Anda di halaman 1dari 22

PENATALAKSANAAN Penanganan kecacatan pada celah bibir dan celah langit-langit tidaklah sederhana, melibatkan berbagai unsur antara

lain, ahli Bedah Plastik, ahli ortodonti, ahli THT untuk mencegah menangani timbulnya otitis media dan kontrol pendengaran, dan anestesiologis. Speech therapist untuk fungsi bicara. Setiap spesialisasi punya peran yang tidak tumpang-tindih tapi saling saling melengkapi dalam menangani penderita CLP secara paripurna. 16 1. Terapi Non-bedah Palatoschisis merupakan suatu masalah pembedahan, sehingga tidak ada terapi medis khusus untuk keadaan ini. Akan tetapi, komplikasi dari palatoschisis yakni permasalahan dari intake makanan, obstruksi jalan nafas, dan otitis media membutuhkan penanganan medis terlebih dahulu sebelum diperbaiki.3 Perawatan Umum Pada Cleft Palatum Pada periode neonatal beberapa hal yang ditekankan dalam pengobatan pada bayi dengan cleft palate yakni: a. Intake makanan Intake makanan pada anak-anak dengan cleft palate biasanya mengalami kesulitan karena ketidakmampuan untuk menghisap, meskipun bayi tersebut dapat melakukan gerakan menghisap. Kemampuan menelan seharusnya tidak berpengaruh, nutrisi yang adekuat mungkin bisa diberikan bila susu dan makanan lunak jika lewat bagian posterior dari cavum oris. pada bayi yang masih disusui, sebaiknya susu diberikan melalui alat lain/ dot khusus yang tidak perlu dihisap oleh bayi, dimana ketika dibalik susu dapat memancar keluar sendiri dengan jumlah yang optimal artinya tidak terlalu besar sehingga membuat pasien menjadi tersedak atau terlalu kecil sehingga membuat asupan nutrisi menjadi tidak cukup. Botol susu dibuatkan lubang yang besar sehingga susu dapat mengalir ke dalam bagian belakang mulut dan mencegah regurgitasi ke hidung. Pada usia 1-2 minggu dapat dipasangkan obturator untuk menutup celah pada palatum, agar dapat menghisap susu, atau dengan sendok dengan posisi setengah duduk untuk mencegah susu melewati langit-langit yang terbelah atau memakai dot lubang kearah bawah ataupun dengan memakai dot yang memiliki selang yang panjang untuk mencegah aspirasi. (5) b. Pemeliharaan jalan nafas Pernafasan dapat menjadi masalah anak dengan cleft, terutama jika dagu dengan retroposisi (dagu pendek, mikrognatik, rahang rendah (undershot jaw), fungsi muskulus genioglossus hilang dan lidah jatuh kebelakang, sehingga menyebabkan obstruksi parsial atau total saat inspirasi (The Pierre Robin Sindrom) c. Gangguan telinga tengah Otitis media merupakan komplikasi yang biasa terjadi pada cleft palate dan sering terjadi pada anak-anak yang tidak dioperasi, sehingga otitis supuratif rekuren sering menjadi masalah. Komplikasi primer dari efusi telinga tengah yang menetap adalah hilangnya pendengaran. Masalah ini harus mendapat perhatian yang serius sehingga komplikasi hilangnya pendengaran tidak terjadi, terutama pada anak yang mempunyai resiko mengalami gangguan bicara karena cleft palatum. Pengobatan yang paling utama adalah insisi untuk ventilasi dari telinga tengah sehingga masalah gangguan bicara karena tuli konduktif dapat dicegah.(5) 2. Terapi bedah Terapi pembedahan pada palatoschisis bukanlah merupakan suatu kasus emergensi, dilakukan pada usia antara 12-18 bulan. Pada usia tersebut akan memberikan hasil fungsi bicara yang optimal karena memberi

kesempatan jaringan pasca operasi sampai matang pada proses penyembuhan luka sehingga sebelum penderita mulai bicara dengan demikian soft palate dapat berfungsi dengan baik. Ada beberapa teknik dasar pembedahan yang bisa digunakan untuk memperbaiki celah palatum, yaitu: 1. Teknik von Langenbeck Teknik ini pertama kali diperkenalkan oleh von Langenbeck yang merupakan teknik operasi tertua yang masih digunakan sampai saat ini. Teknik ini menggunakan teknik flap bipedikel mukoperiosteal pada palatum durum dan palatum molle. Untuk memperbaiki kelainan yang ada, dasar flap ini disebelah anterior dan posterior diperluas ke medial untuk menutup celah palatum. 2. Teknik V-Y push-back Teknik V-Y push-back mencakup dua flap unipedikel dengan satu atau dua flap palatum unipedikel dengan dasarnya disebelah anterior. Flap anterior dimajukan dan diputar ke medial sedangkan flap posterior dipindahkan ke belakang dengan teknik V to Y akan menambah panjang palatum yang diperbaiki. 3. Teknik double opposing Z-plasty Teknik ini diperkenalkan oleh Furlow untuk memperpanjang palatum molle dan membuat suatu fungsi dari m.levator. 4. Teknik Schweckendiek Teknik ini diperkenalkan oleh Schweckendiek pada tahun 1950, pada teknik ini, palatum molle ditutup (pada umur 4 bulan) dan di ikuti dengan penutupan palatum durum ketika si anak mendekati usia 18 bulan. 5. Teknik palatoplasty two-flap Diperkenalkan oleh Bardach dan Salyer (1984). Teknik ini mencakup pembuatan dua flap pedikel dengan dasarnya di posterior yang meluas sampai keseluruh bagian alveolar. Flap ini kemudian diputar dan dimajukan ke medial untuk memperbaiki kelainan yang ada. Speech terapi mulai diperlukan setelah operasi palatoplasty yakni pada usia 2-4 tahun untuk melatih bicara benar dan miminimalkan timbulnya suara sengau karena setelah operasi suara sengau masih dapat terjadi suara sengau karena anak sudah terbiasa melafalkan suara yang salah, sudah ada mekanisme kompensasi memposisikan lidah pada posisi yang salah. Bila setelah palatoplasty dan speech terapi masih didapatkan suara sengau maka dilakukan pharyngoplasty untuk memperkecil suara nasal (nasal escape) biasanya dilakukan pada usia 4-6 tahun. Pada usia anak 8-9 tahun ahli ortodonti memperbaiki lengkung alveolus sebagai persiapan tindakan alveolar bone graft dan usia 9-10 tahun spesialis bedah plastic melakukan operasi bone graft pada celah tulang alveolus seiring pertumbuhan gigi caninus.16 Perawatan setelah dilakukan operasi, segera setelah sadar penderita diperbolehkan minum dan makanan cair sampai tiga minggu dan selanjutnya dianjurkan makan makanan biasa. Jaga hygiene oral bila anak sudah mengerti. Bila anak yang masih kecil, biasakan setelah makan makanan cair dilanjutkan dengan minum air putih. Berikan antibiotik selama tiga hari. Pada orangtua pasien juga bisa diberikan edukasi berupa, posisi tidur pasien harusnya dimiringkan/tengkurap untuk mencegah aspirasi bila terjadi perdarahan, tidak boleh makan/minum yang terlalu panas ataupun terlalu dingin yang akan menyebabkan vasodilatasi dan tidak boleh menghisap /menyedot selama satu bulan post operasi untuk menghindari jebolnya daerah post operasi.16 KOMPLIKASI

Anak dengan palatoschisis berpotensi untuk menderita flu, otitis media, tuli, gangguan bicara, dan kelainan pertumbuhan gigi. Selain itu dapat menyebabkan gangguan psikososial. 13 Komplikasi post operatif yang biasa timbul yakni: a. Obstruksi jalan nafas Seperti disebutkan sebelumnya, obstruksi jalan nafas post operatif merupakan komplikasi yang paling penting pada periode segera setelah dilakukan operasi. Keadaan ini timbul sebagai hasil dari prolaps dari lidah ke orofaring saat pasien masih ditidurkan oleh ahli anastesi. Penempatan Intraoperatif dari traksi sutura lidah membantu dalam menangani kondisi ini. Obstruksi jalan nafas bisa juga menjadi masalah yang berlarut-larut karena perubahan pada dinamika jalan nafas, terutama pada anak-anak dengan madibula yang kecil. Pada beberapa instansi, pembuatan dan pemliharaan dari trakeotomi perlu sampai perbaikan palatum telah sempurna. b. Perdarahan Perdarahan intraoperatif merupakan komplikasi yang potensil terjadi. Karena kayanya darah yang diberikan pada paltum, Intraoperative hemorrhage is a potential complication. Because of the rich blood supply to the palate, perdarahan yang berarti mengharukan untuk dilakukannya transfuse. Hal ini bisa berbahaya pada bayi, yakni pada meraka yang total volume darahnya rendah. Penilaian preoperative dari jumlah hemoglobin dan hitung trombosit sangat penting. Injeksi epinefrin sebelum di lakukan insisi dan penggunaa intraoperatif dari oxymetazoline hydrochloride capat mengurangi kehilangan darah yang bisa terjadi. Untuk menjaga dari kehilangan darah post operatif, area palatum yang mengandung mucosa seharusnya diberikan avitene atau agen hemostatik lainnya. c. Fistel palatum Fistel palatum bisa timbul sebagai komplikasi pada periode segera setelah dilakukan operasi, atau hal tersebut dapat menjadi permasalahan yang tertunda. Suatu fistel pada palatum dapat timbul dimanapun sepanjang sisi cleft. Insidennya telah dilapornya cukup tinggi yakni sebanyak 34%, dan berat-ringannya cleft telah dikemukanan bahwa hal tersebut berhubungan dengan resiko timbulnya fistula. Fistel cleft palate post operatif bisa ditangani dengan dua cara. Pada pasien yang tanpa disertai dengan gejala, prosthesis gigi bisa digunakan untuk menutup defek yang ada dengan hasil yang baik. Pasien dengan gejala diharuskan untuk terapi pembedahan. Sedikitnya supply darah, terutama supply ke anterior merupakan alasan utama gagalnya penutupan dari fistula. Oleh karena itu, penutupan fistula anterior maupun posterior yang persisten seharusnya di coba tidak lebih dari 6-12 bulan setelah operasi, ketika supply darah telah memiliki kesempatan untuk mengstabilkan dirinya. Saat ini, banyak centre menunggu sampai pasien menjadi lebih tua (paling tidak 10 tahun) sebelum mencoba untuk memperbaiki fistula. Jika metode penutupan sederhana gagal, flap jaringan seperti flap lidah anterior bisa dibutuhkan untuk melakukan penutupan. d. Midface abnormalities Penanganan Cleft palate pada beberapa instansi telah fokus pada intervensi pembedahan terlebih dahulu. Salah satu efek negatifnya adalah retriksi dari pertumbuhan maksilla pada beberapa persen pasien. Palatum yang diperbaiki pada usia dini bisa menyebabkan berkurangnya demensi anterior dan posteriornya, yakni penyempitan batang gigi, atau tingginya yang abnormal. Kontrofersi yang cukup besar ada pada topik ini karena penyebab dari hipoplasia, apakah hal tersebut merupakan perbaikan ataupun efek dari cleft tersebut pada pertumbuhan primer dan sekunder pada wajah, ini tidak jelas. Sebanyak 25% pasien dengan cleft palate unilateral yang telah dilakukan perbaikan bisa membutuhkan bedah orthognathic. LeFort I osteotomies dapat digunakan untuk memperbaiki hipoplasia midface yang menghasilkan suatu maloklusi dan deformitas dagu.3

e. Wound expansion Wound expansion juga merupakan akibat dari ketegangan yang berlebih. Bila hal ini terjadi, anak dibiarkan berkembang hingga tahap akhir dari rekonstruksi langitan, dimana pada saat tersebut perbaikan jaringan parut dapat dilakukan tanpa membutuhkan anestesi yang terpisah. f. Wound infection Wound infection merupakan komplikasi yang cukup jarang terjadi karena wajah memiliki pasokan darah yang cukup besar. Hal ini dapat terjadi akibat kontaminasi pascaoperasi, trauma yang tak disengaja dari anak yang aktif dimana sensasi pada bibirnya dapat berkurang pascaoperasi, dan inflamasi lokal yang dapat terjadi akibat simpul yang terbenam. g. Malposisi Premaksilar Malposisi Premaksilar seperti kemiringan atau retrusion, yang dapat terjadi setelah operasi. h. Whistle deformity Whistle deformity merupakan defisiensi vermilion dan mungkin berhubungan dengan retraksi sepanjang garis koreksi bibir. Hal ini dapat dihindari dengan penggunaan total dari segmen lateral otot orbikularis. i. Abnormalitas atau asimetri tebal bibir Hal ini dapat dihindari dengan pengukuran intraoperatif yang tepat dari jarak anatomis yang penting lengkung.3 PROGNOSIS Meskipun telah dilakukan koreksi anatomis, anak tetap menderita gangguan bicara sehingga diperlukan terapi bicara yang bisa diperoleh disekolah, tetapi jika anak berbicara lambat atau hati-hati maka akan terdengar seperti anak normal. FAKTOR RESIKO Demografi dan Faktor Reproduksi Beberapa studi melaporkan peningkatan resiko celah oral dengan peningkatan usia maternal (Shaw 1991). Bagaimanapun, studi yang lebih besar gagal mengidentifikasi kenaikan usia maternal sebagai faktor resiko untuk celah oral (Abramowicz 2003, Baird 1994, Viera 2002, Vallino-Napoli 2004). Sebaliknya, studi lainnya menemukan resiko lebih besar untuk terjadinya celah bibir diantara ibu-ibu lebih muda (DeRoo 2003, Reefhuis 2004).5 Ada perbedaan ras/etnik pada resiko untuk terjadinya celah oral. Orang Asia memiliki resiko tertinggi (14:10.000 kelahiran), diikuti orang-orang kulit putih (10:10.000 kelahiran), dan Afro-Amerika (4:10.000 kelahiran) (Das 1995). Diantara orang-orang Asia sendiri, resiko untuk celah oral lebih tinggi diantara orangorang Asia Timur Jauh (Jepang, Cina, Korea) dan Filipina dibandingkan orang-orang Kepulauan Pasifik (Yoon 1997). Populasi Indian Amerika di Amerika Utara telah ditemukan memiliki angka lebih tinggi dibandingkan populasi campuran lainnya (Vieira 2002).5 Faktor Genetik diyakini diperhitungkan pada beberapa kelainan, seringnya dalam kombinasi dengan satu atau lebih faktor-faktor lingkungan. Beberapa loci telah diidentifikasi untuk celah bibir dengan atau tanpa celah

palatum, dan, pada satu kasus, sebuah gen khusus telah ditemukan. Pada celah palatum saja, sebuah gen telah diidentifikasi, namun banyak lainnya yang mungkin terlibat (Carinci 2003). Ada bukti dua tipe utama dari celah bibir dan palatum pada orang-orang kulit putih (Ardinger 1989, Chung 1986, Chung 1987, Johnston 1989). Tipe pertama dikontrol oleh gen tunggal, yang dapat mengkode untuk varian transforming growth factor-alpha (TGF-). Tipe kedua sifatnya multifaktorial. Orang Asia, bagaimanapun, tidak terlihat memiliki etiologi gen utama untuk celah oral (Ardinger 1989, Chung 1986, Chung 1987, Johnston 1989). Juga terdapat beberapa bukti bahwa variasi gen maternal dan/atau janin bersama dengan maternal yang merokok dapat mengarah pada celah oral pada janin (Hwang 1995, Shaw 1996, Fallin 2003, Lammer 2004). Sebagai tambahan bagi faktor-faktor ini, elemen tertentu dapat juga menjadi faktor pendukung dalam menghasilkan anak-anak yang terpengaruh (Prescott 2002, van Rooj 2003). Dalam hal ini, hadirnya sebuah gen yang diidentifikasi sebagai MTHFR 677TT bersama dengan diet asam folat rendah dapat mengarah pada peningkatan celah orofasial (van Rooj 2003). Juga terdapat indikasi bahwa bahkan dengan asupan asam folat yang sesuai, celah-celah ini masih akan muncul pada beberapa kasus (Lammer 2004, Prescott 2002). Faktor genetik lainnya yang dapat mempengaruhi munculnya celah orofasial termasuk kemampuan maternal untuk mempertahankan konsentrasi zinc sel darah merah dan konsentrasi mio-inositol (sebuah gula alkohol heksahidrosisikloheksan) (Krapels 2004). Kemampuan maternal untuk mempertahankan tingkat vitamin B 6 dan B12yang sesuai dan kemampuan fetus untuk memanfaatkan nutrien ini juga dilihat sebagai faktor dalam perkembangan celah oral (van Rooj 2004). Ketika nutrien-nutrien ini tidak dimetabolisme dengan tepat, kerusakan pada sintesis dan transkipsi DNA dapat muncul (van Rooj 2004). 5 Faktor demografi tidak dianggap mempengaruhi resiko untuk celah oral termasuk musim, lokasi geografis (Christensen 1995), kelas sosial, paritas (Shaw 1991), dan usia paternal. Bagaimanapun, kelahiran yang lebih tinggi telah dihubungkan dengan meningkatnya resiko (Vieira 2002).5 Status sosioekonomi rendah, ketika mengatur pengaturan untuk ras-etnik, asupan suplemen multivitamin/mineral, merokok dan pesta minuman, tidak dihubungkan dengan peningkatan resiko celah orofasial (Carmichael 2003). Bagaimanapun, studi Scottish benar-benar menemukan hubungan dengan kerugian sosioekonomi (tidak biasa untuk faktor lainnya) (Clark 2003).5 Jenis kelamin janin mempengaruhi resiko celah oral. Pria lebih sering dibanding wanita untuk mendapat celah bibir dengan atau tanpa celah palatum, dimana wanita berada pada resiko lebih besar untuk celah palatum sendiri (Blanco-Davila 2003, Das 1995, Owens 1985, Shaw 1991). Sebuah studi mengindikasikan bahwa riwayat keluarga untuk kasus celah, urutan kelahiran, usia maternal saat kelahiran, maternal yang merokok pada trimester pertama dan konsumsi alkohol selama kehamilan tidak menjelaskan perbedaan jenis kelamin (Abramowicz 2003). Janin yang lahir dengan malformasi lainnya seperti keterlibatan sistem pernapasan, mata, telinga, traktus pencernaan bagian atas dan anomali muskuloskeletal lainnya berada pada peningkatan resiko untuk mendapatkan celah bibir dan/atau celah palatum (Shaw 2002). Sebagai tambahan, janin dengan celah oral lebih mungkin terkena penyakit jantung kongenital; bagaimanapun penyakit-penyakit ini lebih mungkin dihubungkan dengan sebuah sindroma dibadingkan dengan celah tersendiri (Barbosa 2003). Malformasi lainnya yang dihubungkan dengan celah termasuk defek sistem pernapasan (Shaw 2003). 5 Faktor dalam Gaya Hidup atau Lingkungan Secara keseluruhan, faktor lingkungan dianggap kurang penting dibandingkan faktor genetik dalam etiologi celah oral (Christensen 1995, Fraser 1970).5 Asupan maternal dari obat-obatan vasoaktif, termasuk pseudoefedrin, aspirin, ibuprofen, amfetamin, kokain atau ekstasi, juga merokok, telah dihubungkan dengan resiko lebih tinggi untuk celah oral (Beaty 1997, Erikson 1979, Khaoury 1989, Lammer 2004, Munger 1996, Rosenburg 1982). Pengobatan antikonvulsi seperti fenobarbital, trimetadion, valproat, dan dilantin telah tercatat meningkatkan insiden celah bibir dan/atau celah palatum (Ardinger 1988, Feldman 1977, Hanson 1976, Hanson 1984, Holmes 2004, Kallen

2003, Meadow 1970, Wyszynski 1996, Zackai 1975). Bagaimanapun, terdapat beberapa pertanyaan apakah peningkatan ini akibat pengobatan epilepsi yang diderita (Wyszynski 1996). Isotretionin (Accutane) telah diidentifikasi sebagai faktor penyebab potensial untuk celah oral (Benke 1984, Lammer 1985). Diazepam (Valium) dan Bendektin tidak ditemukan dapat meningkatkan angka kejadian celah oral (Mitchell 1981, Rosenberg 1983). Hubungan antara asupan maternal berupa sulfasalazin, naproksen, dan glukokortikoid selama trimester pertama telah diperkirakan (Kallen 2003). Aminopterin (obat kanker) juga telah dihubungkan pada perkembangan celah oral (Warkany 1978).5 Anak yang lahir dari ibu dengan kolitis ulseratif tidak dijumpai berada pada resiko yang lebih tinggi untuk celah oral (Norgard 2003).5 Maternal yang merokok telah dihubungkan dengan celah bibir dan palatum pada keturunannya (Little 2004, Lorente 2000, Christianson 1980, Erikson 1979, Higgins 2002, Khoury 1987, Khoury 1989, Lieff 1999, Shiono 1986, Van Den Eaden 1990, van Rooj 2003, Werler 1990, Werler 1997, Wyszynski 2002). Studi berbeda mengindikasikan bahwa merokok selama kehamilan merupakan faktor resiko minor dalam pembentukan celah oral, dan tergantung dosis (Wyszynski 2002). Penelitian lainnya mengindikasikan hubungan antara maternal yang merokok dan celah palatum, namun bukan maternal yang merokok dan celah bibir, dengan atau tanpa celah palatum (Meyer 2004). Sebagai tambahan, terdapat bukti bahwa mungkin saja ada interaksi kuat antara variasi gen tertentu maternal dan/atau janin dengan merokok yang dapat menyebabkan celah oral pada janin (Hwang 1995, Shaw 1996, Fallin 2003, Lammer 2004). 5 Alkohol dapat meningkatkan resiko celah oral (Lorente 2000, Clarren 1978, Hassler 1986, Munger 1996, Shaw 1999, Streissguth 1980, Werler 1991). Bagaimanapun peneliti lainnya tidak menemukan adanya hubungan ini (Meyer 2003).5 Kortikosteroid, baik digunakan secara topikal maupun sistemik memiliki hubungan dengan peningkatan resiko pembentukan celah orofasial (Edwards 2003, Pradat 2003).5 Sebuah studi menemukan bahwa penggunaan dimenhidrinat (sebuah obat anti mual atau muntah) lebih sering terjadi diantara subjek ibu-ibu dengan celah palatum, dimana besi kelihatannya memiliki efek proteksi melawan kondisi ini (Czeizel 2003). Sebuah studi menemukan angka kejadian celah oral lebih rendah diantara keturunan wanita yang pernah mengalami hiperemesis gravidarum (morning sickness berat dengan muntah) (Czeizel 2003).5 Kafein tidak dihubungkan dengan kejadian celah oral (Rosenberg 1982). 5 Pemaparan pekerjaan maternal terhadap glikol-eter, sebuah bahan kimia yang ditemukan dalam beragam produk domestik dan industri, telah dilaporkan meningkatkan angka kejadian celah bibir (Cordier 1997). Pemaparan terhadap larutan organik seperti xylen, toluen dan aseton juga telah dilaporkan meningkatkan angka kejadian defek ini (Holmberg 1982, Wyszynski 1996). Pekerjaan maternal termasuk bagian pelayanan seperti pekerja salon, pertanian, dan perusahaan kulit atau sepatu, begitu juga pemaparan terhadap pestisida, timah, dan asam alifatik telah dilaporkan meningkatkan angka kejadian celah mulut (Bianchi 1997, Garcia 1998, Lorente 2000, Wyszynski 1996); bagaimanapun, studi lainnya gagal menemukan hubungan antara pestisida dengan resiko terjadinya celah oral (Shaw 1995, Wyszynski 1996). Satu studi gagal menemukan hubungan antara pemaparan pekerjaan orangtua terhadap timah dengan resiko celah oral. Bagaimanapun, jumlah kasus dalam studi tersebut kecil, dan pengukuran terhadap pemaparan timah hanya berdasarkan catatan sensus (Irgens 1998). Pemaparan maternal terhadap bahan kimia laboratorium umumnya tidak dilihat sebagai sesuatu yang penting, namun pemaparan terhadap larutan organik, khususnya benzen, dilihat sebagai faktor pendukung untuk peningkatan malformasi puncak neuron pada keturunan, termasuk pembentukan celah orofasial (Wennborg 2005).5

Tinggal dekat dengan tempat limbah berbahaya tidak terlihat meningkatkan resiko untuk kejadian celah bibir dan palatum (Croen 1997), tidak juga pemaparan pekerjaan orangtua terhadap daerah magnetik 50 Hz (Blaasaas 2002). Beberapa studi tidak mampu menemukan bukti meyakinkan efek pemaparan klorinasi air dan klorinasi hasil tambahan (Hwang 2002 and 2003).5 Sebuah studi (Shaw 1999b) menemukan gambaran penggunaan alat pemanas tempat tidur elektrik (selimut elektrik, penghangat tempat tidur, dan tempat tidur air yang dipanaskan) tidak terlihat mempengaruh resiko untuk celah oral. Demam pada maternal dihubungkan dengan resiko yang meningkat, namun suplemen multivitamin tampaknya menurunkan resiko ini (Botto 2002).5 Telah diduga bahwa nutrisi memainkan peranan dalam manifestasi celah oral. Gambaran penggunaan asam folat oleh maternal telah ditemukan mengurangi resiko defek pembuluh saraf. Sebagai hasilnya, pertanyaan telah diajukan tentang apakah ada efek proteksi yang sama untuk defek lahir lainnya, termasuk celah oral. Penggunaan multivitamin pada maternal telah menemukan pengurangan yang bermakna dalam resiko celah palatum dan pengurangan yang tidak bermakna untuk resiko celah bibir (Werler 1999). Beberapa studi telah melaporkan penurunan angka kejadian celah bibir dan palatum dengan penggunaan asam folat (Czeizel 1996, Malek 2003, Mulinare 1995, Munger 1997, Shaw 1995, Shaw 2002, Tolarova 1995), dimana studi lain gagal menemukan efek seperti itu (Hays 1996). Beberapa ambigu studi-studi tersebut mungkin menjelaskan oleh studi baru-baru ini yang menemukan bahwa resiko celah oral dapat dikurangi hanya dengan dosis tinggi konsumsi asam folat pada waktu pembentukan bibir dan palatum (Czeizel 1999). Vitamin B dan zinc juga telah dilaporkan mengurangi resiko celah oral (Munger 1997, Munger 2004, Krapels 2004), juga vitamin A (Mitchell 2003). Sebagai tambahan, ibu-ibu dengan genotipe MTHFR 677TT atau MTHFR 1298CC dan asupan folat rendah ternyata meningkatkan resiko untuk celah bibir dengan atau tanpa celah palatum diantara keturunan mereka (Jugessur 2003, van Rooj 2003).5 GEJALA Biasanya, sebuah celah atau takik di bibir atau palatum segera dapat diidentifikasi ketika lahir. Celah dapat muncul sebagai takik kecil pada bibir atau dapat meluas dari bibir melewati gusi atas dan palatum. 3 Lebih jarang lagi, celah muncul hanya pada otot palatum molle (celah submukosa), yang terletak di belakang mulut dan ditutupi oleh garis mulut. Karena letaknya yang tersembunyi, tipe celah seperti ini hanya dapat didiagnosa setelah beberapa saat lamanya.3 TES DAN DIAGNOSA Terbentuknya celah pada bibir dan palatum biasanya terlihat selama pemeriksaan bayi pertama kali. Satu pengecualian adalah celah submukosa dimana terdapat celah pada palatum, namun tertutupi oleh garis mulut yang lembut dan kokoh.6 Beberapa celah orofasial dapat terdiagnosa dengan USG prenatal, namun tidak terdapat skrining sistemik untuk celah orofasial. Diagnosa antenatal untuk celah bibir, baik unilateral maupun bilateral, memungkinkan dengan USG pada usia gestasi 18 minggu. Celah palatum tersendiri tidak dapat didiagnosa pada pemeriksaan USG antenatal. Ketika diagnosa antenatal dipastikan, rujukan kepada ahli bedah plastik tepat untuk konseling dalam usaha menghilangkan ketakutan.1,2 Setelah lahir, tes genetik mungkin membantu menentukan perawatan terbaik untuk seorang anak, khususnya jika celah tersebut dihubungkan dengan kondisi genetik. Pemeriksaan genetik juga memberi informasi pada orangtua tentang resiko mereka untuk mendapat anak lain dengan celah bibir atau celah palatum. 3 KOMPLIKASI

Bayi dan anak-anak dengan celah oral mungkin memiliki: Kesulitan makan Infeksi telinga berulang dan hilangnya pendengaran (yang sering ditangani dengan pengobatan) Kesulitan berbicara Masalah gigi Anak-anak dengan celah orofasial biasanya ditangani oleh tim spesialis agar semua aspek pengobatan dapat terkoordinasi. Kebanyakan timnya terdiri dari dokter anak, dokter bedah plastik, dokter gigi, dokter THT, ahli bahasa-berbicara, ahli audiologi, konselor genetik, dan pekerja sosial. 7 Jalan Nafas Obstruksi pernafasan primer jarang dan muncul secara khusus pada bayi dengan rangkaian Pierre-Robin. Episode hipoksia sewaktu tidur dan pemberian minum dapat membahayakan. Obstruksi jalan nafas intermiten lebih sering terjadi dan ditangani dengan merawat bayi dengan kecenderungan tersebut. Kasus yang lebih berat dan bahaya saluran nafas persisten dapat ditangani dengan tetap memakai intubasi nasofaring untuk mempertahankan jalan nafas. Pelekatan lidah ke bibir bawah dengan cara bedah (labioglosopeksi) dalam beberapa hari pertama setelah kelahiran merupakan sebuah alternatif namun jarang dipraktekkan metode manajemen seperti itu.1 Kesulitan Makan Bayi dengan celah bibir saja biasanya tidak memiliki banyak masalah dengan makan. Bagaimanapun, bayi dengan celah bibir/palatum dan bayi dengan celah palatum tersendiri biasanya memiliki masalah. Celah pada atap mulut membuat bayi kesulitan menghisap cukup susu melalui puting. Beberapa bayi juga memiliki masalah dengan tersumbat, tercekik atau susu keluar dari hidung ketika diberi makan. Ada dot dan botol dan yang khusus dibuat untuk mempermudah pemberian makan pada bayi dengan celah. 7 ASI adalah makanan terbaik untuk semua bayi. ASI berisi substansi untuk melawan penyakit yang membantu melindungi bayi dari infeksi. Bayi dengan celah bibir saja biasanya dapat berhasil diberi ASI, namun bayi dengan celah palatum biasanya tidak mampu. Namun, mereka masih bisa mendapatkan manfaat ASI jika mereka diberi minum ASI dari botol. Masih memungkinkan untuk memberi ASI pada beberapa bayi dengan celah palatum yang tidak begitu berat, walaupun ini nantinya menuntut kesabaran lebih dan modifikasi teknik pemberian ASI.7 Masalah Pendengaran Bayi dengan celah palatum (apakah merupakan bagian dari celah bibir/palatum ataupun tersendiri) lebih sering memiliki infeksi telinga berulang dibanding anak-anak lainnya. Masalah anatomi yang dihubungkan dengan celah dapat menambah cairan didalam telinga tengah. Jika cairan terinfeksi, bayi menjadi demam dan telinganya sakit. Cairan yang bertambah di dalam telinga tengah juga dapat menyebabkan kehilangan pendengaran ringan sampai sedang.7 Jika diterapi dengan tepat pada masa bayi dan anak-anak, kehilangan pendengaran tidak perlu menjadi permanen. Jika tidak ditangani dengan baik, perkembangan berbicara mungkin dipengaruhi oleh hilangnya pendengaran, dan kehilangan pendengaran dapat menjadi permanen. 7 Semua anak dengan celah palatum seharusnya memeriksakan telinga mereka setidaknya setahun sekali. Jika cairan di telinga terdeteksi, selalu dapat diterapi dengan obat-obatan atau, pada beberapa kasus, dengan prosedur bedah minor untuk mengalirkan cairan keluar. Pada kasus yang persisten, dokter dapat memasukkan

tabung kecil kedalam gendang telinga untuk mengalirkan cairan dan membantu mencegah infeksi. Kebanyakan anak-anak dengan celah palatum membutuhkan tabung telinga.7 Kesulitan Berbicara Anak-anak dengan celah bibir umumnya dapat berbicara normal atau mendekati normal. Beberapa anak dengan celah palatum (tersendiri atau sebagai bagian dari celah bibir/palatum) mengalami perkembangan berbicara lebih lambat dibandingkan anak-anak lainnya. Kata-kata mereka mungkin terdengar sengau, dan mereka mungkin kesulitan menghasilkan beberapa suara konsonan. Bagaimanapun, setelah perbaikan celah palatum, kebanyakan anak-anak biasanya mengejar dan mengembangkan kemampuan berbicara yang mendekati normal, walaupun beberapa dari mereka membutuhkan terapi berbicara atau pembedahan tambahan nantinya.7 Masalah Gigi Anak-anak yang celah bibir/palatumnya meluas ke gusi bagian atas (yang terdiri dari gigi) memiliki masalah gigi khusus. Beberapa dari gigi utama dan permanen mungkin menghilang, berbentuk tidak normal atau diluar posisinya di sekitar celah. Beberapa anak dengan celah palatum tersendiri juga kehilangan gigi. 7 Untungnya, dokter gigi umumnya dapat mengatasi masalah ini dengan sukses. Anak biasanya akan menerima perawatan berkelanjutan dari tim ahli, termasuk dokter gigi anak (untuk perawatan rutin), spesialis ortodonti (untuk reposisi gigi menggunakan pesawat gigi) dan seorang bedah mulut (untuk mereposisi segmen rahang atas, jika dibutuhkan, dan memperbaiki celah pada gusi). 7 PENGOBATAN Bedah rekonstruktif dapat memperbaiki celah bibir dan palatum, dan dalam kasus yang lebih berat, bedah plastik dapat memperlihatkan gambaran khusus sehubungan dengan keprihatinan. Anak dengan celah oral akan menjumpai beragam spesialis yang akan bekerja sebagai tim untuk menangani kondisi tersebut. Pengobatan biasanya dimulai dalam beberapa bulan pertama kehidupan, bergantung pada kesehatan bayi dan luasnya celah. Anggota tim pengobatan celah bibir dan palatum biasanya terdiri dari: Ahli genetik Dokter bedah plastik Dokter THT Dokter bedah mulut Dokter gigi spesialis ortodonti Dokter gigi Ahli terapi bicara Ahli audiologi Koordinator perawat Pekerja sosial dan atau psikolog Para ahli akan mengevaluasi kemajuan anak secara teratur, dan mengamati pendengaran, berbicara, nutrisi, gigi dan status emosional.8 PEMBEDAHAN UNTUK CELAH ORAL

Pembedahan biasanya dilakukan selama 3-6 bulan pertama untuk memperbaiki celah bibir dan antara 9-14 bulan untuk memperbaiki celah palatum. Kedua tipe pembedahan dilakukan di rumah sakit dibawah anestesi umum.8 Celah bibir biasanya hanya membutuhkan sebuah pembedahan rekonstruktif, khususnya jika celah tersebut unilateral. Dokter bedah akan membuat sebuah insisi pada masing-masing sisi celah dari bibir ke lubang hidung. Dua sisi bibir kemudian disatukan. Celah bibir bilateral mungkin diperbaiki dalam dua pembedahan, dengan jarak 1 bulan, yang biasanya membutuhkan rawat inap singkat di rumah sakit. 8 Pembedahan celah palatum melibatkan penarikan jaringan dari tiap sisi mulut untuk membentuk ulang palatum. Proses ini mungkin membutuhkan rawat inap 2 atau 3 malam di rumah sakit, dengan malam pertama berada di ICU. Pembedahan pertama dimaksudkan untuk membentuk palatum fungsional, mengurangi kemungkinan cairan yang terbentuk dalam telinga tengah, dan membantu gigi dan tulang wajah berkembang dengan tepat. Sebagai tambahan, palatum fungsional ini akan membantu perkembangan berbicara dan kemampuan dalam pemberian makanan. 8 Kebutuhan operasi lainnya bergantung pada kemampuan ahli bedah dan juga keparahan celah, bentuknya dan ketebalan jaringan yang tersedia yang dapat digunakan untuk membentuk palatum. Beberapa anak akan membutuhkan pembedahan lebih untuk membantu memperbaiki cara berbicara mereka. 8 Pembedahan tambahan juga mungkin memperbaiki gambaran bibir dan hidung, menutup celah antara hidung dan mulut, membantu pernafasan dan menstabilkan dan meluruskan kembali rahang. Pembedahan berikutnya biasanya dijadwalkan sekurangnya dalam jarak 6 bulan untuk memberi waktu penyembuhan dan mengurangi kemungkinan parut yang serius. Perbaikan terakhir untuk parut mungkin ditinggalkan dan tidak dilakukan sampai usia remaja, dimana struktur wajah sudah lengkap perkembangannya. 8 Tabel berikut ini memberikan urutan intervensi kunci untuk perawatan berdasarkan usia. 9 Usia Intervensi Prenatal Rujukan kepada tim yang menangani celah bibir dan palatum

Diagnosis dan konseling genetik Memperlihatkan masalah psikososial Mempersiapkan instruksi pemberian makan Membuat rencana pemberian makan Lahir 1 bulan Rujukan kepada tim yang menangani celah bibir dan palatum

Diagnosis dan konseling genetik Memperlihatkan masalah psikososial

Sediakan instruksi pemberian makan dan periksa pertumbuhan 1 4 bulan Periksa pemberian makan dan pertumbuhan

Perbaikan celah bibir Periksa telinga dan pendengaran 5 15 bulan Periksa pemberian makan, pertumbuhan dan perkembangan

Periksa telinga dan pendengaran; pertimbangkan tabung telinga Perbaikan celah palatum Sediakan instruksi kebersihan oral 16 24 bulan Nilai telinga dan pendengaran

Nilai bicara dan bahasa Periksa perkembangan 2 5 tahun Nilai bicara dan bahasa; tangani insufisiensi velofaringeal

Periksa telinga dan pendengaran Pertimbangkan perbaikan bibir/hidung sebelum mulai sekolah Nilai perkembangan dan penyesuaian psikososial 6 11 tahun Nilai bicara dan bahasa; tangani insufisiensi velofaringeal

Intervensi ortodonti Cangkok tulang alveolar Nilai sekolah/penyesuaian psikososial 12 21 tahun Pembedahan rahang, rinoplasti jika dibutuhkan

Alat ortodonti, implan jika dibutuhkan

Konseling genetik Nilai sekolah/penyesuaian psikososial Tabel perencanaan prosedur pembedahan celah bibir dan palatum. 1 Celah bibir saja (cleft lip alone)

Unilateral (satu sisi) Satu kali operasi pada usia 5 6 bulan Bilateral (dua sisi) Satu kali operasi pada usia 4 5 bulan Celah palatum saja (cleft palate alone)

Palatum molle saja Satu kali operasi pada usia 6 bulan Palatum durum dan molle Dua kali operasi - Palatum molle pada usia 6 bulan - Palatum durum pada usia 15 18 bulan Celah bibir dan palatum (cleft lip and palate)

Unilateral Dua kali operasi - Celah bibir dan palatum molle pada usia 5 6 bulan - Palatum durum dan bantalan gusi dengan atau tanpa perbaikan bibir pada usia 15 -18 bulan Bilateral Dua kali operasi - Celah bibir dan palatum molle pada usia 4 5 bulan - Palatum durum dan bantalan gusi dengan atau tanpa perbaikan bibir pada usia 15 18 bulan

LANGKAH - LANGKAH PENANGANAN CLP (Cleft Lip and Palate) I. PENDAHULUAN Kelainan kongenital dan kelainan genetik sekarang ini semakin sering dilaporkan sejalan dengan kemajuan ilmu pengetahuan medis. Biasanya, celah (cleft) pada bibir dan palatum segera didiagnosa pada saat kelahiran. Deteksi prenatal CLP/CP (cleft of the lip with or without cleft palate or isolated cleft palate) sangat berguna dalam menyiapkan orangtua yang sedang mengandung akan adanya cacat/kelainan pada anak mereka dan penatalaksanaan bayi mereka setelah lahir. Adanya CLP/CP dapat pula mengindikasikan kelainan kongenital lainnya, utamanya pada kasus dengan celah (clefts) yang lebih berat. Dalam hal ini, adanya cacat/kelainan kongenital berat disertai CLP/CP, dapat dipertimbangkan untuk diakhiri. 1,2

Celah bibir dan langit-langit adalah suatu kelainan bawaan berupa celah pada bibir, gusi dan langitlangit. Kelainan ini terjadi karena adanya gangguan pada kehamilan trimester pertama yang menganggu proses tumbuh kembang janin. Faktor yang diduga menyebabkan kelainan ini akibat kekurangan nutrisi, obat-obatan, infeksi virus, radiasi, stress pada masa kehamilan, trauma dan faktor genetik. 3 Masalah pada penderita celah bibir dan langit-langit sudah muncul sejak penderita lahir. Derita psikis dialami keluarga dan kelak dialami pula oleh penderita setelah menyadari dirinya berbeda dengan yang lain. Secara fisik adanya celah akan membuat kesukaran minum karena daya hisap yang kurang dan gangguan bicara berupa suara yang sengau. Penyulit yang juga mungkin terjadi adalah infeksi telinga tengah, gangguan pendengaran serta gangguan pertumbuhan gigi dan rahang. 3 Dengan kemajuan pengetahuan dalam genetika medis dan teknologi diagnostik DNA baru, semakin banyak orofacial clefts diidentifikasi sebagai sindrom. Meskipun tingkat dasar clefting (1:500 ke 1:550) belum berubah sejak Fogh-Andersen merintis penelitian genetik membedakan 2 kategori dasar untuk orofacial clefts yaitu bibir sumbing dengan atau tanpa celah langit-langit [CL/P] dan celah langit-langit sendiri, yang sekarang dapat diklasifikasikan lebih akurat. Diagnosis yang benar sebuah anomali sumbing adalah fundamental untuk pengobatan, untuk etiopathological genetik yang lebih lanjut dan penelitian, serta untuk langkah-langkah pencegahan kategori orofacial clefts yang benar. 4 II. DEFINISI Celah bibir dan langit-langit (Cleft lip and palate) adalah suatu cacat/kelainan bawaan berupa celah pada bibir, gusi, dan langit-langit. Istilah CLP juga sesuai dengan ICD (International Code Diagnosis). Kelainan ini terjadi karena adanya gangguan pada kehamilan trimester pertama yang menyebabkan terganggunya proses tumbuh kembang janin. Faktor yang diduga menyebabkan terjadinya kelainan ini adalah kekurangan nutrisi, obat-obatan, infeksi virus, radiasi, stress pada masa kehamilan, trauma dan faktor genetik. 3 III. INSIDEN CLP merupakan cacat pada wajah yang paling sering, ditemukan satu tiap 700 kelahiran hidup di seluruh dunia. Insiden bibir sumbing di Indonesia belum diketahui. Hardjo-Wasito dengan kawan-kawan di propinsi Nusa Tenggara Timur antara April 1986 sampai Nopember 1987 melakukan operasi pada 1004 kasus bibir sumbing atau celah langit-langit pada bayi, anak maupun dewasa di antara 3 juta penduduk. Fogh Andersen di Denmark melaporkan kasus bibir sumbing dan celah langit-langit 1,47/1000 kelahiran hidup. Hasil yang hampir sama juga dilaporkan oleh Woolf dan Broadbent di Amerika Serikat serta Wilson untuk daerah Inggris. Neel menemukan insiden 2,1/1000 penduduk di Jepang. 5,6 Pada 25 % pasien, terdapat riwayat celah pada wajah (facial clefting) di keluarga, tidak diikuti resesif atau pun dominan paternal. Timbulnya celah tidak ada hubungannya dengan pola warisan Mendelian, dan hal tersebut menunjukkan bahwa celah yang timbul diwariskan secara heterogen. Pandangan ini didukung dengan fakta dari beberapa penelitian pada anak kembar yang menunjukkan pengaruh relatif genetik dan non-genetik terhadap timbulnya celah. Pada isolated cleft palate dan CL/P, proband tidak memiliki pengaruh pada keluarga tingkat pertama dan kedua, secara empiris resiko pada saudara yang lahir dengan cacat/kelainan yang sama 3-5%. Akan tetapi jika terdapatproband dengan CL/P kombinasi yang mempengaruhi keluarga tingkat pertama dan kedua, resiko bagi saudara atau keturunan berikutnya 10-20%. 7 IV. ETIOLOGI Di antara celah bibir dan langit-langit yang biasa diderita oleh pasien, diagnosis yang paling sering adalah celah bibir dan langit-langit sekitar 46%, diikuti oleh celah langit-langit sekitar 33%, celah bibir sekitar 21%. Mayoritas bibir sumbing bilateral sekitar 86% dan unilateral celah bibir sekitar 68% dan berhubungan dengan celah langit-langit. Celah unilateral sembilan kali lebih banyak dari celah bilateral, dan terjadi dua kali lebih sering pada sisi kiri daripada sisi kanan. Laki-laki lebih dominan dalam celah bibir dan langit-langit, sedangkan celah langit-langit terjadi lebih sering pada wanita. Pada populasi putih, bibir sumbing dengan atau tanpa celah langit-langit terjadi pada kira-kira 1 dalam 1.000 kelahiran hidup. Entitas ini dua kali lebih umum di populasi Asia, dan sekitar setengah dari Afrika dan Amerika. 8 Celah bibir dan celah langit-langit bisa terjadi secara bersamaan maupun sendiri-sendiri. Kelainan ini juga bersamaan dengan kelainan bawaan lainnya. Penyebabnya mungkin adalah mutasi genetik atau teratogen (zat yang dapat menyebabkan kelainan pada janin, contohnya virus atau bahan kimia).Selain tidak sedap

dipandang, kelainan ini menyebabkan anak kesulitan ketika makan, gangguan perkembangan berbicara dan infeksi telinga. Faktor resiko adalah riwayat celah bibir atau celah langit-langit pada keluarga serta adanya kelainan bawaan lainnya.9 Orang tua dengan anak yang celah nonsyndromic atau riwayat keluarga memiliki celah, sering bertanya tentang risiko pada kehamilan berikutnya. Risiko tergantung pada apakah proband memiliki selah bibir sendiri (CL), celah bibir dan langit-langit yang terbelah (CLP), atau celah langit-langit sendiri (CP). Jika keluarga memiliki satu anak atau orangtua terpengaruh dengan CLP, risiko anak kehamilan berikutnya memiliki CLP adalah 4%. Jika dua anak sebelumnya CLP, risiko meningkat menjadi 9%, dan jika satu orangtua dan satu anak yang sebelumnya terkena dampak, risiko untuk anak-anak dari kehamilan berikutnya adalah 17%. Untuk keluarga dengan riwayat CP, risiko anak-anak CP untuk kehamilan berikutnya adalah 2% jika salah satu anak terkena dampak sebelumnya, 1% jika dua anak sebelumnya terpengaruh, 6% jika satu orangtua memiliki CP, dan 15% jika salah satu orang tua dan satu anak sebelumnya telah CP. 8 Kelainan kongenital muncul dari gabungan antara faktor multigenetik dan faktor lingkungan. Isolated cleftdisebabkan oleh multigen dan atau pengaruh faktor lingkungan. Walaupun gen memiliki peran penting, dalam embriogenesis wajah, faktor lingkungan berperan sama penting. Ada tiga kategori faktor lingkungan yang berpengaruh dalam pembentukan janin, yaitu teratogen, infeksi, dan nutrien serta metabolisme kolesterol. Ibu hamil yang merokok menjadi faktor penting penyebab CLP. Teratogen lainnya yang meningkatkan risiko CLP diantaranya adalah obat-obatan, seperti antikonvulsan phenytoin dan benzodiazepines, atau pestisida, seperti dioxin.10 Gen-gen yang diketahui menjadi penyebab terjadinya isolated CLP diantaranya adalah IRF6 (sebagai gen yang berpengaruh dalam Van der Woude syndrome), P63, PVRL1, TGFA, TBX22, MSX1, FGFR1 dan SATB. Namun mutasi pada IRF6, MSX1, dan FGFR1 umumnya terkait dengan kelainan gigi dan CLP yang terjadi lebih dari satu kali dalam suatu silsilah keluarga, hal ini ada kemungkinan diturunkan. Gen-gen yang ditemukan mempunyai interaksi dengan paparan asap rokok dan menyebabkan timbulnya CLP adalah TGFA, MSX1, TGFB3, RARA, P450, GST, dan EPHX. 10 Dalam sel palatum yang sedang berkembang terdapat reseptor tertentu yang bereaksi terhadap senyawa tertentu. Ahr (aryl-hydrocarbon receptor), misalnya, berperan sebagai reseptor dari senyawa aril hidrokarbon yang terdapat dalam asap rokok. Masuknya aril hidrokarbon ini jelas mempengaruhi perkembangan janin, walaupun ibu hamil hanya berperan sebagai perokok pasif. Selain teratogen, infeksi dan nutrisi juga berperan dalam perkembangan janin. Kekurangan nutrisi asam folat misalnya, menjadi salah satu penyebab bayi lahir dengan cacat kongenital, seperti CLP. 10 Selanjutnya, karena interaksi gen dengan lingkungan maka fenotip CLP muncul sebagai hasilnya. Apabila gen-gen tertentu telah membawa sifat CLP, namun tidak dipicu oleh faktor eksternal, ada kemungkinan fenotip CLP tidak muncul. Ada pula gen yang memang telah mengalami mutasi sejak awal, yaitu dari orang tuanya. Gen yang telah mengalami mutasi ini akan menurunkan sifat kepada keturunannya. Mutasi tertentu dapat diturunkan, dengan syarat terjadi pada sel gamet (ovum atau spermatozoa). Mutasi pada sel somatik tidak diturunkan. 10 Di dalam populasi prenatal, banyak fetus dengan CLP atau celah pada palatum sekunder yang memiliki abnormalitas pada kromosom atau cacat/kelainan lain yang tidak mendukung untuk bertahan hidup. Karena banyak dari fetus abnormal meninggal di dalam kandungan atau diakhiri, insiden CLP dan celah pada palatum sekunder pada populasi prenatal lebih tinggi dibanding populasi postnatal. 5

V. EMBRIOLOGI Morfogenesis fasial dimulai dengan migrasi sel-sel neural crest ke dalam regio fasial, remodeling matriks ekstraseluler, proliferasi dan differensiasi sel-sel neural crest untuk membentuk jaringan otot dan pengikat, penggabungan antar komponen, dan pada bibir atas terjadi merger procesus maksilaris & nasalis medialis pada minggu VI kehamilan. Pembentukan palatum primer dari procesus nasalis medialis, dan pembentukan palatum sekunder dari procesus palatal sinistra & dekstra pada 8-12 minggu kehamilan.10

Embriogenesis dari palatum terbagi dalam dua fase yang terpisah : pembentukan palatum primer yang diikuti pembentukan palatum sekunder. Pertumbuhan palatum dimulai pada sekitar 35 hari usia kehamilan disertai timbulnya pembentukan wajah. Pada pembentukan palatum primer, penyatuan dari prosesus nasal medial (medial nasal process(MNP)) dan prosesus maksilaris (maxillary process (MxP)) diikuti penyatuan prosesus nasal lateral (lateral nasal process (LNP)) dengan MNP. Kegagalan dalam penyatuan atau gangguan dari proses penyatuan ini menyebabkan timbulnya celah (cleft) pada palatum primer. Asal usul dari palatum sekunder diawali dengan selesainya pembentukan palatum primer. Palatum sekunder timbul dari lempengan yang tumbuh dari aspek medial MxP. Dua lempengan ini bertemu pada garis tengah dan proses penyatuan dimulai ketika lempengan tersebut bergerak ke arah superior. Gangguan pada penyatuan ini dapat menyebabkan celah pada palatum sekunder. 11 Struktur anterior dari foramen insisif, meliputi bibir dan bagian alveolus, yang merupakan palatum primer. Palatum sekunder membentuk posterior stuktur palatum hingga foramen insisif. Celah pada elemen palatum primer, dengan atau disertai celah pada palatum sekunder, dapat menyebabkan CLP. Hal tersebut merupakan akibat dari satu ataupun kedua prominens nasal medial untuk menyatu dan bergabung dengan prominens maksilari selama 4-6 minggu usia kehamilan; penyatuan palatum sekunder terjadi pada 8-12 minggu usia kehamilan. Celah pada palatum sekunder sendiri memiliki etiologi yang berbeda dengan CLP dan terjadi hanya satu tiap 2.500 kelahiran hidup. 5

Gambar 1. Ilustrasi tahap pertumbuhan wajah manusia (Dikutip dari kepustakaan 8)

Gambar 2. A: sketsa gambaran sagital dari kepala embrio pada akhir minggu ke-6 menunjukkan proses palatine media, atau palatum primer.B,D,E dan H: gambaran langit-langit mulut sejak usia ke-6 hingga 12 minggu yang menunjukkan perkembangan palatum. Garis terputus pada (D) dan (F) menunjukkan bagian yang menyatu pada proses palatina. Tanda panah menunjukkan proses pertumbuhan medial dan posterior dari palatina lateral. C,E dan G: gambar potongan frontal kepala menunjukkan proses penyatuan kedua palatina lateral dan septum nasal, dan sebagian besar nasal dan cavitas oral. (Dikutip dari kepustakaan 8)

Gambar 3. Gambaran ventral daripalatum, gusi, bibir dan hidung. A normal. B Unilateral cleft lip hingga ke hidung. C celah unilateral pada bibir dan rahang hingga ke foramen insisif. D. celah bilateral pada bibir dan rahang. E. Isolated cleft palate F. celah pada palatum disertai celah anterior unilateral pada bibir. (Dikutip dari kepustakaan 11) Klasifikasi: Unilateral ; bila terdapat celah pada satu sisi Bilateral ; bila terdapat dua celah langsung pada kedua sisi Complete ; Celah terbentuk sempurna hingga menembus dasar hidung ataupun bagian dari palatum lunak dan keras tidak menyatu Incomplete ; Celah terbentuk tidak sempurna hanya sebagian kecil saja

Pada bibir disebut dengan istilah Labioschizis, sedangkan pada langit-langit (palatum) disebut dengan istilahPalatoschizis VI. DIAGNOSIS Diagnosis Prenatal Deteksi prenatal dapat dilakukan dengan beragam teknik. Fetoskopi telah digunakan untuk memberikan gambaran wajah fetus. Akan tetapi teknik ini bersifat invasif dan dapat menimbulkan resiko menginduksi aborsi. Namun demikian, teknik ini mungkin tepat digunakan untuk konfirmasi pada beberapa cacat/kelainan pada kehamilan yang kemungkinan besar akan diakhiri. Teknik lain seperti ultrasonografi intrauterine, magnetic resonance imaging, deteksi kelainan enzim pada cairan amnion dan transvaginal ultrasonografi keseluruhannya dapat mendeteksi dengan sukses CLP secara antenatal. Tetapi, pemeriksaan-pemeriksaan tersebut dibatasi pada biaya, invasifitas dan persetujuan pasien. Ultrasound transabdominal merupakan alat yang paling sering digunakan pada deteksi antenatal CLP, yang memberikan keamanan dalam prosedur, ketersediaannya, dan digunakan secara luas pada skrining anatomi antenatal. 2 Deteksi dini memperkenankan kepada keluarga untuk menyiapkan diri terlebih dahulu terhadap suatu kenyataan bahwa bayi mereka akan memiliki suatu kelainan/cacat. Mereka dapat menemui anggota dari kelompok yang memiliki CLP, belajar mengenai pemberian makanan khusus dan memahami apa yang harus diharapkan ketika bayi lahir. Sebagai pembanding, ibu yang menerima konseling pada 2 pekan awal kehidupan mungkin akan lebih merasa bingung dan kewalahan. Deteksi dini juga memperkenankan kepada ahli bedah untuk bertemu dengan keluarga sebelum kelahiran dan mendiskusikan pilihan perbaikan. Dengan waktu konseling dan rencana yang tepat, memungkinkan untuk melaksanakan perbaikan dari unilateral cleft lip pada minggu pertama kehidupan. 12 Terdapat beberapa hal yang menarik perhatian dalam operasi fetus yang merupakan bentuk potensial dari pengobatan CLP. Meskipun persoalan teknik dan etika seputar konsep ini masih belum dapat dipecahkan. Pada operasi in utero manipulasi perlu dipertimbangkan, deteksi cacat/kelainan sedini mungkin diterapkan pada masa kehamilan. 2 Diagnosa Postnatal Biasanya, celah (cleft) pada bibir dan palatum segera didiagnosa pada saat kelahiran. Celah dapat terlihat seperti sudut kecil pada bibir atau dapat memanjang dari bibir hingga ke gusi atas dan palatum. Namun tidak jarang, celah hanya terdapat pada otot palatum molle (soft palate (submucous cleft), yang terletak pada bagian belakang mulut dan tertutupi oleh mouth's lining. Karena letaknya yang tersembunyi, tipe celah ini tidak dapat didiagnosa hingga beberapa waktu. 13 A C B F D E Gambar 5. A. Incomplete cleft lip. B. Bilateral cleft lip. C. celah pada palatum, bibir dan rahang D. Isolated cleft palate. E. Oblique facial cleft. F. Midline cleft (Dikutip dari kepustakaan 11) Sistem kode lokasi celah Cara menuliskan lokasi celah bibir dan langit-langit yang diperkenalkan oleh Otto Kriens adalah system LAHSHAL yang sangat sederhana dan dapat menjelaskan setiap lokasi celah pada bibir, alveolar, hard palate dan soft palate. Kelainan komplit, inkomplit, microform, unilateral atau bilateral. Bibir disingkat sebagai L (lips), gusi disingkat A (alveolar). Langit-langit di bagi menjadi dua bagian yaitu H ( hard palate) dan S (soft

palate). Bila normal (tidak ada celah) maka urutannya dicoret, celah komplit (lengkap) dengan huruf besar, celah inkomplit (tidak lengkap) dengan huruf kecil dan huruf kecil dalam kurung untuk kelainan microform.
3

Gambar 6: Sistem LAHSHAL dari Otto Kriens (Dikutip dari kepustakaan 3) Contoh : 1. CLP/L-----L Cleft lip and palate. Lokasi celah berada di bibir kanan dan kiri, celah komplit 2. CLP/---SHAL. Cleft Lip and Palate dengan lokasi celah komplit pada soft palate, hard palate, alveolus dan bibir bagian kiri. 3. CLP/L-----Cleft lip and palate celah bibir sebelah kanan inkomplit

VII. PENANGANANAN Ada tiga tahap penanganan bibir sumbing yaitu tahap sebelum operasi, tahap sewaktu operasi dan tahap setelah operasi : Pada tahap sebelum operasi yang dipersiapkan adalah ketahanan tubuh bayi menerima tindakan operasi, asupan gizi yang cukup dilihat dari keseimbangan berat badan yang dicapai dan usia yang memadai. Patokan yang biasa dipakai adalah rule of ten meliputi berat badan lebih dari 10 pounds atau sekitar 4-5 kg , Hb lebih dari 10 gr % dan usia lebih dari 10 minggu , Hal ini bertujuan untuk meminimalkan resiko anastesi, anak lebih dapat menahan stress akibat operasi, memaksimalkan status nutrisi dan penyembuhan serta elemen bibir lebih besar sehingga memungkinkan rekonstruksi yang lebih teliti dan ukuran alat yang sesuai. Selain rule of tens, sebaiknya bebas dari infeksi pernapasan sekurang-kurangnya lebih dari dua minggu dan tanpa infeksi kulit pada waktu operasi dan dari hasil pemeriksaan darah leukosit kurang dari 10.000/L dan hematokrit sejumlah 35%. jika bayi belum mencapai rule of ten ada beberapa nasehat yang harus diberikan pada orang tua agar kelainan dan komplikasi yang terjadi tidak bertambah parah. Misalnya memberi minum harus dengan dot khusus dimana ketika dot dibalik susu dapat memancar keluar sendiri dengan jumlah yang optimal artinya tidak terlalu besar sehingga membuat bayi tersedak atau terlalu kecil sehingga membuat asupan gizi menjadi tidak cukup, jika dot dengan besar lubang khusus ini tidak tersedia bayi cukup diberi minum dengan bantuan sendok secara perlahan dalam posisi setengah duduk atau tegak untuk menghindari masuknya susu melewati langit-langit yang terbelah. Selain itu celah pada bibir harus direkatkan dengan menggunakan plester khusus non alergenik untuk menjaga agar celah pada bibir menjadi tidak terlalu jauh akibat proses tumbuh kembang yang menyebabkan menonjolnya gusi kearah depan (protrusio pre maksila) akibat dorongan lidah pada prolabium , karena jika hal ini terjadi tindakan koreksi pada saat operasi akan menjadi sulit dan secara kosmetika hasil akhir yang didapat tidak sempurna. Plester non alergenik tadi harus tetap direkatkan sampai waktu operasi tiba. Tahapan selanjutnya adalah tahapan operasi, pada saat ini yang diperhatikan adalah soal kesiapan tubuh si bayi menerima perlakuan operasi, hal ini hanya bisa diputuskan oleh seorang ahli bedah. Usia optimal untuk operasi bibir sumbing (labioplasty) adalah usia 3 bulan. Usia ini dipilih mengingat pengucapan bahasa bibir dimulai pada usia 5-6 bulan sehingga jika koreksi pada bibir lebih dari usia tersebut maka pengucapan huruf bibir sudah terlanjur salah sehingga kalau dilakukan operasi pengucapan huruf bibir tetap menjadi kurang sempurna. Operasi untuk langit-langit (palatoplasty) optimal pada usia 18 20 bulan mengingat anak aktif bicara usia 2 tahun dan sebelum anak masuk sekolah. Operasi yang dilakukan sesudah usia 2 tahun harus diikuti dengan tindakan speech teraphy karena jika tidak, setelah operasi suara sengau pada saat bicara tetap terjadi karena anak sudah terbiasa melafalkan suara yang salah, sudah ada mekanisme kompensasi memposisikan lidah pada posisi yang salah. Bila gusi juga terbelah (gnatoschizis) kelainannya menjadi labiognatopalatoschizis, koreksi untuk gusi dilakukan pada saat usia 8 9 tahun bekerja sama dengan dokter gigi ahli ortodonsi Tahap selanjutnya adalah tahap setelah operasi,

penatalaksanaanya tergantung dari tiap-tiap jenis operasi yang dilakukan, biasanya dokter bedah yang menangani akan memberikan instruksi pada orang tua pasien misalnya setelah operasi bibir sumbing luka bekas operasi dibiarkan terbuka dan tetap menggunakan sendok atau dot khusus untuk memberikan minum bayi.17 Penderita CLP mengalami berbagai penyulit mulai lahir, derita batin dialami keluarganya dan kelak oleh anaknya sendiri setelah menyadari keadaan dirinya. Kesukaran minum karena daya hisap yang kurang dan banyak yang tumpah. Perlu seorang pekerja sosoial di bawah psikososial. Untuk penampakannya serta fungsi velum yang baik perlu pembedahan yang secara estetik bagus, baik untuk bibir, hidung rahang. Disamping jasa seorang spesialis bedah plastik, juga perlu didukung dokter gigi spesialis ortodentist. Untuk penyulit telinga dan fungsi pendengaran perlu jasa spesialis THT. Pasien yang lahir dengan adanya celah pada bibir seharusnya dilakukan operasi jika tidak ada kontraindikasi tertentu. Tujuan dari rekonstruksi adalah mempertahankan bentuk dan fungsi morfologi wajah normal, menghasilkan kondisi optimal untuk proses mastikasi, pendengaran, bicara dan pernapasan serta status. Adapun kontraindikasi adalah malnutrisi, anemia intoleransi terhadap general anastesi serta gangguan jantung. 15 Jadi penanganan pasien CLP perlu kerjasama para spesialis dalam teamwork yang harmonis dengan diatur dalam suatu protocol. Menerangkan bagaimana memberi minum bayi agar tidak banyak yang tumpah. Dibuatkan record psikososial pasien sebagai bagian record CLP pada umumnya. Tahapan-tahapan operasi CLP : CHEILORAPHY/LABIOPLASTI : 3 BULAN PALATORAPHY : 10-12 BULAN SPEECH THERAPY : 4 TAHUN PHARYNGOPLASTY : 5-6 TAHUN PERAWATAN ORTHODONTIS : 8-9 TAHUN ALVEOLAR BONE GRAFT : 9-10 TAHUN LE FORT I OSTEOTOMY : 17-18 TAHUN Teknik Operasi : A. Operasi Celah bibir Operasi celah bibir satu sisi (cheiloraphy uunilateral) dilakukan pada kelainan CLP/L------ atau CLP/ La----- atau CLP/LAHS--- atau CLP/---SHAL. Teknik operasi yang umum dipakai adalah teknik millard, cara ini menggunakan rotation advancement flap dari segmen lateral dan menyisipkannya ke subkutan vermillion tipis untuk membuat sentral vermillion sedikit menonjol dan dapat menghilangkan kolobama. Flap ini disebut flap Djo. Bila celah bibir inkomplit maka Cheiloraphy dilakukan sama seperti penanganan celah komplit. Disamping itu dasar vestibulum nasi juga harus dibuat pada waktu yang sama. 3 Beberapa prosedur bedah yang lain adalah Le Mesurier quadrilateral flap repair, Randall-Tenison triangular flap repair, Skoog and Kernahan-Bauer and lower lip Z-plasty repairs. Teknik Rose-Thompson melibatkan kurva atau sudut kulit dari tepi celah untuk memperpanjang bibir sebagai garis lurus. Pada teknik HagedornLeMesurier elemen bibir medial diperpanjang dengan memasukan flap quadrilateral yang dihasilkan dari elemen bibir lateral. Pada teknik Skoog, elemen bibir medial diperpanjang dengan memasukan dua flap triangular yang dihasilkan dari elemen bibir. 16 Dua teknik yang sering digunakan yaitu teknik rotasi Millard dan teknik Triangular. Teknik triangular dikembangkan oleh Tennison dan kawan-kawan dengan menggunakan flap triangular dari sisi lateral, dimasukkan ke sudut di sisi medial dari celah tepat diatas batas vermillion, melintasi collum philtral sampai ke puncak cupid. Triangle ini menambah panjang di sisi terpendek dari bibir. Teknik ini menghasilkan panjang bibir yang baik tetapi jaringan parut yang terbentuk tidak terlihat alami. 8,3

Gambar 7. Variasi Teknik operasi yang digunakan pada unilateral cleft lip. (dikutip dari kepustakaan 6) Seperti yang dijelaskan diatas Teknik Millard membuat dua flap yang berlawanan dimana pada sisi medial dirotasi ke bawah dari kolumella untuk menurunkan titik puncak ke posisi normal dan sisi lateral dimasukkan ke arah garis tengah untuk menutupi defek pada dasar kolumela. Keuntungan dari teknik rotasi Millard adalah jaringan parut yang terbentuk pada jalur anatomi normal dari collum philtral dan ambang hidung. A B C

D E F Gambar 8 : A. Anatomi bibir dan hidung, B. Desain Cheiloraphy Unilateral, C. Flap Muskulus vermilion Lateral (Flap DJO), D. Back cut incision, E. Mempertemukan flap lateral dan medial F. Hasil cheiloraphy unilateral (dikutip dari kepustakaan Marsuki) Operasi celah bibir dua sisi dapat untuk celah yang ditulis lokasinya dengan cara otto kriens sebagai CLP/LAHSHAL atau CLP/la---al atau kombinasi lain. Sering pada cheiloraphy bilateral ditemukan keadaan premaksilanya yang sangat menonjol, ini menyulitkan ahli bedah karena otot-otot bibir tidak bisa secara langsung dipertemukan atau bila dipaksakan akan terjadi ketegangan dan berakibat jahitan lepas beberapa hari kemudian. Djohansjah mengajurkan pada keadaan tersebut otot tidak perlu dipaksakan dipertemukan di tengah, cukup kulit dan subkutan yang dijahitkan. Menempelkan saja pada tepi probelium. Otot tersebut dapat dijahit sekunder kelak bila keadaan luka sudah tenang dan stabil, diperkirakan satu tahun (setelah fase 3 penyembuhan luka selesai), pada celah bibir bilateral dewasa probeliumnya relatip kecil maka perlu tambahan segmen kulit untuk memperpanjang probeliumnya. Bila didapatkan celah bibir bilateral inkomplit maka cheilorapy dilakukan sebagai komplit.3 A B C

D E F Gambar 9: A. Desain Cheiloraphy Bilateral, B. Insisi pada Cheiloraphy Bilateral, C. Membebaskan otot, D. Penjahitan mukosa, E. Wedge Excision, F. Hasil Cheiloraphy bilateral (Dikutip dari kepustakaan 3) B. Operasi Celah Palatum Ada beberapa teknik dasar pembedahan yang bisa digunakan untuk memperbaiki celah palatum, yaitu: 1. Teknik Von Langenbeck Teknik ini pertama kali diperkenalkan oleh Von Langenbeck yang merupakan teknik operasi tertua yang masih digunakan sampai saat ini. Teknik ini menggunakan flap bipedikel mukoperiostal pada palatum durum dan palatum molle. Untuk kelainan yang ada, dasar flap ini di sebelah anterior dan posterior diperluas ke medial untuk menutup celah paIatum.7

Gambar 10. Teknik Von Langenbeck (Dikutip dan kepustakaan 7) Indentasi medial yang tipis ke tuberositas maksilaris ditandai dengan tinta pewarna (gentian violet). Dan titikini, garis dan tinta pewarna diperpanjang sepanjang pterygomaksilaris menuju ke sendi tonsilar anterior. Tanda tinta pewarna sekarang memanjang ke depan menuju batas medial dan alveolus, secara lateral dan foramen palatina mayor, melengkung sedikit secara medial untuk menyesuaikan dengan daerah alveolar, dan berakhir pada daerah gigi taring dan palatum. Tanda dibuat pada kedua sisi. Hubungan antara lapisan oral dan nasal sepanjang tepi celah dapat juga ditandai dengan tinta pewarna. Anestesi lokal misalnya 1% lidokain, disuntikkan untuk hemostasis dan peningkatan bagian terbesar dan jaringan. Anestesi menyebar dengan mudah jika disuntikkan antara tepi celah dengan bagian lateral dan daerah yang direncanakan untuk diinsisi. Jika tingkatan yang tepat didapatkan, larutan akan menyebar sepanjang jaringan ke dalam bagian belahan dan uvula. Anestesi lokal tambahan disuntikkan ke dalam separuh posterior dan garis insisi lateral sepanjang pterygomaksilanis. lnsisi dibuat di bagian lateral dan garis dengan menggunakan pisau no 15 yang diperdalam dengan gunting pediatrik Metzenbaum sehingga pain nitar process terlihat. Tendon dan otot tensor veli palatini terdorong kearah posterior dan processus hamular. Tepi celah diinsisi atau dipotong dengan pisau no. 11 sementara ujung dan uvula dipegang pelan dengan forsep. Hal yang penting untuk melakukan insisi ke dalam mukoperiosteum oral pada bagian apeks dan celah untuk memastikan bahwa bagian yang bagus dan jaringan yang kuat tersedia untuk kebutuhan penutupan lapisan nasal yang sempit di area apeks ini. Penggunaan mukoperiosteurn oral akan mencegah kerusakan dan mukosa nasal yang tipis pada daerah mi. Mukoperiosteum oral antara celah dan insisi lateral diangkat dengan forceps dan dental kuret. Hal ini akan memudahkan flap bipedikel untuk digerakkan secara media/satu sama lain pada garis tengah, Lapisan nasal dan mukoperiosteum diangkat secara bilateral untuk memudahkan lapisan nasal kira-kira ke tengah tanpa tarikan (tension). Fibromuskulatur tambahan pada tepi posterior dan palatum durum diinsisi yang akan memudahkan mukosa untuk meregang. Lapisan nasal, mulai dari apeks celah bagian anterior dijahit dengan catgut. Penjahitan juga dilakukan sepanjang palatum molle menuju dasar dan uvula.

2. Teknik Wardill V-Y push-back Teknik V-Y push back mencakup dua flap unipedikel dengan satu atau dua flap palatum unipedikel dengan dasarnya di sebelah anterior. Flap anterior dimajukan dan diputar ke medial sedangkan flap posterior dipindahkan ke belakang dengan teknik V to Y akan menambah panjang palatum yang diperbaiki.3 A B Gambar 11: A. Desain insisi. B. Flap mukoperiosteal (Dikutip dan kepustakaan 3) Kepala penderita dalam posisi hiperekstensi dengan cara menyanggah bantal di punggung sehingga posisi palatum tampak datar. Kemudian dilakukan desinfeksi dan pemasangan rink. Dengan menggunakan tinta pewarna, digambarkan rencana insisi flap.3

A B C Gambar 12: A. pembebasan flap. B. arteri palatine mayor yang keluar daui foramen palatine. C. membebaskan mukosa. (Dikutip dan kepustakaan 3) Tindakan selanjutnya adalah menginsisi menggunakan pisau no 15 di bagian lateral pada garis yang dibuat sampai menembus periosteum. Flap diangkat dan tulang dengan respatoriuni ke arah medial. Dibuat irisan di tepi medial lalu mukosa dibebaskan dengan gunting mengarah ke permukaan nasal. Kemudian dilakukan

pembebasan flap mukoperiosteal dengan mendorong ke belakang sehingga tampak arteri palatina keluar dan foramen palatina. Perlekatan mukosa oral di dekat foramen palatina dibebaskan dan arteri palatina mayor menggunakan gunting yang dilakukan sampai flap dapat bergerak ke medial tanpa tegangan. Perlu berhatihati agar arteri palatina mayor tidak putus. Ujung otot yang melekat pada sisi posterior tulang palatum dibebaskan dan mukosa nasal dan oral sehingga dapat digeser sampai posterior dan otot tersebut dipertemukan di tengah. Mukosa nasal dilepas dan perlekatannya dengan tulang palatum menggunakan respatonium dan posterior ke arah anterior sampai mukosa tersebut dapat bebas ke medial.3 Gambar 13. A. penjahitan uvula dan mukosa nasal. B. penjahitan otot. (Dikutip dan kepustakaan 3) Penjahitan dimulai dari daerah uvula kemudian mukosa nasal dengan simpul ke arah nasal. Otot dijahit dengan ujung simpul pendek. Mukosa dijahit dengan matras horisontal dan simpulnya intraoral. Pada palatum durum, jahitan dipertautkan ke mukosa nasal agar flap tersebut melekat dan tidak jatuh mengikuti lidah. Sisi lateral dan flap yang terbuka diberi surgicel atau spongostan untuk membantu hemostasis.3 3. Teknik Double opposing Z-plasty Teknik ini diperkenalkan oleh Furlow untuk memperpanjang palatum molle dan membuat suatu fungsi dan m.levator. teknik ini merupakan cara penutupan palatum dengan satu tahap. 7 Gambar 14. Double opposing Z-plasty. (Dikutip dan kepustakaan 7) 4. Teknik Velar closure Teknik ini diperkenalkan oleh Schweckendiek, dimana palatum molle ditutup (pada umur 6-8 bulan) dan palatum durum dibiarkan terbuka dan kemudian akan ditutup pada umur 12-15 tahun. 7 5. Teknik Palatoplasty two-flap Diperkenalkan oleh Bardach dan Salyer (1984). Teknik ini mencakup pembuatan dua flap pedikel dengan dasarnya diposterior yang meluas sampai keseluruh bagian celah alveolar. Flap ini kemudian diputar dan dimajukan ke medial untuk memperbaiki kelainan. 7

Gambar 15: Palatoplasty two flap (dikutip dari kepustakaan 7) Terapi bicara (speech therapy) diperlukan setelah operasi palatoraphy, untuk melatih bicara benar dan meminimalkan timbulnya suara sengau. Bila setelah palatoraphy dan terapi bicara masih terdapat suara sengau maka dilakukan pharyngoplasty untuk memperkecil suara nasal dan biasanya dilakukan pada usia 5-6 tahun. Pada usia anak 8-9 tahun ahli orthodontik memperbaiki lengkung alveolus sebagai persiapan tindakan alveolar bone graft dan usia 9-10 tahun spesialis bedah plastik melakukan operasi bone graft pada celah tulang alveolus seiring pertumbuhan gigi caninus. Evaluasi perkembangan selanjutnya, sering didapatkan hipoplasia pertumbuhan maksilla sehingga terjadi wajah cekung. Keadaan ini dapat dikoreksi dengan cara operasi advancement osteotomi Le Fort I pada usia 17 tahun dimana tulang-tulang Wajah telah berhenti pertumbuhannya.3,7 VIII. KOMPLIKASI Komplikasi dari celah bibir dan langit-langit bila tidak di operasi adalah secara fisik membuat kesulitan dalam makan dan minum karena daya hisap yang kurang maksimal dan banyak yang tumpah atau bocor ke hidung, gangguan kosmetik, gangguan bicara berupa suara sengau, retardasi mental, infeksi telinga tengah, gangguan pendengaran dan gangguan pertumbuhan gigi. Komplikasi yang dapat timbul pada operasi adalah perdarahan, obstruksi saluran pernapasan, infeksi, deviasi septim nasi dan terjadinya fistula. Perdarahan yang banyak jarang terjadi, tapi mungkin memerlukan operasi

kembali untuk mengontrol perdarahan. Penyumbatan pernapasan juga jarang terjadi jika tidak ada perdarahan yang berlebihan tetapi dapat mengancam jiwa. Saluran harus dipantau secara hati-hati. Monitor saturasi O 2 bisa digunakan di ruang perawatan atau pasien dapat di pantau dalam ruang ICU. Fistula palatum bisa ada karena celah asimptomatik atau menyebabkan gejala-gejala seperti masalah pengucapan dan kesulitan kebersihan gigi.7 IX. PROGNOSIS Bayi yang lahir dangan cleft palate mempunyai prognosis yang baik dan kurang lebih 80 % tetap memiliki suara yang normal. Belum ada yang tahu cara mencegah cleft tetapi perawatan antenatal penting untuk mengurangi, bahkan mencegah resiko kelainan ini. Prognosis operasi pasien cleft palate pada umumnya baik tergantung dari pengalaman dan metode yang digunakan dan ada atau tidaknya kmplikasi yang muncul akibat pembedahan.7 Meskipun telah dilakukan koreksi anatomis, anak tetap menderita gangguan bicara sehingga diperlukan terapi bicara yang bisa diperoleh di sekolah. Tetapi jika anak berbicara lambat atau berhati-hati maka biasanya mereka akan terdengar seperti anak normal. 7

Perawatan cleft dan faktor yang perlu dipertimbangkan Agar hasil koreksi cleft lip dapat memuaskan, maka beberapa hal perlu diperhatikan saat melakukan pembedahan. Kriteria dari steffense, 1997 Penyatuan kulit, otot, dan membran mukosa yang cermat Dasar cuping hidung simetris Vermillion border simetris Bibir harus mencuat, dan Jaringan parut minimal Kriteria Musgrave, 1997 Mempertahankan cupids bow dan vermillion cutaneous ridge Bentuk cuping hidung simetris Kriteria Onizuka, 1986 Segitiga bibir harus terbentuk dengan jalan muscle suspension Perlu dilakukan muscle management agar terjadi penyatuan secara end to end

Anda mungkin juga menyukai