Anda di halaman 1dari 32

1

Akhlak vs Fikih

Wasiatku (Sinar Agama): "Bismillah: Yg perlu diingat adalah bahwa catatan2/dokumen2-ku ( Sinar Agama) bisa digunakan (halal) untuk apa dan siapa saja serta dalam bentuk apa saja asal berupa kebaikan dan tidak dibisniskan walau hanya seukuran ongkos jalan/bensin/bus/dll (keculai biaya foto copy-nya saja atau cd/dvd mentah-nya saja). Begitu pula tidak diedit dan tidak merubah namanya, hingga yg kurang memahami tulisan atau maksudnya, bisa bertanya langsung pada alfakir. Selain dari yang ditentukan di atas ini dimana juga sering ditulis di berbagai catatan dan tulisan di fb ini, adalah tidak dihalalkan. wassalam."

Yang Mana Harus didahulukan Belajar Aqidah, Akhlak, Atau Fikih Oleh Ustad Sinar Agama Taqiah Bukan Buah Simalakama dan Bukan Pendahuluan Akhlak dari Fikih, Oleh Ustad Sinar Agama Menyempurnakan Akhlak Yang Sudah Mulia, Oleh Ustad Sinar Agama (lanjutan: "Taqiah Bukan Buah Simalakama") Lagi2 Fikih vs Akhlak, Oleh Ustad Sinar Agama Pengulangan Akhlak dalam Hadits Nabi saww, Oleh Ustad Sinar Agama Akhlak dan Fiqih: seri tanya jawab: Zainab Nainawa dan Sinar Agama Lensa: (bgn 3) : Ilmu Akhlak Oleh : Sinar Agama Mut'ah (bgn 3 )Taqiah Harus, Tp Mut'ah Jalan Terus? (diskusi ringan ttg mut'ah, fikih, akhlak dan taqiah) Oleh Sinar Agama Akhlak & Perilaku Akhlaki Oleh Ustad Sinar Agama Mendahulukan Akhlak (Fikih Kubra) di atas yang Sughra??

2 3 5 12 15 18 21 24 29 31

CatatanSinarAgama|FanPageFB:SinarAgama,Website:arsipsinaragama.com 1

Akhlak vs Fikih

Jack Marshal: Ustad, saya pny teman yang tidak pernah belajar dan mengamalkan agama dr kecil, setelah menikah dia sering tanya masalah aqidah, aklaq maupun fikih sm saya, sy jawab menurut NU karena saya belajarnya dulu NU, skarenag saya tertarik belajar sama ustad, apakah harus saya sampaikan ke kawan saya yang dr ustad. Mana yang lebih didahulukan belar aqidah, aklak, apa fikih. Trims.

Sinar Agama: Salam dan trims pertanyaannya: (1). Biasanya untuk berdakwah itu, harus mendahulukan akidah.Tetapi kalau memang sudah beriman, maka bisa dikesampingkan, walaupun keimanannya masih banyk salahnya. Jadi, yang penting dia sudah beriman pada Tuhan dan Nabi saww dulu. (2). Jadi yang disampaikan padanya, terlebih dahulu adalah, mengapat Tuhan itu menurunkan agama. Jadi, masuknya lewat filsafat agama. (3). Saya menjelaskan ini karena saya memahami dari pertanyaan antum itu bahwa ia muslim tetapi tidak pernah beramal Islam. (4). Kalau benar, maka saya akan teruskan. Bahwa setelah memahamakaan filsafat agama, yakni mengapa Tuhan menurunkan agama dan untuk apa, maka diteruskan pada konsekwensinya, yakni apa konsekwensi kita dalam menghadapi agama itu. (5). Setelah ia yakin bahwa Tuhan memang seyogyanya menurunkan agama, untuk mengatur manusia dengan dirinya, dengan manusia lainnya, dengan alam lingkungannya, dengan Tuhannya, dengan akhiratnya ....dst.... maka sudah bukan lagi bahwa agama itu sebagai tugas bagi kita sebenarnya, akan tetapi bahkan kasih sayang Tuhan bagi kita manusia. Jadi, agama bukan lagi suatu tugas dariNya, tetapi kasih sayang dariNya. Karena kalau tidak, maka kita akan saling menjajah, menjarah, membunuh, menjajah, .... dst seperti kehidupan binatang yang tidak berbudaya dan tidak menjadi makhluk atau wujud mulia. (6). Setelah itu, barulah diajarai fikih dan lain2nya, termasuk memperdalam lagi akidahnya. wassalam

CatatanSinarAgama|FanPageFB:SinarAgama,Website:arsipsinaragama.com 2

Akhlak vs Fikih

Murtadha Zahra: Salam warahmah ustad, ijinkan saya utk sedikit curhat & bertanya.. Menurut saya taqiyya itu ibarat makan buah simalakama yang jika dilakukan bisa terancam agama, jika tidak dilakukan terancam jiwa, haha afwan lancang ustad. Pertanyaannya,

Apa yang harus dilakukan seorang pengajar yang dalam kondisi taqiyya lalu ditanya masalah fiqih oleh muridnya? Sinar Agama: Zahar: Itu kan ajaran yang bukan dari Tuhan (bc: ajaran antum hem ...). Kalau dari Tuhan, sesuai dengan Qur an dan hadits2 Nabi saww, maka taqiah itu bukan simalakama. Karena kalau tidak dilakukan keselamatan terancam dan kalau dilakukan MENDAPAT RIDHA ALLAH DAN IJINNYA (QS: 16: 106). Akan tetapi pelaku taqiyyah harus mempelajari hukum-hukumnya di fikih spy tidak salah. wassalam. Murtadha Zahra: Afwan semoga ustad tidak salah paham, bukan maksud saya meragukan taqiyah, saya tau tentang hukum-hukum taqiyah juga syarat2nya yang 4 itu. Tapi bukan itu yang saya tanyakan. Saya dulu wahabi, ikut syiah dari seorang teman. Smenjak itu selalu mndapat pertentangan dri kluarga trutama dri orangtua, mereka tidak terima dengann fiqih syiah yang dianggap menyimpang. Saya dipaksa mninggalkan ahlulbait atau divonis durhaka kpd orangtua, mereka juga mngancam akn mbawa warga utk melabrak rumah teman skaligus tmpt kami talim.. Maka itu sy dn istri terpaksa taqiyah, tetapii orangtua curiga. Gak lama kami pindah dri rumah orangtua. Buat jaga2 ditempat baru pun kami masih taqiyah. Ditmpt baru ini mayoritas sunni & salafi. Mereka hidup berkelompok, tetapi kami berusaha netral & alhamdulillah diterima oleh keduanya krn menerapkn prinsip Rahbar "Dahulukan akhlak ktimbang fiqih". Skrg istri bahkan sudah mengajar di pengajian Sunni atas permintaan mereka. Nah, dri sinilah permasalahan itu muncul ketika muridnya bertanya soal fiqih, Apakah harus dijawab secara fiqih sunni juga? padahal muridnya itu belum tau apa-apa soal mazhab, lalu bagaimana pertanggung jawabannya diakhirat nti?

CatatanSinarAgama|FanPageFB:SinarAgama,Website:arsipsinaragama.com 3

Akhlak vs Fikih

Sinar Agama: Murtadha Z: (1). Pernyataan "Dahulukan akhlak ketimbang fikih itu" bukan pernyataan Rahbar hf sama sekali. Karena itu, antum tidak bisa menaklidi pernyataan itu, karena ia keluar dari bukan mujtahid dan bukan marja'. (2). Akhlak dan fikih itu tidak bertentangan sama sekali, karan akhlak yang benar mengtakan bahwa kalau harus memilih diantara Tuhan dan manusia, maka harus dipilih Tuhan. Karena berakhlak kepada Tuhan itu hukumnya wajib dan kewajiban berakhlak kepada manusia itu tergantung syariat dan fikihNya. Karena itu, akhlak yang diterima Islam dan Allah, hanya akhlak yang berkesesuaian dengan dfikih. Misalnya, takiah itu, atau shalat jama'ah demi persatuan itu. Karena itulah maka kalau untuk persatuan, tetap tidak boleh sedekap dan tetap harus pakai turbah atau alas sujud yang dibolehkan. tetapi kalau takiah dari keamanaan, maka ini sudah bukan akhlak dan karenanya dibolehkan dengan berbagai cara, yakni bisa berfikih dapat sunni di depan mereka. Saya tidak mau koment banyak2 tentang hal ini. (3). Mengajar itu juga demikian. Ia adalah termasuk bagian fikih walau bisa juga dikatagorikan sebagai akhlak dalam sosial, yakni saling tolong. Karena itu, maka wajiba hukumnya, kalau tidak ada halangan untuk memenuhi permintaan tolong tetangga. Jadi, akhlak disini, menjadi berarti karena fikih justru meewajibkan. Beda dengan kalau menolong tetangga untuk melakukan haram, maka sekalipun secara akhlak sosial bagus membantunya, seperti membantu membelikan beer, membantu membuat pentas musik untuk kawinan tetangga, dan semacamnya, akan tetapi jelas akhlak sosial ini akan mengantar kita ke jahannam. Karena itulah, maka sebelum berbuat akhlak, maka tanyakan dulu fikihnya apa. Jadi, sama sekali akhlak tidak bisa didahulukan dari fikih. (4). Untuk urusan mengajar fikih sunni atau agama ala sunni, maka fikih sudah memberikan ijazahnya kepada kita. Jadi, boleh antum berakhlak sosial dengan memenuhi permintaan mereka untuk mengajari anak2 mereka sesuai dengan madzhab mereka. Karena itu, karena fikih sudah mengjinkan, yakni marja' sudah mengijinkan, maka jelas tidak masalah antum mengajarkan mereka sesuai dengan madzhab mereka. (5). Tentang orang tua itu, bisa antum redam dengan fikih yang lain. Yakni tidak menengkari dan melawannya, akan tetapi tidak boleh mengikutinya. Menutupi ibadah antum dari mereka, atau memperlihatkannya sebelum mengulangnya di tempat yang tidak terlihat mereka sebelum waktunya habis. Atau, kalau mereka sudah mengancam keamanan orang-orang syi'ah yang lain seperti pemukulan, pembunuhan, pemerkosaan atau perampasan harta kehidupan, maka antum juga bisa beribadah di depan mereka dengan cara mereka dan tanpa mengulanignya lagi (hukum takiah, bukan hukum bersembunyi). wassalam.

CatatanSinarAgama|FanPageFB:SinarAgama,Website:arsipsinaragama.com 4

Akhlak vs Fikih

Muhammad Dudi Hari Saputra: Salam Ustad,,

dalam perjalanan di mazhab ini saya bnyak sekali bertemu orang-orang dengann wawasan keilmuan yang tinggi, namun masalah akhlak kurang diperhatikan,sedangkan seingat sy Rasul pernah berkata bahwa beliau ditugaskan utk memperbaiki akhlak manusia... jadi pertanyaan sy ustad: 1.bgaimna pandangan Ahlul-Bayt mngenai Akhlak? 2.dan mohon ustad sekirangnya ada sekelumit cth kemuliaan akhlak para ahlul-bayt utk disampaikan kepada sy dan teman2 semua, terutama cth yang sangat berguna bg pelajar dan pengajar seperti sy,, syukron.. Muhammad Dudi Hari Saputra: dan tak ketinggalan ustad,, bnyak argumentasi bahwa etika atau akhlak itu relatif,,tidak mutlak,,sedangkan menurut Ayatullah Taqi Yazdi bahwa nilai etika/akhlak itu mutlak,, mohon sekiranya diberikan penjelasan ustad,, afwan bila sekali lg merepotkan ustad,,

Arsip Sinar Agama: salam Akhlak dan Fiqih httetapi://www.facebook.com/note.php?note_id=240982395912316 Bande Huseini: ustaz ana mau tanya apa yang dimaksud dengann ilmu akhlak..? syukron wa afwan httetapi://www.facebook.com/100001317636057/posts/110032492384005 Muhammad Dudi Hari Saputra: syukron Candle Light: afwan,hal ini juga sering mengganggu fikiran dan hati,saya sering juga melihat btapa dalam syiah masing2 personalnya terlihat amat bangga (beda dengann bersyukur) dengann keilmuan mereka yang memang bila disetarakan dengann yang lain,amat jauh..tetapi kurang memperhatikan bagaimana menjaga akhlaq kesehariannya,terkesan terlalu longgar,padahal kita dengann 'label syiah' nya ini terus jadi sorotan masyarakat,tiap gerak gerik..maka yang akan mereka teriakan...tuh,liatin syiah kayak begitu...aduh,saya prihatin skali..seringkali miris,sedih...krn bila dibaca kisah2 tentang para Imam,niscaya hati ini akan tersentuh dan air mata haru meleleh,betapa mulia dan agungnya akhlaq mereka...musti ada
CatatanSinarAgama|FanPageFB:SinarAgama,Website:arsipsinaragama.com 5

Akhlak vs Fikih

motivasi pd tiap majlis2 yang ada bahwa tiap2 diri kita ini adlh ICON/DUTA bagi syiah,jadi hati2lah dengann lisan dan adab..demi para Ma'sum yang telah mempertarukan n berjuang dengan airmata n darah..'

Sinar Agama: Salam dan trims pertanyaannya: (1). Dua nukilan yang diberikan Arsip itu sudah cukup kurasa. Disini saya mungkin hanya akan memberikan point2nya menyangkut masalah akhlak ini. (2). Akhlak bisa dibagi menjadi dua. Pertama yang bermakna kebiasan dan karakter. Ke dua yang bermakna karakter baik. Makna ke dua ini yang antum inginkan. Karena makna pertamanyaitu dibahas di bab psikologi manusia dan biasanya seblum masuk ke dalam apa yang dikatakn karakter baik dan apa-apa karakter buruk. (3). Untuk makna ke dua, yakni yang bermakna karakter baik, maka Islam sudah tentu memiliki ajaran yang tinggi yang, karenanya Nabi saww itu diutus kepada manusia. (4). Akhlak yang menjadi filsafat pengutusan Nabi saww, adalah Akhlaku al-Kariimah, yakni akhlak mulia. Jadi, Nabi saww bukan diutus untuk menyempurnakan akhlak, tapi untuk menyempurnakan akhlak yang sudah mulia. (5). Akhlak seperti perangai baik, santun kepada yang lemah dan semacamnya itu, adalah akhlak mulia. Dan Nabi saww tidak diutus untuk mengajarkan itu. Karena hal-hal seperti itu sudah dapat diketahui dan dikerjakan oleh manusia yang baiik sekalpun di jaman belum menyembah Tuhan. Artinya, akhlak2 mulia itu, tidak hanya diketahui umat Islam yang berTuhan kepada Allah dan bernabi kepada Nabi saww. Akan tetapi diketahui oleh semua orang yang hidupnya standart atau baik. Semua suku bangsa di dunia ini, dalam agama apa saja, sudah mengetahui bahwa jujur itu baik, mengganggu orang itu tidak baik ...dst. Karena itulah maka Nabi saww sampai2 dijuluki sebagai al-Amiin di jaman jahiliyyah dan sangat dicintai masyarakat sebelum Islam. Semua itu menandakan bahwa sebelum ajaran Islam melalui beliau saww, manusia sudah mengetahui apa yang disebut akhlak mulia itu. Terlebih di jaman2 sebelum Nabi saww itu sudah ada ajaran2 para nabi, orang-orang bijak seperti Luqmaan dllnya. Jadi, Nabi saww itu TIDAK DIUTUS UNTUK MENGAJARKAN AKHLAK MULIA, AKAN TETAPI UNTUK MELENGKAPI DAN MENINGGIKAN AKHLAK MULIA. (6). Karena Nabi saww diutus untuk meninggikan dan menyermpurnakan akhlak2 mulia itu, maka jalas bahwa menisbahkan akhlak2 mulia itu kepada filsafat pengutusan Nabi saww sebagai nabi, adalah penisbahan atau penghubungan yang kurang tepat dan tida kbijak. (7). Kalau saya boleh berkata gamblang atau kasar dan tanpa aling2, walaupun ini juga sebatas yang bisa saya pahami (jd tidak pasti benar di sisi Allah), maka akhlak yang antum inginkan itu, sanga2 bukan akhlak yang karenanya Nabi saww itu diutus menjadi nabi dan rasul. Jadi, akhlak2 mulia atau karimah itu, bukan tujuan diutusnya kenjeng Nabi saww menjadi nabi dan rasul. (8). Kalau demikian, antum pasti bertanya, "Trus apa maksud pelengkapan akhlak mulia itu dan dengan apa?" Nah, disinilah semua orang bisa pusing dan takluk memahaminya. Karean itulah,
CatatanSinarAgama|FanPageFB:SinarAgama,Website:arsipsinaragama.com 6

Akhlak vs Fikih

maka saya akan hanya memberikan sedikit rabaan terhadapnya, smg saja tidak melenceng dari hakikatnya, amin.

(9). Secarta global dapat dikatakan, dalam meraba pelengkapan akhlak yang sudah mulia itu, adalah dengan penyusunan dan dasar yang paling dasar sebuah sistem pengarahan dan bimingan akhlak karimah yang menyeluruh sampai ke puncaknya. Dengan kata yang lebih jelas adalah: "Dengan mengajarkan akhlak karimah yang kaffah/lengkap yang dimulai dari dasar yang paling dasar sampai ke masalah yang paling tinggi" Atau: "Mengajarkan akhlak karimah dari mabda' sampai muntaha." Atau: "Mengajarkan akhlak karimah dari paling sanubarinya manusia sampai ke Tuhan." Atau: "Mengajarkan akhlak karimah dari potensi yang paling dasar sampai kepada peleburan diri hingga terlihatnya Tuhan sebagai hakikat cahaya satu2nya." Atau: "Mengajarkan akhlak dari kemerasaan ketiadaannya dan hanya keBeradaanNya." Atau: "Mengajarkan akhlak dari nol dasar sampai ke nol puncak." Karena itulah Nabi saww pernah bersabda ketika ditanya mengapa cepat tua: "Aku telah dibuat tua oleh surat Hud" Dan penyelidikan ulama sampai kepada keyakinan bahwa ayat ini yang dimaksudkan: "Istiqamahlah terhadap yang sudah diperintahkan kepadamu" Yakni karena Nabi saww dari satu sisi sudah melihat kebedaanny, akan teapi tetap harus berkata-kata mengajarkan Islam ini, seperti : "Shalatlah sebagaimana aku shalat" Dan semua sabda2nya yang beliau saww sendiri juga mengatakan harus menaatinya. Jadi, dari
CatatanSinarAgama|FanPageFB:SinarAgama,Website:arsipsinaragama.com 7

adanya

manusia

sampai

kepada

penglihatan

Akhlak vs Fikih

satu sisi beliau saww hanya melihat keberadaan Tuhannya, akan tetapi dari satu sisi beliau saww diperintah Allah untuk mengajak manusia mendengarkannya. Inilah hal berat bagi Nabi saww hingga beliau saww capat tua.

(10). Kalau mau diringkas, maka PENYEMPURNAAN MAKARIMU AKHLAK itu adalah ajaran Islam yang kaafah. Bukan merunduk ketika berjalan, bukan senyum ketika bertemu orang, bukan jujur .....dst..... tapi semua ajarannya dari sejak akidah, fikih ............. dst .. ... sampai kepada keFana-an. Jadi, penisbahan akhalk karimah yang umum diketahui umat manusia itu kepada hadits "Aku tidak diutus kecuali untuk menyempurnakan akhlah yang mulia", adalah peerndahan terhadap kenabian beliau saww. (11). Karena itulah, ketika seorang muslim mengikuti ajaran Nabi saww secara kaaffah, maka ia dicintai orang baik dan ditakuti orang kafir yang jahat. tetapi adil dalam segala halnya. Artinya, tidak aniaya sekalipun kepada orang kafir, terlabih yang tidak jahat dan tidak menjadi pengganggu. Maksud point ini, adalah bahwa akhlak Nabi saww, yakni penyempurnaan akhlak mulia Nabi saww, tidak hanya membuat perbuatan lahiriah yang terlihat penuh dengan akhlak saja, akan tetapi lengkap sepenuhnya. Akhlak yang ditampilkan akan disesuaikan dengan perintah Tuhannya, bukan dengan inesiatif dirinya. Karena itulah, maka akhlaknya bukan hanya tidak bertentangan dengan fikihnya, tetapi bahkan disesuaikan dengan fikihnya. begitu pula dengan akidahnya, politiknya, filsafatnya .... dst. (12). Akhlak yang tanpa dasar akidah dan fikih yang benar dan kuat, begitu pula tanpa memahami Islam secara kaffa/utuhh adalah racun yang dibajuai dengan keindahan nama Islam dan akhlaku al-karimah. Akhlak seperti itu adalah Islam ramuan sendiri dan bukan ramuan Tuhan dimana sebelum membakar konsumernya, ia telah meracuni dan membunuh dasar fitrahnya yang paling dalam dan paling dasar. Yaitu kekekaguman dan kecintaan pada Allah yang SErba Maha, menjadi kesombongan dan tajarri (berani dan kurang ajar kepadaNya) tanpa ia sadari dan terus bagai orang yang hilang akal tetap menyanyikan akhlak di tengah2 manusia bak seorang nabi baru atau bahkan Tuhan baru bagi umatnya. Bukan hanya itu, penegertian akhlak yang dangkal itu, bisa membuat dirinya (siapaun penisbah ini) bangkit menentang nilai hukum-hukum Tuhan dan akidah2 yang diajarkan Islam. Pelecehan dan perendahan terahadap ajaran fikih dan akidah junjungan nabi besar kita Muhammad saww menjadi jamuan hidupnya yang, sudah tentu tidak akan pernah kenyang sebagaimana dikisahkan oleh Tuhan dalam ayatNya yang mengatakan bahwa penghuni neraka itu makanannya duri yang tidak pernah mengenyangkannya. Jangankan marja' dan ulama, hadits2 dan ayat-ayat saja sudah menjadi lantai yang diinjaknya dalam setiap nafas2nya melalui hari2nya. Wahabai dan selain wahabi, banyak yang terkena penyakit yang sangat meracuni umat manusia ini. Begitu mudah mentertawakan marja', ayat dan hadits2 yang tidak sesuai dengan akhlak buatannya yang, tentu dinisbahkan kepada ayat dan Nabi saww terutama dengan makarimu akhlak ini. Padahal, mana yang dikatakan penyempurnaan akhlak mulia dan mana yang dikatkan akhlak mulia yang disebarkan mereaka. Mana ada akhlak menentang ayat, mana ada akhlak menentang akidah dan fikih, mana ada akhlak menentang ribuan ayat dan riwayat???
CatatanSinarAgama|FanPageFB:SinarAgama,Website:arsipsinaragama.com 8

Akhlak vs Fikih

Inilah yang saya katakan racun yang mamatikan tetapi dalam satu waktu ia terasa manis. Karena yang dibungkus dan dibajui dengan SEBAGIAN AKHLAK KARIMAH ITU. Dan karena dibungkus dengan akhlak karimah itu, maka sudah tentu banyak menyedot pemirsa. Padahal ia adalah hakikat kekufuran itu sendiri. Karena Allah mengatakan (QS: 4: 150): "Sesungguhnya orang yang kafir kepada Allah dan RasulNya itu, menginginkan untuk mencerai beraikan antara Allah dan RasulNya, dan beraka: 'Kami beriman kepada sebagian -ajaran Nabi saww- dan ingkar kepada sebagian lainnya.' dan mereka ingin membuat jalan sendiri diantara jalan itu -Islam kaffah." Karena itulah maka akhlak mulia yang sudah diketahui oleh semua manusia sebelum diutusnya Nabi saww itu, dimana karena mmg fitrah manusia suka kepada kebaikan, maka menjajakan akhlak karimah ini, akan menjadi penentang PENYEMPURNAAN AKHLAK KARIMAH-nya Nabi saww. Dengan bahasa yang lebih terbuka, akhlak secuil ini, akan menjagi penentang bagi akhlak kaaffah yang diajarkan Nabi saww yang didasari dengan akidah, fikih dan makrifat yang tinggi, lengkap dan sempurna yang, sudah tetnau tidak bisa dipisahkan antara satu ajarannya dengan ajaran yang lain, antara ayat yang satu dengan ayat yang lain, antara hadits yang satu dengan hadits yang lain, antara akidah dengan fikih dan akhlak, antara fikih dengan akhlak dan akidah dan begitu pula sebaiknya. (13). Dengan semua penjelasan itu, walau terlalu sedikit dan dengan contoh yang amat terbatas, maka dapat dipahami bahwa penyempurnaan akhlak karimah (yang sudah ada sejak sebelum Nabi saww menjadi nabi), adalah dengan memperhatikan semua sendi2 Islam secara menyeluruh, lengkap dan dalam. Karena itulah, maka harus belajar kepada Nabi saww itu sendiri dan kalau tidak bisa maka belajar kepada imam-imam maksum as, dan kalau tidak bisa maka belajar kepada ulama yang menekuni sepanjang hidupnya ajaran2 penyermpurnaan akhlak sempurna yang, sudah tentu bukan akhlak sempurna saja sebagaimana yang dijajakan oleh orang-orang yang memang tidak membidangi agama tetapi ingin menjadi nabi di dunia ini dengan menjajakan bid'ah, syirik dan akhlak. (14). Dengan semua penjelasan itu pula, maka tugas utama kita adalah KELUAR DARI ISLAM DAN AKHLAK KARIMAH yang KITA TAHU , DAN MASUK KE DALAM ISLAM DAN PENYEMPURNAAN AKHLAK KARIMAH yang DIAJARKAN NABI SAWW MELALUI PARA IAMAM DAN ULAMA. Hal itulah yang menjadi salah satu maksud dari doa yang diajarkan Islam kepada kita: "Ya Allah keluarkanlah aku dengan pengeluaran yang yakin dan masukkanlah aku dengan pemasukan yang yakin pula." Pelengkap: Dengan semua penjelasan di atas, maka minimal aplikasi dalam mengukuti Penyermpurnaan
CatatanSinarAgama|FanPageFB:SinarAgama,Website:arsipsinaragama.com 9

10

Akhlak vs Fikih

Akhlak Karimah itu (bukan mengikuti akhlak karimah), adalah dengan mempelajari akidah dengan baik dan matang, begitu pula fikih dengan baik dan matang, begitu pula akhlak dengan baik, lengkap dan matang, Lalu mengaplikasikan fikih tanpa bertantangan dengan akidah dan akhlak, mengaplikasikan akhlak tanpa bertentangan dengan akidah dan fikih.

Dengan kata lain, setelah memperlajari dengan benar semua point di atas itu, maka mengaplikasikan akidah dengan fikih, sebagai akhlak minimal manusia (karena fikih itu adalah karakter mulia yang paling dasar yang tidak mesti hanya mengandungi keindahan dan kemanisan bagi manusia seperti umumnya akhlak2 karimahnya yang ditemukan semua suku bangsa itu), lalu mengaplikasikan akhlak mulia yang disempurnkan, yaitu dengan mendasarinya kepada akidah dan fikih tersebut. dengan kata yang lebih kurang santun, Penyempurnaan Akhlak Mulia itu adalah dengan Menyandarkan Akhlak Mulia tersebut kepada Akidah dan Fikih yang benar. tetapi kalau hanya mengamalkan akhlak karimah tanpa pendasaran kepada akidah dan fikih itu, maka ia tetap merupakan akhlak karimah yang biasa ditemuakan semua manusia dimana saja dan kapan saja. Karena itulah, menentangkan akhlak karimah dengan akidah dan fikih, adalah keinginan untuk mengembalikan ajaran Nabi saww dari Penyempurnaan Akhlak Karimah itu, menjadi Akhlak Karimah saja yang, sudah tentu merupakan ajaran yang tidak perlu kepaad ajaran Nabi saww. Emangnya manusia itu tidak tahu bahwa bohong itu jelek dan jujur itu baik ..................dst dari Akhlak2 Karimah itu, sebelum diajarkan oleh Nabi saww?????!!!!!! Nah, kalau merka tidak tahu, trus dengan apa mereka mengenali kebaikan dan kebenaran Nabi saww hingga menngimani dan mengikutinya?????????????!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!! Catatan: (1). Tolong renungi betul tulisan di atas itu. Karena tanpa fokus tidak akan bisa dipahami maksudnya dengan benar. SEtelah itu, yakni setelah antum paham, maka terserah kepada antum apakah antum menyetujuinya atau tidak. (2). Saya tidak bermaksud membela yang tidak berakhlak dan tidak pula memerangi orang yang mengajarkan akhlak. Tapi benar-benar ingin menerangkan, sejauh yang saya pahami, bahwa duduk perkara yang sebenarnya, yaitu ajaran Nabi saww yang sebenarnya itu seperti apa. (3). Akidah tanpa aplikasi ke fikih sudah tentu menjadi hakikat pengingkaran terhadap nilai2 akidahnya itu sendiri. Fikih tanpa aplikasi akhlak, sudah tentu mengingkari fikihnya itu sendiri. Karena itulah, maka fikih Islam itu luas dan MENCAKUP SEMUA HAL MANUSIA, BAIK dengan DIRINYA, KELUARGANYA, ALAMNYA DAN TUHANNYA. Dan karena itu pulalah maka sikap apapaun yang akan kita ambil di lapangan, berhubungan dengan sosial kita masing2, baik politik, budaya dan ekonomi, atau nilai2 akhlak, harus bertanya dulu kepada fikih, apa jalan keluar yang harus dilakukan dan sikap apa yang harus diambil dan ditunjukkan. Dan akhlak tanpa ijin akidah dan fikih, benar-benar akan merupakan akhlak mulia temuan manusia yang, sudah tentu pada tingkat yang lebih tinggi di penemuan manusia itu sendiri akan
CatatanSinarAgama|FanPageFB:SinarAgama,Website:arsipsinaragama.com 10

11

Akhlak vs Fikih

dikatakan sebagai penghancur nilai2 akhlak itu sendiri. Karena diantara nilai2 tertinggi akhlak manusia adalah menghormati Tuhan dan ajaran Nabi-Nya saww. begitu pula mewajibkan kita taat padaNya dan Nabi-Nya yang mencakup akidah dan fikih itu sendiri. Degnan kata lain, akhlak temuan manusia yang lebih tinggi, mengatakan bahwa kita mesti taat keapda Tuhan dan NabiNya saww secara kaaffah dan menyeluruh dan akan merupakan kekurang ajranan (bukan akhlak karimah) kalau menggurui Tuhan dan Nabi-Nya dengan mengkondisikan semua atau sebagian2 ayat-ayat dan hadits2 yang tidak disukainya atau yang tidak cocok dengan akhlak karimah temuannya sendiri yang sangat sempit dan emosional itu.

Penutup: Akhirnya tulisan ini tidak terlalu point2 saja. Karena itulah saya juga sering mengakatan bahwa kadang akal, sanubari dan jemari ini, seperti ada yang mengarahkannya. Smg saja ke arah yang benar hingga tidak merusak sendi2 ajaran Nabi saww yaitu Penyempurnaan Akhlak Karimah dan Bukan Hanya Ahlak Karimah itu. Amin. TErakhir, tlg jangan arahkan bahasan yang menurut saya cukup indah ini, kepada kepentingan2 atau kecenderungan2 sosial tertentu karena hal itu bukan tujuan penulisan di atas dan benarbenar akan menjadi perusak bagi keindahan -relatif- tulisannya. wassalam

CatatanSinarAgama|FanPageFB:SinarAgama,Website:arsipsinaragama.com 11

12

Akhlak vs Fikih

Haera Puteri Zahrah:

salam,ustadz bole tanya,dahulukan ahlak d atas fiqhi.apaka makna ini termasuk ddalamx memakan makanan yang tidak bleh dmakan demi menjaga ketersinggungan dr orang yang menghidankanx. Arsip Sinar Agama: salam http://www.facebook.com/note.php?note_id=230035813673641 http://www.facebook.com/notes/sinar-agama/taqiah-bukan-buah-simalakama-dan-bukanpendahuluan-akhlak-dari-fikih-seri-tanya-/377718602238694?ref=notif&notif_t=note_tag Sinar Agama: SAlam dan trims pertanyaannya: (1). Menambahi yang dinukilkan Arsip dimana harus diperhatikan secara seksama karena ia adalah jawabanku pada pertanyaan yang serupa sebelum ini, saya disini ingin menambahi satu hal saja di poin (2). (2). Dahulukan akhlak di atas fikih itu, bukan perkataan siapapun yang boleh diikuti, karena bukan kata-kata Tuhan, Nabi saww, para imam maksum as atau para marja' hf. Karena, mau benar atau mau salah, tidak ada urusan kita dengan kata-kata tsb, karena tidak boleh diikuti/ditaklidi karena bukan kata-kata dari marja' kita. (3).Untuk masalah makanan haram itu, maka bagaimana bisa dimakan hanya karena ingin menyenangkan orang lain? Ini yang dikatakan telah menyekutukan Tuhan. hukum-hukum Tuhan itu wajib dilakukan dan hanya hukum-hukum itu sendiri yang bisa meralatnya, seperti kehalalan babi yang terpaksa dimakan dimana fikih sendiri yang mengatakannya, bukan akhlak. Jadi, urusan2 sosial itu harus mengikuti fikihnya sendiri, dimana yang tidak boleh kompromi, dimana yang boleh dan seterusnya. Jadi, semuanya harus dikembalikan ke fikih, bukan akhlak. Perlu diketahui jg bahwa dimensi fikih ini jg bisa memiliki dimensi akhlak. seperti sunnah mengucap salam atau tersenyum kepada sesama muslim yang sama jenis atau muhrim. Sedang memakan makanan syubhat, fikih tidak melarangnya. Karena itu, bisa dilakukan untuk menyenangkan orang yang menyuguhinya. Jadi, semuanya sudah diartur di fikih. Tp fikih2 ini kadang memiliki dimensi akhlak. Jadi, yang harus diikuti adalah fikih2 tsb, apakah ia memiliki dimensi akhlaknya atau tidak.

CATATAN DI ATAS DILANJUTIN dengan TANYA JAWAB IRSAVONE SABIT dengan SINAR AGAMA Irsavone Sabit: Afwan Ustad, sebelumnya pertanyaan ini (dahulukan ahlaq dari fiqih) sudah ada
CatatanSinarAgama|FanPageFB:SinarAgama,Website:arsipsinaragama.com 12

13

Akhlak vs Fikih

pembahasannya di dalam catatan ustad sebelumnya, namun karena ini juga menjadi diskusi bagi kami dan kami memiliki pemahaman yang berbeda tentangnya, maka saya ingin menanyakannya lagi. Masih terkait dengan hal tersebut yaitu dahulukan ahlaq dari fiqih dimana juga merupakan judul dari buku yang ditulis oleh Jalaluddin Rahmat.

pertanyaanya 1. Apakah ustadz pernah membaca buku tersebut? 2. Apakah jawaban yang ustadz pernah sampaikan mengenai hal tersebut dalam rangka membahas buku dari Jalaluddin Rahmat 3.dan bagaimana ustadz menanggapi buku yang ditulis oleh Jalaluddin Rahmat mengenai dahulukan ahlaq dari fiqih? Menurut teman diskusi saya, bahwa dalam buku jalaluddin Rahmat mengenai judul tersebut menggunakan tanda kutip pada fiqih sehingga berbeda pemahamannya ketika judul tersebut tidak menggunakan tanda kutip pada fiqihnya. Irsavone Sabit: Saya menanyakan ini dalam rangka untuk mempertegas dan memperjelas dari apa yang telah disampaikan, biar bagaimanapun, dikalangan pengikut ahlul bait yang awam berbeda dalam memahami, menanggapi serta merespon setiap persoalan dengan berbeda-beda. Demikian, kiranya Ustadz berkenan memberikan jawaban dan penjelasannya kepada kami sehingga jelaslah persoalan ini bagi kami semua.

Sang Pecinta: Salam, ikut nimbrung ya, statement itu adalah dikenal, tiada lain tiada bukan, dari buku nya kang Jalal, sy pun pernah bertanya apa maksud pernyataan tsb, dan ust pun menjawab, tanya saja pada orang yang mengatakannya. Mengenai penjelasan, respon atau argumen ust tentang statemnt tsb dapat kita lihat dari catatan ust. Dahulukan akhlak di atas fiqh adalah pernyataan subjektif Kang Jalal, bukan fatwa marja, di mana tidak ada kewajiban/keharusan di dalam nya. Sinar Agama: Salam dan trims pertanyaannya dan begitu pula berbagai tangggapan yang diberikan: Mukadddimah: (*). Perbedaan dalam memahami agama itu sangat wajar dan nanti ditanggung sendiri2 di akhirat. (**). Sering saya ditanya tentang ust Jalal atau seperti Ismail Abdullah, dan saya selalu memberikan jawaban keilmuan. Hal itu karena disamping saya mengutamakan masalah2 keilmuan dan kebebasan berpendapat, saya jg berusaha menjauhi pemencengan fokus, dari fokus ilmu kepada fokus pribadi yang, menurut saya, bangsa kita ini (tidak semua) masih terlalu kekanak-kanakan. Karena saya memilih untuk mengutamakan masalah dari pemasalah, dan dalil gamblang, maka semua jawaban2 saya itu, saya serahkan kepada niat antum semua dalam hidup dan mencari tahu agama di dunia ini.
CatatanSinarAgama|FanPageFB:SinarAgama,Website:arsipsinaragama.com 13

14

Akhlak vs Fikih

Jawaban soal: (1). Saya karena menjadi tempat bertanya tentang buku yang dimaksud, bukan hanya pernah membacanya, akan tetapi telah pula memberikan catatan2 kaki yang dirasa perlu dimana seingat saya waktu itu, tidak ada halaman yang tidak kubarengi dengan catatan2 kaki tsb.

(2). Saya tidak perlu dan tidak wajib menjawab buku tsb. Karena bagi saya, apapun isinya, tidaklah menuntut saya membantah atau mendukungnya. Karena apapun maksud pernyataannya dan niat penyatanya/penulisnya, menurut saya tidak akan membahayakan orang-orang syi'ah. Karena kewajiban orang syi'ah hanya mendengar darii fatwa marja'nya dimana hal ini juga yang tidak mewajibkan alfakir menjawabnya. Jadi, walaupun saya merasa benar-benar mengerti makna tulisan buku dan bahkan merasa bisa meraba niat penulisannya, akan tetapi karena kita2 sebagai orang syi'ah, hanya dan hanya wajib mengamalkan fatwa marja' kita masing2, maka saya merasa sangat2 tidak wajib atau jg tidak sunnah, menjawab buku tsb. Dan kalau antum melihat tulisan2 alfakir sehubungan dengan kata-kata yang ditanyakan itu, maka tinggal antum lihat saja isinya masing2 dan argumentasinya masing2. Lalu perhatikan, apakah ia bersebrangan, berbeda, selaras dan semacamnya. Lalu kalau berbeda, maka lihatlah argumentasinya. SEtelah antum berpulang kepada fitrah dan kecerdasan antum masing2 untuk menentukan pilihan dengan tanpa emosi baik dalam menerima yang satu dan dalam menolak yang lainnya, karena kita2 ini sama2 akan dihisab di akhirat kelak. (3). Tanggapan saya terhadap buku tsb, biarlah saya kabutkan pula di dalam catatan2 kaki yang saya bubuhkan di buku itu. Karena bagi, saya, sekali lagi, buku itu tidak berbahaya bagi orang syi'ah, karena syi'ah wajjib pada marja'nya dalam setiap lirik mata sekalipun dan, sudah tentu syi'ah menentang keras kiyas, hingga tidak bisa orang menggunakan fatwa marja' dalam satu masalah, di dalam masalah2 lain yang belum diketahui fatwanya, atau bahkan apalagi jelas fatwanya diketahui karena tertulis dalam kita2 fatwanya. Misalnya, fatwa dalam sosial makan, tidak bisa dipakai dalam fatwa sosial taharah, hijab, bersentuhan, berhubungan, ekonomi, politik ... dst. Karerna itulah, maka dalam kitab fatwa itu tidak ada yang global, tp bahkan terperinci dalam berbagai babnya dan rincian2 maslahnya dalam setiap bab tsb. Anjuran saya pada teman antum: Tanda kutip itu memiliki makna tersendiri. Akan tetapi akan dipahami "fikih" mana yang dimaksudkan tsb, kalau membaca buku tsb dengan seksama dan dengan akal serta tidak dengan hati/perasaan. Hanya kepada Allah kita mesti berlindung dari keburukan diri kita sendiri. Smg Allah sudi menjaga kita setelah kita memulainya mencari perlindungannya dengan mengamalkan akidah dan hukum-hukum fikihnya, karena semua itu adalah arti dari "Penyempurnaan Akhlak yang Sudah Mulia". wassalam.

CatatanSinarAgama|FanPageFB:SinarAgama,Website:arsipsinaragama.com 14

15

Akhlak vs Fikih

Bismillah: Pengulangan Akhlak dalam Hadits

Murtiadi Caraka: Salam ustadz.... Di republika hari kamis 5/4/2012 ada tulisan yang menyampaikan tentang adanya riwayat yang berkenaandengan akhlaq. Dengan bahasa bebas adalahseperti ini :" Ada riwayat menceritakan bahwa ada seseorang mendatangi rosulullah SAWW dan bertanya ,"apakah agama itu ?" di jawab," agama adalah akhlaq". Kemudian orang tersebut mendatangi rosullah kembali dari arah sebelah kanan dan bertanya," apakah agama itu?" dijawab oleh rosulullah,"agama adalah akhlaq". Orang tersebut mendatangi kembali rosulullah dari sebelah kiri, dan bertanya kembali,"apakah agama itu?" dijawab oleh rosulullah ," agama adalah akhlaq." orang itupun mendatangi rosulullah kembali dari arah belakang dan bertanya kembali,"apakah agama itu?" sambil membalikkan badan rosulullah pun menjawab kembali bahwa ," agama adalah akhlaq." (republika : 5/4/12) Sebegitu pentingnya masalah akhlaq ditekankan, yang menjadi pertanyaan adalah "Apa yang dimaksuddengan akhlaq ?"

SINAR AGAMA: Salam dan trims pertanyaannya: (1). Sayasudah berulang kali menerangkan makna akhlakdalam Islam ini. Coba antum sisiri catatan yang ada atau dokumens yang ada di group yang disusun oleh Anggelia di group Berlangganan CAtatan2 SINAR AGAMA. (2). Memahami satu hadits, tidak bisa meninggalkan ayat-ayat dan hadits2 lainnya. (3). Dan dari ayat-ayat serta riwayat2, dapat diketahui bahwa dasar Islam itu adalah akidah, bukan fikih dan apalagi akhlak. Karena itu,maka maksud Nabi saww di riwayat tersebut jelas, bukan yang menabrak akidah dan fikih. (4). Akhlak memiliki makna penuh/besar dan makna kurang/kecil. Makna penuhnya adalah akhlak lahir-batin dimana mencakupi keimanan sekalipun.begitu pula obyek akhlaknya umum dimana mencakup Allah. Karena itu, akhal yang luas inilah yang sesuaidengan hadits yang mengatakn bahwa "Aku diutus untuk menyempurnakan akhlak yangsudah mulia" (lihat catatan). Nah, akhlak disini adalah agama itu sendiri yang,sudah tentu terdiri dari dasar-dasar nya yang disebut keimanan dan dasar aplikasinya yang disebut fikih kemudian baru mencakupi ranting aplikasinya yang disebut akhlak. Nah, ahklah yang dicakupi akhlak penuh atau besar itulah yang disebutdengan akhlak kurang.
CatatanSinarAgama|FanPageFB:SinarAgama,Website:arsipsinaragama.com 15

16

Akhlak vs Fikih

Akhlak kurang ini bukan merupakan Islam itu sendiri,tetapibagian kecil dari Islam itu dimana ia berdampingandengan cabang2 lainnya,seperti akidah dan fikih. Posisi akhlak ini di agama Islam, jelas setidaknya menempati posisi ke tiga setelah akidah dan fikih dan obyeknya kebanyakan sesama manusia walau, mencakupi kepada Tuanjugadalam artian yang lebih khusus dan sempit dimana sebenarnya dimensi ini dimiliki fikih (jg fikih kepada Allah bisa dikatakan akhlak dilihat dari dimensi akhlaknya, bukan dari sisi aturan hukumnya). Karena itulah,maka sangat tidak akan berarti sama sekali ketika orang berakhlak,tetapiia tidak beriman atau berakhlak dan beriman tapi tidak berfikih. Orang yang hanya pusing mengurusi akhlak kepada sesama dan tidak mengurusi iman dan fikihnya, sama dengan cara masak makanantetapitidak memiliki bahan2nya sema sekali. Samadengan orang yang pusing mencari resep membuat makanan,tetapitidak pusingdengan mencari uang dan berusaha mendapatkan bahan2nya.

(5). Dengan penjelasan di atas itu,maka hadits yang ditanyakan antum itu bisa memiliki dua kemungkinan makna (setidaknya): a- Maksud akhlak disini adsalah akhlak besar/penuh yang menyeluruh itu, yakni agama Islam yang meliputi keimanan, fikih dan akhlak. Kalau makna hadits di atas itu adalah makna ini,maka jelas bahwa yang ingin disampaikan Nabi saww adalah bahwa kita wajib mengamalkan semua diemensi2 agama Islam sesuaidengan kemampuan dan batasan2 yangsudah diberikan Islam. Misalnya, kalau kita diperintah orang tua untuk tidak melakukan ketaatanseperti tidak beramaldengan fikih syi'ah,maka jelas tidak bisa diturutidengan dalil akhlak sekalipun. Apalagi kalau yang tidak suka itu adalah selain orang tua,seperti hanya tetangga, teman ...dst. Karena itu,maka yang dimaksud Nabi saww adalah melakukan agama Islam secara menyeluruh,tetapisesuaidengan batasan2 yangsudah diberikannya. b- Maksud akhlak disini adalah akhlak kurang/kecil. Kalau maksudnya adalah akhlak kecil dimana menjadi bagian ke tiga setelah akidah dan fikih,maka maksud Nabi saww adalah ingin menekankan bahwa janganlah kita hanya mencukupkan di akidah dan fikih,tetapiberusahalah untuk berakhlak juga. Tentudengan akhlak2 yang tidak bertentangandengan akidah dan fikih. Apalagi salah satu makna akhlak itu adalah toleran, bukan menjadi bunglondengan mengorbankan akidah dan fikih sendiri. Karena itulah akhlak disini adalah MENYANTUNI ORANG LAIN YANG LEBIH LEMAH, BUKAN NGATOK DAN TUNDUK KEPADA YANG LEBIH KUAT DENGAN MENGORBANKA AKIDAH DAN FIKIHNYA. Salah satu yang bisa menjadi maksud Nabi saww, adalah bahwa mungkin orang yang bertanya itu atau ada orang di sekitar itu, yang terlalu meremehkan dimensi ini. Hingga karena itulah Nabi saww menegaskan akhlak ini. INGAT AKHLAK ADALAH SANTUN DAN RAMAH SERTA TOLERAN KEPADA YANG LEMAH, BUKAN TAKUT DAN LEMES SERTA MENGORBANKAN AKIDA DAN FIKIH DIHADAPAN YANG LEBIH KUAT. Tentu saja, kalau mau mengalah pada yang lebih kuat dan kejam (bukan memberi kemengalahan),maka hal itu bisa saja dilakukandalam Islam, tapi bukan termasuk akhlak,tetapimasuk dalam bagian fikih yang biasa dikenaldengan TAKIAH. Oh iya, saya tidak menyempatkan diri untuk melihat haditsnya secara langsung hingga memberikan rabaan tentang keshahihannya. Jadi, keterngan di atas itu, setelah menganggap bahwa hadits yang ditanyakan itu adalah shahih.
CatatanSinarAgama|FanPageFB:SinarAgama,Website:arsipsinaragama.com 16

17

Akhlak vs Fikih

Karena itu, alfakir tidak membahasnya lagi, apakah orang bertanya seperti itu masuk akal atau tidak, kalau masuk akal, apa kemauan dari penanyanya hingga mengulang-ulang pertanyaannya sambil berputarseperti itu? Pembahasan2 ini bisa dilakukan di tempat lain dalam topik yang lain, bagi yang memiliki kesempatan dan mukaddimah2 yang diperlukanseperti ilmu rijal, ilmu hadits dan semacamnya. Jadi, penfokusan pada pengulangan kata akhlak, sesuaidengan yang ditanyakan antum, adalahsudah sesuaidengan permintaan antum dan konteks fb ini. wassalam lagi Sang Pecinta: http://www.arsipsinaragama.com/index.php?option=com_content&view=article&id=334%3Alen sa-bgn-3--ilmu-akhlak-oleh--sinar-agama&catid=57%3Alensa&Itemid=78 Lensa: (bgn 3) : Ilmu Akhlak Oleh : SINAR AGAMA www.arsipsinaragama.com Selamat Datang di Arsip SINAR AGAMA 13 jam yang lalu Suka Sang Pecinta http://www.arsipsinaragama.com/index.php?option=com_content&view=article&id=575%3Alagi 2-fikih-vs-akhlak&catid=61%3Aakhlak&Itemid=82 {**}Lagi2 Fikih vs Akhlak{/**} www.arsipsinaragama.com Selamat Datang di Arsip SINAR AGAMA 13 jam yang lalu Suka Sang Pecinta http://www.arsipsinaragama.com/index.php?option=com_content&view=article&id=499%3Ataqi ah-bukan-buah-simalakama-dan-bukan-pendahuluan-akhlak-darifikih&catid=44%3Ataqia&Itemid=64 {**}Taqiah Bukan Buah Simalakama Fikih{/**} www.arsipsinaragama.com Selamat Datang di Arsip SINAR AGAMA 13 jam yang lalu Suka dan Bukan Pendahuluan Akhlak dari

Sang Pecinta http://www.arsipsinaragama.com/index.php?option=com_content&view=article&id=487%3Anab i-saww-bukan-diutus-untuk-menyempurnakan-akhlak-tapi-untuk-menyempurnakan-akhlak-yangsdh-mulia&catid=61%3Aakhlak&Itemid=82 {**}Nabi saww bukan diutus untuk menyempurnakan akhlak yangsudah muli www.arsipsinaragama.com menyempurnakan akhlak, tapi untuk

CatatanSinarAgama|FanPageFB:SinarAgama,Website:arsipsinaragama.com 17

18

Akhlak vs Fikih

Zainab Naynawaa : Salam, semoga ustad senantiasa diberikan keberkahan... Afwan Ustad pertanyaan banyak nich Apakah ahlak dan fiqih bisa dipisahkan? Jika ahlak tidak dibarengi pengamalan fiqih yang benar apakah akan mencerminkn ahlak yang baik ? Jika pengamalan fiqihnya benar mungkinkah tidak memiliki ahlak baik?

Hidayatul Ilahi: Adakalanya fiqh di atas akhlak,dan adakalany akhlak di atas fiqh....fiqh dan akhlak saling menghargai.....(kata seorang teman)....afwan Salam sejahtera untuk uztad sinar agama....salam juga dari kakanda saya,,salam sejahtera untuk ukhti zainab.... ALLAHUMMA SHALLI 'ALA MUHAMMAD,WA AALI MUHAMMAD Sinar Agama : SAlam dan trim pertanyaannya: 1. Sepertinya saya sudah sering menjelaskan hal ini. 2. Akhlak, kalau yang dimaksud dalam hadits Nabi saww yang bersabda: "Aku di utus Tuhan untuk menyempurnakan Akhlak", maka akhlak ini mencakup semua ajaran Islam. Karena itulah yang dibawa Nabi saww. Jadi, masuklah akidah, fikih, akhlak, politik, ekonomi, budaya, ilmu2 Qur an dan hadits .....dst. Karena semua itu adalah akhlak kita pada Allah, diri sendiri, keluarga dan sosial serta negara dan dunia internasiona. 3. yang dimaksudkan adalah ilmu akhlak yang merupakan bagian2 imu keislaman, seperti akidah, fikih, sejarah ...dst, maka ia memiliki makna tersendiri. Makna umum dan awamnya adalah berakhlak baik, baik pada diri sendiri, Tuhan, keluarga dan sosial kita. Tentu saja yang dimaksudkan adalah hal-hal yang tidak ada hubungannya dengan halal dan haram serta wajib. Artinya diluar ketentuan fikih yang dalam artinya halal, haram dan wajib. Artinya yang bersifat baik dalam sikat dan akhlak, bukan wajib atau haram. Gampangannya yang bagian fikih tapi yang sunnah2nya. Seperti senyum pada orang, memaafkan orang, mendahului mengucap salam, menghormati orang (sopan), mengalah, tidak emosian, pemurah, mendahulukan orang lain ....dst. Makna ilmiahnya adalah karakter manusia, baik itu karakterb baik atau karakter buru. Jadi, akhlak disini tidak lagi bermakna yang baik2, tetapi maknanya adalah kebiasaan seseorang. Akhalk disini bermakna karakter. Sinar Agama (4). Untuk Akhklak makna pertama di bagian ke dua ini, yakni sebagai ilmu yang berdampingan dengan akidah dst, dan yang bermakna yakni berlaku baik pada orang lain atau diri sendir ini, maka psisinya sudah tentu dibawah fikih sebagaimana ia jg dibawah akidah. Karena itu, tidak akan berarti akhlak seseorang kalau akidahnya atau fikihnya belum beres. Senyum pada orang, atau mengucap salam terlebih dahulu, sekalipun memiliki pahala kesunnahan, akan tetapi kalau akidahnya atau fikihnya belum bener, seperti tidak shalat, atau shalatnya tidak benar, atau wudhu'nya atau cara membersihkan najisnya belum bener sehingga shalatnya batal, maka pahala senyuman dan mendahului salam itu tidak akan pernah mengatrol dosa atau kekuarangan yang diakibatkan oleh batal shalatnya itu. Sinar Agama (5). Untuk Akhlak dalam arti karakter yang tidak terikat dengan kebaikan saja,
CatatanSinarAgama|FanPageFB:SinarAgama,Website:arsipsinaragama.com 18

19

Akhlak vs Fikih

maka sudah tentu akhlak disini adalah bagian ilmu piskologi. Artinya dalam posisi aplikatifnya, tidak bisa dibandingkan dengan akidah dan akhlak. Ringkasnya Akhal dalam makna ke dua di golongan ke dua ini hanya bersifat ilmu ttg karrakter manusia dan bagaimna bisa membuat karakter bagus dan menghindari karakter buruk. Jadi ia adalah tiori yang tidak layak dibandingkan dengan akidah dan fikih yang apikatif tersebut hingga kemudian bisa dinilai apakah ia diatas keduanya atau dibawah keduanya.

Sinar Agama (6). Untuk Akhlak dalam makna golongan pertama, maka ia adalah Islam itu sendiri. Artinya ia bukan bagian dari ajarannya hingga dibangkan dengan yang lainnya. Yakni ia bukan bagian seperti akidah, fikih, tafsir, psikologi islam, hadits ...dllnya. Tetapi ia adalh semua itu. Karena itu Nabi saww dtg untuk menyempurnakan semua itu dengan Islam tersebut. Sinar Agama Dengan semua penjelasan itu, maka akhlak yang dimaksud dalam pertanyaan Anda itu adalah akhlak yang bermakna umum dan di golongan ke dua (bukan yang bermakna islam secara utuh sebagai ajaran penyempurna akhlak yang dibawa Nabi saww). Yakni berbuat baik yang, biasa dikatakan dalam fikih sebagai sunnah2. Nah posisi akhlak yang bermakna demikian ini, kalau dibanding fikih, maka jelas ia berada di atas fikih. Karena ia di atas halal dan haram. Artinya ia adalah hukum sunnah itu. Artina perbuatan lebih dan tambahan dari seorang hamba setelah melakukan kewajibannya. Nah, dari sisi ini, akhlak ini jelas di atas fikih, yakni di atas wajib. Akan tetapi dilihat dari masing2nya, yakni kalau kita tidak melihat akhlak tersebut sebagai pelengkap dari fikih yang bermakna wajib dan halal, maka jelas akhlak ini berada diwabahnya. Karena tanpa melakukan kewajiban, dan tanpa memperhatikan halal dan haramnya, maka akhlak ini tidak akan ada gunanya. Stetapi orang yang suka senyum dan mencium tangan orang yang lebih tua atau mendahului dalam mengucap salam, tetapi ia tidak shalat, atau shalat tidak dengan wudhu yang bener, atau shalat tetapi dengan harta yang belum dibayarkan zakat dan khumusnya,....dst. maka jelas pahala yang akan didapat dari akhlaknya itu sama sekali tidak akan bisa menutupi lubang pelanggarannya atau kekurangannya terhadap fikih tersebut. wassalam Sinar Agama Tambahan: Sebenarnya tidak ada perbuatan apapun yang tidak diatur oleh fikih. Karena itu akhlak yang unumnya kebaikan lebih inipun ada fikihnya, yaitu sunnah, atau kalau meninggalkan yang kurang baik tetapi tidak haram, disebut makruh. Jadi, akhlak yang berarti melakukan perbuatan baik bisa diakatakan dihukumi sunnah, dan akhlak yang bermakna meninggalkan keburukan yang tidak haram (seperti tidak ke masjid dengan bercelana pendek atau selutut) bisa dikatakan dihukumi makruh (bc: meninggalkan makruh). Dengan demikian, maka jelas tidak ada perbuatan apapun dari manusia ini kecuali sudah diatur dalam fikih. Akan tetapi biasanya, orang yang menghadapkan akhlak dengan fikih, atau fikih dengan akhlak, adalah wajib lawan sunnah itu, atau haram lawan makruh itu. Jadi, mereka yang mengharuskan pendahuluan akhlak di atas fikih, maknanya adalah sekalipun sesuatu itu wajib, tetapi kalau menyakiti orang lain karena dianggap tidak sopan, maka tinggalkanlah demi akhlak. Bgt pula kalau hal itu haram, akan tetapi kalau kita tinggalkan membuat orang lain yang tidak sepaham sakit hati, maka tinggalkanlah karena ia adalah makruh. Nah, membelasa sunnah dan makruh, dengan meninggalkan kewajiban dan/atau melakukan
CatatanSinarAgama|FanPageFB:SinarAgama,Website:arsipsinaragama.com 19

20

Akhlak vs Fikih

haram, maka ia tidak akan memiliki arti apapun di hadapan Tuhan.

Misalnya, kalau kita shalat tidak sedekap (karea wajib sedekap) bisa membuat tuan rumah yang kita kunjungi itu tersinggung, maka shalatnya dilakukan sedekap. Atau ketika mau berbuka dengan hanya tenggelamnya matahari dimana hal itu jelas haram, tetapi karena membuat tersinggung orang yang mengundang kita dimana hal itu makruh dan tidak akhlaki, maka makan buka bersama tuan rumah. Kedua amalan di atas jelas, tidak benar dan salah serta dosa. Karena itu shalatnya batal dan harus diulang lagi, sedang puasanya jg batal dan harus diqodho serta harus pula membayar kaffarah (misalnya puasan 2 bln berturut-turut). Memang kalau kita shalat dengan tangan lurus bisa dibunuh, dipukuli, diperkosa atau dirampas harta kehidupan kita (empat sebab taqiah), maka kita bisa shalat dengan sedekap dan berbuka puasa. Tetapi walaupun tidak dosa dan shalatnya syah, tetap saja puasanya harus diqodho lagi (walau tidak dosa dan tidak harus bayar kaffarat). Namun demikian, hal ini bukan lagi diatur akhlak. Yakni kebolehan bertakiah itu. Tetapi sudah diatur fikih di bagian halal-haram atau wajib tidaknya. wassalam lagi. Sinar Agama Tambahan lagi: Mungkin Anda bertanya bhw kalau akhlak itu adalah sunnah itu, mengapa tidak dibahas di fikih saja, dan akhlak dihapus saja? Jawabnya: Akhlak Islam, adalah suatu pendidikan Islam tentan berkarakter baik. Jadi pandangannya bukan dari sudut hukumnya. Tetapi dari sudut perbuatan yang baik untuk diri sendiri, Tuhan, keluarga, tetangga dan sosial serta negaranya. Artinya, Islam memiliki aturan akhlaki dan perbuatan baik ini dalam segala lapisan manusia. Jadi, ketika membahas ini, maka tidak lagi membahas dari sudut pandang fikihnya, tetapi hanya melihat baik dan tidaknya suatu perbuatan itu. Karena itu, sering juga masuk ke dalam pembahasan akhlak sekalipun ia adalah wajib dilihat dari sudut pandang fikihnya. Atau kadang haram secara fikih, tapi masuk ke dalam bagian pelajaran akhlak, yakni bagian2 perbuatan yang harus dihindarkan. Misalanya, dalam akhlak kita dilarang menggibah atau iri. Disini hukumnya jelas haram dari sisi fikihnya. Tetapi akhlak Islam ketika membahas akhlak, hanya melihat dari sisi tidak baiknya perbuatan itu dan efek2 buruknya bagi manusia dan sosialnya. Bgt pula ttg menolong orang. Kadang kala dan bhkn seringnya menolong orang ini hukumnya wajib dalam fikirh, seperti menolong orang yang jatuh, tenggelam dsb. Akan tetapi ketika dibahas di akhlak, maka ia hanya menyoroti dari sudut pandang baiknya perbuatan itu dan efek baiknya pada diri dan sosialnya. Karena itulah, maka akhlak Islami ini sama sekali tidak layak dan tidak memiliki kelayakan untuk dihadapkan dengan fikih atau disejajarkan dan, apalagi dilebihkan. Memang, kalau semua kewaiban seseoarang dari sisi fikihnya sudah lengkap dan sempurna, maka akhlak ini akan menjadi sanga t berarti dan menjadi pelengkapnya, yakn imelebih tinggikan derajatnya. Tetapi kalau fikihnya masih amburadul, maka akhlak ini tidak lebih dari nyanyian setan yang menyesatkan. Apalgi mengatakn untuk tidak melakukan fikih demi akhlak, maka ini jelas kesesatan yang nyata. wassalam lagi. Hidayatul Ilahi Alhamdulillah....syukron penerangan ny uztad,,jd bgaimana dengann kata teman saya itu uztad???
CatatanSinarAgama|FanPageFB:SinarAgama,Website:arsipsinaragama.com 20

21

Akhlak vs Fikih

Bismillahirrahmanirahiim.

Akal selalu sejalan dengan hukum Tuhan (fikih). Tetapi akal disini adalah yang argumentatif gamblang, bukan yang samar. Nah, semua kebaikan (akalauiah & fikhiyyah itu) itulah yang dikatakan akhlak yang baik. Sudah tentu masih banyak lagi yang dikatagorikan akhlak namun mengapa fiqh sulit diterjemahkan dalam akal, kalau memang dikatakan fiqh itu sejalan dengann akal. contoh :"mengapa sholat subuh mesti dua rokaat..?" (apakah ini perintah dari Tuhan "dipaksa" harus dua rokaat atau akal bisa mejelaskannaya) Akal adalah Argumentatif gamblang sebagaimana sudah diterangkan sebelumnya. Nah, argumen gamblang ini memerlukan pada premis-premis argumentnya yang juga gamblang. Dengan itu, ketika akal tidak memiliki premis-premis itu, manamungkin ia bisa mengetahui sesuatu yang dimaksud? Akal tidak akan mampu memecahkan banyak rahasia fiqih. Sebabnya hanya satu, yaitu tidak memiliki premis-premis untuk dijadikan dalil. Misalnya ada di waktu subuh itu? Apa shalat itu? Apa rokaat-rakaat itu dan seterusnya. Maksudnya: Misalnya ada apa di waktu subuh itu? Dalam kehidupan ini banyak yang tidak diketahui akal karena tidak memiliki premis-premis atau mukaddimah-mukaddimah dalilnya. Atau tidak memiliki data untuk dijadikan dalil. Jadi, bukan fikihnya tidak masuk akal, tetapi akalnya belum mengerti rahasia fikihnya. Seperti dokter yang membelah dada orang yang dioprasinya. Pekerjaan itu sangat tidak masuk akal bagi orang bodoh yang mungkin akan segera menyerang si dokoter dengan parang. Jadi, yang dimaksud akal oleh agama dan para Nabi serta imam kebanyakan adalah bermaksud yang memiliki kelengkapan data dan tidak memiliki halangan seperti gila atau cinta dunia dan seterusnya. Itu makna akal pertama. Ada lagi akal ke dua, yakni adanya data-data lain yang menghasilkan kesimpulan lain. Misalanya, Allah Maha Tahu dan Bijak, Allah menurunkan Syariat, Allah memerintahkan Shalat yang diriwayatkan secara lebih mutawatir yang tidak mungkin salah, dengan demikian akal akan menyimpulkan bahwa subuh dua rokaat dan seterusnya itu sudah pada tempatnya yang kalau dirubah akan menyimpang dari kebaikan. Kalau kita perhatikan Qur an, dan riwayat-riwayat, sering Allah dan Nabi saww mengatakan apakah kalian tidak menggunakan akal? Akal di sini bisa memiliki dua makna tersebut. Tentu saja masih banyak lagi maksud akal dalam syariat sesuai dengan konsteknya. Jadi, tugas akal adalah mengerti rahasia agama dan akhlak, tetapi kalau tidak bisa maka ia bertugas mencari kebenaran ajarannya bahwa memang dari Tuhan, lalu pasrah di hadapan Tuhannya. Banyak orang Indonesia yang berjubel dengan agama-agama lain seperti Hindu, telah mengambil konsep energi Yoga mereka. Hingga menafsirkan bahwa di subuh memiliki banyak
CatatanSinarAgama|FanPageFB:SinarAgama,Website:arsipsinaragama.com 21

22

Akhlak vs Fikih

energi matahari yang cukup diambil seukuran dua rokaat dan semacamnya.

Hal ini tidak diajarkan dalam agama tidak bisa diakalkan karena 2 hal: 1akal tidak memiliki data-datanya yang gamblang; 2syariat tidak hanya bernafaskan badani dan materi, tetapi terlebih memiliki dimensi ruhani atau ukhrowi. Jadi shalat itu tekanannya di ruhaniah filosofis/hakikinya, bukan filosofis badaniahnya, sekalipun tentu memiki hikmah-hikmah badani, Oleh karena itulah maka untuk fikih ini disediakan akal ke dua, yakni dibukanya pintu ijtihad untuk menguatkan kebenaran datangnya, bahwa ianya datang dari agama, hingga orang yang awam tentang agama harus takalauid pada para mujtahid. Di sini akal pertama banyak tidak berfungsi. Yakni untuk mengerti folosofis badani dan ruhani dari fikih. Justru karena itulah maka para filosof dan orang-orang berkal mengatakan bahwa perlu Nabi dan rasul untuk mengarahkan manusia atau akal manusia untuk menata seluruh kehidupannya yang mengandungi dimensi dunia-akhirat. Jadi, kalau ada orang yang mengadu domba antara filosof dan para Nabi, dengan mengatakan bahwa para foosof itu tidak perlu Nabi, sebenarnya, dibuat oleh orang-orang yang anti filsafat. Karena dalam filsafat sangat jelas bahwa akal kita yang tidak memiliki data-ata apapun kecuali sangat sedikit ini, harus dibimbing wahyu untuk hidup dengan baik secara dunia-akhirat. Tidak ada akal orang-orang berakal atau filosof yang tidak tunduk tawadhu dihadapan agama Maka itu yang di tanah air kita, yang tidak mengatakan filosof kecuali pada seseorang yang sudah hidup ala orang gila dan stres atau menigggalkan agama, sudah penyimpangan dari akal dan filsafat itu sendiri. Tentu mungkin saja mereka dikatagorikan filosof tetapi di filsafat materi. Filsafat materi ini hanyalah alat penunjang bagi teknologi materialis, bukan filsafat yang membhas setiap hal sesuai dengan keadaan sebenarnya walau tidak memiliki dalil atau data materi. Seperti shalat tadi, kalau di filsafat materi hanya memperlajari gerak gerik, waktu dan semacamnya dari yang berhubungan dengan materi, mereka menolak apapun hakikat yang tidak bisa dilacak dengan materinya. Nah, banyak orang-orang muslim, terutama wahhabi yang terjerumus pada filsafat materialis ini. Padahal, kalau kita lihat dengan kacamata tadi, bahwa shalat diriwayatkan secara lebih dari mutawatir, yang membukitaikan bahwa shalat dari Tuhan; Tuhan Maha Bijak: Tujuan syariat bukan hanya lahir/dunia saja dan seterusnya, dapat disimpulkan bahwa dalam shalat ada dimensi-dimensi ruhani/ukhrowi yang pasti baik untuk manusia di ruhaniahnya dan di akhiratnya, tentu dismping hikmah-himah dunia/badani yang dapat dijangkau dari hikmahhikah gerakannya seperti yang diterangkan oleh para dokter atau ahli kesehatan. Semua ini adalah kata-kata akal, bukan agama. Yakni yang mengatakan bahwa akal tidak banyak tahu, bahwa akal perlu agama, bahwa agama harus dibawa orang maksum, bahwa agama terakhir harus dijaga maksum sampai kiamat dan seterusnya, semua ini bukan doktarin agama.
CatatanSinarAgama|FanPageFB:SinarAgama,Website:arsipsinaragama.com 22

23

Akhlak vs Fikih

Tentu saja agama juga mengatakannya. Tetapi bukan sebagai pendoktrin atau pengajar bagi akal, apalagi pemaksa, tapi sekedar mengingatkan akal saja. oleh karena itu dalam agaman dikenal hal yang menyangkut ajaran-hukum (tasyri'i) ada lagi yang bersifat mengarahkan saja (irsyadi). kita ambil contoh puasa Apa sih rahasia puasa itu? Ada yang bilang supaya merasakan laparnya orang miskin, terus untuk apa? Dibilang supaya kita tidak sombong, bisa toleransi dan membantu mereka. Nah sekarang kalau kita sudah tidak sombong, lalu toleran serta membantu, apa sudah tidak wajib puasa, karena sudah sampai ke tujuan puasa, Tantu saja tidak. begitu pula dengan tujuan-tujuan takwa, mengingat lapar di akhirat dan lain-lain. Yakni kita tetap puasa sekalipun sudah mencapai tujuan-tujuan itu. Mengapa kita tetap puasa sekalipun tak paham rahasia puasanya? Karena kita terima penuh Kebijakan Tuhan stelah yakin bahwa Ia yang perintahkan puasa itu. Inilah akal ke dua yang dimaksudkan. Sekian Terima kasih Al-fatihah -sholawat

CatatanSinarAgama|FanPageFB:SinarAgama,Website:arsipsinaragama.com 23

24

Akhlak vs Fikih

Sinar Agama Dari dulu sekali aku benar2 merasa aneh. Karena sebagaian AB, kalau disuruh berfikih, selalu berkelit dg alasan dakwah lah, dahulukan akhlak lah ...dst. Akan tetapi mut'ah mereka jalan terus dan salah2 lagi. Lah ... mana yg lbh mengacaukan, shalat dg tdk sedekap, atau memut'ahi anak orang tanpa ijin yg, di sunni dan di syi'ah hal itu diyakini zina?

Shakira Bahesyti: Ustadz, sy amat sepakat dgn pendapatnya. Pada akhirnya byk perempuan syiah yg menikah dgn lelaki sunni berakhlak baik ketimbang lelaki ab yg jumlahnya limited edition, yg akhlaknya baik udah milik orang dan biasanya pemiliknya pencemburu.afwan. Sinar Agama: Ya ... Allah lindungilah saudari2ku dari rayuan ghombal lelaki jalang berkedok agama, dan lindungilah ikhwan2ku hingga tdk tertipu dg premis yg sangat sederhana dan nyata dlm salahnya (spt yg kumaksud dlm status). Ya ... Allah berilah kami kesempatan untuk merubah diri ini, sosial ini, cara berfikir ini, cara bergaul ini, cara mendamba akhirat ini, cara melihat dunia ini ....Ya Allah ... bermurahlah sebagaimana dari dulu Engkau bermurah pada kami semua..... Ya ....Allah .... ya ...Allah .... demi keAgunganMu, Nabi-Mu, AhlulbatinabiMu ...., amin... Shakira Bahesyti: Amin ya Ilahi... Agoest D. Irawan: Ilahi Amin Ya Rabb..Salam, keif hal ya ustadz.... :) Muhammad Ali Husain: Ya Allah, saya bingung ustadz.. Bahar Fth: Afwan ust ana mengerti dan paham dlm makna doakan ana bisa merubah diri amin sholu 'ala nabi wa ali Sinar Agama: Mas Agoest: Pa kabar, ana bagik trim, antum keif, kok lama nggak ngunjungi ana di fb ini? Senangnya antum koment. Jgn marah kalau ana kurang menyapa, karena sungguh pertanyaan semakin banyak, bgt pl masalahnya, jg maaf kalau selalu satu arah, afwan, yg jelas ana terhibur sekakli kalau disapa, krn berarti kita masih nyambung dlm pertemanan dan silaturrahim serta ana kurang merasa sendirian. Ada lagi yg selalu ingin kutahu, yaitu, sejauh mana pandangan2 yg kuanggap murni untuk membenahi masyarakat kita ini memiliki efek yg baik. Tirm sekali lagi Sinar Agama: Muhammad: Bingung itu tanda ada rasa takwa dalam diri. Karena itu lanjutkan dg kehidupan lepas dari nafsu dan ikuti argument dan ulama yg mmg membidangi agama walau tdk maksum karena hal itu wajar spt antum pergi ke dokter yg jg tdk maksum itu. Sinar Agama: Bahar: diriku adalah dirimu, karena cinta murni tdk bisa dibatasi dg badan dan jauhnya tempat. Karena itu disamping aku jg orang yg terbutuk di dunia ini, aku jg menganggap diri antum semua sebagai diriku juga. Sedihmu sedihku, hancurmu hancurku, dan majamu adl majuku jg. Ingat, akhirat itu berat sekali, tdk bisa kita disana asal bunyi, tp benar2 semua isi hati dan pikiran serta rahasia2 kita akan dibuka disana. Mari kita maju bersama, jgn pernah merasa lelah dan putus asa. Sinar Agama: Satu lagi wahai Indonesiaku, sebesar apapun pengaruh kita dan huru hara, dan
CatatanSinarAgama|FanPageFB:SinarAgama,Website:arsipsinaragama.com 24

25

Akhlak vs Fikih

semeegah apapun yang kita punya dalam penampilan, sejauh apapun penghormatan keilmuan yang diberikan orang,...dst tp kalau semua itu tdk benar dan tdk argumentatif sejati serta tdk dg niat yang tulus karena Allah dan tdk dengan melepaskan diri dari segala riya dan kepentingan, mk kita akan tergulung sejarah dan sebelum di akhiratpun hakikat kita akan terbuka. Kalau begitu, mengapa kita berlomba memasukinya?

Sinar Agama: Ketahuilah, banyak orang mungkin bisa ditipu, tp tdk mungkin semuanya. Dan kalau tipuan itu adl argument yg palsu, atau tdk sejati, mk sdh pasti tdk akan berumur melebihi bbrp tahun saja, lalau mengapa kita harus mengisi sejarah itu dg wajah buruk kita demi kepentingan sesaat? Agoest D. Irawan: Alhamdulillah ya ustadz, begitu pula ana, berkat doa antum juga. Afwan ya ustadz, ana mungkin tidak meninggalkan komen atau jejak pada fb Antum (atau di Mekarsari) tp ana tekun mengumpulkan artikel2/diskusi antum. Semoga ini tidak mengurangi keutamaan silaturahmi ana dengan antum. Sekali lagi, afwan. Ana belajar dr antum atas banyak hal. Tidak saja (jawaban) atas masalah tp jg bagaimana cara antum menanggapinya. Semoga Allah mamanjangkan umur Antum agar kami terus dapat mengambil manfaat dari Antum. Bi haqqi MUHAMMAD wa aali MUHAMMAD... Bahar Fth: Trims atas sgala argmn ny ust sungguh diriku dgn kehinaan merasa malu bila dikatakan setara dgn antum ust karna bnyk sudah kejelekan amalku dan tak ada yg mengelilingi aq selain apiny yg menyala dan budakny klw salah melangkah akan terjerumus slamany dan sekali lagi ana mohon doany ust agar bisa menuju tempat rasul saaw dan imam bersama-sama Bahar Fth: Dan afwan ust satu hal antum doakan ana agar cepat menikah dan bersegera bekeluarga dan doany untuk bapak ana yg sakit berkepanjangan agar segera disembuhkan dan slalu brada dalam kebaikan Sinar Agama: Mas Agus: Sampai memerah mataku membaca tulisan antum, demi Allah. Trim sekali. Itu dia mas, puluhan tahun aku menuntut ilmu Ahlulbait as dan ingin sekali berteriak menyampaikannya pada antum semua. Walau tentu lamanya belajar itu tdk menjadi jaminan, tp maksudku kalaulah aku hanya dapat setetes, mk yg setetes itu kita keroyokin. Yg jelas, kita harus mencoba dan mencoba untuk serius menghadapi hidup ini, tdk berhura-hura menjadi syi'ah atau Islam, tp meresapi dan mengaplikasikannya dg penuh ketegasan dan kesantunan di lain pihak. Artinya tegas pada diri sendiri, dan santun pada orang lain (namun dlm argument harus tetap jelas dan gamblang). Sinar Agama: Bahar: Syarat utama menjadi orang baik itu adlah tdk henti belajar agama di sela2 kesibukan kuliah atau kerja. Nah kalau itu dilakukan maka doa kita untuk menjadi orang bak akan menjadi terkabul i-Allah.Karena baik itu harus profesional atau ilmiah, bkn perasaan tanpa dalil. Sinar Agama: Ana akan doakan antum segera menikah dg penuh rahmah, dan bgt pula ayah antum smg cpt sembuh dan dlm hidayahNya selalu, amin Bande Huseini: ada yg bilang akhlaq adalah fiqh itu sendiri ust..? betul g' ..afwan..
CatatanSinarAgama|FanPageFB:SinarAgama,Website:arsipsinaragama.com 25

26

Akhlak vs Fikih

Sinar Agama: Bande: Kalau secara umum, biar akidah juga akhlak, yakni akhlak batin. Akan tetapi manakala akhlak itu dihadapkan kepada akidah dan fikih, mk ia tdk lagi mencakupi kedunya, tp menjadi bagian yang sejajar dengannya. Misalnya dikatakan bhw Islam memmiliki banyak disiplin ilmu, spt akidah, fikih, akhlak, irfan, tafsir, hdits, rijal, ushulfikih, psikologi, politik, budaya, rumah tangga, sosial, kenegaraan, ketentaraan ....dst. Maka dlm hal ini, mk akhlak bkn fikih dan bgt pl sebaliknya.

Dan ketahuilah bhw akhlak itu bkn karakter bagus, bukan, tp karakater saja. Jadi ilmu akhlak adalah ilmu ttg karakter, esensinya, terbentuknya dan cara membentuknya kepada yg baik. Tentu akhlak yang saya katakan ini adalah akhlak yg sebagai ilmu. Tp kalau dlm percakapan sehari-hari, mk akhlak adalah adab dan tatakrama. Dan dlam akhlak yg berarti tata krama itulah maka semuanya bisa masuk ke dalamnya, spt akidah (tata krama dg Tuhan secara batin), atau fikih (tata krama dengan Tuhan secara lahir dan tata krama dg diri, keluarga, sosial dan negara, karena hukum fikih itu lengkap), atau politik (tata krama politik Islam), atau keluarga (tata krama keluarga Islam) ....dst. Namun, demikian, apapaun maksud akhlak itu (ilmu ata adab) kalau sdh dihadapkan kepada akidah dan fikih (sebagai bagian dlm keIslaman, bkn dihadapkan untuk dipertentangkan), mk akidan dan fikih sdh tdk masuk lagi di dalamnya. Jadi, makna akhlak disini bermakna adab dan sopan santun. Ketika akhlak itu sdh berupa sopan santun, mk biasanya dipengaruhi oleh budaya setempat. Jadi sopan santun orang muslim du suatu negara atau suku, bisa akan sangat berbeda dibanding dg negara atau suku lainnya. Padahal sama2 mengaku Islam. Nah, adab yg demikian itu, yakni yg berbeda-beda itu masih dibolehkan oleh Islam dengan syarat, tdk melanggar akidah dan fikih. Jadi, apapun adab atau adat istiadat yang tdk bertengan dg akidah dan fikih, mk dibolehkan dlm Islam. Karena itu kalau orng Korea atau China masuk Islam, maka tdk boleh menghormati orang dg sujud, karena melangar fikih dan bisa merusah akidah. Bande Huseini: yg dimaksud dalam alqur'an " nabi diturunkan untuk memperbaiki akhlaq"..akhlaq yg dimaksud berarti mencakakup semua hal ust,,hukum..politik, kemasyarakatan..tata krama..dst..begitu ustaz..? afwan Sinar Agama: Kalau hal2 kecil saja sdh tdk boleh dilakukan kalau bertentangan dg akidah dan fikih, apalagi pernyataan dahulukan akhlak dari pada fikih. Karena pernyataan ini, bkn lagi tdk sesuai dg fikih, tp memerangi fikih. Dan kalau orangnya yang menyatakan itu sadar bahwa pernyataannya ini sama dengan menolak Islam itu sendiri, mk ia dihukumi kafir dan najis, sekalipun orang syi'ah. Bande Huseini: yang dimaksud menyatakan"dahulukan akhlaq ketimbang fiqh " dan pernyataan itu dilakukan dgn sadar, maksudnya sadar apa ustaz..? sehingga bisa dikatakan kafir or najis..? afwan Sinar Agama: Yg saya jelaskan ini adalah yang ada dlm fatwa yang berbunyi: "Siapa saja yang
CatatanSinarAgama|FanPageFB:SinarAgama,Website:arsipsinaragama.com 26

27

Akhlak vs Fikih

menolak fikih yg mudah dipahami, dan ia tahu bhw penolakannya itu sama dg menolak Islam itu sendri, mk ia dihukumi kafir dan najis." Lihat di semua fatwa marja' dlm bab najisnya orang kafir. Contohnnya menolak hukum wajibnya shalat dan puasa. Karena memahami kewajiban keduanya itu mudah karena ditransfer dari Nabi saww ke kita secara aklamasi muslimin. Bgt pula memahami bhw org syi'ah harus mengamalkan fikih syi'ah, adlah hal yg mudah diketahui oleh semua orang tanpa berfikir sekalipun, yakni ilmu mudah dan dharuri. Nah, kalau dlm dua golongan contoh ini, pelakunya memahami bhw penolakannya itu sama dengan menolak Islam, mk ia dihukumi kafir dan keringatnya menjadi najis. Beda halnya dg orang yang tdk shalat, dan/atau org syi'ah yang tdk berfikih syi'ah. Dia hanya berdosa besar dan shalatnya harus diganti atau diqodho. Karena dia tdk mengingkari kewajiban hukumnya. Dia hanya tdk melaksanakan hukumnya. Tentu saja, kalau dlm keadaan takiah karena empat sebab itu (kemungkian dipukuli, kemungkinan dibunuh, kemuingkinan keluarganya diperkosa dan kemungkinan hartanya yg dijadikan kehidupannya itu diambil), mk org syi'ah yg tdk beramal syi'ah tdk dosa dan tdk perlu mengulang dan atau mengqodho'nya.

Mujahid As-Sakran: yg sangat menyedihkan bertaqiyah krn takut urusan dunianya hilang Aziz Letta: bagaimana kalau diusulkan dalam KTP identitas agama: Islam Sunni atau Iskam Syii seperti Kristen dan Katolik? Sinar Agama: Mujahid: Kalau harta yang diperlukannya untuk hidup itu bs terancam hilang kalau tdk takiah, agama membolehkan dia takiah. Artinya kalau shalat di depan mereka. Tp anehnya itu biasanya mereka secara keseuruhan meremahkan fikih walau di rumah. Lah, kalau di rumah mau takiah sama siapa? Tp kalau makan ada dan tdk masalah, lalau kalau tdk takiah umat tdk ngaji lagi ke dia, mk takiah spt ini jelas tdk boleh dan batal. Mungkin yg antum maksud jenis yg terakhir ini. Kalau benar, mk benar yang antum tulis itu. Sinar Agama: Aziz: mungkin tdk perlu, karena negara kita bkn negara Islam. Karena masalah ke dalam Islam itu hanya bersangkutan kepada hukum2 yg berbeda. Misalnya, kalau janda dan lelaki berdua mengaku mut'ah, ketika ditangkap polisi agama, mk bisa melihat ktp-nya, kalau sunni mk bohong, tp kalau syi'ah maka benar. Atau kalau suatu kelurga ribut karena yg satu mau membangun kuburan ibnya, dan yg lain menolaknya sampai jd perkenalaian dan mengadu ke hakim agama Islam, mk dilihat, kalau ktp mereka Muhammadiah, mk dibenarkan yg menolak membangun, dan kalau NU mk dibernarkan yg membangun. Jadi, intinya, kalau negara kita blm negara islam, mk serasa blm perlu penulisan madzhab di ktp itu. Sinar Agama: Bande: Ketika Nabi saww bersabda: "Aku diturunkan untuk menyempurnakan akhlak" Artinya semua hal termasuk akidah sebagai akhlak dg Tuhan, hukum fikih yg mencakup seluruh kehidupan baik pribadi, keluar atau negara. Kalau yg dimaksud akhlak dalam arti lawan dari akidah dan fikih, yakni tatakrama yg tdk fikihis, spt senyum, tdk emosian, pemaaf, sedekah, .... dst, mk semua itu tdk akan ada gunanya. Karena semua akhlak itu kalau tdk dibangun di akidah yg benar dan didasari fikih yg benar, mk menjadi hangus dan tdk benguna. Misalnya seorang penyantun tp kafir, atau penyantun tp tdk shalat, atau penyantun tp tdk bayar zakat dan khumus. Maka semua itu tdk akan ada gunanya. Ketika Nabi saww bersabda : "Aku tidak diutus kecuali menyempurnakan akhlak", dan yg
CatatanSinarAgama|FanPageFB:SinarAgama,Website:arsipsinaragama.com 27

28

Akhlak vs Fikih

dibawanya adalah tauhid, fikih dan semuanya termasuk pemerintahan yg dipimpimnya, mk akhlak adalah Islam itu sendiri. Yakni Islam yg lengkap dg akidahnya, fikihnya ...dst. Pendek kata makaarimu al-akhlak itu adalah Qur an dan hadits.

Haera Puteri Zahrah: mhon doata ustadz agar q dan akhwat lain tdk terjerumus oleh sebuah pernikahan yg kebabblasan. Sinar Agama: Haera: he he Saya tdk paham apa maksudnya kawin kebablasan. Aku mendoakanmu dan akhwat yg lain agar terjauhkan dari kawin yg tanpa ijin yg jelas dari ayahny (baik jelas ttg suaminya atau waktu kawinnya dan waktu berakhirnya kl mut'ah), karena hal itu sama dengan zina. Sinar Agama: Karena telah menyengaja kepada pekerjaan yg batal itu setelah tahu hukumnya. Kidung Cinta: Semoga masih inline dgn jalur status dan diskusi, hukum2 fikih mana sajakah yg diperbolehkan takiyah? Saya pernah mendengar, contohnya sedekap dalam sholat tidak diperbolehkan takiyah. Bagaimana dgn aturan sholat yg lain (misal menoleh saat asalamualaikum, ato mengangkat tangan saat doa qunut)? Syukron. Sinar Agama: Kidung, semua hukum itu boeh ditaqiyahi asal ada sebabnya yg empat itu. Maksud dari taqiah yg tdk boleh sedekap itu kalau taqiahnya mengikut fatwa Rahbar hf yg menambahi satu sebab lagi pada empat sebab itu, yaitu demi persatuan. Nah, kalau taqiahnya demi persatuan, mk yg ditaqiahi hanyalah berjamaah pada sunni, tp semua cara shalatnya harus syi'ah. Namanya saja persatuan sunni dan syi'ah. Akan tetapi kalau tdk berani turunkan tangan karena takut dipukuli atau tiga sebab lainnya itu (dibunuh, diperkosa dan dirampas hartanya yg sangat diperlukan dalam kehipannya sehari-hari), mk taqiahnya tdk bisa dg alasan persatuan, tp karena keamanan. Jadi, dlm kondisi ini bisa melakukan taqiah. Tp kalau untuk persatuan, mk tdk blh melakukan shalat dg cara sunni. Jadi bkn hanya tdk boleh sedekap, tp jg tdk boleh pakai sajjadah yg bkn dari tanah. wassalam

CatatanSinarAgama|FanPageFB:SinarAgama,Website:arsipsinaragama.com 28

29

Akhlak vs Fikih

Muhammad Dudi Hari Saputra:

Salam ustad...Saya tertartik utk mmbahas etika/akhlak.. 1.apa yang dimaksud dgn akhlaq ustad? 2.digambarkan oleh ustad bhwa pelajar-pelajar syiah di Iran memiliki akhlaq yang luar biasa,prtanyaan saya; hal yang menyebabkan para pelajar itu bsa demikian? Dan apa yang menyebabkan kita ( dalam konteks ini org Indonesia) sulit untuk meniru akhlaq mereka..Syukron ya Afwan.. Sinar Agama : Salam dan trims pertanyaannya: (1). Akhlak adalah kebiasaan yang sudah menukik pada setiap manusia. Akhlak atau kebiasaan ini, bisa berupa kebaikan dan bisa juga berupa keburukan. Jadi, akhlak tidak mesti berupa kebaikan. Memang, sesuai dengan konteks tertentu, kata akhlak hanya dimasukan kebiasaan yang baik. tetapi hal ini, tidak merupakan bahasan ilmiahnya dan hanya merupakan pamakaian katakatanya. Di budaya Iran, menghormati yang lebih tua bukan bermakna penjajahan pada yang lebih muda dan keharusan yang lebih muda menerima apapun dari yang lebih tua. Misalnya juga seperti menghormati keturunan Nabi saww. Di iran, semuanya di tempatkan pada posisinya masingmasing. Kalau penghormatan sosial, maka tidak dicampurkan dengan ilmu dan juga tetap dalam batas-batasnya. Karena itu, dalam diskusi, tidak mesti hanya menerima dari yang dihormatinya itu. yang lebih tua dan yang tidak diterima pandangannya oleh yang lebih muda, juga demikian. Artinya, ia tidak pernah sakit hati karena memang tidak terbesit sedikitpun di benaknya kalau pendapatnya harus diterima oleh yang menghormatinya itu. Jadi, yang muda tetap hormat pada yang tua tanpa harus segan membantah dalil-dalilnya. Dan yang muda leluasa membantah yang lebih tua dengan dalil, tanpa harus emosi dan kurang ajar pada yang tua. yang lebih tua leluasa menyampaikan pandangannya tanpa berniat mendamba orang lain menerimanya, tetapi tidak mender hingga tidak mempertahankan padangannya. Ia tidak emosi dibantahi dan tidak emosi membela diri. Karena semua diberjalankan pada tempatnya masing-masing. Masalah ilmu itu adalah masalah ilmu, tanpa dicampuri urusan penghormatan yang muda kepada yang lebih tua, anak pada orang tua atau murid pada gurunya. Karena itu pula, mendabat dan membantah dengan dalil, sama sekali tidak diartikan sebagai kekurang ajaran. Beda dengan budaya kita yang , begitu besarnya keegoan yang ditancapkan di dada kita sendirisendiri hingga menjadi sempit. Semua orang mengajarkan ketawadhuan dan kelapangan dada. tetapi hal itu hanya berjalan dikala damai. Coba kalau sudah ketemu dengan perbedaan diantara sesama atau antara yang muda dengan yang tua, maka masalahnya menjadi lain. Di Iran, kalau orang tua marah pada anak, dan anaknya menundukkan kepala, orang tuanya menyuruh anaknya untuk mengankat kepalanya dan menyuruhnya membela diri kalau memang benar. Yakni disuruh untuk mengajukan pembelaan. Jadi, anak yang masih kecilpun disuruh seperti itu dan, kalau ternyata ayahnya yang salah menilai, maka iapun segera mengakui
CatatanSinarAgama|FanPageFB:SinarAgama,Website:arsipsinaragama.com 29

30

Akhlak vs Fikih

kesalahannya dan kebenaran anaknya seraya minta maaf pada anaknya.

Lapang dada itu sering terapa pahit bagi kita, terutama kalau dalam hal-hal yang serius. tetapi kalau kita amalkan yang satu ini mk, tidak perlu menunggu seratus tahun untuk mensorgakan Indonesia. Kalau dibahasan ke dalam bahasa filsafat, akhlak itu dimulai dari suatu perbuatan, seperti merokok. Lalu dari perbuatan ini membekas di ruh atau jiwanya. Bekas itu, kalau disusuli dengan perbuatan yang lain, maka ia menjadi semakin dalam. Kalau begitu dilanjutkan, maka akan menjadi sifatnya atau aksidentalnya. Kalau hal itu diteruskan, maka ia akan menjadi substansinya atau kalau blm kesana, ia setidaknya menjadi sifat yang begitu kentalnya dimana sulit dihilangkan, seperti yang sudah kecanduan merokok. Jadi, akhlak itu merupakan semacam titik akhir (substansi yang tidak bisa dirubah) atau titik menjelang akhir (sifat kental yang sulit dirubah), dari gerak/proses ruh manusia dalam menerima efek dari berbagai perbuatannya. Artinya gerak ruh dari titik mungkin (potensi untuk mensubstansinya aksidental) menuju yang dimungkinnya tersebut ). (2). Sebenarnya iran memiliki kelapangan dada yang luar biasa. Beda jauh dengan budaya kita yang saya pikir sangat sempit dada dimana hal ini merupakan konsekwensi dari tua-isme atau menghormati yang labih tua. wassalam

CatatanSinarAgama|FanPageFB:SinarAgama,Website:arsipsinaragama.com 30

31

Akhlak vs Fikih

Sarboz Osemon Bagaimana dgn mndahulukan akhlaq (fiqih kubra) d atas yg sugra,..mf,br komen 16 hours ago via mobile Like Sinar Agama Sarboz:

Dimana saja kubra tanpa sughra, mk tdk akan pernah menghasilkan apa2. Spt pondasi tanpa rumah, mk tdk bisa dibuat berteduh. Spt mesin mobil tanpa badan mobil, mk tdk bisa dibuat ke surga. Apalagi kekubroan akhlak itu hanya dlm qiyas dan akal, bukan dlm aplikatifnya. MIsalnya, dlm akhal dipandu untuk jadi orang baik. Baik terhadap diri sendiri, keluarga, tetangga, alam sekitar, para ulama, para aimmah as, para nabi dan kepada Tuhan. Ini yg dikatakan akhlak. Yaknis sebuah proposisi atau statmen yg mengatakan "Manusia harus baik". Aplikatifnya bagaimana, yakni sughronya bagaimana? Mk akhlak sdh keluar dari statmentnya sendiri itu. Atau mungkin ia akan memberikan statment lain yg mengatakan "Untuk jadi baik, harus tanya dan mengikuti yg Maha Baik dan Maha Tahu Kebaikan (Tuhan)."

Baik langsung kepada sughronya atau dg pemberian statmen kubro yg ke dua itu, mk hasilnya tetap sama saja. Yaitu harus mendengar dan mengikuti perintah Tuhan sebagai Yg Maha Tahu Kebaikan Manusia. Disinilah, fikih itu berfungsi. Yaitu untuk meliriskan atau merincikan apa2pun yg berhubungan dg manusia, agar manusia tsb menjadi baik. Kalau kubro ini mau didahulukan dari fikih, dlm arti meninggalkan fikih, mk sdh pasti tdk akan pernah jalan. Spt mesin tanpa badan, spt pondasi tanpa rumah, bagai akar tanpa pohoh. Sebenarnya hal2 spt ini sangat jelas. Tp orang2 yg berkepentingan itu, sebenarnya ia ingin mengisi sughronya itu dg statement2 rinci dari dia sendiri, bukan dari agama dan Tuhan yg Maha Tahu yg dianggapnya telah kaku menurunkan fikih yg saklek itu. Jd, dg berkedok pendahuluan kubro/akhlak (statment universal, spt "semua manusia harus baik", spt statment universalyg ada di logika "semua manusia itu berakal"), ia ingin membawa audiennya kepada "apa mau gue". Jadi, dia sebenarnya,secara sadar atau
CatatanSinarAgama|FanPageFB:SinarAgama,Website:arsipsinaragama.com 31

32

Akhlak vs Fikih

tidak, ingin membawa audiennya itu kepada yg ia kehendaki dan spy menjadikannya tuhan kecil di muka bumi ini. Karena bagi dia, kemauanannya dan pandangan kemaslahatannya itu jauh lebih baik dari pandangan dan kemaslahatan Tuhan (agama/fikih).

Sebagaimana kaidah logika yg universal (kubro atau premis besar) yg kalau tanpa ditukikkan atau diaplikasikan atau diterapkan kepada sughro (premis kecil), tidak akan membuahkan hasil, mk pengutamaan khubro/akhlak tanpa penukikan atau aplikatif atau penerapan kepada sughronya (fikih), jg tdk akan membuahkan hasil. Misalnya: "Semua manusia itu berakal". Lalu diam. Mk tdk akan menghasilkan apapun dlm perselisihannya ttg hakikat si Joko yg dibahas apakah ia berakal atau tdk.

Bgt pula ttg kubro/akhlak ini. Misalnya dikatakan "Manusia harus baik". Lalu diam. Mk tdk akan pernah menghasilkan apapun dlm perselisihannya ttg tanggung jawab manusia yg sedang diperdebatkannya. Tentu saja, kecuali kalau mau diisi dg syariat dari kantongnya sendiri dimana jangan para marja', para imam as dan para nabi as serta Tuhan sendiri, disini, sdh tdk berarti lagi. Na'udzubillah. Atau statment akhlak/kubro yg menyatakan: "Kita harus baik pada tetangga". Nah, kalau pernyataan ini tdk diiringi dg rincian tanggung jawab manusia kepada tetangganya dari Tuhan/fikih, mk jelas tdk akan pernah menghasilkan kebaikan kepada manusia tsb dilihat dari sisi ketetanggaannya itu.

wassalam.

CatatanSinarAgama|FanPageFB:SinarAgama,Website:arsipsinaragama.com 32

Anda mungkin juga menyukai