Anda di halaman 1dari 43

STATUS PASIEN I. IDENTITAS PASIEN : : : : : : : : : : 00-95-45-21 Tn. Antonius N.S 65 tahun Pria Katolik jalan cirendeu no.

20 RT/RW 002/010 sarjana pensiunan Kawin 31 januari 2011

No. RM Nama Umur Jenis kelamin Agama Alamat Pendidikan Pekerjaan Status Perkawinan Tanggal masuk II. ANAMNESA Autoanamnesa Keluhan Utama : :

31 januari 2011, Jam 15.00 WIB Sulit BAK sejak 2 bulan SMRS

Riwayat Penyakit Sekarang : Pasien mengaku sejak 2 tahun terakhir ini merasa sulit untuk BAK, BAK di rasakan pasien tidak lancar, setiap BAK pancaran yang keluar kecil/menetes dan sering tersendat-sendat ketika kencing sehingga pasien harus mengedan untuk mengeluarkan air kencingnya supaya lancar, selain itu pasien juga sering kebelet untuk kencing, saat kencing pasien mengaku sering sakit, BAK pasien berwarna kuning, tidak pernah BAK bedarah. Pasien juga mengaku sering terbangun dari tidur karena ingin kencing, kencing pada malam hari bisa sampai 5 kali padahal dahulu maksimal kencing pada malam hari bisa 1-2 kali. Pasien mengaku pernah berobat ke dokter umum

dan di beri obat namun pasien lupa nama obatnya. Lalu keluhan BAK mulai berkurang. 5 bulan SMRS, ketika bangun tidur pasien mengaku tidak bisa BAK sama sekali disertai nyeri perut bawah yang hebat sehingga pasien di bawa ke poliklinik setempat dan di pasang kateter untuk membantu mengeluarkan air kencingnya. Setelah itu pasien di beri obat sama dokter dan di bilang kalau prostat pasien membesar. Pasien mengaku di suruh dokter setempat di operasi namun pasien menolak dan memilih untuk di terapi dengan obat-obatan. Pasien sering kontrol ke dokter dan sudah 6 kali ganti kateter. Setelah kontrol terakhir pasien meminta untuk tidak memakai kateter namun tetep minum obat-obatan 2 bulan SMRS pasien mengaku kencingnya tetap tidak lancar, setiap BAK pancaran melemah, ketika kencing harus mengedan, nyeri saat kencing, menetes di akhir kencing dan sering terbangun pada malam hari karena kencing. BAK berdarah, Nyeri pinggang yang menjalar ke buah zakar, tungkai dan perut depan disangkal. Riwayat kencing mengeluarkan batu atau pasir disangkal. Akhirnya pasien memutuskan untuk datang ke RSUP Fatmawati dan menyetujui untuk di lakukan tindakan operasi. Riwayat penyakit dahulu : Sebelumnya pasien belum pernah seperti ini, Pasien mempunyai riwayat darah tinggi sejak 2 tahun yang lalu dan rutin minum obat, Riwayat kencing manis, Asma, alergi, kencing batu dan darah disangkal Riwayat kecelakaan, operasi, dan perawatan di RS disangkal. Riwayat penyakit keluarga : Menurut keterangan Pasien, tidak ada anggota keluarga yang mengalami keluhan yang sama. Riwayat darah tinggi,kencing manis, TBC, asma dalam keluarga disangkal. Riwayat penyakit ginjal dalam keluarga disangkal.

Riwayat kebiasaan: Pasien mempunyai kebiasaan merokok 1 bungkus per hari. Pasien mengaku jarang berolahraga. Kebiasaan makan sedikit, tidak teratur, jarang makan sayur dan minum air putih. Anamnesis berdasarkan sistem skoring IPSS: Pertanyaan
1. Dalam satu bulan

Jawaban Separuh kejadian

Skor 3

terakhir,
ada sisa

apakah urine

anda merasa masih setelah b.a.k?

2. Dalam satu bulan

> separuh kejadian

terakhir,
kali anda belum

berapa harus ada

b.a.k lagi padahal setengah jam yang lalu ada b.a.k? 3. Dalam satu bulan

Separuh kejadian

terakhir,

berapa

kali harus berhenti pada saat kencing dan memulai lagi? segera kencing

4. Dalam satu bulan

separuh kejadian

terakhir, kali dapat anda

berapa tidak untuk menahan

keinginan kencing ?

5. Dalam satu bulan

Hampir selalu

terakhir,
kali pancaran

berapa merasa kencing

yang lemah ??

6. Dalam satu bulan terakhir, kali mengejan memulai kencing ? 7. Dalam satu bulan terakhir, Beberapa kali terbangun dari tidur malam untuk kencing? 8. Dengan seperti ini,bagaimana perasaan anda? anda tentang kehidupan keluhan berapa harus waktu

> Separuh kejadian

4 kali

Campuran puas dan tidak puas

Kesimpulan : total skor I-PSS = 26 dengan kualitas hidup yang sedikit terganggu dengan adanya keluhan diatas. Berdasarkan Total skor pasien masuk pada keluhan tractus urinarius bawah (LUTS) Derajat berat.

III. A.

PEMERIKSAAN FISIK STATUS GENERALIS Keadaan Umum Pasien tampak sakit sedang, dyspneu (-), sianosis (-) Kesadaran Compos mentis; GCS Tanda-tanda Vital Tekanan darah Suhu Kepala Bentuk normal, rambut berwarna hitam beruban, terdistribusi tidak merata, tidak mudah dicabut. Mata Bentuk normal, kedudukan kedua bola mata simetris, palpebra superior dan inferior tidak oedema, CA -/-, SI -/-, kornea jernih, pupil bulat, isokor, 4mm. Hidung Bentuk normal, tidak ada deviasi septum nasi,deformitas,secret -/-. Telinga Bentuk normal, secret -/-, serumen -/ Mulut Bentuk normal, bibir agak kering,sianosis (-), lidah tidak kotor, faring tidak hiperemis, tonsil T1-T1 tenang. Leher Bentuk normal, trakea di tengah, KGB tidak teraba membesar. Thorax Paru : (Ins) Bentuk normal, nafas tampak simetris dalam statis dan dinamis, retraksi intercostal (-) : : 150/100 mmHg 36,5 C Nadi : RR 88x/menit : 17x/menit : E = 4, V = 5, M = 6 15

(Pal) Vocal fremitus kanan kiri sama kuat (Per) Sonor pada kedua lapang paru (Aus) Suara nafas vesikuler, ronchi -/-, wheezing -/Jantung : (Ins) (Per) Ictus cordis tidak tampak terlihat batas atas batas kiri : : ICS II parasternal sinistra garis midsternal ICS VI aksilaris anterior sinistra (terdapat pembesaran ventrikel kiri) (Aus) Bunyi jantung I dan II reguler, murmur (-), gallop (-) Abdomen (Ins) Datar, tidak tampak dilatasi vena, benjolan (-),eflorensensi bermakna (-) (Pal) Supel, hepar dan lien tidak teraba membesar, nyeri tekan (-) (Per) Tymphani (Aus) Bising usus (+) Normal Genitalia Eksterna Penis tidak tampak tanda-tanda radang, OUE: radang(-),secret(-),hiperemis (-) Ekstremitas Superior dan Inferior Bentuk normal, deformitas (-), oedema (-), akral hangat Kulit Sawo matang, turgor baik, eflorensensi bermakna (-) (Pal) Ictus cordis teraba di ICS VI aksilaris anterior sinistra batas kanan :

B. -

STATUS UROLOGI Regio Costo vertebrae Angle : Kanan Nyeri tekan Nyeri ketok Massa Ballotement Regio Supra Symphisis Nyeri tekan (-) Nyeri ketok (-) Massa (-) Teraba penuh (+) Regio Genitalia Eksterna Penis : OUE Bentuk normal, tanda radang (-), : radang(-),secret(-),hiperemis (-) Kiri

Rectal Toucher : - Tonus Sfingter Ani baik Ampula Recti tidak kolaps Mukosa Rectum licin, massa tidak ada Teraba prostat menonjol, batas atas tidak teraba, konsistensi kenyal, permukaan rata, nodul (-), nyeri tekan (-) Sarung tangan : darah (-), lendir (-), feses (-)

IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG LABORATORIUM Tanggal : 25 januari 2011 Hematologi : Hasil 13,8 40 8600 279.000 4,90 9,0 Nilai normal 13,2 17,3 gr/dl 33 45 % 5.000 10.000 uL 150.000 400.000 uL 4,40-5,90 juta/ul 0,0-10,0 mm

Hemoglobin Hematokrit Leukosit Trombosit Eritrosit LED

VER/HER/KHER/RDW VER HER KHER RDW Hasil 81,9 28,2 34,4 14,0 Nilai normal 80 100 fl 26 34 pg 32 36 g/dL 11,5 14,3

Hitung Jenis Basofil Eosinofil Netrofil Limfosit Monosit Hasil 0 2 65 25 7 Nilai normal 0-1% 1-3 % 50- 70 % 20 40 % 2- 8 %

Masa perdarahan Masa pembekuan

1,5 menit 5,0 menit

1-3 menit 2-6 menit

Kimia Klinik Fungsi Hati SGOT SGPT Protein Total Albumin Globulin Bilirubin Total Bilirubin Direk Bilirubin Indirek Fosfatase alkali Hasil 21 34 7,6 4,30 3 0,4 0,10 0,3 86 Nilai normal 0-34 u/l 0 40 u/l 6-8 3,4 - 4,8 2,5 3 01 < 0,2 < 0,6 30 140

Fungsi Ginjal Ureum darah Creatinin darah Asam urat Hasil 28 0,8 4,9 Nilai normal 20 40 mg/dl 0,6 1,5 ng/dl < 7 mg/dl

Diabetes Glukosa darah puasa LEMAK Trigleserida Kolesterol Total Kolesterol HDL Kolesterol LDL 27 212 43 154 <150 mg/dl < 200 mg/dl 28-63 mg/dl <130 mg/dl 81 80 100 mg/dl

Urinalisa Urobilinogen Protein urine Berat jenis Bilirubin Keton Nitrit pH Leukosit Darah/HB Glukosa Warna Kejernihan Hasil 0,2 Negative 1025 Negative Negative Negative 6,0 Negative Negative Negative Yellow Clear Nilai normal < 1 U.E/dl Negative 1,003 1,030 mg/dl Negative Negative Negative 4,8 7,4 Negative Negative Negative Yellow Clear

Sedimen Urine Epitel Leukosit Eritrosit Silinder Kristal Bakteri Lain-lain Hasil Positive 0-1 0-1 Negative Nilai normal 0 5/LPB 0 2/LPB Negative/LPK Negative Negative Negative

Hasil laboratorium Tanggal 01 februari 2011


Hematologi : Hasil 13,4 35 10.400 237.000 4,32 Nilai normal 13,2 17,3 gr/dl 33 45 % 5.000 10.000 uL 150.000 400.000 uL 4,40-5,90 juta/ul

Hemoglobin Hematokrit Leukosit Trombosit Eritrosit

VER/HER/KHER/RDW VER HER KHER RDW Hasil 81 27 33,3 14,4 133 3,9 100 Nilai normal 80 100 fl 26 34 pg 32 36 g/dL 11,5 14,3 135-147 3,1-5,1 95-108

Kimia Klinik
Na Kalium Klorida

USG ginjal-buli-buli-prostat

Ginjal kanan

ginjal kiri

Vesika urinaria

Prostat dan vesika urinaria

Post miksi

Deskripsi USG Kedua Ginjal: ukuran dan bentuk kedua ginjal normal,dinding reguler,parenkim dan sinus ginjal normal,tidak ada pelebaran sistem pelviokalices,tidak tampak lesi hyperechoid dengan PAS (+) Buli-buli: ukuran dan bentuk normal, dinding rata/reguler, tidak tampak lesi hyperechoik dengan PAS (+), residu urine pasca miksi +/- 7x 5,6 x 7,3 cm (volume +/- 148 cc) Prostat: besar, lobulated, echostruktur homogen, ukuran +/- 5 x 4,9 x 6,1 cm (volume 77 cm3) Kesan: - Kedua ginjal dalam batas normal - HP (volume 77 cm3) - Residu urine pasca miksi (volume +/- 148 cc)

V. RESUME

Tn. A seorang laki-laki umur 65 tahun datang dengan keluhan sulit BAK sejak 2 bulan SMRS. Pasien mengaku sejak 2 tahun terakhir ini merasa sulit untuk BAK, BAK di rasakan pasien tidak lancar, setiap BAK pancaran yang keluar kecil/menetes dan sering tersendat-sendat ketika kencing sehingga pasien harus mengedan untuk mengeluarkan air kencingnya supaya lancar, selain itu pasien juga sering kebelet untuk kencing, saat kencing pasien mengaku sering sakit, BAK pasien berwarna kuning, tidak pernah BAK bedarah. Pasien juga mengaku sering terbangun dari tidur karena ingin kencing, kencing pada malam hari bisa sampai 5 kali padahal dahulu maksimal kencing pada malam hati bisa 1-2 kali. Pasien mengaku pernah berobat ke dokter umum dan di beri obat namun pasien lupa nama obatnya. Lalu keluhan BAK mulai berkurang. 5 bulan SMRS, ketika bangun tidur pasien mengaku tidak bisa BAK sama sekali disertai nyeri perut bawah yang hebat sehingga pasien di bawa ke poliklinik setempat dan di pasang kateter untuk membantu mengeluarkan air kencingnya. Setelah itu pasien di beri obat sama dokter dan di bilang kalau prostat pasien membesar. Pasien mengaku di suruh dokter setempat di operasi namun pasien menolak dan memilih untuk di terapi dengan obat-obatan. Pasien sering kontrol ke dokter dan sudah 6 kali ganti kateter. Setelah kontrol terakhir pasien meminta untuk tidak memakai kateter namun tetep minum obat-obatan 2 bulan SMRS pasien mengaku kencingnya tetap tidak lancar, setiap BAK pancaran melemah, ketika kencing harus mengedan, nyeri saat kencing, menetes di akhir kencing dan sering terbangun pada malam hari karena kencing. BAK berdarah, Nyeri pinggang yang menjalar ke buah zakar, tungkai dan perut depan disangkal. Riwayat kencing mengeluarkan batu atau pasir disangkal. Akhirnya pasien memutuskan untuk datang ke RSUP Fatmawati dan menyetujui untuk di lakukan tindakan operasi.

Hasil pemeriksaan Rectal Toucher teraba prostat menonjol, batas atas tidak teraba, konsistensi kenyal, permukaan rata, nodul (-), nyeri tekan (-). Pada pemeriksaan laboratorium, ditemukan kolesterol total dan kolesterol LDL meningkat,namun tidak ditemukan keterlibatan ginjal pada pasien. Pada pemeriksaan USG memberikan kesan hipertrofi prostat

VI. DIAGNOSA KERJA Diagnosa Pre Op : VII. Benign Prostat Hyperplasia DIAGNOSA BANDING 1. Prostatitis akut Gejala dan tanda prostatitis akut terdiri atas demam dengan suhu tinggi, kadang dengan gigilan, nyeri perineal atau pinggang rendah, sakit sedang atau berat, mialgia, dan artralgia. Karena pembengkakan prostat biasanya ada disuria, kadang sampai retensio urin. Kadang didapatkan pengeluaran nanah pada colok dubur. 2. Karsinoma prostat Pada stadium permulaan karsinoma prostat tidak memberikan gejala atau tanda klinis. Biasanya ditemukan secara kebetulan pada pemeriksaan colok dubur, dengan kelainan konsistensi, yaitu bagian prostat yang keras, nodul, ketidakrataan, atau asimetri VIII. PENATALAKSANAAN Operatif

Benign Prostat Hyperplasia

Trans Urethral Resection of Prostat / TURP ai BPH Pemasangan kateter foley three way Post TURP Pasien posisi lithotomi dengan anestesi spinal Asepsis dan antisepsis genitalia dan sekitarnya Dilakukan uretrocystoscopy Tampak uretra normal,sfingter normal,Prostat menonjol, buli-buli: tumor(-),batu (-), trabekulasi (+) berat, sakulasi (+), batu (-), divertikel (-) Dilakukan reseksi prostat Chip prostat dikeluarkan dengan elliks evakuator PA Pasang FC 24 F, three-way dengan drip NaCL 0,9 % Operasi selesai Laporan Operasi TURP Selasa,01 februari 2011 Dr. Asroruddin Sp.U

Instruksi post op 1. Awasi TNSP 2. Infus RL 8 kolf/ 24 jam 3. IVFD NaCl 0,9% 30,40,60 tetes/menit 4. Boleh minum, setelah flatus : makan biasa. 5. Bedrest 24 jam 6. Periksa DPL dan elektrolit 7. Obat : - Inj Terpacef 1x 1gr - Inj. Ketese 3x1 amp - Inj. Ranitidine 2x1 amp - Pronalges supp 2x1 supp IX. PROGNOSA Ad vitam Ad functionam : Ad sanationam : : Bonam Bonam Bonam

BAB II PEMBESARAN PROSTAT JINAK


Prostat adalah organ fibromuskular dan glandular yang terletak di sebelah inferior buli-buli, di depan rectum dan membungkus uretra posterior. beratnya kurang lebih 20 gram dengan ukuran 4 x 3 x 2.5 cm. Menurut klasifikasi Lowsley, prostat terdiri dari 5 lobus: anterior, posterior, median,lateral kanan, dan lateral kiri. Menurut McNeal (1972), prostat memiliki zona perifer, zona sentral, zona transisional, zona fibromuskuler anterior dan zona periuretra. Segmen uretra yang melintasi kelenjar prostat adalah uretra prostat Jika kelenjar ini mengalami hiperplasis jinak atau berubah menjadi kanker ganas dapat menutup uretra posterior dan mengakibatkan terjadinya obstruksi saluran kemih. (1) BPH merupakan penyakit pada pria tua dan jarang ditemukan pada usia sebelum 40 tahun. semua pria yang sehat diatas 40 tahun cenderung untuk menderita hipertrofi prostat, 10% dari mereka disertai dengan gangguangangguan miksi kelak dikemudian hari. merupakan kelainan kedua tersering di klinik urologi setelah batu saluran kemih. Etiologi dari BPH masih belum diketahui pasti karena melibatkan banyak faktor dan dikontrol oleh system endokrin.

Tidak semua pasien hiperplasia prostat perlu menjalani tindakan medik. Kadang-kadang mereka yang mengeluh LUTS ringan dapat sembuh sendiri tanpa mendapatkan terapi apapun. Tujuan terapi pada hiperplasia prostat adalah: (1) memperbaiki keluhan miksi, (2) meningkatkan kualitas hidup, (3) mengurangi obstruksi infravesika, (4) mengembalikan fungsi ginjal jika terjadi gagal ginjal, (5) mengurangi volume residu urin, dan (6) mencegah progresifitas penyakit. Hal ini dapat dicapai dengan cara medikamentosa, pembedahan, atau tindakan endourologi yang kurang invasif. (2)

ANATOMI,HISTOLOGI DAN FISIOLOGI PROSTAT ANATOMI Prostat adalah organ fibromuskular dan glandular yang terletak di sebelah inferior buli-buli, di depan rectum dan membungkus uretra posterior. beratnya kurang lebih 20 gram dengan ukuran 4 x 3 x 2.5 cm.

Menurut McNeal (1972), prostat memiliki zona perifer, zona sentral, zona transisional, zona fibromuskuler anterior dan zona periuretra. Segmen uretra yang melintasi kelenjar prostat adalah uretra prostat. Menurut klasifikasi Lowsley, prostat terdiri dari 5 lobus: anterior, posterior, median,lateral kanan, dan kiri lateral. Lobus anterior terletak di depan uretra pars prostatika, tidak ada jaringan kelenjar. Lobus medius terletak diantara uretra pars prostatika dan duktus ejakulatorius, ada banyak jaringan kelenjar. Lobus posterior terletak di belakang uretra dan di bawah duktus ejakulatorius, ada jaringan kelenjar. Lobus dekstra dan sinistra terletak disamping kanan dan kiri uretra pars prostatika, ada banyak jaringan kelenjar.

Pendarahan prostat oleh cabang dari arteri vesikalis inferior, Arteri pudenda interna, dan Arteri rectalis media. Sedangkan untuk pendarahan vena diatur oleh pleksus venosus prostaticus. Prostat memperoleh persarafan otonomik simpatis dan parasimpatis dari pleksus prostatikus. Pleksus prostatikus menerima masukan serabut parasimpatis dari kora spinalis S2-4 dan simpatik dari nervus hipogastrikus (T10L2) . Aliran Limfe dari kelenjar prostat bermuara pada nodus iliaca internus, sacral,vesikalis, dan iliaca eksternus. (1) HISTOLOGI
Secara histologi prostat terdiri atas 30-50 kelenjar tubulo alveolar yang mencurahkan sekretnya ke dalam 15-25 saluran keluar yang terpisah. Saluran ini bermuara ke uretra pada kedua sisi kolikulus seminalis. Kelenjar ini terbenam dalam stroma yang terutama terdiri dari otot polos yang dipisahkan oleh jaringan ikat kolagen dan serat elastis. Otot membentuk masa padat dan dibungkus oleh kapsula yang tipis dan kuat serta melekat erat pada stroma. Alveoli dan tubuli kelenjar sangat tidak teratur dan sangat beragam bentuk ukurannya, alveoli dan tubuli bercabang berkali-kali dan keduanya mempunyai lumen yang lebar, lamina basal kurang jelas dan epitel sangat berlipat-lipat. Jenis epitelnya berlapis atau bertingkat dan bervariasi dari silindris sampai kubus rendah tergantung pada status endokrin dan kegiatan kelenjar. Sitoplasma mengandung sekret yang

berbutir-butir halus, lisosom dan butir lipid. Nukleus biasanya satu, bulat dan biasanya terletak basal. Nukleoli biasanya terlihat ditengah, bulat dan kecil. FISIOLOGIS Sekret kelenjar prostat adalah cairan seperti susu yang bersama-sama sekret dari vesikula seminalis merupakan komponen utama dari cairan semen. Semen berisi sejumlah asam sitrat sehingga pH nya agak asam (6,5). Selain itu dapat ditemukan enzim yang bekerja sebagai fibrinolisin yang kuat, fosfatase asam, enzim-enzim lain dan lipid. Sekret prostat dikeluarkan selama ejakulasi melalui kontraksi otot polos. kelenjar prostat juga menghasilkan cairan dan plasma seminalis, dengan perbandingan cairan prostat 13-32% dan cairan vesikula seminalis 46-80% pada waktu ejakulasi. Kelenjar prostat dibawah pengaruh Androgen Bodies dan dapat dihentikan dengan pemberian Stilbestrol. (3)

PEMBESARAN PROSTAT JINAK


DEFINISI Hiperplasia prostat jinak (BPH), juga dikenal sebagai hipertrofi prostat jinak, adalah diagnosis histologis ditandai oleh proliferasi dari elemen seluler prostat. akumulasi seluler dan pembesaran kelenjar dapat hasil dari proliferasi epitel dan stroma, gangguan kematian sel terprogram (apoptosis), atau keduanya. BPH melibatkan unsur-unsur stroma dan epitel dari prostat timbul di zona transisi periurethral dan kelenjar. hiperplasia yang diduga hasil pembesaran prostat yang dapat membatasi aliran urin dari kandung kemih. BPH dianggap sebagai bagian normal dari proses penuaan pada pria dan hormon tergantung pada produksi testosteron dan dihidrotestosteron (DHT). (4)

ETIOLOGI (5) Etiologi dari BPH masih belum diketahui pasti karena melibatkan banyak faktor dan dikontrol oleh sistem endokrin. Prostat terdiri dari stroma dan epitel, dimana

salah satu atau gabungan keduanya dapat berkembang menjadi hyperplasia menimbulkan nodul dan gejala yang terkait dengan BPH. Beberapa studi klinis menyebutkan bahwa hiperplasia prostat erat kaitannya dengan peningkatan kadar dehidrotestosteron (DHT) dan proses aging (menjadi tua). Beberapa hipotesis yang diduga sebagai penyebab timbulnya hiperplasia prostat adalah: 1. Teori dehidrotestosteron Dehidrotestosteron adalah metabolit androgen yang sangat penting dalam pertumbuhan sel-sel kelenjar prostat. Dibentuk dari testosteron didalam sel prostat oleh enzim 5-reduktase dengan bantuan koenzim NADPH. DHT yang telah berikatan dengan reseptor androgen (RA) membentuk kompleks DHT-RA pada inti sel dan selanjutnya terjadi sintesis protein growht factor yang menstimulasi pertumbuhan sel prostat Pada berbagai penilitian dikatakan bahwa kadar DHT pada BPH tidak jauh berbeda dengan kadarnya pada prostat normal, hanya saja pada BPH, aktivitas enzim 5-reduktase dan jumlah reseptor androgen lebih banyak pada BPH. Hal ini menyebabkan sel-sel prostat pada BPH lebih sensitiv terhadap DHT sehingga repliksi sel lebih banyak terjadi dibandingkan dengan prostat normal. 2. Interaksi stroma-epitel Cunha (1973) membuktikan bahwa diferensiasi dan pertumbuhan sel epitel prostat secara tidak langsung dikontrol oleh sel-sel stroma melalui suatu mediator (growth factor) tertentu. Setelah sel-sel stroma mendapatkan stimulasi dari DHT dan estradiol, sel-sel stroma mensintesis suatu growth factor yang selanjutnya mempengaruhi sel-sel stroma itu sendiri secara intrakrin dan autokrin, serta mempengaruhi sel-sel epitel secara parakrin. Stimulasi itu menyebabkan terjadinya proliferasi sel-sel epitel maupun sel stroma. 3. Ketidakseimbangan antara estrogen dan testosteron Pada usia yang semakin tua, kadar testosteron menurun, sedangkan kadar estrogen relatif tetap sehingga perbandingan antara estrogen dan

testosteron relatif meningkat. Telah diketahui bahwa estrogen dalam prostat berperan dalam terjadinya proliferasi kelenjar prostat dengan cara meningkatkan sensitivitas sel-sel prostat terhadap rangsangan hormon androgen, meningkatkan jumlah reseptor androgen, dan menurunkan jumlah kematian sel-sel prostat (apoptosis). Hasil akhir dari semua keadaan ini adalah, meskipun rangsangan terbentuknya sel-sel baru akibat rangsangan testosteron menurun, tetapi sel-sel prostat yang telah ada mempunyai umur yang lebih panjang sehingga massa prostat jadi lebih besar. 4. Berkurangnya kematian sel prostat Program kematian sel (apoptosis) pada sel prostat adalah mekanisme fisiologik untuk mempertahankan homeostasis kelenjar prostat. Pada apoptosis terjadi kondensasi dan fragmentasi sel yang selanjutnya sel-sel yang mengalami apoptosis akan difagositosis oleh sel-sel disekitarnya kemudian didegradasi oleh enzim lisosom. Pada jaringan normal, terdapat keseimbangan antara laju proliferasi sel dengan kematian sel. Pada saat terjadi pertumbuhan prostat sampai pada prostat dewasa, penambahan jumlah sel-sel prostat baru dengan yang mati dalam keadaan seimbang. Berkurangnya jumlah sel-sel prostat secara keseluruhan menjadi meningkat sehingga menyebabkan pertambahan masa prostat. Sampai sekarang belum dapat diterangkan secara pasti faktor-faktor yang mengahambat proses apoptosis. Diduga hormon androgen berperan dala menghambat proses kematian sel karena setelah dilakukan kastrasi, terjadi peningkatan aktivitas kematian sel kelenjar prostat. Estrogen diduga mampu memperpanjang usia sel-sel prostat, sedangkan faktor pertumbuhan TGF berperan dalam proses apoptosis. 5. Teori sel stem Untuk mengganti sel-sel yang telah mengalami apoptosis, selalu dibentuk sel-sel baru. Di dalam kelenjar prostat dikenal suatu sel stem, yaitu sel

yang mempunyai kemampuanberproliferasi sangat ekstensif. Kehidupan sel ini sangat tergantungpada keberadaan hormon androgen, sehingga jika hormon ini keadaannya menurun seperti yang terjadi pada kastrasi menyebabkan terjadinya apoptosis. Terjadinya proliferasi sel-sel pada BPH dipostulasikan sebagai ketidak tepatan aktivitas sel stem sehingga terjadi produksi yang berlebihan sel stroma maupun sel epitel. PATOLOGI.(1) Proses berkembangnya BPH di zona transisional. Suatu proses hiperplastik akibat kenaikan jumlah sel. Evaluasi mikroskopis mengungkapkan pola pertumbuhan nodular yang terdiri dari berbagai jumlah stroma dan epitel. Stroma terdiri dari berbagai jumlah kolagen dan otot polos. Diferensial komponen histologis BPH menjelaskan potensi respon untuk terapi. Jadi terapi alpha-blocker dapat memberikan respon baik pada pasien dengan BPH yang memiliki signifikan komponen otot polos, sedangkan BPH yang dominan terdiri dari epitel akan merespon lebih baik terhadap inhibitor 5-alpha-reductase. Pasien dengan komponen kolagen dalam stroma yang signifikan mungkin tidak merespon salah satu bentuk terapi medis. Sayangnya, respon terhadap terapi tertentu tidak dapat diprediksi sebelumnya. Seperti nodul BPH di zona transisional memperbesar, mereka memadatkan zona luar prostat, menghasilkan pembentukan kapsul bedah, batas ini memisahkan zona transisi dari zona perifer dan berfungsi sebagai landasan untuk enuklleasi prostat selama prostatectomi terbuka sederhana dilakukan untuk BPH.

PATOFISIOLOGI.(2,6,7) Pembesaran prostat menyebabkan penyempitan lumen uretra prostatika dan menghambat aliran urin. Keadaan ini menyebabkan

peningkatan tekanan intravesikal. Untuk dapat mengeluarkan urin, buli-buli harus berkontraksi lebih kuat guna melawan tahanan itu. Kontraksi yang terus menerus ini menyebabkan perubahan anatomik buli-buli berupa hipertrofi otot detrusor. Penebalan otot detrusor ini disebut fase kompensasi. Penonjolan serat otot detrusor dengan sistoskopi akan terlihat seperti balok yang disebut trabekulasi. Terjadi penonjolan mukosa yang kecil yang disebut sakula dan divertikel bulibuli. Perubahan struktur pada buli-buli tersebut, oleh pasien dirasakan sebagai keluhan pada saluran kemih sebelah bawah atau lower urinary tract symptom (LUTS) yang dahulu dikenal dengan gejala prostatismus.

Sering BAK (frekuensi) disebabkan karena hipersensitivitas otot detrusor atau karena pengosongan yang tidak lengkap pada tiap miksi sehingga interval antar miksi menjadi lebih pendek. Frekuensi miksi meningkat terutama pada malam hari (nokturia) disebabkan karena tonus sfingter uretra berkurang selama tidur.

Sering

kebelet

ingin

BAK

(Urgensi)

disebabkan

hiperiritabilitas dan hipersensitivitas buli-buli karena obstruksi infravesika. Harus menunggu lama / susah untuk memulai kencing (hesitancy) Obstruksi intavesika menyebabkan otot detrusor gagal berkontaksi dengan cukup kuat untuk menegeluarkan urin. Pada saat urin keluar terasa panas atau sakit (dysuria) inflamasi buli.

Pancarannya miksi lemah disebabkan otot detrusor gagal berkontraksi dengan cukup kuat .

BAK sering berhenti dan lancar lagi terutama bila mengedan (Pancaran untuk miksi terputus-putus tahanan atau di intermitency) uretra

disebabkan otot detrusor gagal berkontraksi dengan cukup lama melawan (resistensi) sehingga kontraksinya terputus-putus Menetes ketika selesai miksi harus dikeluarkan. tidak tuntas nya urin yang

Apabila buli-buli menjadi dekompensasi, akan terjadi retensi urin sehingga pada akhir miksi masih ditemukan sisa urin di dalam kandung kemih dan timbul rasa tidak tuntas pada akhir miksi. Karena produksi urin terus terjadi, maka tekanan intravesika terus meningkat. Apabila tekanan vesika menjadi lebih tinggi daripada tekanan sfingter akan terjadi inkontinensia paradoks. Retensi urin kronik tidak hanya menyebabkan tekanan intravesika meningkat tetapi juga meningkatkan tekanan pada kedua muara ureter. Tekanan pada kedua muara ureter ini dapat menimbulkan aliran balik urin dari buli-buli ke ureter atau terjadi refluks vesiko-ureter. Keadaan ini jika berlangsung terus akan mengakibatkan hidroureter, hidronefrosis bahkan akhirnya dapat jatuh ke dalam gagal ginjal. Proses kerusakan ginjal dipercepat bila terjadi infeksi. Karena selalu terdapat sisa urin, dapat terbentuk batu endapan di dalam kandung kemih. Batu ini menambah keluhan iritasi dan menimbulkan hematuria. Batu tersebut dapat juga menyebabkan sistitis, dan bila terjadi refluks vesikoureter terjadi pielonefritis. Obstruksi yang diakibatkan oleh hiperplasia prostat benigna tidak hanya disebabkan oleh adanya massa prostat yang menyumbat uretra posterior, tetapi juga disebabkan oleh tonus otot polos yang ada pada stroma prostat, kapsul

prostat, dan otot polos pada leher buli-buli. Otot polos itu dipersarafi oleh serabut simpatis yang berasal dari nervus pudendus. Pada BPH terjadi rasio peningkatan komponen stroma terhadap epitel. Kalau pada prostat normal rasio stroma dibanding dengan epitel adalah 2:1, pada BPH, rasionya meningkat menjadi 4:1, hal ini menyebabkan pada BPH terjadi peningkatan tonus otot polos prostat dibandingkan denagn prostat normal. Dalam hal ini massa prostat yang menyebabkan obstruksi komponen statik sedangkan tonus otot polos yang merupakan komponen dinamik sebagai penyebab obstruksi prostat.

GAMBARAN KLINIS

(2,7,8)

Hiperplasia prostat dapat menimbulkan keluhan pada saluran kemih baik bagian atas ataupun bawah dan keluhan diluar saluran kemih 1. Gejala pada saluran kemih bagian bawah (LUTS) Keluhan pada saluran kemih sebelah bawah (LUTS) terdiri atas gejala obstruksi dan iritatif. Gejala obstruksi seperti hesitansi (susah memulai miksi), pancaran miksi lemah, intermitensi (miksi tiba-tiba berhenti dan lancar kembali / terputus-putus), miksi tidak puas, terminal dribbling ( menetes setelah miksi). Gejala iritatif seperti frekuensi( anyang-anyang ), nokturi (sering miksi malam hari), urgensi (merasa ingin miksi yang tidak bisa di tahan), disuria (nyeri saat miksi). Timbulnya gejala LUTS merupakan kompensasi otot-otot buli untuk mengeluarkan urin. Pada suatu saat otot-otot buli mengalami kepayahan/fatique sehingga jatuh kedalam fase dekompensasi yang diwujudkan dalam bentuk retensi urin akut. Timbulnya dekompensasi buli biasanya didahului oleh beberapa faktor pencetus, antara lain: (1) volume buli tiba-tiba terisi penuh yaitu pada cuaca dingin, menahan kencing terlalu lama, mengkonsumsi obatobatan atau minuman yang mengandung diuretikum (alkohol, kopi), dan

minum air dalam jumlah yang berlebihan. (2) massa prostat tiba-tiba membesar, yaitu setelah melakukan aktivitas seksual atau mengalami prostatitis akut., dan (3) setelah mengkonsumsi obat-obatan yang dapat menurunkan kontraksi otot detrusor atau mempersempit leher buli, antara lain: golongan kolinergik atau adrenergik alfa. Untuk menilai tingkat keparahan dari keluhan saluran kemih bagian bawah, beberapa ahli/organisasi urologi membuat sistem skoring yang secara subyektif dapat diisi dan dihitung sendiri oleh pasien. Sistem skoring yang dianjurkan oleh WHO adalah Skor International Gejala Prostat atau I-PSS (International Prostatic Symptom Score). Sistem skoring I-PSS terdiri atas tujuh pertanyaan yang berhubungan dengan keluhan miksi (LUTS), diberi nilai dari 0 sampai 5. Dan satu pertanyaan yang berhubungan dengan kualitas hidup, diberi nilai dari 1 sampai 7 Dari skor I-PSS itu dikelompokkan gejala LUTS dalam 3 derajat, yaitu (1) ringan: skor 0-7, (2) sedang: skor 8-19, dan (3) berat: skor 2035. PERTANYAAN Tidak Keluhan terakhir 1.apakah anda merasa masih ada sisa urine setelah b.a.k 2.berapa kali belum ada anda 0 1 2 3 4 5 pada <1 kali
JAWABAN DAN SKOR

<

50% 3

> >50% 4

Hampir selalu

bulan pernah dalam 5 kejadian kejadian kejadian sama kejadian <50% sekali (<20%) 0 1 2

harus b.a.k lagi padahal setengah jam yang lalu ada b.a.k 3.berapa kali harus

berhenti kencing hal ini

pada dan di

saat segera

mulai kencing lagi dan lakukan 0 1 2 3 4 5 berkali-kali ? 4.berapa kali anda tidak dapat keinginan menahan untuk 0 1 2 3 4 5

kencing ? 5.berapa kali merasa pancaran kencing yang lemah ? 6.berapa mengejan kali harus dalam

memulai kencing ? 7.Beberapa kali anda Tdk terbangun dari tidur pernah 0 malam untuk kencing? 8.Dengan seperti

1x 1

2x 2 puas

3x 3

4x 4

5x 5 Tidak bahagia 6 Buruk sekali 7

keluhan Sangat senang ini,bagaimana senang 1 2

Campuran Sangat puas-tidak puas tidak puas 5

perasaan anda tentang kehidupan anda? 3

2. Gejala pada saluran kemih bagian atas Berupa gejala obstruksi antara lain nyeri pinggang, benjolan di pinggang (merupakan tanda dari hidronefrosis), atau demam (merupakan tanda dari infeksi atau urosepsis). 3. Gejala di luar saluran kemih Kadang pasien datang ke dokter mengeluhkan adanya hernia inguinalis atau haemorrhoid. Timbulnya kedua penyakit ini mungkin karena sering mengejan pada saat miksi sehingga mengakibatkan peningkatan tekanan intra abdominal. Pada pemeriksaan fisik bisa didapatkan buli-buli yang terisi penuh dan teraba massa di daerah supra simfisis akibat retensi urin. Kadang didapatkan urine yang selalu menetes tanpa disadari oleh penderita, yang merupakan pertanda dari inkontinensia paradoksa. Pada pemeriksaan colok dubur diperhatikan tonus sfingter ani/refleks bulbo-cavernosus untuk menyingkirkan kelainan buli neurogenik, mukosa dan ampula rektum keadaan prostat, antar lain: apakah batas atas teraba, adanya

nodul, krepitasi (adanya batu prostat bila teraba krepitasi), konsistensi prostat, simetri antar lobus,dan batas prostat. Kalau batas atas masih dapat teraba secara empirirs besar prostat kurang dari 60 gram. Colok dubur pada BPH menunjukkan konsistensi prostat kenyal, tidak teraba nodul, lobus kiri dan kanan simetris. Sedangkan pada Ca prostat menunjukkan konsistensi prostat keras/teraba nodul,dan mungkin di antara lobus kanan dan kiri asimetris

Colok dubur Derajat berat obstruksi dapat pula diukur dengan mengukur pancaran urin pada waktu miksi, yang disebut uroflowmetri. Angka normal pancaran kemih rata-rata 10-12 ml/detik dan pancaran maksimal sampai sekitar 20 ml/detik. Pada obstruksi ringan pancaran menurun antara 6-8 ml/detik, sedangkan pancaran maksimal menjadi 15 ml/detik atau kurang. Derajat BPH berdasarkan Gambaran Klinik Derajat I II III IV Colok Dubur Penonjolan prostat, batas atas mudah diraba (< 1cm pada rectum) Penonjolan prostate jelas, batas atas dapat dicapai (1-2 cm pada rectum) Batas atas prostat tidak dapat diraba (2-3 cm pada rectum) Prostat teraba > 3cm pada rectum Sisa volume urin < 50 ml 50 - 100 m 100 m Retensi urin total

PEMERIKSAAN PENUNJANG (2,9) 1. Pemeriksaan Laboratorium

Sedimen urin : kemungkinan adanya proses infeksi atau inflamasi pada saluran kemih Kultur urin : mencari jenis kuman yang menyebabkan infeksi dan menentukan sensitifitas kuman terhadap beberapa antimikroba yang diujikan

Pemeriksaan darah o elektrolit o ureum o kreatinin o gula darah Untuk mengetahui faal ginjal.

Prostate Specific Antigen (PSA) > 4 dicurigai adanya keganasan pada prostat. Dilakukan sebagai dasar penentuan perlunya biopsi atau sebagai deteksi dini keganasan. Bila nilai PSA < 4 ng/ml tidak perlu biopsi. Bila nilai PSA 4-10 ng/ml, hitung PSAD(Prostat specific Antigen Density) yaitu nilai PSA serum dibagi dengan volume prostat. Bila nilai PSAD 0,15 maka dilakukan biopsi. Demikian pula jika nilai PSA > 10 ng/ml dlakukan biopsi

2. Pemeriksaan Pencitraan Foto polos abdomen : mencari adanya batu opak di saluran kemih. Adanya batu/kalkulosa prostat dan kadangkala menunjukkan bayangan buli-buli yang penuh terisi urin, yang merupakan tanda dari retensi urin. IntraVena Pielografi (IVP) Untuk mengetahui: a. kelainan pada ginjal maupun ureter berupa hidroureter atau hidronefrosis b. memperkirakan besarnya kelenjar prostat yang ditunjukkan oleh dentasi prostat (pendesakan buli-buli oleh kelenjar prostat) atau ureter c. penyulit yang terjadi pada buli-buli, yaitu adanya trabekulasi, divertikel atau sakulasi buli-buli

Pemeriksaan Ultrasonografi (USG) Dapat dilakukan secara Rectal Ultrasonografi). 1. Ultrasonografi transrektal digunakan untuk : a. mengetahui besar / volume kelenjar prostat b. adanya kemungkinan pembesaran prostat maligna c. sebagai petunjuk melakukan biopsi aspirasi prostat d. menentukan jumlah residual urin e. mencari kelainan lain yang ada di buli-buli 2. Ultrasonografi transabdominal, dapat digunakan untuk mendeteksi adanya hidronefrosis atau kerusakan ginjal akibat obstruksi BPH yang lama. transabdominal dan transrektal (TRUS = Trans

3. Pemeriksaan Lain Pemeriksaan, derajat obstruksi prostat dapat diperkirakan dengan cara mengukur : Residual urine, yaitu jumlah sisa urin setelah miksi. Ditentukan dengan cara kateterisasi setelah miksi atau dengan USG setelah miksi Pancaran urine (uroflowmetri), dengan jalan menghitung jumlah urine dibagi dengan lamanya miksi per detik (ml/detik), atau dengan alat uroflowmetri DIAGNOSIS BANDING (1) Obstruktif lain kondisi saluran kemih bawah, seperti striktur uretra, kontraktur kandung kemih , batu buli atau karsinoma prostat , harus di pikirkan ketika mengevaluasi laki-laki dengan dugaan BPH. Riwayat pada uretra sebelumnya, berupa instrumentasi, uretritis, atau trauma harus dijelaskan untuk menyingkirkan striktur uretra atau kontraktur kandung kemih, Hematuria dan nyeri yang umumnya terkait dengan batu saluran kemih. Karsinoma prostat dapat dideteksi pada rectal toucher atau kadar

PSA tinggi (>4) . Infeksi saluran kemih juga dapat memberikan gejala mirip gejala BPH, dapat diidentifikasi dengan pemeriksaan kultur urin, tapi infeksi saluran kencing juga dapat menjadi komplikasi BPH. Gejala yg ada juga terkait dengan karsinoma kandung kemih terutama karsinoma in situ, biasanya menunjukkan gejala hematuria. Demikian pula pasien dengan neurogenik gangguan kandung kemih mungkin memiliki banyak tanda-tanda dan gejala BPH, tetapi riwayat penyakit neurologis, stroke, diabetes mellitus. Selain itu, pemeriksaan mungkin menunjukkan perineum dan ekstremitas mengalami kekurangan sensasi atau perubahan pada tonus sfingter rectum atau bulbocavernosus refleks. Simulasi perubahan fungsi usus (konstipasi) mungkin juga waspada satu kemungkinan asal dari neurologis.

PENATALAKSANAAN (1,2,5) Tidak semua pasien hiperplasia prostat perlu menjalani tindakan medik. Tujuan pada pasien hiperplasia prostat adalah untuk memperbaiki keluhan miksi, meningkatkan kualitas hidup, mengurangi obstruksi intravesika, mengembalikan fungsi ginjal jika terjadi gagal ginjal, mengurangi volume residu urin setelah miksi dan mencegah progresilitas penyakit. 1 . Watchfull waiting Ditujukan pada penderita BPH dengan keluhan ringan yang tidak mengganggu aktivitas sehari-hari. Pasien tidak diberikan terapi apapun hanya diberikan anjuran mengenai hal yang dapat memperburuk keluhan, seperti jangan minum kopi atau alkohol, batasi penggunaan obat yang mengandung fenilpropanolamin, kurangi makanan pedas dan asin, dan jangan menahan kencing terlalu lama.

2. Medikamentosa Terdapat 3 golongan obat :

Penghambat receptor adrenergik Beberapa golongan obat yang dipakaii adalah prazosin (dua kali sehari), terazosin, afluzosin dan doksazosin yang diberikan sekali sehari. Obatobat golongan ini dapat memperbaiki keluhan miksi dan laju pancaran urine.

Penghambat 5 -reduktase Bekerja dengan cara menghambat pembentukan dehidrotestosteron dari testosteron yang dikatalisis oleh enzim 5 reduktase di dalam selsel prostat. Pemberian finasteride 5 mg mampu memperbaiki keluhan miksi dan pancaran miksi.

Fitofarmaka Kemungkinan fitoterapi bekerja sebagai anti estrogen, anti

androgen,memperkecil volume prostat dan lain-lain. Fitoterapi yang banyak dipasarkan ialah Pygeum africanum, Serenoa repens, Hypoxis rooperi, Radix urtica dan lainnya. Terapi Bedah Penyelesaian masalah pasien hiperplasia prostat jangka panjang yang paling baik saat ini adalah pembedahan, karena pemberian obat-obatan membutuhkan waktu yang lama untuk melihat hasilnya. Indikasi pembedahan adalah bila : Tidak menunjukkan perbaikan setelah terapi medikamentosa Mengalami retensi urin Mengalami infeksi saluran kemih yang berulang Batu buli,divertikel Hematuria Gagal ginjal Timbul penyulit lain akibat obstruksi saluran kemih bagian bawah seperti Hernia dan Hemorroid

Terdapat beberapa macam pembedahan yaitu :


1. Operasi terbuka Sebuah sayatan bisa dibuat di perut (melalui struktur di belakang tulang kemaluan/retropubik dan diatas tulang kemaluan/suprapubik) atau di daerah perineum (dasar panggul yang meliputi daerah skrotum sampai anus). Pendekatan melalui perineum saat ini jarangn digunakan lagi karena angka kejadian impotensi setelah pembedahan mencapai 50%. Pembedahan ini memerlukan waktu dan biasanya penderita harus dirawat selama 5-10 hari. Komplikasi yang mungkin terjadi adalah impotensi (16-32%, tergantung kepada pendekatan pembedahan) dan inkontinensia uri (kurang dari 1%).

2. Reseksi Prostat Transuretral (TURP) Reseksi kelenjar prostat dilakukan transuretra dengan mempergunakan cairan irigasi (pembilas) agar daerah yang di reseksi tetap terang dan tidak tertutup oleh darah. Cairan yang dipergunakan adalah cairan yang non ionic, yang dimaksudkan agar tidak terjadi hantaran listrik pada saat operasi. Cairan yang sering di pakai dan harganya cukup murah yaitu H2O steril (aquades). Salah satu kerugian dari aquades adalah sifatnya yang hipotonik sehingga cairan ini dapat masuk ke sirkulasi sistemik melalui pembuluh darah vena yang terbuka pada saat reseksi. Kelebihan H2O dapat menyebabkan terjadinya hiponatremia relative atau gejala intoksikasi air yang dikenal dengan sindroma TURP. Untuk mengurangi resiko timbulnya sindroma TURP operator harus membatasi diri untuk tidak melakukan reseksi lebih dari 1 jam. Komplikasi lain yang mugkin terjadi adalah perdarahan, perforasi, inkontinensi, disfungsi ereksi, ejakulasi retrograde, dan striktura uretra.

Reseksi Prostat Transuretral (TURP)

3. Insisi Prostat Transuretra (TUIP) Merupakan insisi dari leher buli atau BNI (Bladder Neck Incision). Sebelum melakukan tindakan ini harus disingkirkan kemungkinan adanya karsinoma prostat dengan melakukan colok dubur, melakukan pemeriksaan ultrasonografi transrektal, dan pengukuran kadar PSA. 4. Elektrovaporasi Prostat Cara elektrovaporasi prostat adalah sama dengan TURP, hanya saja teknik ini memakai roller ball yag spesifik dan dengan mesin diatermi yang cukup kuat sehingga mampu membuat vaporisasi kelenjar prostat. Teknik ini cukup aman tapi hanya bisa digunakan untuk pembesaran prostat <50 gr 5. Laser Prostatektomi

Penggunaan energy laser ini sebenarnya cukup aman, tetapi 2% sering membutuhkan terapi ulang. Efek lebih lanjut dari pengguanaan laser belum diketahui dengan pasti.

Tindakan Invasif Minimal a. Termoterapi b. TUNA ( Transurethral needle ablation of the prostate) c. Stent d. HIFU ( high Intensity focused ultrasound )

Meskipun sudah banyak modalitas yang telah di temukan untuk mengobati pembesaran prostat, sampai saat ini terapi yang memberikan hasil paling memuaskan adalah TUR Prostat.

PROGNOSIS (8) Lebih dari 90% pasien mengalami perbaikan sebagian atau perbaikan dari gejala yang dialaminya. Sekitar 10 20% akan mengalami kekambuhan penyumbatan dalam 5 tahun.

BAB III ANALISA KASUS


1. Dari anamnesis Laki-laki 65 tahun BPH merupakan penyakit pada pria tua. Keadaan ini dialami oleh 50% pria yang berusia 60 tahun dan kurang lebih 80% pria yang berusia 80 tahun. Pada usia tua, kadar testosteron menurun, sedangkan kadar estrogen relatif tetap sehingga perbandingan antara estrogen dan testosteron relatif meningkat. Estrogen dalam prostat berperan dalam terjadinya proliferasi kelenjar prostat dengan cara meningkatkan sensitivitas sel-sel prostat terhadap rangsangan hormon androgen, meningkatkan jumlah reseptor androgen, dan menurunkan jumlah kematian sel-sel prostat (apoptosis). Keluhan Utama : Sulit BAK sejak 2 bulan SMRS gejala ini merupakan menifestasi klinik yang terjadi akibat otot-otot buli yang mengalami kepayahan/fatigue (dekompensasi) karena harus berkontraksi terusmenerus untuk mengeluarkan urin dari buli-buli. Riwayat Penyakit Sekarang : o BAK sering tidak lancar atau terputus-putus sehingga harus mengedan ketika BAK (Pancaran miksi terputus-putus atau intermitency) : disebabkan otot detrusor gagal berkontraksi dengan cukup lama untuk melawan tahanan (resistensi) di uretra sehingga kontraksinya terputus-putus

o Pada saat urin keluar terasa panas atau sakit (dysuria) inflamasi buli. o Sering BAK (frekuensi) : disebabkan karena hipersensitivitas otot detrusor atau karena pengosongan yang tidak lengkap pada tiap miksi sehingga interval antar miksi menjadi lebih pendek. Frekuensi miksi meningkat terutama pada malam hari (nokturia) disebabkan karena tonus sfingter uretra berkurang selama tidur. o Harus menunggu lama untuk memulai kencing (hesitancy) Obstruksi intravesika menyebabkan otot detrusor gagal berkontaksi dengan cukup kuat untuk mengeluarkan urin. o Pancarannya miksi lemah disebabkan otot detrusor gagal berkontraksi dengan cukup kuat . o Menetes ketika di akhir BAK Akibat dari masih adanya sisa urine yang belum sepenuhnya dikeluarkan,karena adanya hambatan untuk mengeluarkannya secara keseluruhan. o Skor IPSS dari anamnesis = 25 ( LUTS Berat) 2. Dari pemeriksaan fisik didapatkan : Pada pemeriksaan Rectal Toucher didapatkan : Tonus Sfingter Ani baik, Ampula Recti tidak kolaps, Mukosa Rectum licin, tidak ada massa, Teraba prostat menonjol, batas atas teraba , konsistensi kenyal, permukaan rata, nodul (-), nyeri tekan (-) : menunjukkan pembesaran prostat jinak, sekaligus menyingkirkan keganasan. simetris lobus kanan dan kiri menunjukkan pembesaran prostat jinak. Sarung tangan : darah (-), lendir (-), feses (-)

3. Dari pemeriksaan penunjang di dapatkan kolesterol total dan kolesterol LDL yang meningkat menandakan Tidak ditemukan kelainan lain yang mengindikasikan kerusakan lebih lanjut selain Hiperplasia Prostat jinak. 4. Dari pemeriksaan USG didapatkan kesan hipertrofi prostat.

DIAGNOSA KERJA BPH DIAGNOSA BANDING 1. Prostatitis akut Karena pembengkakan prostat biasanya ada disuria, kadang sampai retensio urin. Kadang didapatkan pengeluaran nanah pada colok dubur.Gejala dan tanda prostatitis akut terdiri atas demam dengan suhu tinggi, kadang dengan gigilan, nyeri perineal atau pinggang rendah, sakit sedang atau berat, mialgia, dan artralgia. 2. Karsinoma prostat Pada stadium permulaan karsinoma prostat tidak memberikan gejala atau tanda klinis. Biasanya ditemukan secara kebetulan pada pemeriksaan colok dubur, dengan kelainan konsistensi, yaitu bagian prostat yang keras, nodul, ketidakrataan atau asimetri. Masih dibutuhkan pemeriksaan PSA. PENATALAKSANAAN OPERATIF TUR Prostat Terapi pilihan pada retensi pasien BPH yang lebih

mengalami

urine,Hasil

baik,dengan masa pemulihan yang lebih cepat. Skor IPSS = 26

PASCA OPERATIF Infus RL 8 kolf/ 24 jam IVFD NaCl 0,9% 30,40,60 tetes/menit Bedrest 24 jam Periksa DPL dan elektrolit Obat : - Inj Terpacef 1x 1gr. - Inj. Ketese 3x1 amp - Inj. Ranitidine 2x1 amp - Pronalges supp 2x1 supp 3. Kontrol berkala poliklinik urologi. PROGNOSIS AD BONAM, Diagnosis dan pemilihan terapi yang tepat menghilangkan keluhan BAK pada pasien. Selain itu pasca operatif prostat memilki tingkat kekambuhan yang rendah.

BAB III DAFTAR PUSTAKA


1. Tanagho, Emil A ; McAninch, Jhon W. Benign Prostatic Hyperplasia ; at Smiths General Urology. 17 th edition. Mc Graw Hill : Lange ; California.2008, p 348. 2. Purnomo, B. Basuki. Hiperplasia Prostat; Di dalam Dasar-Dasar Urologi. Edisi 2. Penerbit Sagung Seto : Jakarta. 2009, Hal 69-85 3. Scanlon, Valerie C. 2007. Essentials of Anatomy and Physiology 5th Edition. Philadelphia: F. A. Davis Company. 4. Prostate Hyperplasia, Benign , available at http://emedicine.medscape.com/article/437359-overview

5. Roehrborn CG and McConnell JD. Etiology, pathophysiology, epidemiology, and natural history of benign prostatic hyperplasia. In : LR, Novick AC, Partin AW , and Peters CA (editor). Campbells urology. Phyladelphia: Saundes, 2002: 1297-1336. 6. Benign prostatic Hyperplasia, Available at http://en.wikipedia.org/wiki/Benign_prostatic_hyperplasia 7. Rahardjo, Djoko. PROSTAT Kelainan-kelainan Jinak, Diagnosis dan Penanganan. Cetakan Pertama, Penerbit : Subbagian urologi Bagian Bedah Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta.1999. 1560. 8. http://www.urolog.nl/urolog/php/patients.php?doc=bph&lng=en 9. .De Jong, Wim ; Sjamsuhidajat R. Prostat; di dalam Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi 2. Penerbit EGC: Jakarta , 2004, Hal 782.

Anda mungkin juga menyukai