Anda di halaman 1dari 16

BAB II

Statistika Deskriptif

2.1. Pengertian Ilmu statistika merupakan salah satu ilmu pengetahuan dasar yang penting. Ilmu statistika banyak diterapkan dalam banyak ilmu pengetahuan lainnya, seperti bidang teknik (rekayasa), social, manajemen, riset, pabrikasi, dan lainnya. Ilmu statistika merupakan bidang ilmu yng mengungkapkan kebenaran dngan instrument angka-angka hasil suatu pengamatan atas sejumah besar satuan telaah.

Ruang lingkup statistika dapat dikelompokkan menjadi dua bagian, yaitu Statistika Deskriptif dan Statistika Inferensi. Statistika Deskriptif merupakan bagian dari ilmu statistic yang memeras hakekat kebenaran yang terungkap dari data hasil pengamatan melalui suati abstraksi untuk penyederhanaan. Sedangkan Statistika Inferensi merupakan bagian dari ilmu statistic yang membahas tentang cara melakukan penyimpulan secara statistic melalui penarikan sejumlah sampel dengan jumlah dan kapasitas yang memadai, lalu melakukan pengamatan atas contoh satuan telaah yang terambil tersebut.

Urutan langkah proses penelitian yang melibatkan ilmu statistic pada umumnya adalah sebagai berikut : 1. Pengumpulan Data Pengumpulan data merupakan suatu proses pengumpulan data-data yang diperlukan sebagai hasil pengamatan atas obyek permasalahan yang diteliti. 2. Pengolah Data Pengolah data merupakan suatu proses pengolahan terhadap data-data yang berhasil dikumpulkan pada tahap sebelumnya. 3. Penyajian Data Penyajian data merupakan suatu proses menampilkan hasil pengolahan data dalam bentuk tertentu sehingga lebih mudah dibaca, dianalisis, serta memberikan anyak informasi. 4. Analisis Data

Analisis data merupakan proses penelaahan terhadap data dengan tujuan untuk memperoleh kebenaran yang diharapkan. 5. Pengambilan Kesimpulan Pengambilan kesimpulan merupakan langkah terakhir untuk memperoleh suatu pernyataan yang benar sebagai hasil suatu penelitian berdasarkan pada data yang diperoleh.

Pengumpulan Data

Pengolahan Data

Statistika Deskriptif

Penyajian Data

Analisis Data Statistika Inferensi Pengambilan Kesimpulan Gambar 1.1 Ruang Lingkup Penerapan Ilmu Statistika dalam Penelitian

Tiga langkah pertama pada proses penelitian merupaka lingkup statistic deskriptif, sedangkan dua langkah teakhir termasuk dalam lingkup statistic inferensi.

2.2. Elemen, Variabel, dan Himpunan Elemen dapat diartikan sebagai suatu yang diamati yang akan dikumpulkan datanya. Elemen dapat berupa orang, barang, organisasi, dan lainnya. Karateristik Elemen adalah sifat yang melekat yang ada pada suatu elemen. Sebagai contoh elemen pegawai memiliki karakteristik usia, agama, pendidikan, gaji, tinggi badan, dan lainlain.

Berdasarkan contoh tersebut, karkteristik elemen dapat bersifat kuantitatif atau kualitatif. Karakteristik yang bersifat kuantitatif dapat dinyatakan dalam angka-angka (numeris). Misalnya usia, tinggi badan, berat badan, dan lain-lain. Sedangkan karakteristik yang bersifat kualitatif biasanya perlu diberikan nilai untuk proses pengolahan. Proses ini disebut kuantifikasi.

Variabel menunjukkan karateristik elemen yang bersifat kuantitatif, sedangkan elemen yang bersifat kualitatif disebut sebagai atribut. Nilai pada variable berubahubah. Contohnya, variable adalah X yang digunakan untuk menyatakan mutu nilai mahasiswa, yaitu : X : 4, 3, 2, 1, 0 atau variable X yang digunakan untuk menyatakan 5 pegawai, yaitu: X : X1, X2, X3, X4, X5 Keterangan : Angka 1, 2, 3, 4, dan 5 pada X ditulis di bagian bawah yang sering disebut sebagai indeks.

Himpunan adalah sekumpulan elemen-elemen yang sejenis, tetapi dapat dibedakan satu dengan yang lainnya karena masing-masing memiliki cirri yang jelas yaitu berdasarkan karateristiknya. Himpunan dapat dispesifikasikan dalam dua cara, yaitu : 1. Cara 1 : Dituliskan dalam bentuk daftar yang memuat seluruh elemen secara lengkap. Elemen-elemen yang menjadi anggota himpunan dituliskan diantara tanda kurung {.}. cara ini dikenal sebagai roster method. Contoh : S = {1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, 10} 2. Cara 2 : Dituliskan syaratnya sehingga setiap elemen menjadi anggota himpunan. Cara ini dikenal sebagai rule method. Contoh : Jika S = {1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, 10} maka S dapat dituliskan : S = { X : X bilangan asli kurang dari 11 } atau S = { X : X bilangan asli dan X < 11 }.

2.3. Notasi Himpunan Ada tiga macam notasi himpunan, yaitu : 1. Komplemen (complement)

Komplemen dari peristiwa A dinotasikan sebagai A. komplemen dari peristiwa A dalam ruang sampel T adalah semua peristiwa yang tidak termasuk dalam A. Contoh : T = { Ana, Ani, Ina, Nia } Maka A = { Ina, Nia } 2. Irisan Irisan antara himpunan A dan B dinotasikan sebagai (A B). Irisan antara himpunan A dan B adalah peristiwa yang unsurnya termasuk dalam kejadian A dan B. Contoh : A = { himpunan huruf vokal } B = { a, b, c } Maka (A B) = { a } 2 himpunan yang saling meniadakan disebut dengan mutually exclusive. Dapat digambarkan dalam diagram venn, tanpa ada bagian yang terarsir, yaitu seperti gambar dibawah ini : A = { Ana, Ani }

T
A B

Gambar 1.2 Diagram Venn irisan yang saling meniadakan himpunan A dan B. 3. Gabungan (union) Gabungan antara dua himpunan A dan B dinotasikan sebagai (A B). Gabungan antara dua himpunan A dan B adalah peristiwa yang mengandung semua unsur yang termasuk dalam A digabung dengan B. Contoh : A = { a, b, c } B = { d, e, b, c } Maka (A B) = { a, b, c, d, e } Gabungan diantara himpunan A dan B, dapat digambarkan dengan diagram Venn, sebagai bagian berarsir, sebagai berikut :

T
A B

Gambar 1.3 Diagram Venn gabungan himpunan A dan B

2.4. Hukum Sifat Dalam Himpunan Jika A, B, dan C menyatakan himpunan, dan T menyatakan ruang sampel, maka terdapat beberapa hukum sifat yang berkaitan dengan himpunan. Hukum sifat dalam himpunan meliputi : 1. Hukum identitas : A=A AU=A (U=T) AU=A A=A 2. Hukum idempoten : AA=A AA=A 3. Himpunan komplemen : A A = T A A = 4. Hukum komutatif : AB=BA AB=BA 5. Hukum De Morgan : (A B) = A B (A B) = A B 6. Hukum asosiatif : A (B C) = (A B) C A (B C) = (A B) C 7. Hukum distributif :

A (B C) = (A B) (A C) A (B C) = (A B) (A C)

2.5. Populasi dan Sampel Di dalam statistika dikenal dua istilah yang penting, yaitu populasi dan sampel. Populasi dimaksudkan sebagai keseluruhan elemen yang sejenis tetapi dapat dibedakan satu dengan yang lainnya berdasarkan karateristik elemennya. Populasi dapat disamakan dengan himpunan, sedangkan sampel adalah sebagian dari populasi. Sampel dapat disamakan dengan himpunan bagian (sub set). Contoh : Jika S = { 1, 2, 3, 4, 5, 6 } A = { 1, 3, 5 } B = { 2, 4 } Maka, Himpunan A dan himpunan B merupakan sampel/himpunan bagian dari himpunan populasi S.

2.6. Penyajian Data Statistik Ada beberapa bentuk penyajian data yang dapat digunakan dalam teknik penyajian data antara lain adalah : 1. Bentuk narasi (text) Bentuk narasi digunakan dalam penyajian data statistik dengan cara mendeskripsikannya dengan menggunakan kalimat-kalimat atau pernyatanpernyataan dan membutuhkan banyak penjelasan. 2. Bentuk tabel Bentuk tabel banyak digunakan dalam penyajian data statistik. Tabel merupakan bentuk penyajian data secara grafis yang tersusun atas sejumlah kolom dan baris. 3. Bentuk diagram batang Diagram batang merupakan penyajian data dalam bentuk grafis dengan cara menampilkannya sebagai sebuah grafik dua dimensi yang memiliki dua sumbu koordinat, yaitu vertikal dan horizontal. Sumbu vertikal maupun horizontal sebaiknya dilengkapi dengan keterangan yang sesuai dengan datanya. 4. Bentuk diagram garis

Diagram garis merupakan penyajian data dalam bentuk grafis dengan cara menampilkannya sebagai grafik dua dimensi yang memiliki dua sumbu koordinat, yaitu vertikal dan horizontal sama seperti diagram batang. 5. Bentuk diagram lingkaran Diagram lingkaran merupakan penyajian data dalam bentuk grafis dua dimensi dengan cara menampilkannya dalam sebuah grafik lingkaran yang dibagi dalam sejumlah bagian(bidang sudut tertentu) sesuai dengan perbandingan antar harga datanya. 6. Bentuk diagram balok Diagram balok merupakan penyajian data dalam bentuk grafis dengan cara menampilkannya dengan sebuah grafik tiga dimensi yang memiliki sumbu vertikal dan horizontal. Dalam diagram balok, harga-harga data ditunjukkan dengan bentuk balok yang ditentukan berdasarkan hasil perpotongan antara sumbu vertikal dan horizontal. 7. Bentuk diagram histogram Penyajian dalam bentuk ini hampir sama dengan bentuk diagram batang. Perbedaan dengan diagram batang, pada histogram tidak ada batas nyata dimana batang satu dengan yang lainnya disusun berhimpitan. 8. Bentuk diagram scatter plot Bentuk ini merupakan penyajian data bentuk grafis dengan cara

menampilkannya sebagai sebuah grafik yang memiliki sumbu vertikal dan horizontal. Dalam diagram ini harga-harga data ditunjukkan oleh titik perpotongan antara vertikal dan horizontal. perbedaan dengan diagram garis, pada bentuk diagram ini antar titik plot data tidak dihubungkan satu dengan yang lainnya.

2.7. Aturan Penentuan Jumlah dan Lebar Kelas Data-data hasil pengukuran/pengamatan, umumnya memiliki harga yang berbeda satu sama lain. Hal ini dipengaruhi oleh ketelitian pengukuran atau obyek yang diukur. Untuk itu, dalam proses penyajian data sering kali data-data tersebut perlu dikelompokkan ke dalam sejumlah kelas interval dan lebar kelas interval dapat dihitung dengan menggunakan aturan berikut : 1. Aturan Sturges ( 1926 )

Dalam aturan Sturges, banyaknya kelas interval dan lebar kelas interval dapat dihitung dengan menggunakan formula sebagai berikut : L = 1 + 3,3 log n

Keterangan : L : banyaknya kelas interval n : banyaknya data pengamatan/ukuran sampel h : lebar kelas interval R: besarnya sebaran data, dimana R dihitung dengan mengurangkan harga data terbesar dengan harga data terkecil, maximum minimum

Sebagai contoh, diketahui data hasil penjualan setiap catur wulan selama satu tahun pada sebuah perusahaan konveksi seperti ditampilkan pada Tabel 1.3.

Tabel 1.3 : Data penjualan setiap catur wulan Bulan Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober November Desember Catur wulan I 78 48 75 94 58 56 58 58 95 84 78 49 Jumlah Penjualan Catur wulan II 95 96 68 64 57 58 59 68 58 59 56 54 Catur wulan III 89 56 56 58 51 52 46 45 43 41 48 42

Dengan menggunakan aturan Sturges, banyaknya kelas interval dan lebar kelas interval dapat dihitung sebagai berikut : n = 36 Data maximum = 96 Data minimum = 41 maka; Banyaknya kelas interval : L = 1 + 3,3 log n

= 1 + 3,3 * log 36 = 1 + 3,3 * 1,56 = 1 + 5,14 = 6,14 6 R = maximum minimum = 96 41 = 55 Lebar kelas interval :

= 9,16 9

Dengan demikian, maka kelas-kelas interval untuk data tersebut adalah sebagai berikut ini : Kelas interval ke - : 1. memiliki interval kelas : 41-50 2. memiliki interval kelas : 51-60 3. memiliki interval kelas : 61-70 4. memiliki interval kelas : 71-80 5. memiliki interval kelas : 81-90 6. memiliki interval kelas : 91-100

Dalam contoh kasus ini, perhitungan jumlah kelas interval dan lebar kelas interval yang diperoleh dengan menggunakan aturan Sturges menunjukkan hasil yang baik, yaitu jumlah kelas interval dan lebar kelas interval sesuai dengan data pengamatan. Artinya, semua harga data dapat masuk dalam kelas-kelas interval yang tersedia dan tidak ada kelas interval yang kosong.

2. Aturan Dixon dan Kronmal ( 1965 ) Formula dalam aturan Dixon dan Kronmal digunakan terutama untuk cacah pengukuran/pengamatan lebih dari 100 kali ( n > 100 ). Dalam aturan Dixon dan

Kronmal, banyaknya kelas interval dan lebar kelas interval dapat dihitung dengan menggunakan formua sebagai berikut : L = 10 log n

Keterangan : L : banyaknya kelas interval n : banyaknya data pengamatan/ukuran sampel h : lebar kelas interval R: besarnya sebaran data, dimana R dihitung dengan mengurangkan harga data terbesar dengan harga data terkecil, maximum minimum

Sebagai contoh, diketahui data hasil penjualan setiap hari selama setengah tahun pada sebuah perusahaan konveksi seperti ditampilkan pada Tabel 1.4.

Tabel 1.4 : Data penjumlahan setiap hari Data 78 78 59 43 49 56 41 58 89 68 56 54 48 49 56 41 96 54 48 51 75 96 54 56 75 96 54 48 68 56 42 52 94 68 56 56 94 68 56 42 49 56 41 96 54 48 54 54 58 64 56 95 96 54 48 68 56 42 56 56 56 57 58 89 68 56 42 64 56 95 56 54 58 58 51 75 96 54 48 57 58 89 58 48 58 59 52 94 68 56 42 54 48 68 94 42 95 68 46 58 64 56 95 56 42 64 54 48 84 58 45 56 57 58 89 54 48 57 56 42

Dengan menggunakan aturan Dixon dan Kronmal, banyaknya kelas interval dan lebar kelas interval dapat dihitung sebagai berikut : n = 120 Data maximum = 96 Data minimum = 41 maka; Banyaknya kelas interval : L = 10 log n

= 10 log 120 = 10 * 2,08 = 20,8 21 R = maximum minimum = 96 41 = 55 Lebar kelas interval :

= 2,62 3

Dengan demikian, maka kelas-kelas interval untuk data pada Tabel 1.4 tersebut adalah sebagai berikut : Kelas interval ke - : 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. memiliki interval kelas : 41-44 memiliki interval kelas : 45-48 memiliki interval kelas : 49-52 memiliki interval kelas : 53-56 memiliki interval kelas : 57-60 memiliki interval kelas : 61-64 memiliki interval kelas : 65-68 memiliki interval kelas : 69-72 memiliki interval kelas : 73-76

10. memiliki interval kelas : 77-80 11. memiliki interval kelas : 81-84 12. memiliki interval kelas : 85-88 13. memiliki interval kelas : 89-92 14. memiliki interval kelas : 93-96 15. memiliki interval kelas : 97-100 16. memiliki interval kelas : 101-104 17. memiliki interval kelas : 105-108

18. memiliki interval kelas : 109-112 19. memiliki interval kelas : 113-116 20. memiliki interval kelas : 117-120 21. memiliki interval kelas : 121-124

Dalam contoh kasus ini, perhitungan banyaknya kelas interval yang diperoleh dengan menggunakan aturan Dixon dan Kronmal menunjukkan hasil yang kurang akurat, yaitu jumlah kelas interval yang dihasilkan terlalu banyak. Artinya semua harga data dapat masuk dalam kelas-kelas interval yang dihasilkan, tetapi terdapat kelas-kelas interval yang kosong, dalam contoh ini terdapat 7 kelas interval yang kosong, yaitu kelas interval ke-15 ( = 97-100 ) hingga kelas interval ke-21 ( = 121-124 ).

3. Aturan Scott ( 1979 ) Dalam aturan Scott, lebar kelas interval dapat dihitung dengan menggunakan formula sebagai berikut :

Keterangan : h : lebar kelas interval S : penduga keragaman data n : banyaknya data pengamatan/ukuran sampel

Dengan menggunakan aturan Dixon dan Kronmal, maka lebar kelas interval untuk contoh data penjualan setiap catur wulan pada Tabel 1.3, dapat dihitung sebagai berikut : n = 36 Data maximum = 96 Data minimum = 41 dan dengan menggunakan S = 26, maka, Lebar kelas interval :

= 7,56 8

Aturan Dixon dan Kronmal hanya digunakan untuk menentukan lebar kelas interval saja. Dengan demikian, berdasarkan hasil perhitungan lebar kelas interval tersebut, maka dapat ditentukan kelas-kelas interval berdasarkan harga data minimum ( = 41 ) dan maksimum ( = 96 ), sehingga semua harga data dapat dikelompokkan ke dalam setiap kelas intervalnya. Hasilnya adalah menjadi seperti berikut : Kelas interval ke - : 1. memiliki interval kelas : 41-49 2. memiliki interval kelas : 50-57 3. memiliki interval kelas : 58-66 4. memiliki interval kelas : 67-75 5. memiliki interval kelas : 76-84 6. memiliki interval kelas : 85-93 7. memiliki interval kelas : 94-102

Dengan lebar kelas interval = 8, maka banyaknya kelas interval = 7, semua harga data telah dapat dikelompokkan dalam 7 kelas interval yang disediakan.

4. Aturan Emerson dan Hoaglin ( 1983 ) Dalam aturan Emerson dan Hoaglin, banyaknya kelas interval dapat dihitung dengan menggunakan formula sebagai berikut : L = 10 log n L = 2 Keterangan : L : banyaknya kelas interval n : banyaknya data pengamatan/ukuran sampel Dalam contoh data pada Tabel 1.3, n=36, karena n < 100, maka banyaknya kelas interval dapat dihitung sebagai berikut : Banyaknya kelas interval : L = 2 = 2 ; untuk n 100 ; untuk n < 100

=2*6 = 12

Aturan Emerson dan Hoaglin hanya digunakan untuk menentukan banyaknya kelas interval saja. Dengan demikian, berdasarkan hasil perhitungan banyaknya kelas interval tersebut, maka dapat ditentukan kelas-kelas interval berdasarkan harga data minimum dan maksimum, sehingga semua harga dapat dikelompokkan ke dalam setiap kelas intervalnya. Data maksimum = 96 Data minimum = 41 sehingga jangkauan datanya adalah, R = maksimum minimum = 96 41 = 55

Berdasarkan banyaknya kelas interval dan jangkauan data tersebut, maka dapat dihitung lebar kelas interval sebagai berikut : Lebar kelas interval = = 4,58 5

Selanjutnya dapat ditentukan kelas-kelas intervalnya, yaitu sebagai berikut : Kelas interval ke - : 1. memiliki interval kelas : 41-46 2. memiliki interval kelas : 47-52 3. memiliki interval kelas : 53-58 4. memiliki interval kelas : 59-64 5. memiliki interval kelas : 65-70 6. memiliki interval kelas : 71-76 7. memiliki interval kelas : 77-82 8. memiliki interval kelas : 83-88 9. memiliki interval kelas : 89-94 10. memiliki interval kelas : 95-100

11. memiliki interval kelas : 101-106 12. memiliki interval kelas : 107-112

Dalam contoh kasus ini, perhitungan banyaknya kelas interval yang diperoleh dengan menggunakan aturan Emerson dan Hoaglin menunjukkan hasil yang kurang akurat, yaitu jumlah kelas interval yang dihasilkan terlalu banyak. Artinya semua harga data dapat masuk dalam kelas-kelas interval yang dihasilkan, tetapi terdapat kelas-kelas interval yang kosong, dalam contoh ini terdapat 2 kelas interval yang kosong, yaitu kelas interval ke-11 ( = 101-106 ) dan kelas interval ke-12 ( = 107-112 ). Dalam contoh data pada Tabel 1.4, n=120, karena n 100, maka banyaknya kelas interval dapat dihitung sebagai berikut : Banyaknya kelas interval : L = 10 log n = 10 log 120 = 10 * 2,08 = 20,8 21

Berdasarkan banyaknya kelas interval dan jangkauan data, maka dapat dihitung lebar kelas interval sebagai berikut : Lebar kelas interval = = 2,62 3

Selanjutnya dapat ditentukan kelas-kelas intervalnya, yaitu sebagai berikut : Kelas interval ke - : 1. 2. 3. 4. 5. 6. memiliki interval kelas : 41-44 memiliki interval kelas : 45-48 memiliki interval kelas : 49-52 memiliki interval kelas : 53-56 memiliki interval kelas : 57-60 memiliki interval kelas : 61-64

7. 8. 9.

memiliki interval kelas : 65-68 memiliki interval kelas : 69-72 memiliki interval kelas : 73-76

10. memiliki interval kelas : 77-80 11. memiliki interval kelas : 81-84 12. memiliki interval kelas : 85-88 13. memiliki interval kelas : 89-92 14. memiliki interval kelas : 93-96 15. memiliki interval kelas : 97-100 16. memiliki interval kelas : 101-104 17. memiliki interval kelas : 105-108 18. memiliki interval kelas : 109-112 19. memiliki interval kelas : 113-116 20. memiliki interval kelas : 117-120 21. memiliki interval kelas : 121-124

Dalam contoh kasus ini, perhitungan banyaknya kelas interval yang diperoleh dengan menggunakan aturan Emerson dan Hoaglin menunjukkan hasil yang kurang akurat, yaitu jumlah kelas interval yang dihasilkan terlalu banyak. Artinya semua harga data dapat masuk dalam kelas-kelas interval yang dihasilkan, tetapi terdapat kelas-kelas interval yang kosong, dalam contoh ini terdapat 7 kelas interval yang kosong, yaitu kelas interval ke-15 ( = 97-100 ) hingga kelas interval ke-21 ( = 121-124 ).

Berdasarkan contoh-contoh perhitungan menggunakan aturan-aturan di atas, maka dalam beberapa kasus tertentu, bisa saja diperoleh hasil perhitungan yang kurang akurat. Dalam hal ini, maka dapat diatasi dengan cara menyesuaikan hasil-hasil perhitungan tersebut, sehinggan semua harga data pengukuran tetap masuk dalam setiap kelas interval yang disediakan, dan tidak terjadi penyediaan kelas interval yang jelas tidak akan pernah terisi.

Anda mungkin juga menyukai