Anda di halaman 1dari 41

BAB V

MAKANAN DAN PERILAKU


MENCARI MAKAN
KELOMPOK 2
1. Anggi Yuni Anggraeni (E1A017005)
2. Baiq Dini Najia D (E1A017008)
3. Easy Zulfa (E1A017017)
4. Embun Sapira (E1A017020)
5. Fitriyani (E1A017026)
1. Menjelaskan jenis-jenis makanan
pada hewan

2. Mendeskripsikan mekanisme
pertahanan diri pada hewan

3. Menjelaskan preferensi makanan


Indikator pada hewan

4. Menjelaskan strategi mencari makan


pada hewan

5. Menjelaskan koevolusi dalam


hubungan makan pada hewan
5.1. Makanan
Hewan
 Hewan mampu memanfaatkan dan memperoleh makanan dari
lingkungan karena hewan memiliki kemampuan dalam
beradaptasi yaitu adaptasi fisiologis, struktural, dan tingkah
laku.
 Makanan yang dimakan oleh hewan dapat dianalisis melalui
dua aspek yaitu aspek kuantitatif dan kualitatif.
 Aspek kuantitatif makanan hewan meliputi kelimpahan atau
kuantitas jumlah makanan yang dibutuhkan dan yang tersedia
di alam, sehingga hewan dapat bertahan hidup dan sintas dan
secara khusus akan dibahas pada Bab Ekoenergetika.
 Aspek kualitatif meliputi palatibilitas, nilai gizi, daya cerna
dan ukuran makanan.
1. Palatabilitas

 Palatabilitas merupakan efek kesenangan atau kelezatan yang


diberikan oleh makanan atau bahan makanan yang seringkali relatif
terhadap kondisi homeostatic nutrisi, air dan kebutuhan energy.
 Palatabilitas makanan dapat tentukan oleh kerberadaan senyawa-
senyawa yang menyebabkan kelezatan bagi makanan seperti fenol,
alkaloid.
 Aplikasi palatabilitas bagi beberapa bidang sangatlah penting seperti
pada konservasi fauna yang dilindungi seperti pada Gajah Sumatra
yang menghendaki tumbuhan berkeping tunggal yang lunak, meliputi
rumput-rumput halus, bagian tumbuhan palem, dan batang pisang
(Payne et al., 2000).
 Sementara di dunia peternakan, hewan ternak memiliki palatabilitas
yang dipengaruhi oleh beberapa parameter fisik yaitu kekerasan
bahan pakan, Warna, Bentuk pakan dan Rasa pakan dan parameter
kimia yaitu Kadar air, Kadar protein, Kadar lemak, Bau.
2. Nilai gizi

 Setiap jenis hewan memiliki kecendrungan memilih


makanan dengan gizi yang berbeda, tergantung pada jenis
makanannya.
 Nilai gizi suatu makanan bergantung pada komposisi,
protein, mineral,vitamin, kandungan air, dan lemak.
 Kebutuhan akan nilai gizi makanan menjadi kebutuhn yang
sangat penting bagi setiap hewan, karena akan
mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan fisik yang
pada akhirnya akan mempengaruhi kondisi populasi
spesies.
 Pada hewan karnivora kebutuhan nilai gizi yang lengkap
bukan merupakan masalah yang penting karena nutrisi
dengan nilai gizi yang ssesuai dengan kebutuhan diperoleh
dari hewan buruan yang dimangsa.
 hewan herbivora yang memakan tumbuh-tumbuhan
harus mencukupi kebutuhan melalui ketersediaan
tumbuhan yang ada.
 Secara umum ketersediaan makanan yang berupa
tumbuhan sanat melimpah di alam dan cukup
mudah untuk diperoleh akan tetapi secara nilai gizi
tidak cukup memenuhi kebutuhan hewan
herbivora.
 Sel tumbuhan yang memiliki serat dinding sel yang
dimana mengandung lignin dan selulosa seringkali
sulit untuk didegradasi secara enzimatis.
 Struktur tersebut menyebabkan nutrisi yang ada
pada sel tumbuhan maupun protein dan karbohidrat
penting kurang terserap oleh hewan herbivora.
 Tumbuhan juga dipercaya memiliki karagaman jenis yang tinggi
akan tetapi secara nutrisi rendah.
 Oleh karena itu dalam hal menyeimbangkan kebutuhan
nutrisinya secara praktis umunya satwa liar akan menjalankan
mekanisme neurofisiologis pada tubuhnya jika terdapat
komponen nutrisi atau gizi yang kurang.
 Dimana, satwa liar memnculkan perilaku makan dengan
memakan makanan atau tumbuhan pengganti yang mengandung
kompoonen gizi yang dibutuhkan dalam jumlah banyak.
 Perilaku tersebut sangat penting sebagai bentuk adaptasi
perilaku dn fisiologi karena jika hewa tidak memenuhinya
hewan akan cenderung mengalami cekaman fisiologis dan hal
tersebut dapat memunculkan perilaku yang lebih berbahaya bagi
populasi seperti kanibalisme walaupun hewan tersebut bersifat
herbivore
3. Daya Cerna

 Daya cerna makanan merupakan faktor yang sangat menentukan


bagaimana makanan yang telah diperoleh setiap hewan baik herbivora,
karnivora, atau omnivore akan dapat dimanfaatkan secara maksimal oleh
tubuh.
 Baik buruknya, atau efisien atau tidaknya daya cerna dipengaruhi oleh
komposisi makanan tersebut serta kemampuan adaptasi structural dan
fisiologi hewan dalam mencerna makanan yang diperoleh.
 Adaptasi structural dan fisiologi merupakan kemampuan yang sangat
penting guna mengatasi sumber daya yang beranekaragam.
 Keberadaan serat pada tumbuhan merupakan halangan dalam proses
penyerapan nutrisi pada sistem pencernaan.
 oleh karena itu mengatasi hal tersebut banyak herbivora memiliki struktur
yang beradaptasi untuk mendegradasi secara mekanik mengatasi serat
tumbuhan sehingga nutrisi yang terkandung pada tumbuhan dapat dicerna
dan diserap oleh hewan
 Struktur tersebut yaitu gigi dan rahang khusus pada mamalia,
mandibula pada serangga, gigi, rahang dan faring penggiling
pada ikan.
 Khususnya pada mamalia yang tidak memproduksi enzim
selulitik, pencernaan serat diperoleh melalui simbiosis dengan
mikroorganisme yang biasanya berupa bakteri atau protozoa.
 Bakteri simbiosis tersebut yaitu mikrobakteri pencerna selulosa
sedangkan protozoa yang bersimbiosis yaitu jenis (Diplodinium)
yang dapat mencerna selulosa dan bersimbiosis dengan
ruminensia, dan protozoa jenis Flagellata (Polymastigina,
Hypermastigina) yang memanfaatkan selulosa yang berkalori
tinggi pada usus lipas (Blattidae) dan rayap (Kalotermitidae)
 Hubungan antara dua kelompok makhluk hidup yang berbeda
dan saling memberikan manfaat (keuntungan) bagi kedua pihak
serta bersifat obligat disebut simbiosis mutualistik
 Khususnya pada kasus mutualisme antara Flagellata dan rayap,
Flagellata memproduksi enzim selulosa yang akan mencerna
selulosa yang dimakan oleh rayap yang umumnya memiliki kalori
yang cukup tinggi.
 Hasil pemrosesan selulosa oleh flagellate akan menghasilkan
dekstrosa yang akan dimanfaatkan oleh flagellate sendiri serta
hewan inangnya yaitu rayap.
 Pada hewan karnivora khususnya mamalia atau aves umumnya
tidak dilengkapi dengan adaptasi dalam daya cernanya akan tetapi
secara dilengkapi dengan morfologi serta fitur-fitur sensor yang
sangat membantu mendeteksi dan menghadapi mangsanya serta
membantu predator dalam membuat keputusan memangsa
mangsanya atau tidak.
 Sementara itu pada serangga karnivora seperti beberapa spesies
laba-laba mencerna mangsanga melalui mengunyah mangsanya
dengan maxillae-nya yang kemudian menyedot seluruh cairan
nutrisi mangsanya
4. Ukuran makanan

 Pada hewan dengan jenis saprofor, herbivore maupun parasit dengan


ukuran makanan dan cara makannya maka ukuran makanan bukan suatu
masalah.
 Seperti pada saprofor yang siap mendegredasi bahan makanannya untuk
dijadikan sebagai sumber energy, sementara hewan herbivora memiliki
variasi dan pilihan makanan yang sangat beragam.
 Berbeda dengan saprofor dan herbivore, hewan-hewan karnivora (predator)
membutuhkan makanan dari mangsa yang memiliki mobilitas yang tinggi.
 Selain itu, ukuran makanan yang diperoleh harus dalam batas kemampuan
predator untuk dapat memangsa dan memakannya.
 Akan tetapi, ukuran makanan juga tidak bisa terlalu kecil karena harus
sebanding dengan jumlah energy yang digunakan oleh predator untuk
memburu dan menangkap mangsa, jika makanan terlalu kecil maka tidak
akan mencukupi kebutuhan hewn untuk bisa bertahan dan sisntas.
 Dalam mengatasi masalah ukuran makanan, predator melakukan adaptasi
perilaku dengan cara membentuk kelompok - kelompok untuk memburu
dan memangsa yang memiliki ukuran yang lebih besar seperti pada
serigala dan hyena.
 Akan tetapi terdapat beberapa jenis hewan yang secara individu
beradaptasi untuk dapat memakan mangsa yang jauh lebih besar daru
ukuran kemampuan mencernany, seperti ular.
 Ular dapat memakan dengan ukuran mencapai 160% dari berat ukuran
tubuhnya (Secor and Diamond, 1998).
 Terdapat beberapa jenis predator lainnya yang dapat beradaptasi dengan
mangsa yang sangat kecil jika dibandingkan dengan ukuran tubuh
predator.
 Seperti pada predator tringgiling (Manis javanica) yang beradaptasi pada
mangsanya yang sangat kecil yaitu semut dengan cara memakan semun
secara sekaligus sebanyak - banyaknya guna memenuhi kebutuhan
metabolism tubuh tringgiling.
 Selain itu, Trenggiling juga beradaptasi secara structural dan fisiologis
dengan memiliki lidah yang panjang dan lengket guna mendapatkan
serangga-serangga sebanyak-banyak dalam sekali usaha mendapatkan
mangsa.
5.2. Kebiasaan
Makan
Kebiasaan Makan

Setiap hewan memiliki jenis makanan dan perilaku


makan yang berbeda-beda. Umunya pemilihan
makanan oleh hewan merupakan hasil dari adaptasi
terhadap lingkungan sehingga memilih dan
menyesuaikan diri terhadap sumber daya makanan
yang ada.
Berdasarkan macam makanan yang dimakan, dikethui
terdapat beberapa kategori yaitu

a. Herbivora merupakan hewan yang memiliki


b. Karnivora (Predator atau pemangsa)
makanan utama berupa rumbuh-tumbuhan atau
adalah hewan yang makanan utamanya
bagian tumbuhan. Hewan herbivora umumnya
hewan-hewan lain. Secara structural diketahui
mengalami beberapa adaptasi structural diantara
pada hewan yang memiliki gigi taring yang
yaitu Memiliki gigi seri, yang biasa digunakan
kuat untuk mengoyak daging atau memiliki
untuk memotong makanan sebelum dikunyah
bisa atau racun untuk melumpuhkan
menggunakan gigi geraham. Tidak memiliki gigi
mangsanya, memiliki cakar yang kuat untuk
taring dan memiliki gigi geraham dengan
menangkap dan mengoyak mangsa.
permukaan yang lebar dan bergerigi.

c. Omnivora, adalah hewan yang d. Saprovor (saprofag), yaitu


dapat memakan tumbuhan maupun hewan yang makanann utamanya
hewan dengan proporsi yang berupa tumbuhan dan hewan mati
simbang. ataupun feses hewan yang telah
mengalami pembusukan.
Penggolongan kebiasaan makan juga dapat dikategorikan
berdasarkan jumlah spesies yang dimakan oleh hewan, dengan kategori
sebagai berikut

a. Monofag, adalah hewan c. Polifag, adalah hewan


yang memiliki memangsa yang memiliki mangsa atau
atau makanan yang terdiri makanan yang lebih dari tiga
dari satu spesies organisme jenis makanan atau lebih dari
saja. Hewan dengan karakter tiga spesies. Keberadaan
makan monofag hewan dengan karakter
memunculkan spesiesspesies polifag memunculkan
yang bersifat spesialis makan spesies-spesies yang bersifat
generalis. Hewan dengan
karena menunjukkan b. Oligofag, adalah tipe generalis adalah hewan
kekhususan yang sangat
hewan yang memiliki yang paling banyak di
tinggi pada makanannya.
Spesies hewan spesialis mangsa atau makanan temukan di alam bebas
makan banyak ditemukan di yang terdiri dari 2 – 3 dikarenakan adaptasi hewan
spesies-spesies serangga, dalam memenuhi kebutuhan
spesies. fisiologis dan reproduksinya.
arthropoda, lalat buah dll.
5.3. Optimalisasi
Mencari Makan
Mencari makan merupakan
proses dimana organisme
memperoleh

ENERGI NUTRISI

disimpan untuk
diberikan pada
makanan secara dimakan diwaktu
individu lainnya
langsung dikonsumsi yang akan datang
(Provisioning)
(dimakan) (ditimbun)
Perilku mencari makan memerankan peranan
penting dalam evolusi biologi bukan hanya karena perilaku makan merupakan
penentu suatu spesies dapat bertahan, tumbuh dan sukses dalam reproduksi akan
tetapi juga karena pengaruhnya terhadap pencegahan predator, pollinasi dan
adaptasi (Kramer,1990).

Mencari makan juga merupakan suatu siklus aktifitas dimana sejumlah perilaku
terjadi yang menimbulkan perilaku konsumsi pada setiap unit makanan. Hewan
yang memakan item makanan yang begerak atau tidak akan mencari mangsanya
melalui proses penilaian, pengejaran dan penanganan
Tip

Tipe makanan apa dimana dan bagaimana


yang dimakan, mencari makanan,

Krebs (2009) menjelaskan bahwa sebagai konsekuensi


kebutuhan makanan yang tersebar dalam batasan
ruang dan waktu, kebutuhan makanan melibatkan
banyak perilaku mencari makan guna membuat
keputusan penting dalam pencarian makanan seperti:

seberapa lama hewan


seharusnya mencari berapa banyak yang
makan. harus dimakan dan
 Sejak hewan harus memperoleh makanan dalam memenuhi
kebutuhan fungsi fisiologis dan bagaimana menemukan dan
memakan makanan secara efisien merupakan hal yang sangat
penting bagi hewan. oleh karena itu dapat diasumsikan bahwa
seleksi alam merujuk pada proses pengoptimalisasian pencarian
makanan, yaitu setiap metode pencarian dan perolehan
makanan yang memaksimalkan setiap kesempatan relatif
(selisih dari keuntungan dan biaya tindakan, atau net kalori
usaha per unit waktu).
 Pencarian makan memberikan kesempatan dalam menilai setiap
faktor yang mempangaruhi perilaku penentuan keputusan
karena keuntungan dan biaya secara relatif mudah untuk di
definisikan, dihitung dan dimanipulasi.
 Sumber daya Makanan bagi hewan seringkali
terdistribusi secra khusus pada lokasi-lokasi tertentu di
suatu lanskap, beberapa lokasi mengandung lebih
banyak makanan dibanding lokasi lainnya. Jika hewan
melibatkan proses optimalisasi pencarian makan maka
suatu jenis hewan akan mencari makan secara
preferensi di suatu lokasi dengan perbedaan yang
sangat tinggi antara keuntungan dengan biaya mencari
makan. Keuntungan mencari makan dapat diukur
sebagai sejumlah makanan yang diperoleh pada setiap
lokasi dan biaya dapat didefinisikan sebagai waktu
yang dibutuhkan untuk mencari makan atau
probabilitas pemangsaan oleh predator.
5.4. Rantai dan
Jaring
Makanan
Rantai Makanan

 Rantai makanan merupakan penggambaran


hubungan makanan
 secara mendasar merupakan perpindahan
nutrisi dan energi
 Disusun secara linier yang diawali dari jenis
yang memiliki peran sebagai produser dan
diakhiri dengan jenis yang yang berperan
sebagai konsumen akhir
Karakter Dari Susunan Rantai Makanan
Dari Yang Teratas Hingga Terbawah

 Bagian yang terbawah ditempati oleh produsen primer


Produsen primer merupakan spesies-spesies autotrof yang
dapat membuatk makanannya sendiri
fotosintetik seperti pada tumbuhan, alga atau
cyanobakteria.
 Posisi terbawah ke 2 dihuni oleh Organisme yang memakan
produsen primer disebut consumen primer.
 Pada ekosistem daratan, seperti terestrial consumen primer
umumnya adalah hewan herbivora
 Pada ekosistem perairan seperti ekosistem pesisir atau
laut dalam konsumen primer merupakan hewan-hewan
yang memakan alga atau cyanobakteria.
 Organisme yang memakan konsumen primer disebut
konsumen sekunder. konsumen sekunder biasanya hewan
pemakan daging atau karnivora.
 Organisme yang memakan konsumen sekunder disebut
konsumen tertier.
 konsumen tertier merupakan hewan pemakan daging atau
karnivor yang memiliki kemampuan memakan karnivora
lainnya.
 Beberapa kondisi rantai makanan terdapat konsumer
kuaternar.
 Konsumen kuaternar merupakan hewan yang memakan
konsumen tertier
 Konsumen kuaternar umumnya berada pada tropic paling
tinggi yang disebut konsumen apex.
 Terdapat pula suatu group yang memiliki peran penting di
alam yang pada rantai makanan sering tidak dimunculkan
akan tetapi selalu ada di skema jaring-jaring makanan yaitu
dekomposer.
 Dekomposer merupakan makhluk hidup yang memiliki
peran sebagai pengurai materi materi yang sudah mati
serta sisa hasil produk metabolisme di seluruh tingkatan
tropik.
Karekteristik Khusus Susunan Linier Rantai
Makanan Pada Setiap Tingkatan
Susunan linear tersebut dapat mengisnyaratkan kondisi dimana
terdapat karakter khusus semakin tinggi suatu tingkatan tropik
yaitu :
 Semakin sedikitnya Jumlah spesies
 Semakinakin rendah kelimpahan populasi spesies
 Ukuran tubuh makin besar
 Laju reproduksi makin rendah
 Prilaku makin kompleks
 Harapan hidup makin panjang
 Energi (biaya) pemeliharaan makin tinggi
Karekteristik Khusus Susunan Linier
Rantai Makanan Pada Setiap Tingkatan

 Daya pergerakan dan penyebaran makin besar


 Daya mencari mangsa (makanan) makin besar
 Luas area tempat mencari mangsa (makanan) makin beragam
luas dan macam habitat yang dijelajahi makin beragam
 Spesialisasi mangsa (makanan) makin berkurang
 Nilai kalori makanan makin tinggi
 Efisiensi pemanfaatan makanan makin tinggi
Jaring-jaring Makanan

 Jaring-jaring makananyang berupa kumpulan rantai


makanan yang saling berhubungan satu ama lain yang
membentuk jaring.
 Jaring-jaring makanan terbentuk oleh :
 Perilaku mencari makan,
 optimalisasi perolehan makanan,
 Jenis jenis makanan yang berbeda-beda pada setiap spesies
di setiap tingkatan tropik mengakibatkan setiap rantai
makanan saling berkaitan
Jaring-jaring makanan
 Secara praktis, kompleksitas peristiwa makan dan dimakan yang terjadi di alam
bebas digambarkan melalui jaring-jaring makanan seprti berikut :
5.5. Perilaku
Pertahanan Diri
Hewan
Perilaku Pertahanan Diri
Hewan
Proses pemangsaan oleh suatu spesies akan memunculkan fenomena
alami hewan yang dimangsa akan mempertahankan dirinya sehingga
hewan mangsa dapat bisa bertahan hidup. Perilaku mempertahankan diri
juga merupakan sebuah perilaku antipredator sehingga dapat bertahan dari
proses seleksi alam. Di alam bebas, hewan dengan tingkat tropik sebagai
mangsa melakukan beberapa usaha mempertahankan dirinya
yaitupertahanan diri melalui kamuflase, pertahanan diri melalui warna
peringatan dan mimikri, pertahanan diri melalui dengan membentuk
kelompok, perthanan diri struktural serta pertahanan diri secara kimiawi.
1. Pertahanan diri melalui
kamuflase
Kamuflase merupakan salah satu bentuk adaptasi dalam bentuk
pewarnaan sehingga warna heawan sama dengan warna
lingkungannya, oleh karena itu spesies yang cenderung memiliki
warna berbeda dengan lingkungannya memiliki tingkat predasi
yang tinggi.
Terdapat berbagai tipe kamuflase warna tubuh terhadap lingkungan yaitu
 kamuflase pewarnaan kriptik adalah pewarnaan ataupun pola pada
tubuh hewan yang sedemikian rupa sehingga hewan memiliki
kemiripan warna dengan lingkungannya.
 protekrif, merupakan pewarnaan ataupun pola warna tubuh yang
mirip dengan corak latar belakang lingkungannya.
 desruptif, yaitu pewarnaan pada tubuh hewan yang sedemikian rupa
sehingga memunculkan kesan warna yng teroisah-pisah pada tubuh
hewan.
 obiliteratif yaitu pewarnaan tubuh berdasarkan bagian tubuh yang
terdedah atau tidak.
 Aposematik merupakan pewarnaan atau pola warna bagian tubuh
yang sangat mencolok
 dekletif merupakan corak pewarnaan yang sangat mencolok pada
bagian-bagian yang tidak terlalu penting
 kemiripan agresif Peristiwa kamuflase lainnya pada hewan yang
menunjukkan kesamaan warna dan bentuk dengan objek lingkungan
tertuntu seperti (Batu, daun, ranting, bunga, kulit pohon dll)
2. Pertahanan diri melalui
Mimikri
Mimikri merupakan suatu fenome peniruan pola warna atau corak
warna oleh suatu spesies terhadap spesies lain melalu proses evolusi.
Mimikri merupakan strategi bertahan hidup yang dilakukan oleh
suatu spesies yang meniru bentuk spesies lain sehingga dapat
memperkeciil peluang predasi. Terdapat dua jenis mimikri yaitu
 Mimikri Batesian merupakan peristiwa mimikri yang dieksplorasi
oleh H. W. Bates yang menemukan bahwa secara beberapa
organisme yang berperan sebagai mangsa (yang tidak mengndung
racun bagi predator), mencoba meniru (mimik) organisme lainnya
yang mengandung racun.
 Mimikri Mullerian peristiwa mimikri yang diamati oleh peneliti
Jerman yaitu Fritz Muller. Muller menemukan bentuk mimikri
lainnya yaitu mimikri yang dilakukan oleh spesies yang
mengandung racun terhadap spesies beracun lainnya.
3. Pertahan diri melalui
pembentukan kelompok
(Schooling)
Perilaku schooling seringkali terjadi pada pada ikan yang
berukuran kecil dan aktif berenang, perilaku schooling juga dapat
terjadi pada suatu spesies ketika masih dalam fase anakan
sedangkan pada fase dewasa tidak seperti yang terjadi pada ikan
tuna yang pada saat anakan berkelompok akan tetpi saat tumbuh
dan besar ikan tuna akan hidup soliter. Pembentukan kelompok
(schooling) menawarkan beberapa bentuk perlindungan yang
salah satunya ialah menyebabkan predator tidak dapat atau
mendeteksi mangsa jika ikan membentuk kelompok (schooling).
4. Pertahanan diri secara
struktural
Usaha menyelamatkan diri dari predator juga dilakukan melalui
adaptasi struktural hewan. Secara struktur hewan di alam liar
dilengkapi berbagai macam struktur tubuh dalam
mempertahankan dan menyelamatkan diri dari pemangsaan
predator.
5. Pertahanan diri secara
kimiawi
Mekanisme pertahanan kimiawi merupakan usaha
memepertahankan diri dari suatu pemangsaan melalui mekanisme
kimiawi tubuh. Berbagai macam hasil metabolisme tubuh dapat
digunakan oleh berbagai jenis hewan untuk melindungi dirinya,
sebagai contoh yaitu Celurut (Suncus sp) yang merupakan
mamalia pemakan serangga (Insektivora) yang tubuhnya dapat
memproduksi zat sekresi yang berbau tajam yang mana digunakan
sebagai alat perlindungan diri dari hewan predator.
THANK
YOU

Anda mungkin juga menyukai