Anda di halaman 1dari 10

KARAKTERISTIK DAN MIKROBIOLOGI KEJU

Dosen Pembimbing: drh. Herwin Pisestyani, M.Si Oleh: KELOMPOK 11 Hazar Sukareksi Awit Diah A. Naomi Joni Prasetya Saputra Karenditta Maulida C Nur Hidayat Smita Siti Maulitasari Ardy Saputra Mayang Suci Septiawaty Risna Anggraeni Arian Putra B04080017 B04090019 B04090020 B04090048 B04090083 B04090088 B04090122 B04090137 B04090185 B04090192

BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Keju adalah produk pangan hasil olahan susu yang kini telah dikenal luas oleh masyarakat Indonesia sebagai produk pangan yang bernilai gizi tinggi dan dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan protein hewani. Keju merupakan hasil dari penggumpalan susu menggunakan koagulan berupa enzim rennet. Enzim rennet adalah enzim protease yang diperoleh dari lambung anak sapi yang berumur 3 4 minggu (Geantaresa dan Supriyanti 2010). Selain menggunakan rennet, penggumpalan casein dapat juga dilakukan dengan fermentasi bakteri asam laktat (Nurhidayati 2003). Saat ini terdapat sekitar 2000 jenis keju. Klasifikasi keju didasarkan pada cara pembuatan, cara pematangan, kekerasan, agen pematang, sumber susu, penampakan umum (warna, ukuran, bentuk), dan analisis kimianya (Gunasekaran dan Mehmet 2003). Keju merupakan produk olahan susu yang memiliki banyak variasi. Sementara itu, berdasarkan kadar air keju dapat dibagi kedalam tiga tipe, yaitu keju keras (20 42%), keju semi keras (45 55 %), dan keju lunak (>55%). Semua keju jenis tersebut dikonsumsi setelah dilakukannya pemeraman selama kurun waktu tertentu (Heller et al 2008). Pengelompokan keju berdasarkan kadar air dikarenakan kadar air dapat menentukan konsistensi atau kekompakan keju, sehingga memudahkan dalam mengelompokkan keju yang memiliki karakteristik serupa. Perbedaan keju keras dan keju lunak terletak pada persentase kadar air. Istilah keju lunak digunakan untuk mendeskripsikan keju yang terasa lunak ketika disentuh dan dapat dengan mudah ditekan oleh jari, sedangkan istilah keju keras digunakan untuk mendeskripsikan keju yang kaku dan membutuhkan tekanan tertentu untuk dapat membaginya menjadi beberapa bagian (Ribka 2012). Keju mengandung nutrisi susu yang tidak larut air, diantaranya protein kasein terkoagulasi, mineral-mineral koloid, lemak, dan vitamin larut lemak. Nutrisi yang terkandung di dalam keju dipengaruhi oleh jenis susu yang digunakan (jenis hewan penghasil susu, masa laktasi, berlemak tinggi, berlemak rendah, skim), cara pembuatannya, dan derajat pematangan (OBrien dan OConnor 2004). Kandungan protein keju lebih tinggi jika dibandingkan dengan susu segar. Kandungan protein rata rata pada keju 22,8 g/100 g, sedangkan susu segar hanya 3,2 g/100 g. Selain itu, keju juga mengandung karbohidrat, lemak, zat besi, dan fosfor yang tinggi. Kebutuhan kalsium dapat tersuplai 20 25% dari kebutuhan kalsium sehari apabila mengonsumsi 100 g keju (Budiyanto 2012).

Bagian Kesehatan Masyarakat Veteriner Departemen Ilmu Penyakit Hewan dan Kesmavet Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor 2012

Fermentasi keju secara umum melibatkan aktivitas bakteri asam laktat (BAL) dan enzim renin. BAL merupakan mikroba non patogen yang digunakan sebagai starter pada produk susu fermentasi, salah satunya sebagai starter keju. Starter merupakan kultur aktif dari mikroba non patogen yang ditimbulkan dalam susu atau whey yang berperan dalam pembentukan karakteristik dan mutu tertentu pada berbagai jenis produk susu. BAL ini menyebabkan perubahan biokimia meliputi proteolisis dan produksi komponen volatil yang mempengaruhi cita rasa dan tekstur keju (Daulay 1991). BAL selain sebagai penggumpal juga berperan sebagai pengawet. Hal ini disebabkan karena BAL memproduksi senyawa metabolit yang bersifat antimikroba berupa asam laktat, H2O2, dan bakteriosin (Surono 2004). Keju telah dikenal sejak lama dan lebih banyak dikonsumsi oleh orang-orang Eropa dan Amerika dalam makanannya seperti cheese burger, pizza, dan makanan lain dengan tambahan keju. Di Indonesia, penggunaan keju dalam suatu hidangan masih jarang karena kebutuhan keju sampai saat ini didapat dari impor yang harganya relatif mahal. Jumlah pemakaian keju oleh masyarakat Indonesia cukup besar. Hal ini ditandai dengan terus meningkatnya impor keju dan banyaknya jenis-jenis keju yang dapat dijumpai di pasar dan toko-toko dan ini menunjukkan jumlah konsumen keju di Indonesia sangat banyak. Oleh karena itu, pengetahuan masyarakat mengenai karakteristik dan mikrobiologi keju sangat diperlukan agar konsumen dapat memilih produk keju yang sesuai dengan kebutuhan nutrisi, aman, dan sehat untuk dikonsumsi.

BAB II KEJU LUNAK (SOFT CHEESE)


2.1 Karakteristik Keju merupakan suatu produk pangan yang berasal dari hasil penggumpalan (koagulasi) dari protein susu. Berdasarkan teksturnya, keju dapat dibagi kedalam beberapa kelompok salah satunya adalah keju lunak. Keju jenis ini dapat diklasifikasikan lagi menjadi keju lunak peram dan keju lunak tanpa peram. Keju lunak peram mempunyai kadar air lebih dari 45% sampai 52% terdiri dari yang diperam dengan bakteri: limburger, dan yang diperam dengan kapang: brie dan camembert, sedangkan keju lunak tanpa peram memiliki kadar air yang lebih tinggi antara 52% sampai 80% terdiri dari yang berkadar lemak rendah: cottage dan berkadar lemak tinggi: Cream cheese (30%). 2.2 Jenis-jenis Jenis-jenis keju lunak yang terdapat di Indonesia diantaranya: 2.2.1 Brie Keju brie adalah contoh keju peram lunak yang diperam menggunakan kapang. Keju ini berasal dari Perancis dengan karakteristik memiliki kulit luar berwarna putih dan bagian dalam menyerupai krim dengan aroma yang cukup tajam. Keju Brie dapat diproduksi dari whole atau semi-skimmed milk. Keju ini ditambahkan kapang Penicillium candidum dalam pemeramannya. Fungsi pemeraman adalah mengubah cita rasa, aroma, dan tekstur keju menjadi spesifik karena pemeraman dapat mengurangi kadar air dalam keju tersebut (Fernandez 2008). 2.2.2 Camembert Camembert biasanya diproduksi dalam bentuk bundar dengan diameter yang bervariasi mulai dari 11 cm.Tinggi keju ini adalah 2,5 cm, sedangkan beratnya sekitar 255 gram. Keju Camembert dibuat tipis karena apabila keju tersebut terlalu tebal maka bagian luarnya dapat mencair sedangkan bagian dalamnya tidak matang Keju-keju ini biasanya dibungkus dalam kotak kayu bundar sebelum dijual ke pasaran. Camembert memiliki tekstur yang lembut dengan kulitnya yang dilapisi dengan jamur putih atau Penicillium camemberti dan kadang-kadang terdapat bintik-bintik merah pada permukaannya (Axler 1968). Dahulunya, keju camembert memiliki permukaan kulit berwarna biru abu-abu dengan bintik-bintik cokelat akibat jamur

1.2 Tujuan Booklet ini bertujuan untuk memberikan informasi kepada pembaca mengenai karakteristik dan mikrobiologi keju.

tersebut. Namun seiring perkembangan teknologi pangan, kulit keju Camembert kini dibuat menjadi putih. Keju camembert apabila terlalu matang, maka akan tercium bau amonia dan akan ada banyak sekali bintik-bintik merah di permukaan keju sehingga membuat keju ini tidak nikmat untuk dimakan. Keju Camembert memiliki rasa asin yang halus, berwarna kuning jernih. Keju ini baik disajikan dalam suhu ruanga karena dapat mengembangkan rasanya yang sedikit asin dan bermentega. Keju ini agak kental dan melengket sehingga mudah untuk dijadikan olesan (Axler 1968). 2.3 Proses pembuatan Keju camembert dibuat dari susu sapi mentah. Namun, seiring perkembangan zaman dan semakin berkembangnya mikroorganaisme penyebab penyakit maka keju camembert mulai menggunakan susu pasteurisasi. Keju camembert dibuat dari susu sapi pasteurisasi dengan bakteri mesofilik yang kemudian ditambahkan rennet yang membuat campuran tersebut mengental. Setelah ditambahkan rennet susu dibiarkan selama 1-1,5 jam sehingga menjadi asam atau disebut juga curd. Kemudian curd ini dimasukkan ke dalam cetakan silider dan diberi garam setelah sebelumnya disaring terlebih dahulu untuk memisahkan sisa-sisa whey pada keju (Iburg 2004). Organisme yang berperan dalam keju camembert adalah Penicillium camemberti. Suspensi dari Penicillium camemberti akan disemprotkan pada permukaan keju. Penicillium camemberti akan membuat permukaan keju seperti lapisan krim putih atau seperti kulit tepung yang khas. Keju disimpan dalam sebuah ruangan yang telah diatur kelembapan dan temperaturnya yang disebut heloir. Selain itu, pada proses ini keju harus dibalik setiap 12 jam sekali agar setiap bagian pada keju menyebar secara merata. Proses pematangan keju Camembert sekitar 21 hari atau kurang lebih tiga minggu (Iburg 2004). 2.4 Komposisi Keju camembert mengandung sekitar 24,% lemak. Protein, laktosa, dan lain-lain sekitar 26% dan air sekitar 50%. Keju camembert mendapatkan karakteristik rasa dari zat kimia alami, seperti amonia, asam suksinat, dan garam. Rasa pahit pada keju camembert disebabkan oleh ornithine, kadaverina, dan citrulline (Harbut 2006). 2.5 Mikrobiologi Mikroorganisme yang berperan dalam pembuatan keju camembert adalah Penicillium camemberti atau Penicillium candidum. Penicillium

camemberti adalah jamur dari genus penicillium yang merupakan spesies khusus yang dipilih untuk pengolahan makanan karena tidak membahayakan kesehatan. Penicillium camemberti sangat berperan dalam pematangan keju camemberti dan menciptakan rasa yang khas pada keju. Koloni dari Penicillium camemberti akan membentuk lapisan yang keras dan berwarna putih pada permukaan keju camembert, dan lapisan inilah yang membuat aroma dari keju camembert menjadi khas (Kubckova 1998).

BAB III KEJU SEMI KERAS (SEMIHARD CHEESE)


3.1 Karakteristik Salah satu klasifikasi keju berdasarkan teksturnya ialah keju setengah keras (semihard cheese). Keju setengah keras merupakan keju yang memiliki kadar air 40 50%. Keju ini terbuat dari proses pemeraman atau pematangan, hal ini ditujukan untuk menyaring kadar air dalam keju tersebut. Selain itu, pada proses pemeramannya keju ini dibantu dengan bantuan bakteri dan kapang sehingga dklasifikasikan menjadi: 1. Diperam dengan bakteri, contohnya Brick cheese dan 2. Diperam dengan kapang, contohnya Roquefort cheese Tabel 1. Daftar keju semi keras dan negara asalnya Negara Nama keju Loddiswell Avondale Orange Grove Kind Inggris Waterloo o Wigmore Croghan Durrus Irlandia Gubbeen Milleens Orla Bishop Kennedy Scotlandia St Andrews Aisy Cendre Dauphin Formage Corse Le Brin Le Fium'Orbo Livarot (AOC) Mariolles Prancis Morbier Murol Ossau-Iraty-Brebis Pyrenees Pave D'auge Pont L'Eveque (AOC) Raclette Reblochon Rollot

Itali

Jerman

Amerika

Saint-nectaire Saint Paulin Tamie Tomme De Savoie Bel Paese Caciocavallo Cassiotta Di Urbino Fontina Provolone Quartirolo Lombardo Raschera Scamorza Stracchino Taleggio (DOC) Bruder Basil Butterkase Cougar Gold Monterey And Sonoma Jack Mossholder Teleme

3.2 Jenis-jenis Jenis-jenis keju semi keras yang terdapat di Indonesia diantaranya: 3.2.1 Bel paese Keju bel paese berasal dari Italia yang memiliki tekstur setengah keras dengan kadar air 40 54%. Keju ini memiliki tekstur yang lunak dan lembut namun ketika diiris bentuknya tetap. Proses pembuatan keju bel pease, yaitu pemberian sedikit starter aktif laktat (biasanya 0,25%) yang diberikan ke susu sapi pada suhu 40 43C. Rennet ditambahkan secukupnya sehingga curd cukup padat sehingga dapat dipotong. Setelah dipotong, curd dipastikan telah terpisah dengan whey. Selama periode ini, suhu pengaturan dipertahankan. Ketika partikel dadih telah cukup padat, whey dikeluarkan, dan curd dikeringkan. Suhu kamar harus sekitar 27C atau 80F. Sebuah kotak penutup dapat ditempatkan di atas bentuk untuk membantu dalam mempertahankan suhu keju. Setelah kering, keju dicuci dengan air garam encer setiap 2 3 kali seminggu untuk menjaga lapisan bel peasenya. Bel pease sering digunakan untuk isi roti, hidangan penututup, crackers, campuran buah, cold hors doeuvre, atau masakan keju.

3.2.2 Mozarella Keju mozarella adalah keju yang terbuat dari susu sapi atau susu kerbau yang bersifat elastis, proteinnya berserat, dan berstruktur tanpa butiran curd. Keju mozarella dapat bersifat keju lunak dan keju setengah lunak. Keju mozarella yang lunak adalah keju yang memiliki kadar air yang tinggi dan terdapat lapisan seperti susu di permukaannya, sedangkan keju dengan kadar air rendah bersifat semihard. Keju mozarella memiliki sifat yang unik, yaitu apabila dihangatkan maka keju dapat dipotong atau dibentuk dan ketika keju didinginkan maka teksturnya akan mengeras atau menguat. Keju ini memiliki karakteristik akan cepat meleleh ketika dimasak dan dapat bertahan 10 hari pada suhu 4C. Proses pembuatan keju mozarella sebagai berikut: susu yang mengandung perbandingan lemak dan proteinnya sebesar 1,46 dan telah dipasteurisasi. Suhu susu mencapai 33C, ditambahkan starter, dan didiamkan pada suhu tersebut selama 65 menit. Ketika pH berubah dari 6,6 menjadi 6,3, rennet ditambahkan ke susu. Kemudian susu diaduk hingga menggumpal, dipotong menjadi bentuk kecil, dan diaduk sampai suhu meningkat. Setelah 2,5 jam dari pemberian starter pH turun menjadi 5,9, whey dikeringkan, digiling, dan curd diberikan garam dan dipanaskan. Curd dimasak pada suhu 60 65C, direntangkan untuk mendapatkan benang, elastis keju mozarella dimasukkan kedalam cetakan, dan didinginkan. Keesokannya, keju dibungkus dalam plastik dan disimpan pada suhu 2 5C. 3.2.3 Butterkase Keju butterkase berasal dari Jerman. Keju ini bersifat semihard dengan tekstur ringan dan lentir serta memilki rasa halus Keju ini biasanya digunakan untuk buah-buahan dan dapat digunakan sebagai alternatif untuk krim mentega. Selain itu, adapula keju pont leveque, keju ini berasal dari negara Prancis. Keju ini terbuat dari susu sapi yang tidak mengalami pemanasan, berbentuk persegi, tekstur bagian sentralnya lembut, bewarna kuning pucat, dan memiliki aroma tajam. Keju ini biasanya digunakan untuk isi roti, hidangan penutup, atau crakers.

Gambar 1.1. Proses pembuatan keju mozzarella (Bylund 1995) 1. 2. 3. 4. 5. 6. Cheese vat Cheddaring machine Screw conveyer Cooker/stretcher Dry salting Multi-moulding 7. Hardening tunnel 8. De-moulder 9. Brining bath 10. Palletiser 11. Store 12. Mould washing

Gambar 1.2. Details of the cheddaring machine as used for Mozzarella cheese manufacture (Bylund 1995) 1. De-wheying screen 2. Stirrer 3. Conveyer 4. Curd millk

3.3 Proses pembuatan Proses pembuatan keju semi keras dapat dibagi menjadi beberapa cara, yaitu:

Pasteurisasi Sebelum pembuatan keju yang sesungguhnya dimulai, susu biasanya menjalani perlakuan pendahuluan yang dirancang untuk menciptakan kondisi optimum untuk produksi. Susu yang diperuntukkan untuk tipe keju yang memerlukan pematangan lebih dari sebulan sebenarnya tidak perlu dipasteurisasi, tetapi biasanya tetap dipasteurisasi. Susu yang diperuntukkan untuk keju mentah (keju segar) harus dipasteurisasi. Hal ini mengindikasikan bahwa susu keju untuk tipe yang membutuhkan periode pematangan lebih dari sebulan tidak harus dipasteurisasi di sebagian besar negara. Pasteurisasi harus cukup untuk membunuh bakteri yang dapat mempengaruhi kualitas keju, yang bisa membuat blowing (perusakan tekstur) lebih dini dan rasa tidak enak. Pateurisasi reguler paling sering dilakukan pada suhu 72 73C selama 15 20 detik. Rennet Rennet adalah penambahan sejenis enzim penggumpal yang biasa terdapat dalam lambung sapi atau bakteri yang dapat mengasamkan susu.

Gambar 1.4. Gambar skema pembuatan keju

Gambar 1.3. Diagram produksi pembuatan keju keras dan semi keras (Bylund 1995)

memproduksi asam laktat. Penambahan bakteri asam laktat pada jenis keju ini ditujukan untuk meningkatkan aktivitas rennet, memisahkan dadih dengan whey, untuk mengurangi kadar air, dan mencegah bakteri lainnya berkembang.

Gambar 1.5. Gambar menunjukkan proses rennet pada kasein. Enzim rennet membelah kasein sehingga melepaskan peptida Untuk jenis-jenis keju segar seperti keju cottage dan guarg yang susunya digumpalkan/dikentalkan oleh asam laktat, semua pembuatan keju tergantung pada formasi dadih oleh aksi rennet atau enzim-enzim sejenis. Penggumpalan kasein merupakan proses dasar dalam pembuatan keju. Hal ini umumnya dilakukan dengan rennet, tetapi enzim proteolitik yang lain juga bisa digunakan, dan juga pengasaman kasein ke titik isoelektrik (pH 4,6 4,7). Keseluruhan proses ditentukan oleh suhu, keasaman, kandungan kalsium susu, dan juga oleh faktor-faktor lain. Suhu optimum untuk rennet sekitar 40C, tetapi dalam praktik biasanya digunakan suhu yang lebih rendah untuk menghindari kekerasan yang berlebihan pada gumpalan. Pengganti rennet hewan Sekitar 50 tahun yang lalu, penelitian dimulai untuk menemukan pengganti rennet hewan. Ada dua tipe utama pengganti bahan pengental, yaitu enzim penggumpal dari tanaman dan enzim penggumpal dari mikroorganisme. Proses pembuatan keju setengah keras dilakukan dengan proses pemeraman dan pengasaman yang alami. Penambahan ini disesuaikan dengan tujuan agar diperoleh karakteristik keju jenis setengah keras untuk menarik minat masyarakat terhadap keju jenis ini. Proses pemeraman dilakukan penambahan bakteri asam laktat yang bertujuan untuk Gambar 1.2. Proses pembuatan keju cottage 3.4 Komposisi Keju setengah keras memiliki komposisi bahan pembentuk keju yang sama dengan keju lainnya, yang membedakan hanya tekstur berdasarkan kadar air karena proses pemeraman. Pemeraman keju dilakukan dengan cara menyimpan keju yang telah dilapisi paraffin pada suhu 2 15C dengan kelembaban sekitar 70 80% selama 3 7 bulan. Manfaat dari pengeraman ini keju akan mengalami proses perubahan yang membentuk citra, rasa, aroma, dan tekstur yang spesifik, yang merupakan ciri khas sebagai daya tarik keju jenis ini. Perubahan-perubahan yang terjadi pada proses pemeraman diantaranya: 1. Pemerahan protein menjadi peptida dan asam amino yang lebih sederhana. 2. Pemecahan lemak menjadi asam lemak (asam propionat dan asam asetat). 3. Pemecahan laktosa, sitrat, dan senyawa-senyawa organic lainnya menjadi bermacam-macam asam, ester, alkohol, dan senyawasenyawa pembentuk rasa dan aroma yang mudah menguap.

3.5 Mikrobiologi Leuconostoc mesenteroides merupakan bakteri yang tersebar luas di alam yang memiliki peran penting dalam beberapa industri dan fermentasi makanan. Bakteri ini mempunyai bentuk kokus, baik tunggal, berpasangan atau dalam rantai pendek, akan tetapi morfologinya tersebut akan bervariasi sesuai dengan kondisi pertumbuhannya. Bakteri Leuconostoc mesenteroides merupakan bakteri asam laktat heterofermentatif yang umumnya tidak memiliki enzim-enzim utama dari alur fruktosadifosfat, yaitu aldolase dan trifosfat isomerase. Hasil fermentasi Leuconostoc mesenteroides yaitu asam laktat, etanol, dan karbondioksida, sebagian besar dapat menghasilkan asam asetat dalam jumlah kecil. Streptococcus thermophilus memiliki bentuk kokus, berpasangan atau membentuk rantai. Streptococcus thermophilus merupakan satu dari 39 spesies dalam genus Streptococcus yang paling banyak dikenali dan digunakan sebagai kultur starter. Bakteri ini tumbuh pada suhu 45C atau dalam konsentrasi garam 2,5%, tetapi tidak pada suhu 10C dan kadar garam 4%.

BAB IV KEJU KERAS (HARD CHEESE)


4.1 Karakteristik Terdapat berbagai macam jenis keju. Jenis keju yang dihasilkan tergantung dari bermacam-macam faktor. Faktor penting dalam pembuatan keju adalah kandungan air dan pemeraman. Berdasarkan pada kandungan airnya keju dibagi dua jenis yaitu keju lunak dan keju keras. Keju keras mengandung 30 40% air dan dapat disimpan dalam jangka waktu beberapa tahun dengan kondisi penyimpanan yang baik. Keju berdasarkan teksturnya dapat dibedakan menjadi dua jenis, yaitu keju keras dan keju lunak. Jenis keju keras dapat dikelompokan menjadi keju sangat keras dan keju agak keras. Jenis keju sangat keras memiliki berbagai macam tekstur, diantaranya keju dengan lubang (keju cheddar) dan keju tanpa lubang (keju swiss). Proses pembuatan jenis keju agak keras ada yang dimatangkan oleh jamur (keju requofort) dan ada yang dimatangkan oleh bakteri (keju brick). 4.2 Jenis-jenis Jenis-jenis keju keras yang terdapat di Indonesia diantaranya: 4.2.1 Edam Keju edam merupakan keju asal Belanda yang popular. Jenis keju ini memiliki tekstur keras dan beraroma seperti kacang. Selain itu, keju edam terbungkus lapisan sejenis lilin berwarna merah, mengandung 28% lemak, dan cocok digunakan sebagai campuran kue kering (cookies) atau taburan hidangan panggang. 4.2.2 Parmesan Keju parmesan merupakan keju bertekstur keras asal Parma, Italia. Keju ini berbentuk silinder dan berwarna kuning muda. Memiliki aroma yang tajam karena adanya proses pemeraman yang lama (14 48 bulan) dan memiliki kandungan lemak 25%. Keju ini cocok digunakan sebagai keju parut, taburan pizza, sup maupun aneka pasta. 4.2.3 Cheddar Keju cheddar merupakan keju keras asal Inggris yang paling banyak dikonsumsi di seluruh dunia. Memiliki rasa yang lezat dengan aroma tidak terlalu tajam, dan mengandung lemak 33% dengan masa pemeraman 9 24 bulan. Keju ini cocok digunakan

dalam jenis masakan apapun seperti casseroles, sup, isi sandwich, salad, dan lain sebagainya. 4.2.4 Emmenthal Keju emmenthal merupakan keju keras asal Swiss yang cukup populer. Jika keju ini dipotong maka akan terlihat lubanglubang yang terbentuk selama proses fermentasi. Jenis keju ini banyak disukai oleh masyarakat karena lembut dan kaya aroma. Selain itu, keju ini cocok digunakan sebagai table cheese yang dimakan bersamaan dengan anggur merah. 4.2.5 Gouda Keju gouda merupakan keju yang berasal dari kota Gouda di Belanda. Susu yang digunakan untuk pembuatan keju gouda mengandung kadar lemak sebesar 3 3,5%. Keju gouda memiliki kadar lemak yang lebih tinggi dibandingkan dengan keju edam. 4.3 Proses Pembuatan Pematangan keju terutama keju keras, dicirikan pertama dan terutama oleh dekomposisi protein. Level dekomposisi protein mempengaruhi kualitas keju sampai tingkat yang signifikan, kebanyakan mengenai konsistensi dan rasa. Dekomposisi protein dihasilkan oleh sistem enzim dari rennet, mikroorganisme, dan plasmin (suatu enzim pengurai protein). 4.4 Komposisi Jenis keju yang relatif keras memiliki warna kuning pucat hingga putih gading, dan terkadang memiliki rasa yang kuat. Komponen keju keras terdiri dari air, pengemulsi garam fosfat, padatan susu, minyak nabati, pati nabati, garam, pengatur keasaman asam laktat, pengawet kalium sorbet, nisin, pewarna alami Annatto C1-75120, dan vitamin D (Jaelani et al. 2010). Air merupakan zat pelarut yang handal dengan persentase 88%. Selain itu, mengandung padatan susu dengan persentase hanya 7% dan memiliki kandungan lemak 5%, sedangkan pengemulsi garam fosfat adalah BTP yang dapat membantu terbentuknya dan memantapkan sistem dispersi yang homogen pada makanan terutama asam pengembang. Keju keras mengandung minyak nabati yaitu sejenis minyak yang terbuat dari tumbuhan yang berbeda, biasanya digunakan dalam makanan dan untuk memasak. Selain minyak nabati, terkandung pula pati nabati yang merupakan sumber karbohidrat asal tumbuhan.

Keju keras mengandung garam, yaitu zat yang memiliki tingkat osmotik yang tinggi. Pengatur keasaman asam laktat yaitu zat yang mampu mengatur keasaman susu, sedangkan pengawet kalium sorbat yaitu bahan pengawet pangan untuk mencegah pertumbuhan khamir dan bakteri. Nisin merupakan polycyclic peptida antibakteri dengan 34 residu asam amino yang digunakan sebagai pengawet makanan. Pewarna alami Annatto CI75120 merupakan nama lain dari ekstrak minyak mentah, sedangkan bixin adalah warna yang larut dalam lemak dan air, serta norbixin adalah warna yang larut. Vitamin D merupakan vitamin yang memiliki banyak kegunaan, diantaranya untuk mengatur kalsium dan fosfor dalam darah (Jaelani et al. 2010). 4.5 Mikrobiologi Proses mikrobiologi terjadi dalam pembuatan keju keras. Selama pengolahan keju, bakteri starter mengalami kenaikan jumlah dalam waktu yang singkat. Selain itu, bakteri non-starter akan mati jika dipanaskan pada suhu pengolahan. Proses penggaraman dapat menghambat pertumbuhan bakteri non-starter. Dalam beberapa hari pada suhu 15 20C akan timbul beberapa jenis bakteri yang tahan selama 14 hari dan berguna dalam fermentasi laktosa. Pada kelembaban, pH, dan suhu yang rendah, proses pematangan yang lambat akan dapat merubah komposisi keju dan terjadi perubahan biokimia pada protein, lemak, serta karbohidrat. Hal ini terjadi dikarenakan adanya enzim yang diproduksi oleh bakteri yang ada pada bahan baku atau oleh enzim yang terdapat pada rennet (gabungan antara rennin dan pepsin dalam perbandingan tertentu). Pada proses pematangan keju, diperkirakan jumlah bakteri akan turun menjadi 107/g dan menjadi 105 104/g setelah waktu pematangan selama 14 hari. Penurunan jumlah bakteri ini terjadi karena adanya proses penggaraman atau pematangan yang relatif lambat. Bakteri-bakteri jenis Coliform atau Staphylococcus aerus merupakan bakteri-bakteri yang tidak diinginkan tumbuh dalam keju tersebut. Hal ini dikarenakan bakteri tersebut merupakan bakteri patogen yang akan tertekan pertumbuhannya karena proses penggaramannya tersebut. Sebaliknya pada bakteri jenis Lactobacillus bulgaricus berperan pada waktu awal pematangan keju yang kemudian digantikan oleh Lactobacillus casei. Bakteri Lactobacillus casei pada waktu pematangan ternyata dapat bertahan terhadap proses penggaraman.

DAFTAR PUSTAKA
Axler BH. 1968. The Cheese Handbook. New York: Hastings House. Budiyanto MP. 2012. Pengaruh Jenis Kemasan dan Kondisi Penyimpanan Terhadap Mutu Dan Umur Simpan Produk Keju Lunak Rendah Lemak [Skripsi]. Bogor: Departemen Gizi Mayarakat Fakultas Ekologi Manusia IPB. Bylund D. 1995. Dairy Processing Handbook. Sweden: Tetra Park Processing Systems AB, Lund. Dulay D. 1991. Fermentasi Keju. Bogor: Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi Institut Pertanian Bogor. Fernandez I. 2008. Pengembangan Starter Keju Brie yang Diperkaya Vitamin B 12 serta Fortifikasi dengan Asam Folat dan Seng [Skripsi]. Jakarta: Universitas Atma Jaya. Geantaresa E, Supriyanti FMT. 2010. Pemanfaatan Ekstrak Kasar Papain Sebagai Koagulan Pada Pembuatan Keju Cottage Menggunakan Bakteri Streptococcus thermophillus, Lactococcus lactis dan Leuconostoc mesentroides. Bandung: Program Studi Kimia Universitas Pendidikan Indonesia. 1:38-43. Gunasekaran S, Mehmet. 2003. Cheese Rheology and Texture. Boca Raton: CRC Press. Harbutt J. 2006. The World Encyclopedia of Cheese. Anness Publishing Ltd. Page 23. Heller KJ, Bockelmann W, Schrezenmer J, de Vrese M. 2008. Cheese and its potential as a probiotic food. In : Farnworth ER (ed). Handbook nd of fermented Functional Foods. 2 ed. Boca Raton, USA CRC Press. 243-266. Iburg A. 2004. Dumont's Lexicon of Cheese. Rebo International b.v., Lisse. The Netherlands. Page 76-79. Jaelani A, Prasetyo D, Prabowo IP. 2010. Komposisi dan Manfaat Keju Kraft Cheddar. Surakarta: Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret. Kubckova J, Groscha. 1998. Evaluation of Flavour Compounds of Camembert Cheese. International Dairy Journal. 314: 1116. Nurhidayati T. 2003. Pengaruh Konsentrasi Anzim papain dan Suhu Fermentasi Terhadap Kualitas Keju Cottage. 4(1):13-17. OBrien NM, OConnor TP. 2004. Nutritional aspects of cheese. In : Fox PF, McSweeney PLH, Cogan TM, Guinee TP (eds). Cheese Chemistry, Physics and Microbiology. Vol.2. Major Cheese Groups. London: Elsevier Academic Press.

Ribka. 2012. Karakteristik Keju Lunak Probiotik Dari Susu Kambing dengan Penambahan ekstrak herbal dan pengaruhnya dalam penghambatan aktivitas enzim - Amilase [Skripsi]. Surono IS. 2004. Probiotik Susu Fermentasi dan Kesehatan Jakarta: Tri Citra Karya.

Anda mungkin juga menyukai