Anda di halaman 1dari 5

Tujuan Umum: Mahasiswa dapat melakukan berbagai cara untuk menganalisis nisbah pemangsaan hewan. Tujuan Khusus : 1.

Mahasiswa dapat mempraktikan cara-cara analisis diet hewan. 2. Mahasiswa dapat menjelaskan kepentingan dari diketahuinya diet hewan. 3. Mahasiswa dapat menerapkan pengetahuan tentang diet hewan pada realitas hidup sehari hari. Pokok Bahasan : Nisbah pemangsaan, kepentingan dan cara cara analisisnya.

Nisbah Pemangsaan, Kepentingan dan Cara Analisisnya


Suatu organisme hidup akan selalu membutuhkan organisme lain dan lingkungan hidupnya. Hubungan yang terjadi antara individu dengan lingkungannya sangat kompleks, bersifat saling mempengaruhi atau timbal balik. Hewan adalah makhluk hidup yang tidak dapat hidup sendiri. Hal ini disebabkan hewan membutuhkan organisme lain untuk mampu melanjutkan kehidupannya, terutama dalam mendapatkan makanan. Oleh karena itu, hewan disebut organisme heterotrof. Sehubungan dengan itu, masalah makan hewan merupakan masalah interaksi antarspesies. Makanan hewan dibagi atas dua aspek yakni aspek kualitatif dan aspek kuantitatif. Aspek kualitatif terdiri atas palatabilitas, nilai gizi, daya cerna dan ukuran makanan. Sedangkan aspek kantitatif terdiri atas kelimpahan dan kebutuhan makanan. Sumber makanan yang berlimpah dan tidak adanya predator merupakan lingkungan yang sangat disukai oleh suatu hewan. Namun, lingkungan yang

mengalami perubahan atau dalam keadaan yang ekstrim dapat menyebabkan kelimpahan makanan menjadi berkurang dan predator yang banyak akan membuat hewan tersebut harus mengurangi makanan yang dikonsumsinya. Peristiwa tersebut dikenal dengan diet hewan. Diet hewan juga dapat didefinisikan sebagai pengaturan jumlah makanan pada hewan dalam upaya pemenuhan gizi bagi hewan agar hewan merasa nyaman berada di lingkungan. Diet hewan dibagi menjadi dua, yaitu diet absolut dan diet relatif. Kelimpahan makanan ini juga sangat berpengaruh terhadap populasi dari suatu hewan (organisme). Diet Relatif dan Diet Absolut Hewan memiliki dua tipe diet yaitu diet relatif dan diet absolut. Kedua diet ini sangat berkaitan dengan makanan hewan. Makanan hewan dapat dilihat melalui dua aspek yaitu kuantitatif dan kualitatif. Kuantitatif meliputi kelimpahan makanan dilingkungan dan kebutuhan makanan yang diperlukan oleh hewan tertentu sedangkan kualititatif meliputi palatabilitas (kesukaan jenis makanan), nilai gizi, daya cerna dan ukuran makanan. Diet absolut yang dilakukan oleh hewan meninjau dari arah kuantitatif artinya jumlah makanan tertentu yang dikonsumsi oleh hewan tertentu. Diet relatif yang dilakukan oleh hewan meninjau dari arah kualitatif artinya jumlah jenis makanan yang dimakan oleh hewan tertentu. Setiap jenis makanan yang dimakanan mengandung nilai gizi yang berbeda-beda sehingga diet relatif ini dapat dilihat dari nilai gizi yang ada pada makanan. Diet relatif ini sangat dipengaruhi oleh palatabilitas makanan suatu hewan. Diet absolute harus dipenuhi oleh hewan sedangkan diet relatif boleh tidak dipenuhi oleh hewan. Hal ini disebabkan diet relatif hanya merupakan diet untuk peningkatan kinerja hewan. Nisbah Pemangsaan Dari segi ekologi perlu diketahui lebih lanjut mengenai hubungan antara jenisjenis makanan yang dimakan hewan dengan ketersediaan sumber daya makanan itu di

lingkungan tempat hidup hewan yang dapat bervariasi dari waktu ke waktu dan dari musim ke musim. Salah satu cara sederhana ialah dengan menghitung nisbah pemangsaan (Np) :

Keterangan : Np = 1, menunjukkan bahwa jenis makanan yang dimakan itu dimanfaatkan oleh hewan secara proporsional dengan ketersediaan di lingkungan. Np > 1, menunjukkan bahwa jenis makanan yang dimakan tidak proporsional dengan ketersediannya, melainkan lebih sering. Mungkin disebabkan karena jenis makanan lebih disukai, lebih diperlukan atau mudah didapatkan dibandingkan dengan yang lainnya. Np < 1, menunjukkan bahwa jenis makanan yang dimakan kurang sering diambil dari lingkungannya, mungkin karena kurang disukai, kurang diperlukan, atau sukar didapatkan, ukuran tidak sesuai. Hubungan nisbah pemangsaan ada kalanya disebut juga sebagai nisbah atau indeks preferensi.

Gambar 1. Skema pendeteksian preferensi dari proporsi suatu jenis makanan yang terdapat dalam diet sebagai fungsi dari proporsinya yang terdapat dalam lingkungan

Preferensi hewan terhadap suatu jenis makanan sifatnya ada yang pasti, tidak dipengaruhi oleh variasi ketersedian di lingkungan. Preferensi dapat berarti jenis makanan itu lebih diperlukan dibandingkan dengan jenis lain. Ada jenis hewan yang beralih preferensi. Misal, apabila ketersedian suatu jenis makanan rendah, maka kurang dimafaatkan sebagaimana makanan, tetapi bila ketersedian tinggi, dikonsumsi lebih sering. Preferensi makanan dapat diamati melalui percobaan di laboratorium. Namun, informasi yang diperoleh di laboratorium tidak dapat begitu saja diterapkan bagi hewan di lingkungan alaminya, karena harus berhadapan dengan perubahan kondisi lingkungan dan persaingan antara hewan lain. Faktor abiotik dan biotik di lingkungan alami dapat mengubah aspek kualitatif dan kuantitatif makanan yang dikonsumsi hewan. Palatabilitas dan kebutuhan makanan hewan terhadap beberapa macam makanan dapat dihitung dengan menggunakan rumus nisbah pemangsaan. Palatabilitas menurut Kramadibrata (1996) dapat diartikan sebagai kelezatan, yaitu kelezatan makan sangat ditentukan oleh banyak sedikitnya kandungan senyawasenyawa kimia tertentu (alkaloida dan fenol). Di antara senyawa tersebut mungkin ada yang bersifat toksik yang akan merangsang respon hewan di luar kisaran toleransinya. Selain itu adanya struktur-struktur yang mengganggu seperti buku-buku dan duri-duri tajam atau lapisan kulit yang keras, semuanya itu akan mengurangi nilai palatabilitas makanan. Ukuran makanan juga sangat berpengaruh bagi hewan karnivora (predator, pemangsa) yang makanannya berupa hewan lain yang tidak sesil, yang mobilitasnya tinggi harus mempunyai ukuran tubuh lebih kecil dari pada ukuran tubuh hewan dan masih dalam batas kemampuan predator untuk menguasai dan melumpuhkan sebelum dapat dijadikan makanannya. Tetapi ukuran tubuh mangsanya juga tidak boleh terlalu kecil agar energi perolehan dari mangsa tidak lebih rendah dari pada energi yang telah dikeluarkan untuk mencari, mengejar, menangkap dan menangani mangsanya.

Bekantan (Nasalis larvatus) merupakan primata asli Indonesia dan endemik di Kalimantan. Habitat alami bekantan yaitu hutan rawa, mangrove dan muara-muara sungai. Bekantan termasuk ke dalam ordo Primata, sub ordo Anthropoidea, super famili Cercopithecoidea, famili Cercopithecidae, sub famili Colobinae, dan genus Nasalis (Napier & Napier 1985). Primata bertubuh besar ini hidup di atas pohon dan mengonsumsi daun-daunan (Napier & Napier 1985). Bekantan memiliki lambung khusus di bagian depan dan belakang yang dapat bersimbiosis dengan mikroorganisme untuk mencerna daun ber-serat tinggi. Fungsi organ ini mirip dengan lambung pada ruminansia (Bauchop & Martucci 1968). Aktivitas harian bekantan di alam me-liputi makan, minum, istirahat, selisik, agonistik, seksual, lokomosi, urinasi serta defekasi (Yeager 1992). Aktivitas makan ber-hubungan dengan pemenuhan kebutuhan energi tubuh. Energi yang diperoleh dibutuh-kan untuk menjaga kelangsungan hidup suatu spesies. Aktivitas makan bekantan meliputi mengamati, mengambil, memeriksa, me-ngolah, menggigit, mengunyah, menelan, me-lepeh dan membuang pakan (Alikodra 1990). Bekantan di alam memulai aktivitas makan pagi hari pukul 05.30 di sekitar pohon tempat tidur dan berakhir sore hari ketika akan tidur pada pukul 19.00 (Bismark 1994). Bekantan mengonsumsi pakan berupa daun atau sayuran antara 50-90% dan buah-buahan 3-13% (Bismark 1984). Pakan sebelum dikonsumsi akan diseleksi oleh bekantan. Seleksi yang dilakukan oleh bekantan dapat menunjukkan palatabilitas, yaitu respon hewan dengan memilih sendiri pakan yang disediakan untuk dikonsumsi (Patrick & Schaible 1980). Palatabilitas yang tinggi akan mencerminkan tingkat konsumsi yang tinggi. Populasi bekantan di habitat asli saat ini mengalami penurunan yang sangat cepat. Pengalihfungsian hutan yang bersifat ko-mersil (pertanian, pertambangan dan pe-mukiman penduduk) menyebabkan bekantan kehilangan habitat asli dan sumber pakan. Hi-langnya sumber pakan di alam menyebabkan kualitas dan kuantitas pakan tidak mampu memenuhi kebutuhan gizi bekantan. Menurut Meijaard & Nijman (2000) konservasi be-kantan secara eks-situ penting dilakukan se-bagai upaya untuk mempertahankan populasi satwa liar yang terancam punah. Taman Safari Indonesia adalah salah satu lembaga kon-servasi eks-situ yang terletak di Cisarua-Bogor. Manajemen pemberian pakan yang sesuai kebutuhan gizi diharapkan dapat me-ningkatkan pertumbuhan, kesehatan dan reproduksi bekantan. Penelitian mengenai bekantan di Taman Safari Indonesia penting dilakukan untuk mengetahui aktivitas makan, kuantitas dan kualitas pakan yang diberikan. Informasi ak-tivitas makan dan manajemen pemberian pakan yang sesuai kebutuhan gizi diharapkan dapat menunjang keberlangsungan hidup bekantan.

Anda mungkin juga menyukai