoritikal. Pengetahuan ii
umumnya dimiliki oleh kaum terpelajar atau manajer yang berpendidikan.
Pengetahuan teoritikal dapat bervariasi dari konkret ke abstrak tergantung
pada kompleksitas ‘hubungan-mengapa’.

Dalam bahasan yang lain, De Long dan Fahey (2000) membagi pengetahuan
menjadi tiga yaitu :

1) Pengetahuan Individu
Pengetahuan ini mengcakup apa yang diketahui seseorang atau pengetahuan
bagaimana melakukan. Pengetahuan individu dapat dilihat dati keterampilan
(misalnya bagaimana mewawancarai pelanggan ) atau keahlian (misalnya
pemahaman yang mendalam mengapa konsumen membeli produk-produk
tertentu ) dan umumnya merupakan kombinasi antara pengetahuan implisit
dan eksplisit. Pengetahuan ini biasanya melekat pada diri sesorang, misalnya
mengetahui bagaimana seseorang naik sepeda. Selain itu dapat berupa kognitif
yang umumnya konseptual dan abstrak. Lebih lanjut, beberapa peneliti
kemudian mebedakan pengetahuan menjadi dua yaitu pengetahuan yang lebih
kognitif dan yang lebih ke hal-hal fisik (Zuboff, 1988).

2) Pengetahuan Sosial
Bentuk pengetahuan ini hanya ada dalam hubungan antar individu atau dalam
kelompok. Sebagai contoh, tim desain website akan berbagi pengetahuan
tertentu lebih banyak dibandingkan dengan jumlah pengetahuan-pengetahuan
individu yang ada dalam satu kelompok. Pengetahuan sosial atau bersama ini
sebagian besar berupa pengetahuan implisit, dibagikan oleh anggota
kelompok, dan berkembang hanya sebagai hasil dari kerjasama. Keberadaan
pengetahuan ini merupakan refleksi dari kemampuan untuk berkolaborasi
secara efektif.
3) Pengetahuan Terstruktur
Pengetahuan terstruktur merupakan pengetahuan yang melekat dalam sebuah
sistem, proses, perangkat, dan rutinitas organisasi. Pengetahuan dalam bentuk
ini berupa pengetahuan eksplisit dan berdasarkan aturan (rule-based).
Perbedaan kunci antara pengetahuan terstruktur dengan dua pengetahuan
sebelumnya adalah bahwa pengetahuan terstruktur diasumsikan berada diluar
dari yang mengetahui. Kemudian pengetahuan tersebutmenjadi sumberdaya
organisasi.

C. DOMAIN PENGETAHUAN
Konten atau Domain pengetahuan menunjukkan ‘pengetahuan tentang’; dapat
berupa domain, keahlian atau disiplin pengetahuan tertentu (Jona, 2006) atau
berhubungan dengan topik pengetahuan (Van der Spek dan Spijkerver, 1997). Sebagai
contoh, bidang ilmu manajemen dalah sebuah domain pengetahuan, dalam bidang ini,
terdapat beberapa spesialisasi seperti pemasaran,produksi, sumber daya manusia, dan
keuangan. Dalam spesialisasi produksi terdapat domain yang lebih terperinci,
misalkan persediaan, penjadwalan, proses produksi dan tata letak produksi.
Klasifikasi konten atau domain pengetahuan dapat mengacu pada model
rantai-nilai (Porter, 1985) yang membagi menjadi dua konten pengetahuan, yaitu
konten yang terkait proses primer dan sekunder. Proses primer mencakup aktivitas-
aktivitas utama pengubahan nilai dari input menjadi output dan menuju pasar
konsumen. Aktivitas-aktivitas yang menujang aktivitas utama sperti pembukuan dan
perhitungan pajak disebut proses sekunder. Oleh karena itu, pembedaan domain
pengetahuan yang mengacu pada aktivitas utama dan pendukung. Kasifikasi konten
atau domain pengetahuan juga dapat mempertimbangkan kategorisasi konten
pengetahuan yang mencakup konten pengetahuan tentang produk, bahan baku, proses
produksi, teknologi atau peralatan, pasar, supervise atau manajemen (Kristiansen et al,
2005).
Masih mengacu pada Porter (1985), domain atau konten pengetahuan dapat
diklasifikasikan menjadi dua, yaitu domain pengetahuan utama dan domain
pengetahuan pendukung. Domain pengetahuan utama mencakup domain atau
pengetahuan yang terkait dengan aktivitas-aktivitas utama perusahaan. Domain
pengetahuan khusus mencakup konten atau muatan pengetahuan terkait aktivitas
pendukung, seperti pada gambar berikut:
D. SUMBER-SUMBER PENGETAHUAN

Secara garis besar, sumber-sumber utama pengetahuan yang dapat diperoleh


dan digali organisasi adalah dari sumber internal dan eksternal. Dalam kenyataannya,
organisasi tidak hanya bisa mengandalkan sunther-sumber pengetahuan dari pihak
internal. Menurut teori ketergantungan sumber daya (resource-dependency theory),
organisasi dipandang sebagai sebuah sistem. terbuka (Pfeffer dan Salancik, 1978). Hal
ini berarti bahwa suatu organisasi itu 1) tidak bisa memenuhi dirinya sendiri; 2) tidak
dapat menghasilkan sumber daya-sumber dayanya secara internal saja; dan 3) harus
mendapatkan sumber daya dari luar (pihak eksternal) jika organisasi ingin tetap
bertahan. Oleh karena itu, banyak organisasi yang menggunakan dan mengandalkan
sumber daya pengetahuan dari pihak eksternal.

Sumber-sumber Pengetahuan InternaI

Sumber-sumber pengetahuan internal yang dimiliki oleh suatu organisasi


umumnya tersedia dalam bentuk implisit clan eksplisit. Sumber-sumber internal
pengetahuan yang bentuknya irnplisit dapat diperoleh melalui karyawan dengan
keahlian di bidang tertentu, yaitu/dan keahlian pengalaman yang dimiliki oleh
manajer senior/menengah atau para tokoh didalam organisasi. Selain itu, pengetahuan
implisit juga dapat digali dari budaya tidak tertulis yang ada di organisasi, yaitu
meneakup kebiasaan, ritme kerja, atau perilaku individu-individu yang ada di suatu
organisasi.

Berbagai sumber pengetahuan internal ini merupakan aset yang berharga bagi
organisasi. Akumulasi pengetahuan ditentukan dari banyaknya karyawan dan manajer
yang memiliki keahlian khusus dan pengalaman-pengalaman berharga. Sepanjang
individu yang berpengalaman dan memiliki keterampilan masih berada di organisasi,
pengetahuan yang dimilikinya masih menjadi aset berharga bagi organisasi tersebut.
Akan tetapi, jika yang bersangkutan `pergi' meninggalkan organisasi, misalnya karena
meninggal dunia, keluar karena pindah pekerjaan, atau memasuki masa pensiun,
secara otomatis pengetahuan yang dimilikinya juga turut `pergi'.

Sumber-sumber Pengetahuan Eksternal

Beberapa penelitian terdahulu merangkum pihak-pihak eksternal yang dapat


menjadi sumber-sumber pengetahuan bagi organisasi (Smeltzer et al., 1988; Fann dan
Smeltzer, 1989; Tidd dan Trewhella, 1997; van Geenhuizen dan Indarti, 2005).
Sumber-sumber pengetahuan eksternal mencakup pembeli, pemasok, kompetitor,
pemerintahan, asosiasi industri, kelompok keagamaan, perguruan tinggi, konsultan,
dan media. Semua itu dianggap sebagai sumber pengetahuan yang berdampak pada
inovasi perusahaan. Dalam konteks di Indonesia, van Greehuizen , dan lndarti (2005)
mengklaim bahwa tingkat interaksi antara usaha kecil dan menengah (UKM) dan
pihak eksternalnya tidak cukup berkembang sedangkan manfaat mungkin diraih dari
interaksi ini belum benar-benar dieksplorasi. Manfaat tersebut menyangkut akses
yang lebih luas dan yang relevan tentang mengetahui bagaimana (know-how),
kemungkinan untuk melakukan komparasi kegiatan, serta membuka pasar baru.

Sumber Pengetahuan Eksternal:

1. Pembeli atau Pelanggan

Sudah umum diketahui bahwa interaksi perusahaan dan pembeli sangatlah


menentukan kesuksesan perusahaan. Lundvall (1985) membedakan tiga pola
interaksi antara perusahaan dan pembeli. Ketiga pola tersebut adalah interaksi
untuk pertukaran produk, interaksi untuk pertukaran informasi atau pengetahuan
dan interaksi untuk kerjasama. Interaksi antara perusahaan(produsen) dan
pelanggan memerlukan aliran produk yang berwujud maupun tidak berwujud.
Selama dinteraksi berlangsung, informasi mengenai berbagai isu disampaikan dari
produsen ke pelanggan dan juga sebaliknya. Kerjasama mungkin akan terjadi di
berbagai tahap, dimulai ketika inisiasi produk baru, dilanjutkan dengan
keseluruhan produksi, dan tahap adopsi. Ketiga bentuk kerja sama tersebut
(inisiasi, produksi, dan adopsi) mungkin dilakukan baik sebagai interaksi eksklusif
atau merupakan kerjasama yang simultan.

Dalam penelitian yang dilakukan di Lesotho, Masten dan


Brown(1993:142) membuktikan bahwa interaksi yang baik antara perusahaan dan
sangat penting bagi keberhasilan pengembangan perusahaan skala kecil, terutama
usaha di bidang garmen, kulit, dan logam. Survei yang dilakukan pada 100
pengusaha, menunjukkan bahwa kemampuan terpenting dan paling berkontribusi
pada kesuksesan adalah kemampuan dalam memperlakukan dan mendengarkan
apa yang dikatakan pelanggan. Kemampuan lain yang tidak kalah penting adalah
kemampuan untuk meningkatkan reputasi dengan menyediakan barang dan jasa
yang berkualitas tinggi. Di Ghana, Barr (2000) juga menemukan bahwa interaksi
yang reguler dan erat antara perusahaan dan pembeli dapat memfasilitasi aliran
informasi yang baik antara mereka. Selain itu, pada sebuah yang dilakukan di
Indonesia. Sandee (1994) telah studi mendokumentasikan secara lengkap seberapa
dekat interaksi antara pedagang dan perantara dapat menghasilkan alih teknis,
finansial, dan informasi pasar dengan bantuan dari para tengkulak dan jejaring
bisnis usaha mikro dan kecil dipedesaan memiliki peluang untuk berkembang.

Interaksi dengan pembeli juga memberikan wawasan yang lebih baik pada
kebutuhan pelanggan sehingga membantu perusahaan dalam menganalisis
masalah dan menentukan solusi(Von Hippel et al., 1999). Di samping itu,
dimungkinkan perusahaan untuk mengantisipasi tren pasar dan berdampak positif
pada kinerja inovasi produk. Perusahaan yang berinteraksi intens dengan para
pembelinya rnemiliki kemampuan untuk rnenghasilkan produk baru dan inovatif.
hal ini tidak hanya ditunjukkan di perusahaan manufaktur di perancis (Monjon
dan Waelbroeck, 2003), tetapi juga perusahaan-perusahaan mebel dan piranti
lunak di Indonesia (Indarti, 2010). Secara khusus di Indonesia, sebagian besar
pembeli. tidak hanya datang dari level nasional, tetapi juga maneanegara. Semua
manfaat tersebut meningkatkan peluang kesuksesan (Tsai, 2009), yang artinya
bahwa untuk menjadi pernimpin pasar diperlukan pengetahuan dan
permbelajaraan

2. Pemasok

Semua jenis perusahaan memerlukan keberadaan pemasok untuk


keberlanasungan aktivitas penambahan nilai dengan berjalan efektif dan efisien.
interaksi perusahaan dan pemasok memberikan beberapa manfaat antara lain 1)
meningkatkan akumulasi pengetahuan yang dapat digunakan dalam inovasi
perusahaan; 2) perusahaan mendapatkan akses pada metode baru dan keahlian
khusus tentang komponen atau material tertentu yang berguna dalam
pengernbangan produk baru; 3) perusahaan menjadi lebih dikenal di daerah-
daerah dan memungkinkan untuk mendapatkan alternatif solusi untuk berbagai
masalah yang dihadapi; dan 4) membantu perusahaan mengidentifikasi dan
mengatasi masalah teknis dengan lebih cepat (Eisenhardt dan Tabrizi, 1995; Nieto
dan Santamaria, 2007; van Geenhuizen dan Indarti, 2008; Tsai, 2009; Kessler dan
Chakrabatri, 1996; Nieto dan Santamaria, 2007).

Lebih rinci, pernasok bisa memberikan informasi kepada perusahaan


mengenai harga, jenis bahan baku, ketersediaan bahan baku, dan teknologi atau
metode produksi. Hal ini tentunya berguna bagi pihak perusahaan. Sebagai
contoh, pada perusahaan mebel di Jepara, karena adanya kelangkaan bahan baku
kayu jati akibat isu illegal logging, para pemasok memberikan masukan kepada
perusahaan mebel untuk mengombinasi produk mebel tidak murni berbahan baku
kayu jati. Alhasil, tidak sedikit perusahaan mebel yang mengombinasi produk
mebel seperti meja dan kursi. Mebel tersebut dikombinasi dengan bahan baku
lain, misalnya serat alam, besi, dan tembaga. Jelaslah, bahwa inovasi produk baru
bisa tercipta karena adanya interaksi yang baik antara perusahaan dengan pihak
pemasok.

Namun, tidak semua interaksi perusahaan dengan pihak pemasok mem-


berikan manfaat, terutama bagi inovasi perusahaan. Hal ini ditunjukkan dari
penelitian yang dilakukan oleh Perez dan Sanchez (2003) pada perusahaan
manufaktur di Perancis dan penelitian Freel (2003) pada usaha kecil dan menegah
di Inggris. Kedua penelitian ini menemukan bahwa kedekatan perusahaan dengan
pemasok tidak berdampak pada peningkatan kinerja inovasi perusahaan tersebut.

3. Pesaing

Selain beinteraksi dengan pelanggan dan pemasok perusahaan juga


berkolaborasi dengan perusahaan serupa lainnya yang dapet dikatakan sebagai
pesaing Interaksi ini dapat terjadi baik secara langsung tidak langsung. Interaksi
tidak langsung dapat dicontohkan dengan melihat produk buatan pesaing. Menurut
Iacobucci (1996:29), interaksi horizontal dengan pesaing diantara perusahaan-
perusahaan keci tidaklah saling menjatuhkan dan saling merugikan. Akan tetapi,
diantara perusahaan satu dan lainnya masih ada sikap ramah, kooperatif, dan
saling berbagi informasi secara bebas antar pesaing.

Banyak peneliti menunjukan bahwa interaksi horizontal atau kolaborasi


dengan pesaing berpengaruh positif dengan inovasi perusahaan (Linn, 1994;
Inkpen dan Pien, 2006). Linn (1994) berpendapat bahwa bekerja sama dengan
pesaing memungkinkan perusahaan untuk memperoleh wawasan pada
pengetahuan tentang teknologi yang pesaing gunakan. Selain manfaat akan kinerja
inovasi dan wawasan luas, perusahaan yang berinteraksi dengan pesaing akan
mendapatkan manfaat skala ekonomi sehingga mendapatkan keringanan biaya
(Barney, 2002). Hal ini sangat umum bagi pesaing untuk saling berbagi sebagian
dari aktivitas penciptaan nilai mereka, seperti pengembangan teknologi, desain
produk, proses produksi, pemasaran, distribusi, dan layanan (Ghosh dan Morita,
2007).

Lebih lanjut, di masyarakat yang tingkat kebersamaannya cukup tinggi


seperti di Indonesia, konteks pesaing menjadi sedikit berbeda. Uniknya, banyak
perusahaan mebel di Yogyakarta dan Jepara, bahkan secara ekstrim tidak
menganggap perusahaan mebel lainnya sebagai pesaing mereka. Sebaliknya
mereka mempersepsikan perusahaan mebel pesaing sebagai mitra bisnis. Tidak
hanya perusahaan mebel, sebagian besar perusahaan di Indonesia melakukan hal
yang sama. Tidak jarang, jika ada pesanan yang cukup besar diterima oleh sebuah
perusahaan berskala besar perusahaan tersebut kemudian melimpahkan sebagian
pesanannya ke perusahaan rekannya. Jika ditelisik lebih dalam, sebagian besar
perusahaan kecil dan menegah Indonesia merupakan perusahaan keluarga.
Tidaklah mengherankan jika di antara sesama perusahaan terdapat kedekatan
emosional yang cukup tinggi.

4. Konsultan

konsultan dianggap memiliki peran penting dalam kemajuan inovasi


perusahaan (Kelly, 1999; Tether dan Tajar, 2008). Alasan utama perusahaan
menyewa konsultan adalah untuk memperoleh wawasan dan pengetahuan baru
serta spesifik sehingga merangsang iklim inovasi (Kelly, 1999; Tether dan Tajar,
2008). Konsultan ini dapat berasal dari penelitian individual atau mereka yang
tergantung dalam organisasi peneliti pemerintah dan swasta. Keberadaan
konsultan ini dipandang sebagai sumber inovasi informal bagi perusahaan.

Lebih lanjut, penelitian yang dilakukan oleh Tether dan Tajar (2008)
mengindikasikan bahwa jenis penyedia konsultan memberikan dampak yang
berbeda pada perusahaan jasa dan manufaktur di Inggris. Dalam lingkup UKM di
indonesia, interaksi perusahaan-perusahaan dengan para konsultannya atau
penyedia pengetahuan khusus lainnya, terutama ditujukan untuk mendorong
kebijakan inovasi dalam perusahaan.

5. Lembaga Pemerintah

Pemerintah memainkan peranan penting dalam mendukung dan me-


rangsang perkembangan perusahaan khususnya di bidang inovasi dengan
menyedialcan berbagai fasilitas dan kebijakan pendukung. Beberapa fasi-litas
yang disediakan oleh pemerintah antara lain berbagai cara untuk mengembangkan
keterampilan, kemudahan akses pada organisasi penelitian pemerintah, dan kantor
paten (Segelod dan Jordan, 2002; Hughes, 2001). Beberapa negara maju
menunjukkan peran pemerintah yang cukup signifikan dalam pengembangan
inovasi perusahaan. Sebagai contoh, di Inggris, 50% perusahaan yang inovatif
mengaku mendapatkan manfaat pengetahuan yang diberikan dari lembaga
penelitian pemerintah. Lebih dari 20% perusahaan yang inovatif di Amerika
menyatakan bahwa keberhasilan mereka karena dukungan penuh dari
pemerintahnya (Hughes, 2001).

Di Indonesia, pemerintah khususnya Departemen Perdagangan dan


Departemen Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah secara teratur telah
memberikan berbagai macam dukungan dan kegiatan yang menunjang inovasi
UKM. Berbagai dukungan, misalnya pelatihan, penyuluhan teknologi baru, dan
penyelenggaraan pameran untuk mendapatkan akses pengetahuan ekstemal
dengan lebih mudah. Kantor pemerintah juga memberikan informasi mengenai
peluang domestik maupun ekspor.

6. Asosiasi Industri

Asosiasi industri diyakini mempunya peran sebagai pihak mediasi


antarperusahaan di bidang usaha sejenis (Hauschildt, 1992). Asosiasi industri pada
umumnya berfungsi sebagai kolam pengetahuan tentang berbagai bidang, dari
pengetahuan tentang teknologi baru hingga peluang pasar.

Di Indonesia, asosiasi industri sering bertindak sebagai mitra Pemerintah


dalam perumusan kebijakan yang dapat mempengaruhi sektor industri tertentu,
seperti industri perangkat lunak, mebel, kerajinan, dan lainnya. Asosiasi industri
tidak hanya ditemukan di tingkat nasional, tetapi juga pada tingakat kabupaten
tempat perusahaan lokal dapat berinteraksi secara lebih intensif. Beberapa contoh
asosiasi yang ada di indonesia adalah Asosiasi industri permabelan dan kerajinan
Indonesia (Asmindo), Asosiasi Piranti Lunak Indonesia (ASPILUKI), Asosiasi
Pengusaha Komputer Indonesia (APKOMINDO), Asosiasi Jasa Perdangan dan
Ekspor Impor, dan lainnya.

Meskipun asosiasi industri memiliki peran yang sangat penting, manfaat


interaksi dalam hal inovasi seperti yang dirasakan oleh perusahaan masih
diperdebatkan. Hal ini karena dalam beberapa aspek, asosiasi industri tidak dapat
berfungsi secara optimal. Beberapa pengusaha mengritik keberadaan asosiasi
karena hanya dimanfaatkan sebagian kecil anggotanya. Ketika sebuah asosiasi
industri dapat memainkan peran dengan baik tanpa menimbulkan konflik
kepentingan antar anggota dan memberikan kesempatan memadai untuk
memperoleh pengetahuan yang relevan pada semua anggota, tidak sedikit
perusahaan yang akan bersedia untuk bergabung dengan asosiasi. Mereka yakin
bahwa hubungan yang baik antara perusahaan dan pihak asosiasi industri akan
mernberikan manfaat bagi perusahaan dalam hal penyerapan pengetahuan dan
pengembangan usaha.
7. Perkumpulan Keagamaan

Banyak pihak mengakui bahwa jejaring sosial telah terbukti dapat


rnemainkan peran penting dalam memberikan akses ke sumber pengetahuan yang
lebih beragam (Kristiansen dan Ryen 2002; Mackinnon et al., , 2004). Jejaring
sosial terdiri dari serangkaian hubungan, baik formal maupun informal antara
peran penghubung dan peran lainnya dalam lingkaran perkenalan. Kualitas
jaringan sosial ditentukan oleh jumlah hubungan sosial keragaman ikatan, dan
dinamika jaringan (Johannisson, 1995). Sesuatu jejaring sosial baik formal dan
informal berfungsi sebagai alat berhemat dalam biaya transaksi atau
meminimalkan risiko dan meningkatkan akses pada berbagai ide bisnis dan
pengetahuan.

Dalam konteks Indonesia, tempat aspek budaya kolektivitas masih sangat


dominan (Hofstede, 1991), hubungan informal seperti afiliasi keagamaan
merupakan salah satu sumber penting untuk mendapatkan informasi. Di negara
ini, kegiatan keagamaan tidak hanya terjadi di masjid dan gereja, tetapi juga
tertanam dalam konteks masyarakat (Candland, 2000). Van Geenhuizen dan
Indarti (2008) telah membuktikan bahwa inovasiperusahaan secara signifikan
dipengaruhi oleh interaksinya dengan kelompok keagamaan.

8. Lembaga Penelitian atau Perguruan Tinggi

Menurut Hauschildt (1992), lembaga penelitian dan perguruan tinggi


dianggap sebagai sistem ilmiah yang merupakan sumber pengetahuan eksternal.
Di Indonesia, banyak ditemui perguruan tinggi baik swasta maupun negeri yang
tersebar di seluruh penjuru tanah air, dan merupakan sumber pegetahuan yang
melimpah bagi perusahaan. Di negara-negara maju, sebagian perusahaan besar
mengandalkan hubungan baik dengan berbagai lembaga penelitian dan perguruan
tinggi untuk mendapatkan akses pada teknologi sebagai sumber inovasi
perusahaan (Tidd dan Trewhella, 1997).

Tak dipungkiri, perusahaan menjalin kerja sama dengan berbagai


perguruan tinggi dengan beberapa alasan, antara lain untuk mendapatkan
pengetahuan (yang terbaru), mendapatkan akses pada teknologi, dan mendapatkan
bimbingan konsultasi (gratis). Seperti yang dipaparkan akses sebelumnya,
perguruan tinggi memiliki banyak praktik dan tenaga ahli yang dapat bertindak
sebagai konsultan individual. Meskipun demikian, belum banyak perusahaan di
Indonesia yang berinteraksi secara khusus untuk pengembangan produk baru
dengan perguruan tinggi. Hal ini mungkin karena masih adanya anggapan bahwa
ada gap antara teori dan praktik. Menjadi tugas dan kepedulian semua pihak
terutama perguruan tinggi dan perusahaan untuk sama-sama meningkatkan kerja
sama yang saling menguntungkan.

9. Pameran

Pameran dianggap sebagai tempat penting bagi perusahaan untuk


berinteraksi dengan pihak lain. Dalam sebuah pameran, terdapat lebih banyak
kesempatan untuk bertemu pemasok dan pembeli. Selain itu, kemungkinan untuk
membuat kesepakatan-kesepakatan kerja sama pun lebih besar dan pada saat yang
sama perusahaan dapat menetapkan standar baru dengan membandingkan kinerja
perusahaan dengan pesaing mereka. Hauschildt (1992) menganggap pameran
sebagai sistem mediasi yang signifikan selain konsultan dan media massa.

Di Indonesia, cukup banyak pameran diselenggarakan secara teratur.


Sebagai contoh, pameran mebel, batik dan kerajinan diadakan secara teratur, baik
di tingkat provinsi maupun di tingkat nasional. Pameran ini dapat dilaksanakan
atas inisiasi pemerintah, asosiasi industri atau lembaga lainnya. Setiap tahun
anggota Asosiasi Industri Permebelan dan Kerajinan Indonesia aktif berpartisipasi
dalam kegiatan pameran bertaraf regional serta nasional. Partisipasi mereka
diarahkan terutama pada promosi produk dan menarik calon pembeli. Di sektor
perangkat lunak di Indonesia, terdapat pameran khusus yang ditujukan bagi
industri perangkat lunak komputer. Umumnya, para pengembang perangkat lunak
menghadiri pameran-pameran komputer reguler yang diselenggarakan di kota-
kota besar, seperti Jakarta, Medan, Bandung, Yogyakarta, dan Surabaya.

10. Media Massa dan Elektronik

Sudah umum diakui bahwa media massa seperti majalah, surat kabar,
radio, dan televisi memberikan peluang memperoleh informasi binsis dan
pengetahuan baru. Dalam studi mengenai kewirausahaan di India, Singh dan
Krishna (1994) menunjukkan bahwa keinginan mencari inforrnasi rnerupakan
salah satu ciri entrepreneur yang paling penting. Pencarian inforrnasi mengacu
pada frekuensi ketika seorang individu berkonsultasi di berbagai sumber
informasi, seperti koran, majalah, dan buku. Studi yang dilakukan oleh
Kristiansen et al. (2005) pada industri rumahan di Tanzania menunjukkan bahwa
media paparan berpengaruh signifikan terhadap inovasi perusahaan.

Majalah menjadi sumber utama bagi para pengusaha mebel di Indonesia


untuk menggali ide-ide pengembangan mebel-mebel baru (Indarti, 2010). Sebagai
contoh, di industri mebel, salah seorang pengusaha mebel mengaku mendapatkan
banyak gagasan pengembangan model mebel baru (misalnya kursi, meja, dan
lemari) dari majalah baik yang khusus terkait dengan dunia mebel, arsitek atau
lainnya.

11. Internet

Di tengah era teknologi informasi seperti saat ini, tidak dipungkiri lagi
internet merupakan sumber pengetahuan yang paling murah dan mudah
didapatkan. Penggunaan media termaasuk internet meningkatkan peluang
perusahaan untuk berinovasi (Baron, 2003). Internet adalah sumber pengetahuan
yang lebih modern serta transfer media pengetahuan yang efisien. Perusahaan
dapat menggunakan internet untuk mencari pengetahuan ilmiah dan teknis atau
bertukar informasi dengan pembeli, pemasok atau pihak lain melalui saluran
komunikasi seperti e-mail dan forum diskusi online (Caloghirou et al., 2004).

Selain itu, manfaat lain yang ditawarkan oleh intennet antara lain
memberikan peluang kepada perusahaan untuk membandingkan kinerja
perusahaan dengan pesaing dan penghematan biaya serta waktu dalam mengakses
informasi yang relevan (Walcszuch et al., 2000; Hisrich dan Peters,1998). Lebih
spesifik, dalam penelitian yang dilakukan antara perusahaan perhotelan kecil di
inggris, Martin (2004) menunjukkan bahwa adopsi teknologi informasi
komunikasi (website) telah mengubah proses binis dalam organisasi. Di
Indobesia, perusahaan piranti lunak mengaku sangat mengandaIkan keberadaan
internet tidak hanya sebagai sumber pengetahuan tetapi juga media dalam
berkomunikasi dengan sesama pelanggan. Sebaliknya, hasil penelitian Caloghirou
et al. (2004) tentang perusahaan kimia, makanan, dan perusahaan menunjukkan
bahwa internet tidak memiliki dampak yang signifikan terhadap inovasi
perusahaan tersebut.

Media telah menciptakan dunia tanpa batas dan telah memainkan peranan
penting dalam meningkatkan akses informasi tanpa interaksi fisik secara langsung
antara pencari informasi dan penyedia informasi. Munculnya interner telah
memfasilitasi pengambilan informasi secara cepat yang memungkinkan
perusahaan untuk memperoleh pengetahuan yang relevan secara efisien.

Semua pihak yang terlibat dalam interaksi dan menjadi sumber-sumber


pengetahuan bagi suatu organisasi dirangkum di Tabel 7.
BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Pengetahuan memiliki empat karakteristik yaitu (1) pengetahuan tidak dapat


disimpan, (2) informasi mempunya sedikit makna dan tidak akan menjadi
pengetahuan sampai informasi diproses oleh pemikiran manusia, (3) pengetahuan
seharusnya dipelajari dalam sebuat konteks, dan (4) pengetahuan itu menjadi kurang
efisien dan bermanfaat jika tidak digunakan.
Pengetahuan sebagai sebuah kategori dibedakan menjadi dua, yaitu implisiy
dan eksplisit. Sementara itu bila pengetahuan dilihat sebagai kontinum, antara
pengetahuan tacit dan eksplisit seharusnya tidak dilihat sebgai dua hal yang terpisah.
Sumber-sumber utama pengetahuan yang dapat diperoleh dan digali organisasi adalah
sumber internal dan ekspternal.
DAFTAR PUSTAKA

Indarti, Nurul (2015). Manajemen Pengetahuan teori dan praktik. Yogyakarta: Gajah Mada
University Press.
MAKALAH MANAJEMEN PENGETAHUAN
KARAKTERISTIK, TIPOLOGI, DAN DOMAIN PENGETAHUAN

Dosen : Drs Agus Haryadi, MSi

KELOMPOK 2 :
RIZKA RAHMAWATI (141160147)
MUHAMMAD ARKANUL FATH (141160151)

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS JURUSAN MANAJEMEN


UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN”
YOGYAKARTA
2019

Anda mungkin juga menyukai