Anda di halaman 1dari 2

MELIHAT KE BELAKANG Demokrasi adalah bentuk pemerintahan yang semua warga negaranya memiliki hak setara dalam pengambilan

keputusan yang dapat mengubah hidup mereka. Semenjak pidato kemerdekaan dan berdiri negara kita hingga sekarang, Indonesia mengenal beberapa demokrasi silih berganti. Dua diantaranya adalah Demokrasi Liberal dan Demokrasi Terpimpin . Sejak tahun 1950 RI sudah mulai melaksanakan demokrasi parlementer yang Liberal dengan mencontoh sistem parlementer barat(Masa demokrasi Liberal). Demokrasi Liberal adalah suatu demokrasi yang menempatkan kedudukan badan legislatif lebih tinggi dari pada badan eksekutif. Indonesia dibagi manjadi 10 Provinsi yang mempunyai otonomi dan berdasarkan Undangundang Dasar Sementara tahun 1950. Pemerintahan RI dijalankan oleh suatu dewan menteri (kabinet ) yang dipimpin oleh seorang perdana menteri dan bertanggung jawab kepada parlemen ( DPR ). Sistem politik pada masa demokrasi liberal melahirkan partai-partai politik, karena dalam sistem kepartaian maenganut sistem multipartai. PNI dan Masyumi merupakan partai yang terkuat dalam DPR, dan dalam waktu lima tahun ( 1950 -1955 ) PNI dan Masyumi silih berganti memegang kekuasaan dalam empat kabinet. Kabinet-kabinet yang silih berganti menyebabkan banyaknya program kerja yang tidak terealisasi dan setengah jadi. Selain program kerja yang tidak terlaksanakan dalam masa demokrasi liberal, Indonesia mengalami krisis ekonomi. Beberapa faktornya adalah hutang/beban keuangan luar negeri kirakira 1,5 triliun dan dalam negeri 2,8 triliun yang merupakan beban yang telah ditetapkan dalam KMB, belum ada ekspor hasil bumi selain dari bidang pertanian, sistem keuangan yang masih mengikuti sistem Belanda serta belum adanya ahli keuangan dan nilai yang cukup untuk mengubah dan membuat sistem keuangan sendiri, dan habisnya uang negara dalam keamanan untuk menumpas pemberontakan dalam negeri. Dalam mengatasi masalah keuangan negara, pemerintah Indonesia melakukan beberapa antara lain Gunting Syahrifudin/pemotongan nilai uang/sanering yang motong nilai uang Rp 2,50 ke atas demi menanggulani defisit sebesar 5,1 triliun, Gerakan Benteng yang mengubah sistem keuangan negara dari Belanda dan berniatan untuk meningkatkan pengusaha pribumi tapi sayangnya gagal karena kalah bersaingnya pengusaha pribumi dengan yang non-pribumi, dan sistem ekonomi Ali-Baba yang bertujuan memajukan pengusaha pribumi serta kerja sama antara pengusaha pribumi dan non-pribumi tapi seperti kebanyakan program yang berfungsi membantu ekonomi Indonesia Sistem Ekonomi Ali-Baba pun berakhir dengan kegagalan. Indonesia bila menurut saya, pada masa itu masih terlalu belia untuk menerapkan sebuah sistem pemerintahan yang merupakan sistem negera-negara eropa yang sudah termasuk sangat maju. Oleh karena itu masih banyak kegagalan yang dialami oleh Indonesia terlebih karena kurangnya para ahli yang handal dan berpengalaman.

Siuli Hemas Saraswati / XI A1 / 23 Sejarah (Bu. Wulan)

MELIHAT KE BELAKANG Demokrasi Terpimpin dimulai dari Dekrit Presiden 5 Juli 1959. Dekrit tersebut dikeluarkan berkenaan dengan gagalnya konstituante dalam menetapkan undang-undang dasar sehingga Indonesia tidak mempunyai pijakan hukum yang mantap, situasi politik yang kacau dan semakin buruk, terjadinya sejumlah pemberontakan dalam negeri yang semakin bertambah gawat bahkan menjurus menuju gerakan sparatisme, konflik antar partai politik yang mengganggu stabilitas nasional, banyaknya partai dalam parlemen yang saling berbeda pendapat sementara sulit sekali untuk mempertemukannya, dan masing-masing partai politik selalu berusaha untuk menghalalkan segala cara agar tujuan partainya tercapai. Adapun Dekrit berisi pembubaran konstituante, tidak berlakunya UUDS 1950 dan berlakunya kembali UUD 1945, dan pembentukan MPRS dan DPAS. Rakyat pun menyambut baik Dekrit Presiden dikarenakan memberikan pedoman yang jelas, yaitu UUD 1945 bagi kelangsungan negara dan merintis pembentukan lembaga tertinggi negara MPRS dan lembaga tinggi negara berupa DPAS yang selama masa Demokrasi Liberal tertertunda pembentukannya. Sayangnya Dekrit Presiden tidak hanya berdampak positif melainkan Dekrit Presiden ini menyebabkan kekeuasaan yang besar pada presiden, MPR,dan lembaga tinggi negara hal itu terlihat pada masa Demokrasi terpimpin dan berlanjut sampai Orde Baru, memberi peluang bagi militer untuk terjun dalam bidang politik sehingga terjadi kecurangan dalam pemilihan dan militer terutama Angkatan Darat menjadi kekuatan politik yang disegani serta ternyata UUD 1945 tidak dilaksanakan secara murni dan konsekuen. UUD 45 yang harusnya menjadi dasar hukum konstitusional penyelenggaraan pemerintahan pelaksanaannya hanya menjadi kekosongan, terjadi penyimpangan yang dilakukan oleh pihak pemerintah. Memang dengan sistem demokrasi terpimpin negara lebih stabil dibandingkan waktu demokrasi liberal tapi menurut saya itu dikarenakan mulai adanya pengertian dalam berpolitik dan mengatasi negara. Sayangnya dengan pemerintahan yang tertutup dan kedudukan militer di kursi politik bisa dibilang pemerintah lebih berbentuk otoriter, tersentral, dan tidak menerima suara dari masyarakat. Jika ditanya mana yang lebih baik diterapkan pada Indonesia yang sekarang saya tidak akan memilih keduanya. Alasannya adalah karena Indonesia yang sekarang bila mau mencoba untuk kembali ke Demokrasi Liberal akan merugikan negara dan kesejahteraan rakyat kecil karena lebih bebasnya orang dalam berkarya/membuat usaha sedangkan bila dilihat lagi Indonesia sekarang (Demokrasi Pancasila) saja sudah lumayan kalah saing dalam bidang ekonomi dengan perusahaan/negara. Demokrasi Terpimpin pun tidak begitu bisa diterapkan lagi sekarang. Coba kita lihat saat sistem ini dimasanya. Memang negara makmur tapi akhirnya masa itu pun ternyata banyak penyimpangan, terlebih penyimpangan HAM, serta kasus pemerintah yang akhirnya menyebabkan rakyat memberontak dan mengakhiri Masa Orde Lama. Sekarang saja hanya dengan berita kenaikan BBM rakyat sudah protes/demo. Bayangkan bila memang diterapkan lagi maka akan banyak korban demo/suara rakyat yang tak terdengar dan penyimpangan HAM yang mungkin malah lebih parah daripada masa lalu.

Siuli Hemas Saraswati / XI A1 / 23 Sejarah (Bu. Wulan)

Anda mungkin juga menyukai