Anda di halaman 1dari 16

MONITORING PASIEN POST OPERASI YANG MENGALAMI GANGGUAN SISTEM PERNAPASAN, KARDIOVASKULER, PENCERNAAN DAN PENGINDERAAN

MAKALAH
Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah KMB 1

Disusun Oleh : Mia Tania Aprillia M. Faisal 2a

PEMERINTAH KABUPATEN CIANJUR AKADEMI KEPERAWATAN


Jalan Pasir Gede Raya No. 19 Telp. (0263) 267206 Cianjur

2009

KATA PENGANTAR Segala puji serta syukur kami panjatkan kepada Illahi Robbi yang telah memberikan rahmat dan inayah-Nya kepada kami sehingga dapat menyelesaikan tugas penyusunan makalah ini, dengan maksud mengembangkan wawasan pemikiran dan mengaplikasikan ilmu yang di dapat. Dalam makalah ini kami membahas tentang Monitoring Pasien Post Operasi yang Mengalami Gangguan Sistem Pernafasan, Kardiovaskuler, Pencernaan dan Penginderaan. Selaku penyusun, kami berharap semoga penyusunan makalah ini bermanfaat bagi kami khususnya dan bagi pembaca umumnya. Kami pun menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini bermanfaat bagi kami khususnya dan bagi pembaca umumnya. Kami pun menyadari bahwa dalam penyusunan ini tentunya masih jauh dari kesempurnaan karena masih terbatasnya ilmu dan wawasan yang kami dapat. Dan tidak lupa kami selaku penyusun menyampaikan rasa hormat dan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya atas bantuan dan bimbingan yang paling berharga kepada para dosen. Tak lupa kami sampaikan terima kasih kepada rekan-rekan yang telah membantu. Akhirnya selaku penyusun kami panjatkan doa kehadirat Illahi Robbi semoga segala amal baik kita semua dapat dijadikan sebagai amal shaleh dan diganti oleh Allah SWT dengan imbalan yang teramat besar, Aman.

Cianjur, Oktober 2009 Penulis

DAFTAR ISI KATA PENGANTAR.................................................................................... DAFTAR ISI................................................................................................... BABI I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang.......................................................................... 1.2 Tujuan Penulisan...................................................................... 1.2.1 1.2.2 BAB II Tujuan Umum............................................................... Tujuan Khusus.............................................................. 1 1 1 1 2 3 3 4 5 7 9 11 11 i ii

1.3 Sistematika Penulisan............................................................... PEMBAHASAN 2.1 Pengertian Post Operatif........................................................... 2.2 Perawatan Post Operatif........................................................... 2.2.1 2.2.2 2.2.3 2.2.4 BAB III PENUTUP 3.1 Kesimpulan............................................................................... 3.2 Saran......................................................................................... DAFTAR PUSTAKA Sistem Kardiovaskuler.................................................. Sistem Pencernaan........................................................ Sistem Pernafasan......................................................... Sistem Penginderaan.....................................................

ii

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Post Operatif adalah masa yang dimulai ketika masuknya keruangan pemulihan dan berakhir dengan evaluasi tindak lanjut pada tatanan klinik atau di rumah. Setelah pembedahan, perawatan klien dapat menjadi kompleks akibat perubahan fisiologis yang mungkin terjadi. Untuk mengkaji kondisi pasca operasi perawat mengandalkan informasi yang berasal dari hasil pengkajian keperawatan preoperative. Pengetahuan yang dimiliki klien tentang prosedur pembedahan dan hal-hal yang terjadi selama pembedahan berlangsung. Informasi ini membantu perawat mendeteksi adanya perubahan. Tindakan pasca operatif dilakukan dalam 2 tahap, yaitu periode pemulihan segera dan pemulihan berkelanjutan setelah fase pasca operatif. Untuk klien yang menjalani bedah sehari, pemulihan normalnya terjadi hanya dalam 1 sampai 2 jam dan penyembuhan dilakukan di rumah. Untuk klien yang dirawat dirumah sakit pemulihan terjadi selama beberapa jam dan penyembuhan berlangsung selama 1 hari atau lebih bergantung pada luasnya pembedahan dan respon klien. 1.2 Tujuan Penulisan 1.2.1 Tujuan Umum Agar mahasiswa memahami monitoring pasien post operasi yang mengalami gangguan sistem pernafasan, kardiovaskoler, pencernaan dan penginderaan. 1.2.2 Tujuan Khusus Untuk mememnuhi salah satu tugas mata ajar keperawatan Medikal Bedah I

1.3 Sistematika Penulisan KATA PENGANTAR DAFTAR ISI BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.2 Tujuan Penulisan 1.2.1 1.2.2 Tujuan Umum Tujuan Khusus

1.3 Sistematika Penulisan BAB II PEMBAHASAN 2.1 Pengertian Post Operatif 2.2 Perawatan Post Operatif 2.2.1 2.2.2 2.2.3 2.2.4 Sistem Kardiovaskuler Sistem Pencernaan Sistem Pernafasan Sistem Penginderaan

BAB III PENUTUP 3.1 Kesimpulan 3.2 Saran DAFTAR PUSTAKA

BAB II PEMBAHASAN 2.1 Pengertian Post Operatif Post Operatif adalah masa yang dimulai ketika masuknya pasien ke ruangan pemulihan dan berakhir dengan evaluasi tindak lanjut pada tatanan klinik atau di rumah. Setelah pembedahan, perawatan klien dapat menjadi kompleks akibat perubahan fisiologis yang mungkin terjadi. Untuk mengkaji kondisi pasca operatif perawat mengandalkan informasi yang berasal dari hasil pengkajian keperawatan preoperative. Pengetahuan yang dimiliki klien tentang prosedur pembedahan dan hal-hal yang terjadi selama pembedahan berlangsung. Informasi ini membantu perawat mendeteksi adanya perubahan. Tindakan pasca operatif dilakukan alam 2 tahap, yaitu periode pemulihan segera dan pemulihan berkelanjutan setelah fase pasca operatif. Untuk klien yang menjalani bedah sehari, pemulihan normalnya terjadi hanya dalam 1 sampai 2 jam dan penyembuhan dilakukan di rumah. Untuk klien yang dirawat di rumah sakit pemulihan terjadi selama beberapa jam dan penyembuhan berlangsung selama 1 hari atau lebih bergantung pada luasnya pembedahan dan respon klien. 2.2 Perawatan Post Operatif Pembedahan pada dasarnya merupakan trauma yang akan menimbulkan perubahan faal, sebagai respon terhadap trauma. Selain terjadi ganguan faal organ vital otak, alat nafas, system kardiovaskuler, hati, ginjal, system pencernaan dan penginderaan. Terjadi juga perubahan metabolisme dan perubahan pada berbagai jaringan misalnya darah, system limfatik, kelenjar timus dan adrenal. Dan dituliskan setiap harinya dalam periode yang berlangsung tepat sesudah pembedahan : 1. Uraiakan secara umum : kesigapan mental, kesadaran, toleransi terhadap rasa sakit, dsb.

2. Tanda-tanda vital 3. Kegiatan/aktivitas 4. Diet (Misalnya toleransi terhadap cairan/makanan) 5. Status pernafasan 6. Intake dan Output : perhatikan Output dari drain dan selang dengan seksama 7. Fungsi pencernaan (Flatus atau buang air besar per rectum, distensi perut) 8. Luka-luka 9. Tes laboratorium 10. Observasi khusus yang relevan atau pembedahan itu 11. Komplikasi yang tidak difikirkan sebelumnya 12. Rencana perubahan dalam pengobatan 2.2.1 Sistem Kardiovaskuler Klien beresiko mengalami komplikasi kardiovaskuler akibat

kehilangan darah secara actual atau potensi dari tempat pembedahan, efek samping anestesi, ketidakseimbangan elektrolit dan depresi mekanisme regulasi sirkulasi normal. Adapun hal-hal yang harus dimonitoring oleh perawat adalah : 1. Tekanan darha, denyut nadi dan suhu Harus dicatat setiap 15 menit pada beberapa kasus lebih sering hingga penderita stabil. Sesudah itu, tanda-tanda harus dicatat setiap jam selama beberapa jam, kemudian setiap 4 jam. Frekuensi observasi ini terutama tergantung pada sifat pembedahan itu dan keadaan penderita. Suhu biasanya dicatat setiap 4 jam tetapi beberapa penderita selama pembedahan terjadi jipertermi dan lainnya menderita demam sebelum pembedahan, penderita-penderita ini dimonitoring lebih sering. 2. Tekanan Vena Sentral (CVP) Harus dipertahankan, jangan lupa untuk menentukan batas rendah dan tertinggi yang masih dapat diterima bagi setiap penderita.

3. Tekanan Arteri Harus dipertahankan, jangan lupa untuk menentukan garam fisiologis setiap 30 menit. Tekanan Arteri biasanya dimonitor terus menerus pada suatu ossiloskop. 4. Monitoring EKG Yang terus menerus dirankan bagi semua penderita. Perawat juga mengkaji perfusi sirkulasi dengan melihat warna dasar kuku dan kulit. Apabila klien baru menjalani bedah faskuler atau terpasang gips atau peralatan penekanan bagian tubuh yang dapat mengganggu sirkulasi. Perawat harus mengkaji denyut perifer okstal dari tempat pembedahan. Misalnya setelah pembedahan arteri femoralis, perawat mengkaji denyut nadi pada ekstremitas tempat pembedahan dengan ekstremitas lainnya. Pemeriksaan tanda homars perlu dilakukan. Terutama pada klien yang menjalani bedah pelvis atau klien yang diposisikan litotomi selama pembedahan berlangsung. Karena klien-klien ini beresiko mengalami tromtosis vena dalam. Masalah yang sering terjadi adalah pendarahan. Kehilangan darah terjadi secara eksternal melalui drain atau insisi atau secara internal luka bedah. Pendarahan dapat menyebabkan turunnya tekanan darah : meningkatnya kecepatan denyut jantung dan pernafasan : denyut nadi lemah : kulit dingin, lembab, perawat memperhatikan adanya peningkatan drainase yang mengandung darah pada balutan atau melalui drain. Apabila balutan basah, darah mengalir ke samping klien dan berkumpul di bawah sprei tempat tidur. Perawat yang waspada selalu memeriksa adanya drainase di bawah tubuh klien. Apabila pendarahan terjadi secara internal tempat pembedahan menjadi bengkak dan kencang. Misalnya, jika klien mengalami pendarahan di dalam abdomen, maka abdomen menjadi kencang dan mengalami olistensi. 2.2.2 Sistem Pencernaan Setelah pembedahan, perawat harus memantau apakah pasien sudah flatus apa belum. Intervensi untuk mencegah komplikasi gastrointestinal

akan mempercepat kembalinya eliminasi normal dan asupan nutrisi. Klien yang menalani bedah pada struktur gastrointestinal (Misalnya : reseksi kolon) membutuhkan waktu beberapa hari agar dietnya kembali normal. Peristaltik normal mungkin tidak akan berhasil dalam waktu 2 atau 3 hari. Sebaiknya klien yang saluran gastrointestinalnya tidak dipengaruhi langsung oleh pembedahan boleh mengkonsumsi makanan setelah pulih dari pengaruh anestesi. Tindakan tersebut dapat mempercepat kembalinya eliminasi normal: 1. Perawat secara rutin mengkaji peristaltik usus setiap 4 8 jam, perawat secara rutin mengauskultasi abdomen untuk mendeteksi kebalinya bising usus normal. Adanya suara seperti berkumur yang nyaring sebanyak 5 30 kali permenit pada setiap kuadran abdomen menunjukan bahwa peristaltik telah kembali normal. Bunyi gemerincing bernada tinggi yang disertai dengan destensi abdomen menunjukan usus belum berfungsi dengan baik. Perawat menayakan apakah klien sudah mengeluarkan gas (Flatus). Hal ini merupakan tanda penting yang menunjukan bahwa fungsi usus telah kembali normal. 2. Perawat mempertahankan asupan nutrisi dan meningkatnya secara bertahap. Beberapa jam setelah pembedahan, klien hanya menerima cairan melalui IV. Apabila dokter memprogramkan diet normal pda malam pertama setelah pembedahan, pertama-tama perawat memberikan cairan yang encer seperti air, jus apel atau teh setelah mual klien hilang. Jumlah cairan yang terlalu banyak dapat menyebabkan distensi dan muntah. Apabila klien dapat mentoleransi cairan tanpa rasa normal, diet harus diberikan sesuai program. Klien menjalani bedah abdomen biasanya berpuasa selama 24 48 jam pertama setelah pembedahan. Apabila peristaltik sudah kembali, perawat memberikan cairan yang encer, dilanjutkan dengan cairan yang kental, diet ringan makanan kadar dan akhirnya diberikan diet reguler.

3. Perawat meningkatkan ambulasi dan latihan. Aktifitas fisik merangsang kembalinya peristaltik. Klien yang mengalami distensi abdomen dan nyeri karena gas akan merasa lebih nyaman ketika berjalan. 4. Perawat juga harus mempertahankan asupan cairan yang adekuat. Cairan menjaga feses tetap lembut sehingga mudah dikeluarkan. Jus buah dan air hangat biasanya sangat efektif. 5. Perawat memberikan enema, supositoria rectal dan selang rectal sesuai instruksi. Apabila terjadi konstivasi, dokter mencoba merangsang peristaltik melalui katartik atau enema, selang rectal atau enema aliranbalik meningkatkan keluarnya flatus. Tindakan berikut dapat mempertahankan asupan makanan adekuat : 1. Perawat menghilangkan sumber bau yang menyengat 2. Perawat membantu klien mendapat posisi yang nyaman sewaktu makan, klien harus duduk, jika memungkinkan untuk meminimalkan tekanan pada abdomen. 3. Perawat menyediakan makanan yang diinginkan klien. Misalnya, klien lebih menyukai makanan dengan porsi yang sedikit. 4. Perawat melakukan perawatan mulut secara teratur. Hidrasi dan kebersihan rongga mulut yang adekuat akan menghilangkan bau mulut. 5. Perawat memberikan makanan pada klien saat klien beristirahat dan bebas dan rasa nyeri. Klien sering kehilangan nafsu makan jika makanan diberikan setelah aktivitas yang melelahkan, seperti ambulansi, batuk dan latihan nafas dalam, atau penggantian balutan yang luas. Apabila klien merasa nyeri, mual yang timbul akibat nyeri sering menyebabkan hilangnya nafsu makan. 2.2.3 Sistem Pernafasan Obat anestesi tertentu dapat menyebabkan depresi pernafasan sehingga perawat perlu waspada terhadap adanya pernafasan yang dangkal dan lambat serta batuk yang lemah. Perawat mengkaji frekuensi, irama, kedalaman ventilasi pernafasan, kesimetrisan gerakan dinding dada, bunyi nafas dan warna membrane mukosa. Apabila pernafasan dangkal, letakan

tangan perawat di atas muka atau mulut klien sehingga perawat dapat merasakan udara yang keluar. Oksimetri pulsa harus merefleksikan saturasi sebesar 92 100 %. Salah satu kekhawatiran tersebut perawat adalah obstruksi jalan nafas akibat aspirasi muntah, akumulasi sekresi mukosa difaring atau bengkaknya psasme laring (Odom, 1993). Tindakan berikut ini untuk mempertahankan kepatenan jalan nafas. 1. Perawat mengatur posisi klien pada salah satu sisi dengan wajah menghadap ke bawah dan leher agak ekstensi. Handuk kecil yang terlipat digunakan untuk menyangga kepala. Ekstensi leher mencegah oklusi jalan nafas pada faring. Saat wajah tetap menghadap kebawah, lidah akan bergerak kedepan dan sekresi mucus mengalir keluar dari mulut sehingga tidak berkumpul pada faring. Apabila pembedahan tidak memperbolehkan klien miring kesalah satu sisi maka kepala tempat tidur agak ditinggikan dan leher klien agak ekstensik, dengan kepala miring kesalah satu sisi. Klien tidak boleh berada pada posisi tangan diatas atau menyilang dada karena posisi ini akan menurunkan ekspansi dada yang maksimal. Pada beberapa klien, perawat boleh menurunkan manuver jaw thrust atau mengangkat dagu secara terus menerus untuk mempertahankan jalan nafas. 2. Perawat meminta klien untuk mulai melakukan latihan batuk dan nafas dalam segera setelah klien berespons. Hal ini akan mengurangi resiko atelektasis, kolaps atau kurangnya udara pada bagian paru akibat penumpukan mukosa/cairan. 3. Perawat melakukan pengisapan jika terdapat sekresi mucus pada alat bantuan jalan nafas dan rongga mulut. Perawatan dilakukan untuk mencegah timbulknya refleks muntah secara terus menerus yang dapat menyebabkan muntah. Sebelumnya perawat/klien melepas alat bantu jalan nafas, bagian belakang alat bantuan jalan nafas harus diisap terlebih dahulu sehingga penumpukan dan serkresi mucus tidak tertinggal.

2.2.4

Sistem Penginderaan Setelah dilakukan pembedahan, pasien memiliki kesadaran yang

berbeda. Oleh karena itu, seorang perawat harus mengkaji tingkat respon klien dengan berbagai cara. Misalnya dengan mengkaji fungsi pendengaran atau penglihatan. Apakah klien dapat berespon dengan baik ketika diberi stimulus atau tidak. Adpaun perawat dapat mengkaji tingkat kesdaran dengan menentukan Skala Koma Glasgow/Gasgow Coma Skale (GCS). GCS ini memberikan tiga bidang fungsi neurologik : memberikan gambaran pada tingkat responsive pasien dan dapat digunakan dalam pencairan yang luas pada saat mengevaluasi status neurologik pasien yang mengalami cedera kepala. GCS hanya dapat mengevaluasi motorik pasien, verbal, dan respon membuka mata. Masing-masing respon diberikan sebuah angka (tinggi untuk normal dan rendah untuk gangguan) dan penjumlahan dari gambaran ini memberikan indikasi beratnya keadaan koma dan sebuah prediksi kemungkinan yang terjadi dari hasil yang ada. Elemen-elemen GSC dibagi menjadi tingkatan-tingkatan yang berbeda seperti dibawah ini : SKALA KOMA GLASGOW Membuka mata : Spontan Dengan perintah Dengan nyeri Tidak berespon Respon motorik : Dengan perintah Melokalisasi nyeri Menarik area yang nyeri Fleksi abnormal Ekstensi Tidak berespon 6 5 4 3 2 1 4 3 2 1

Respon verbal : Berorientasi Bicara membingungkan Kata-kata tidak tepat Suara tidak dapat dimengerti Tidak ada respon 5 4 3 2 1

Nilai terendah yang didapat adalah 3 (respon paling sedikit), nilai tertinggi adalah 15 (paling berespon). Nilai 7 atau nilai dibawah 7 umumnya dikatakan sebagai koma dan membutuhkan intervensi keperawatan bagi pasien koma tersebut.

10

BAB III PENUTUP Kesimpulkan Tindakan pasca operatif dilakukan dalam 2 tahap, yaitu periode pemulihan segera dan pemulihan berkelanjutan setelah fase pasca operatif. Untuk klien yang menjalani bedah sehari, pemulihan normalnya terjadi hanya dalam 1 sampai 2 jam dan penyembuhan dilakukan di rumah. Untuk klien yang dirawat di rumah sakit pemulihan terjadi selama beberapa jam dan penyembuhan berlangsung selama 1 hari atau lebih bergantung pada luasnya pembedahan dan respon klien. Selain terjadi gangguan faal organ vital otak, alat nafas, system kardiovaskuler, hati, ginjal, system pencernaan dan penginderaan. Terjadi juga perubahan metabolisme dan perubahan pada berbagai jaringan misalnya darah, system limfatik, kelenjar timus dan adrenal. Saran Selaku penulis, kami berharap kepada para pembaca semoga segala ilmu yang ada dalam makalah ini hendaknya dapat dipahami dan dapat di implementasikan kelak bila telah terjun ke lapangan.

11

DAFTAR PUSTAKA Pusponegoro, A.D. (1995). Ilmu Bedah. Jakarta : FK.UI Doegoes, L.M (1999). Perencanaan Keperawatan. Jakarta : EGC Keperawatan dan Dokumentasi

Depkes. RI. (1989). Perawatan Pasien Yang Merupakan Kasus-kasus Bedah. Jakarta : Pusdiknaker.

Anda mungkin juga menyukai