Anda di halaman 1dari 3

Oleh: M.

Sofjan Dosen STAN Kemenkeu dan Mahasiswa Doktoral Universite de Bordeaux IV,Prancis

EKONOMI PELABUHAN*

Diskusi menarik tentang pelabuhan berlangsung ketika saya menjadi salah satu nara sumber workshop tentang Prosedur Kepabeanan dan Pelabuhan dalam rangka peningkatan perdagangan Indonesia-Prancis di Le Havre yang merupakan kota pelabuhan terbesar di Prancis. Dari pihak Prancis hadir pejabat bea dan cukai, pimpinan pelabuhan , KADIN Prancis serta para pengusaha. Hadir pula Profesor dari Indonesia yang menjadi dekan dan ketua jurusan master di Universite de Le Havre. Salah satu pelabuhan tersibuk di eropa tersebut mengusung slogan Performance of Your Supply Chain. Pelabuhan Le Havre memiliki integrasi yang sangat baik di semua lini. Mulai dari kedatangan kapal laut kemudian berhadapan dengan syahbandar pelabuhan selanjutnya pengeluaran barang dengan melewati bea dan cukai sampai barang keluar dari pelabuhan. Semua didukung oleh infratruktur dan administrasi yang efisien dan transparan. Lalu apa kesan pertama jika ketika kita melihat hiruk pikuk pelabuhan di Indonesia ?. Sebagian besar masyarakat berpendapat bahwa pelabuhan adalah tempat berlabuhnya kapal laut dan penumpukan peti kemas yang semrawut dan tidak nyaman. Jika pertanyaan tadi diajukan kepada pelaku ekonomi maka mereka berpendapat bahwa pelabuhan adalah jantung ekonomi suatu peradaban. Tidak berlebihan kiranya jika kita mau melihat kondisi perekonomian suatu negara maka lihatlah pelabuhannya. Semakin tertata dengan rapi pelabuhan tersebut menunjukkan situasi ekonomi yang baik di negara bersangkutan. Tertata dengan rapi mengandung pengertian pelabuhan memiliki infrastruktur yang mendukung kelancaran bongkar muat dan di lain pihak para pelaku ekonomi di dalam pelabuhan tersebut saling bekerja sama. Sehingga antara infrastruktur dan pemangku kepentingan terintegrasi dengan baik. Pelabuhan juga faktor penentu suatu negara memiliki daya saing ekonomi yang kompetitif atau tidak. Karena di pelabuhan lah terjadi transaksi perdagangan yang menentukan denyut nadi perekonomian. Dalam laporan World Economic Forum (WEF) tahun 2012-2013 mempublikasikan Global Competitiveness Index (GCI) atau Indeks Daya Saing secara global seluruh negara. Indonesia berada di urutan 50 dari 144 negara dengan nilai 4,4 dari skala 1-7. Urutan pertama masih dipegang Swiss selanjutnya Singapura dan Finlandia. Diantara negara ASEAN, Indonesia masih ketinggalan dengan Malaysia (urutan 25) dan Brunei Darussalam (urutan 25). Sedihnya, Indonesia mengalami penurunan 6 peringkat dalam 2 tahun terakhir. WEF adalah forum independen yang mempertemukan berbagai kalangan, mulai dari pengusaha, pemerintah, hingga akademisi. Mereka membicarakan masalah-masalah bisnis dan ekonomi. Presiden SBY memberikan pidatonya di forum WEF di Bangkok bulan Mei kemarin. Ketika kita berbicara pelabuhan sebagai faktor penggerak ekonomi maka kita harus bijak melihat siapa saja yang terlibat di dalam nya. Pelabuhan bukan milik satu institusi saja. Tapi di

situ berkumpul banyak instansi mulai dari pemerintah, swasta sampai organisasi tidak diundang ikut terlibat dalam proses bisnis di pelabuhan. Parahnya, pelabuhan dijadikan ladang mencari nafkah ilegal yang menggiurkan dari oknum yang terlibat di dalamnya. Masalah suppy chain di pelabuhan menjadi permasalahan serius di seluruh negara. Pelabuhan dikatakan semakin baik apabila dapat mengurangi hambatan supply chain yang mereka ciptakan. Semakin banyak hambatan supply chain di pelabuhan berbanding lurus dengan ekonomi biaya tinggi. Lalu bagaimana untuk mengurangi hambatan di pelabuhan? Dari diskusi di Le Havre dan beberapa literatur serta laporan lembaga dunia setidaknya ada beberapa faktor yang memperngaruhi baik buruknya keberadaan pelabuhan sebagai tulang punggung perekonomian nasional. Administrasi Pelabuhan Keberadaan bea dan cukai di pelabuhan sebagai aparat pengawas yang berfungsi sebagai community protector juga harus merupakan mitra masyarakat industri. Tidak jamannya lagi bea dan cukai menjadi penghambat perdagangan yang bersifat non-tarif di bu-buku teks era tahun 80-an, tetapi harus menjadi fasilitator pelaku ekonomi dalam melakukan kegiatan perekonomiannya. Visi bea dan cukai Indonesia 2020 yang baru dilaunching oleh Ditjend Bea dan cukai merupakan semangat perubahan yang sudah mulai dilakukan untuk mengurangi hambatan perdagangan. Operator pelabuhan sebagai tuan rumah pelabuhan dituntut harus menyediakan sarana yang prima. Mulai dari kedatangan kapal laut, bongkar muat barang, penyimpanan barang imporekspor sampai dengan barang keluar dari pelabuhan merupakan rantai yang tidak bisa terpisahkan. Jaminan kemanan fisik barang sejak kapal masih di perairan sampai dengan barang keluar dari pelabuhan merupkan syarat wajib yang harus dilakukan otoritas pelabuhan. Sarana tersebut didukung dengan administrasi yang efisien dan memudahkan pengguna jasa. Transparansi adalah hal mutlak di era keterbukaan saat ini. Transparansi tata letak ruang sehingga pengguna jasa dapat menyaksikan langsung apa yang dikerjakan oleh para pejabat di pelabuhan dan juga transparansi administratif antar pelaku ekonomi. Sehingga para pengguna jasa dapat mengawal kinerja para pengambil keputusan di pelabuhan. Infrastruktur dan Lingkungan Bisnis Pemerintah sejatinya tidak hanya memikirkan pembangunan ruas jalan tol yang terus dikembangkan untuk mobil pribadi dan juga pembangunan jalur bus way untuk mengangkut penumpang. Tapi juga harus dipikirkan pembangunan Truck Way untuk mengangkut barang dari pelabuhan menuju tempat produksi atau sebaliknya. Yang terjadi sekarang adalah kemacetan yang luar biasa dari dan menuju pelabuhan oleh trailer pengangkut barang modal dan bahan baku. Padahal pergerakan truk pengangkut tadi merupakan penentu bagi penggerak roda perekonomian. Tersediannya komunikasi yang baik yang menghubungkan antara pelaku perdagangan merupakan kebutuhan mendesak untuk pelaku perdagangan. Teknologi informasi di bidang perdagangan terlebih untuk menghubungkan Indonesia dengan negara kepulauannya

merupakan prasyarat suksesnya perdagangan. Teknologi komunikasi dan informasi harus mampu menjawab keberadaan sebuah barang yang dikirim dari pulau terbarat menuju pulau paling timur sekalipun. Teknologi informasi dan komunikasi juga sejatinya membuat prosedur di pelabuhan menjadi lebih ramah dan efisien. Dan akhirnya aturan di bidang perdagangan dan keuangan yang di keluarkan oleh pemerintah harus mendukung terjadinya peningkatan perdagangan dan memacu terjadi nya akselerasi yang dinamis diantara pelaku usaha. Kesimpulan Apabila permasalah dan solusi yang di bahas di atas dapat dilakukan oleh pemerintah dan para pelaku ekonomi di bidang perdagangan maka dapat mengurangi hambatan supply chain yang menjadi momok perdagangan saat ini. Tentunya semua ini di barengi dengan penataan mental dan integritas baik aparat pemerintah, swasta dan para pengusaha. Terciptanya pelabuhan yang ramah dan mendukung perdagangan pastinya akan megurangi ekonomi biaya tinggi baik di tingkat pengusaha dan nantinya pasti akan dinikmati juga oleh para konsumen.
*Dimuat di harian Republika Senin, 12/11/2012

Anda mungkin juga menyukai