Anda di halaman 1dari 13

MANAJEMEN PENGETAHUAN

Untuk memenuhi syarat tugas harian mata kuliah Manajemen Inovasi dan
Pengembangan Organisasi
Dosen Pengampu : Dr. Retno Hidayati, MM

Disusun oleh :
Clodia Acnes (12010117410025)

PROGRAM STUDI MAGISTER MANAJEMEN


FAKULTAS EKONOMIKA DAN BISNIS
UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG
2018
MANAJEMEN PENGETAHUAN

1. Konsep Manajemen Pengetahuan


a. Pengertian Manajemen Pengetahuan
- Menurut Malhotra Yogesh (1997) manajemen pengetahuan adalah sebagai
pengaksesan, pengevaluasian, pengaturan, pengorganisasian, penyaringan dan
pendistribusian informasi dengan cara-cara tertentu sehingga berguna bagi
pemakai. Manajemen pengetahuan mencakup pemaduan informasi internal
dan eksternal suatu perusahaan dan membentuknya menjadi pengetahuan
yang bisa dimanfaatkan melalui suatu teknologi.
- Menurut Platt (2000) dan Honeycult (2000) bahwa manajemen pengetahuan
adalah pemerolehan pengetahuan yang tepat untuk pemakai yang tepat pada
waktu yang tepat.
- Menurut Rosenthal-Sabroux & Grundstein (2008) manajemen pengetahuan
sebagai kegiatan dan proses yang diarahkan pada penciptaan dan pemanfaatan
pengetahuan dalam suatu organisasi.

Gambar 1. Hubungan data, informasi dan pengetahuan


(Bouthiller & Shearer,2002)

- Data: menginfomasikan pengukuran, statistik, angka atau huruf (Alavi &


Leidner, 2001).
- Informasi: data yang diolah atau sekumpulan data yang terkait dan
diinterpretasikan lebih lanjut dan dimasukkan ke dalam konteks yang relevan
(Alavi & Leidner, 2001).
- Pengetahuan: keyakinan yang dianggap benar (Nonaka, Umemoto & Senoo,
1996). Atau pengetahuan sebagai penerapan informasi (Bouthiller &
Shearer,2002).

b. Level Manajemen Pengetahuan


Menurut Rosenberg (2001), manajemen pengetahuan dibagi menjadi 3 level yaitu:
- Level 1 : manajemen dokumen
- Level 2 : penciptaan pengetahuan, berbagi pengetahuan dan pengelolaan
- Level 3 : kecerdasan lembaga

Sedangkan menurut Outsell (2000); Bawden (1996); Partridg & Hussain (1994)
membagi level manajemen pengetahuan menjadi empat tingkatan, yaitu:
- Level 1 : Manajemen dokumen
Level ini data tersebar ditransformasikan oleh pemrosesan data menjadi
informasi. Manajemen pengetahuan hanya mendistribusikan informasi, tidak
menciptakan, mengorganisasikan dan mengelola isi informasi.
- Level 2 : Analisis data menjadi informasi
Pemakai bisa menyumbangkan informasi ke sistem, memberi muatan baru dan
mengembangkan database pengetahuan. Pemakai bisa membaca dokumen
online, mendownload, melengkapinya dan kemudian mengirimkannya ke
tujuan yang dikehendaki.
- Level 3 : Analisis informasi menjadi pengetahuan
Hal ini memerlukan pemahaman tentang input dan output informasi untuk
mendukung kegiatan organisasi. Pengetahuan dibangun oleh organisasi
melalui proses pemerolehan, pendistribusian, kolaborasi dan komunikasi serta
penciptaan pengetahuan baru.
- Level 4 : Analisa pengetahuan dan penerapannya
Sehingga membuat orang bijaksana dalam pengambilan keputusan. Pada level
ini kecerdasan lembaga dikembangkan dengan membangun jaringan pakar,
interaksi dengan database operasional dan performance support dimana
pengetahuan baru yang dihasilkan, ditambahkan pada sistem.

c. Proses Manajemen Pengetahuan


Terdapat empat proses dalam manajemen pengetahuan yaitu: discovery, capture,
sharing dan application. Proses manajemen pengetahuan didukung oleh 8 sub
proses (Fernandez, 2010).

DISCOVERY
 Combination
 Socialization SHARING DISCOVERY
 Socialization  Direction
 Exchange  Routines
CAPTURE
 Externalization
 Internalization

Gambar 2. Proses Manajemen Pengetahuan (Fernandez, 2010)

Proses dalam manajemen pengetahuan :


- Discovery
Knowledge discovery adalah pembuatan suatu knowledge yang baru baik
eksplisit maupun tacit. Pengembangan knowledge ini dapat dilakukan dengan
menganalisa data dan informasi atau dengan menggabungkan knowledge
yang sudah ada. Sub proses dalam knowledge discovery adalah:
a. Combination adalah membuat suatu explicit knowledge menggunakan
knowledge yang sudah ada, data atau informasi yang tersedia.
b. Socialization adalah pengembangan tacit knowledge yang didapatkan dari
individu lain.

- Capture
Knowledge capture adalah proses untuk mendapatkan knowledge baik tacit
maupun explicit yang tersebar di berbagai lokasi knowledge. Terdapat dua sub
proses dalam knowledge capture, yaitu:
a. Externalization adalah proses untuk merubah tacit knowledge menjadi
explicit knowledge.
b. Internalization adalah proses untuk merubah explicit knowledge menjadi
tacit knowledge, proses ini biasa disebut dengan pembelajaran.

- Sharing
Knowledge sharing adalah proses berbagi tacit dan explicit knowledge. Sub
proses dalam knowledge sharing adalah:
a. Socialization for knowledge sharing adalah proses berbagi tacit
knowledge.
b. Exchange Exchange adalah proses berbagi explicit knowledge.

- Application
Knowledge application adalah proses mengaplikasikan knowledge sehingga
dapat digunakan pada pengambilan keputusan. Sub proses pada knowledge
application adalah:
a. Direction adalah proses dimana individu yang memiliki knowledge
memberikan arahan atau petunjuk pada individu lain tanpa mentransfer
knowledge yang menjadi dasar petunjuk yang diberikan.
b. Routines adalah penggunaan knowledge yang terdapat pada prosedur atau
peraturan.

Terdapat empat proses Knowlede Management berdasarkan Nonaka dan


Takeuchi, yaitu internalisasi, eksternalisasi, kombinasi dan sosialisasi. (Nonaka,
1995) Internalisasi adalah proses merubah explicit knowledge menjadi tacit.
Eksternalisasi adalah proses mernubah tacit knowledge menjadi explicit dengan
cara melalui dokumentasi atau verbalisasi. Kombinasi adalah proses
menghasilkan knowledge baru dari eksplisit knowledge. Proses yang terakhir
adalah sosialisasi, yaitu proses transfer tacit knowledge melalui observasi.
Terdapat empat klasifikasi Knowledge Management System (KMS), yaitu
knowledge discovery system, knowledge capture system, knowledge sharing
system dan knowledge application system (Fernandez, 2010). Penerapan
knowledge management dapat mempengaruhi process, people, product dan
performa dari suatu organisasi (Fernandez, 2010).

d. Fungsi Manajemen Pengetahuan


Menurut Frappaolo dan Toms (2000), fungsi aplikasi manajemen pengetahuan
dalam suatu organisasi adalah:
- Intermediation
Fungsi manajemen pengetahuan sebagai pengetahuan antara penyedia dan
pencari pengetahuan. Peran tersebut mencocokkan kebutuhan pencari
pengetahuan dengan sumber pengetahuan secara optimal. Dengan demikian,
intermediation menjamin transfer pengetahuan berjalan lebih efisien.
- Externalization
Sebagai transfer pengetahuan dari pikiran pemiliknya ke tempat penyimpanan
eksternal, dengan cara seefisien mungkin. Fungsi ini berarti menformalkan
tacit knowledge ke dalam bentuk explicit knowledge.
- Internalization
Untuk pengambilan pengetahuan dari tempat penyimpanan eksternal dan
menyaring pengetahuan tersebut untuk disediakan bagi pencari yang relevan.
Pengetahuan harus disajikan bagi pengguna dalam bentuk yang lebih cocok
dengan pemahamannya. Maka fungsi ini mencakup interpretasi dan format
ulang penyajian pengetahuan.
- Cognition
Untuk membuat pengetahuan keputusan yang didasarkan atas ketersediaan
pengetahuan. Cognition merupakan penerapan pengetahuan yang telah
berubah melalui tiga fungsi terdahulu.
- Measurement
Untuk mengukur, memetakan dan mengkuantifikasi pengetahuan suatu
lembaga dan mengukur sejauh mana solusi manajemen pengetahuan yang
diterapkan itu membawa hasil bagi lembaga tersebut.
2. Kebingungan dalam Manajemen Pengetahuan
a. Taksonomi Pengetahuan

Tabel 1. Perspektif Pengetahuan dan Implikasinya

b. Taksonomi Manajemen Pengetahuan


Tabel 2. Taksonomi Manajemen Pengetahuan (Muluk, 2003)
Discipline Focus Research Tradition
Perception Competitif Inteligence
Organizational Sensemaking Organizational Cognition
Inteligence Memory Organizational Memory
Learning - Organization Learning
- Knowledge Creation
- Transfer of Expertise & Innovation
- Economies of Knowledge
Management of - Skill Management
Knowledge - Creativity
Assets - Innovation
Organizational - Development Work Research
Development Knowledge - Business Strategy
based - Organization Design
Competition
Process - Business Strategy
Development - TQM
- Information Flows
Organizational
- Informal Communication Networks
Communication
- Workflow Automation
- Collaborative System
Information - Enterprise Modelling
Organizational
Sharing - Data Representation
Information
- Knowledge Representation
Processing
- Management Information System
- Executive Information System
Information
- Decision Support System
Processing
- Information Refineries
- Data Mining

3. Peta Kajian Manajemen Pengetahuan

Menurut Amrit Tiwana (1999) terdapat 10 langkah-langkah dalam peta manajemen


pengetahuan, yaitu:
Fase 1 Evaluasi infrastruktur
Terdapat dua kegiatan utama yakni menganalisa infrastruktur yang tersedia dan
menyelaraskan manajemen pengetahuan dengan strategi bisnis. Pada tahap analisis
infrastruktur yang tersedia, merupakan kegiatan untuk menggali pemahaman mengenai
komponen yang membangun strategi dan kerangka teknologi informasi yang akan
digunakan dalam knowledge management. Dengan menganalisa dan menghitung apa
yang sudah tersedia di organisasi, kita bisa mengidentifikasi kesenjangan dari
infrastruktur tersebut. Dari hasil analisa tersebut, kita mampu membangun manajemen
pengetahuan dengan sumber daya yang sudah ada. Kunci dari kegiatan ini adalah
mengidentifikasi apa yang bisa digunakan dan tidak bisa digunakan dalam manajemen
pengetahuan system. Kegiatan menyelaraskan manajemen pengetahuan dengan strategi
bisnis dilakukan untuk menghasilkan knowledge management system yang sesuai dengan
tujuan organisasi. Jika manajemen pengetahuan dibangun tanpa melihat tujuan bisnis
organisasi, sebaik apapun knowledge management tersebut maka tidak akan berfungsi
dengan baik. Bisa dikatakan bahwa strategi bisnis biasanya merupakan atau berada pada
level atas. Sedangkan membangun sebuah system merupakan tingkat bawah, dimana
dibutuhkan spesifikasi, fitur yang jelas bukan dalam bentuk abstrak, visi, atau ide-ide
bisnis. Untuk menyatukan keduanya, sebaiknya strategi bisnis diturunkan hingga ke level
desain system, sedangkan pada desain knowledge management system dinaikkan hingga
level strategi bisnis.

Fase 2: KM system analysis, design, and development terdiri dari kegiatan


Terdiri dari lima langkah mulai dari desain hingga pembangunan knowledge management
system tersebut.
Langkah ketiga ini yakni KM arsitektur dan desain adalah bagaimana kita harus
memilih dan menyeleksi komponen infrastruktur yang menunjang knowledge
management system. Dalam knowledge management system, terdapat tujuh layer
arsitektur, dan teknologi yang dibutuhkan untuk membangun masing-masing layer.
Untuk mengintegrasikan komponen tersebut kita harus lebih memikirkan mengenai
infostruktur dibanding hanya infrastruktur semata. Pilihan pertama dalam pemilihan
landasan kolaborasi adalah bisa menggunakan aplikasi standar yang banyak digunakan
secara bebas misalnya web, atau sebuah paket solusi misalnya Lotus Notes atau produk
solusi lainnya. Pemilihan platform/landasan ini harus disesuaikan dengan kebutuhan
organisasi.
Langkah keempat knowledge audit dan analisis, langkah ini terkait dengan
bagaimana mengetahui apa yang telah diketahui oleh organiasi. Untuk menemukan apa
yang telah diketahui oleh organisasi maka diperlukan audit pengetahuan. Namun sebelum
melakukan audit, harus dijelaskan pula mengapa kegiatan audit ini dibutuhkan. Setelah
menentukan akan mengaudit pengetahuan organisasi maka perlu dibentuk tim khusus
untuk melakukan penilaian awal terhadap asset pengetahuan yang terdapat di organisasi
dengan mengidentifikasi baik kekuatan dan kelemahan. Kegiatan audit yang dilakukan
meliputi mengukur prose’s pengetahuan, mengidentifikasi, mengevaluasi, memilih
metode audit yang sesuai, mengaudit dan menganalisis pengetahuan organisasi yang
tersedia.
Langkah kelima adalah membangun knowledge management tim, disini KM tim
akan dibentuk yang akan bertugas untuk mendesain, membangun, mengimplementasikan,
dan menempatkan knowledge management system. Untuk mendesain KM tim kita harus
mampu mengidentifikasi para pemangku kepentingan baik dari internal maupun
eksternal, mengidentifikasi sumber-sumber daya manusia yang dibutuhkan untuk
kesuksesan prosen pembangungan knowledge management system. Untuk ukuran tim
KM yang ideal tidak bisa ditentukan dengan jumlah sumberdaya manusia secara tepat,
namun jumlah sumberdaya manusia yang terlibat harus mampu melaksanakan tugas sesua
dengan tugas yang diberikan. Adapun isu-isu yang bisa muncul pada tim adalah mengenai
jumlah anggota tim, memanaje perbedaan yang terjadi dari berbagai pemangku
kepentingan, aplikasi teknik dan metode yang digunakan, dan lain-lain.
Langkah keenam membuat KM system blueprint, setelah tim pembangun KM
system terbentuk selanjutnya adalah membuat blueprint yang menyediakan rencana untuk
membangun knowledge management system. Sama dengan ketika menganalisis
infrastruktur, dalam tahap ini juga diperlukan pemahaman terhadap tujuh layer
infrastruktur yang harus disesuaikan dengan organisasi. Dalam langkah ini ada beberapa
hal yang diperhatikan yakni mengkustomisai secara detail mengenai tujuh layer dari
knowledge management arsitektur terhadap organisasi. Paham dan menyeleksi
komponen yang dibutuhkan oleh organisasi, misalnya mengintegrasikan repository,
content center, knowledge mining tools, dan media kolaborasi. Hingga membuat desain
user interface bagi system.
Tahap terkahir pada fase kedua ini adalah membangun knowledge management
system, ini merupakan lanjutan dari pembuatan blueprint, jika telah disepakati bahwa
penggunaan intranet bagi knowledge management system di organisasi maka intranet
organisasi bisa di konversi menjadi bentuk akhir dari system. Penggunaan web-friendly
document standard dan webDMA menyediakan peluang yang sangat besar bagi kegiatan
kolaborasi. Disini pengguna tetap bisa melihat interface yang sudah familiar dengan apa
yang mereka lihat sebelumnya, namun dalam system tersebut tetap berorientasi dari
client/server arsitektur kepada agent-computing arsitektur.
Fase 3: Pelaksanaan
Pada fase ketiga ini meliputi dua kegiatan yakni pelaksanaan system KM dan
perubahan budaya, merevisi struktur reward, dan pilihan menggunakan atau tidak
menggunakan staf khusus yang mengurusi pelaksanaan system KM ini.
Langkah ke delapan dilakukan uji coba dan pelaksanaan system, ujicoba system
pada lingkungan yang sesungguhnya merupakan saat-saat paling krusial dimana banyak
kegagalan terjadi pada saat launching karena apa yang dibangun dan ketika pelaksanaan
tidaklah sama. Sebelum memberlakukan system pada seluruh organisasi (jika berskala
besar), sebaiknya dilakukan ujicoba tidak pada seluruh populasi melainkan hanya diambil
beberapa sample saja. Dari ujicoba tersebut akan diidentifikasi kesalahan system yang
mungkin terjadi dan jika itu terjadi sebaiknya segera dilakukan tindakan perbaikan pada
system.
Langkah ke Sembilan, memilih staf khusus, membangun struktur reward, dan
teknologi serta perubahan management merupakan langkah yang harus diambil ketika
sebuah system sudah digulirkan untuk digunakan. Adanya system baru juga memicu
adanya pergeseran budaya dari yang manual menjadi teknologi. Pegawai bukanlah
tentara, mereka lebih mengarah ke volunteer (sukarela) tidak suka ada pemaksaan,
melainkan harus melalui pendekatan tertentu untuk merubah budaya serta perilaku dan
kebiasaan.

Fase 4: Pengukuran bagi evaluasi performa


Fase terakhir hanya terdiri dari satu langkah yakni mengukur nilai penambahan
hasil dari implementasi knowledge management. Langkah terakhir atau kesepuluh adalah
terkait dengan menghitung hasil kerja terkait dengan pengetahuan. Mengukur return on
knowledge investment (RoKI) harus menghitung baik finansial dan kompetitif impak dari
knowledge management pada bisnis yang dilaksanakan oleh organisasi. Pada langkah ini
akan memberikan panduan memilih alat ukur apa yang sekiranya bisa digunakan untuk
menghitung nilai tersebut.
Gambar 3. 10 Step Knowledge Management Roadmap (Amrit Tiwana, 1999)
DAFTAR PUSTAKA

Alavi, M., & Leidner, D. E. (2001). Review: Knowledge Management and Knowledge
Management Systems: Conceptual Foundations and Research Issues. MIS
Quarterly , 107-136.
Bouthillier, F., & Shearer, K. (2002). Understanding knowledge management and
information management: the need for an empirical perspective. Information
research , 1-39.

Fernandez, Becerra, et al. (2010).Knowledge Management Systems and Process, Prentice


Hall.

Honeycult, Jerry (2000). Knowledge Management Stategies. Penerjemah, Frans Kowa.


Jakarta: Elex Media Komputindo.
Malhotra, Yogesh. (1997). Knowledge Management in Inquiring Organization.
http://ww/brint.com/km/km.htm.

Muluk, M.R Khairul., 2003, Manajemen Pengetahuan: Kebingungan Praktek dan Peta
Kajian, Manajemen dan Usahawan, No. 04 TH XXXII, April

Nonaka, I., Umemoto, K., & Senoo, D. (1996). From Information Processing to
Knowledge Creation: a Paradigm Shift in Business Management. Elsevier Science
, 203-218.
Outsell. (2000). Information About Information. Briefing, vol 3(2) October, hal 1-21.

Rosenthal-sabroux, c., & grundstein, m. (2008). a global vision of information


management. modlseeus, (pp. 55-66). paris.

Sensky T. (2002). Knowledge Management. Advances in Psychiatric Treatment; 8: 387-


395.
Tiwana, Amrit. (1999) The knowledge management toolkit. Prentice Hall.
Platt, Nina. (2000). Knowledge Management: Can it Exist in A Law Office. Medford:
Information Today

Rosenberg, Mary J. (2001). E-Learning: Strategies for Delivering Knowledge in the


Digital Age. New York: McGraw-Hill.

Anda mungkin juga menyukai