Anda di halaman 1dari 21

ASUHAN KEPERAWATAN CHRONIC OBSTRUCTIVE PULMONAL DISEASE ( COPD )

A. Pengertian
COPD adalah sekresi mukoid bronchial yang bertambah secara menetap disertai dengan kecenderungan terjadinya infeksi yang berulang dan penyempitan saluran nafas , batuk produktif selama 3 bulan, dalam jangka waktu 2 tahun berturut-turut (Ovedoff, 2002). Sedangkan menurut Price & Wilson (2005), COPD adalah suatu istilah yang sering digunakan untuk sekelompok penyakit paru-paru yang berlangsung lama dan ditandai dengan obstruksi aliran udara sebagai gambaran patofisiologi utamanya. Berat ringan COPD dapat digolongkan menjadi 4 yaitu: 1.Tahap 0 Resiko batuk kronis dan sputum produktif, fungsi paru normal. 2. Tahap 1 COPD Ringan Forced Expiratory Volume dalam 1 detik (FEV1) 80%, Keterbatasan aliran udara ringan, Batuk kronis dan sputum produktif. 3. Tahap 2 COPD Moderat FEV1 <80%, Ketebatasan aliran udara tambah buruk, Gejala bertambah, Napas pendek. 4. Tahap 3 COPD Berat FEV1 <30%, Keterbatasan aliran udara berat, Gagal napas, Tanda klinis gagal jantung kanan, Qualitas hidup menurun, Jika berulang mengancam kehidupan. B. Klasifikasi Menurut Alsagaff & Mukty (2006), COPD dapat diklasifikasikan sebagai berikut: 1. Asma Bronkhial: dikarakteristikan oleh konstruksi yang dapat pulih dari otot halus bronkhial, hipersekresi mukoid, dan inflamasi, cuaca dingin, latihan, obat, kimia dan infeksi. 2. Bronkitis kronis: ditandai dengan batuk-batuk hampir setiap hari disertai pengeluaran dahak sekurang-kurangnya 3 bulan berturut-turut dalam satu tahun, dan paling sedikit selama 2 tahun. Gejala ini perlu dibedakan dari tuberkulosis paru, bronkiektasis, tumor paru, dan asma bronkial. 3. Emfisema: suatu perubahan anatomis paru-paru yang ditandai dengan melebarnya secara abnormal saluran udara sebelah distal bronkus terminal, disertai kerusakan dinding alveolus.

A. Asma
1

1. Pengertian Berikut ini merupakan pengertian dari Asma :


a. Asma adalah penyakit yang menyerang cabang-cabang halus bronkus yang sudah tidak memiliki kerangka cincin-cincin tulang rawan.Sehingga terjadi penyempitan mendadak. (Kus Irianto.2004.215) b. Asma diidentifikasikan sebagai penyakit obstruksi jalan napas (Rudolf) c. Asma adalah penyakit pernapasan obstruktif yang ditandai oleh spasme akut otot polos bronkiolus.(Corwin.2000.433) d. Asma merupakan suatu penykit yang dicirikan oleh hipersensitifitas cabang-cabang trakeobronkial terhadap berbagai jenis rangsangan. Keadaan ini bermanifestasi sebagai penyempitan saluran-saluran nafas secara periodic dan refersible akibat bronkospasme. (Sylvia. 2000. hal 689)

2. Etiologi
Etiologi asma menurut Robins.1994.hal 238 dan Corwin.2000.hal 430 antara lain adalah sebagai berikut : a. Dingin b. Stress c. Iritan alergan d. Peradangan

3. Patofisiologi
2

Berikut adalah skema Patofisiologi Asma menurut Brunner dan Suddarth. 2001. hal 611 : Sekresi atau produk antibody (Ig E) brsifat antingen Menyerang sel-sel mast dalam paru (mediator) Bila berulang terjadi ikatan antigen-antibody Pelepasan produk sel-sel mast Alergan / stresor Bronkospasme, inflamasi membrane mukosa, produksi mukus

4. Tanda dan gejala


Menurut Rudolf.2006.hal 517 ; Corwin.2000.hal 431 dan Ganong.hal 662 tanda dan gejala Asma antara lain adalah sebagai berikut : a. Batuk b. Wheezing c. Dyspnea d. Retaksi dada e. Napas cuping hidung f. Peningkatan jelas udara napas g.Waktu menghembuskan udara menjadi lebih lama

5. Penatalaksanaan medis
a. Pengobatan
3

1) Pasien diobati dengan agonos beta (misalnya, metaproterenol, tebultalin, dan algluterol. 2) Bronkodilator Misalnya : -Aminophyline, -Theophyline.( biasanya diberikan per-oral (ditelan); tersedia dalam berbagai bentuk, mulai dari tablet dan sirup short-acting sampai kapsul dan tablet longacting.Pada serangan asma yang berat, bisa diberikan secara intravena (melalui pembuluh darah)) Fungsi : merangsang pelebaran saluran udara Cara kerja : bekerja dalam beberapa menit, tetapi efeknya hanya berlangsung selama 4-6 jam. 3) Kortikosteroid Misalnya : Beclomethasone 4) Terapi oksigen Terapi oksigen dilakukan mengatasi Dyspnue, sianosis, dan hipoksemia. Oksigen aliran rendah yang dilembabkan baik dengan masker atau katetar hidung di berikan. Aliran oksigen yang diberikan didasarkan pada nilai-niali gas darah.PaO2 dipertahankan antara 65 dan 85 mmHg pemberian sedatif merupakan kontra indikasi.

b. Cairan Pasien membutuhkan cairan intravena untuk hidrasi.


4

B. BRONCHITIS KRONIS
1. DEFINISI
Bronchitis akut adalah radang mendadak pada bronchus yang biasanya mengenai trachea dan laring, sehingga sering dinamai juga dengan laringotracheobronchitis. Radang ini dapat timbul sebagai kelainan jalan nafas tersendiri atau sebagai bagian dari penyakit sistemik, misalnya pada morbili, pertusis, difteri dan typhus abdominalis. Istilah bronchitis kronis menunjukkan kelainan pada bronchus yang sifatnya menahun (berlangsung lama) dan
5

disebabkan oleh berbagai faktor, baik yang berasal dari luar bronchus maupun dari bronchus itu sendiri, merupakan keadaan yang berkaitan dengan produksi mukus takeobronkial yang berlebihan sehingga cukup untuk menimbulkan batuk dengan ekspektorasi sedikitnya 3 bulan dalam setahun untuk lebih dari 2 tahun secara berturut-turut. Bronchitis kronis bukanlah merupakan bentuk menahun dari bronchitis akut. Walaupun demikian, pada perjalanan penyakit bronchitis kronis dapat ditemukan periode akut, yang menunjukkan adanya serangan bakteri pada dinding bronchus yang tidak normal. Infeksi sekunder oleh bakteri ini menimbulkan kerusakan yang lebih banyak sehingga akan memperburuk keadaan.

2. ETIOLOGI Terdapat 3 jenis penyebab bronchitis akut, yaitu : a. Infeksi : stafilokokus, sterptokokus, pneumokokus, haemophilus influenzae. b. Alergi c. Rangsang : misal asap pabrik, asap mobil, asap rokok dll. Bronchitis kronis dapat merupakan komplikasi kelainan patologik yang mengenai beberapa alat tubuh, yaitu : a. Penyakit Jantung Menahun, baik pada katup maupun myocardium. Kongesti menahun pada dinding bronchus melemahkan daya tahannya sehingga infeksi bakteri mudah terjadi. b. Infeksi sinus paranasalis dan Rongga mulut, merupakan sumber bakteri yang dapat menyerang dinding bronchus. c. Dilatasi Bronchus (Bronchiectasi), menyebabkan gangguan susunan dan fungsi dinding bronchus sehingga infeksi bakteri mudah terjadi. d. Rokok, yang dapat menimbulkan kelumpuhan bulu getar selaput lendir bronchus sehingga drainase lendir terganggu. Kumpulan lendir tersebut merupakan media yang baik untuk pertumbuhan bakteri. 3. GAMBARAN KLINIS a. Penampilan umum : cenderung overweight, cyanosis akibat pengaruh sekunder polisitemia, edema (akibat CHF kanan), barrel chest.
6

b. Usia : 45 65 tahun c. Pengkajian : Batuk persisten, produksi sputum seperti kopi, dyspnea dalam beberapa keadaan, variabel wheezing pada saat ekspirasi, sering infeksi pada system respirasi. Gejala biasanya timbul pada waktu yang lama. d. Jantung : pembesaran jantung, Cor Pulmonal, Hematokrit > 60% e. Riwayat merokok

4. PENATALAKSANAAN Pengobatan yang utama ditujukan untuk mencegah dan mengontrol infeksi dan meningkatkan drainase bronchial menjadi jernih. Pengobatan yang diberikan : a. Antimikrobial b. Postural Drainage c. Bronchodilator d. Aerosolized Nebulizer e. Surgical Intervention

C.Emfisema
1. Pengertian Berikut ini merupakan pengertian dari emfisema :
a. Emfisema paru didefinisikan sebagai suatu distensi abnormal ruang udara di luar bronkhiolus terminal dengan kerusakan dinding alveoli.

b. Emfisema paru paru merupakan suatu perubahan anatomis parenkim paru paru yang ditandai dengan pembesaran alveolus dan duktus alveolaris, serta destruksi dinding alveolar. (Sylvia.2000.689) c. Emfisema merupakan keadaan dimana alveoli menjadi kaku mengembang dan terus menerus terisi udara walaupun setelah ekspirasi.(Kus Irianto.2004.216) d. Emfisema adalah penyakit obtruktif kronik akibat kurangnya elastisitas paru dan luas permukaan alveoli.(Corwin.2000.435) e. Emfisema merupakan morfologik didefisiensi sebagai pembesaran abnormal ruangruang udara distal dari bronkiolus terminal dengan desruksi dindingnya . (Robbins.1994.253)

2. Etiologi
Etiologi emfisema menurut Corwin.2000.hal 435 dan Ganong. 2002 . hal 663 ; Bruner dan Suddarth. 2001. hal 602) adalah : merokok

3. Patofisiologi
Berikut adalah skema Patofisiologi Emfisema menurut Brunner dan Suddarth. 2001. hal 602 : Mengiritasi jalan nafas ( hipersekresi mukus ) pengeluaran lendir berlebihan / peradangan ( inflamasi ) Peningkatan pengeluaran kelenjar mukosa
8

Bronkhiolus menyempit dan menyumbat ( obstruksi ) Alveoli rusak dan membentuk fibrosis Dinding alveoli mengalami kerusakan di tandai dengan perubahan anatomis parenkim paru, di mana terjadi pembesaran alveolus Peningkatan ruang area paru Kerusakan difusi oksigen Aliran darah pulmonal meningkat Gagal jantung kanan

4.Tanda dan gejala


Menurut Corwin. 2000. hal 436 dan Ganong. 2002. hal 663 tanda dan gejala bronkhitis kronis antara lain adalah sebagai berikut :

a. Dada mengembang atau barrel chest b. Hipoksia hiperkapnia c. Takipnea d. Pembentukan mukus

5. Komplikasi
Menurut Brunner.2001. hal 602 dan Bagian Patologi Anatomi Fakultas Kedokteran UI. 1973. hal 159 komplikasi emfisema adalah sebagai berikut : 1. Hipertensi pulmonal 2. Gagal jantung kanan
3.

Gangguan Respirasi total

4. Pneumotoraks
9

6. Penatalaksanaan Medis
Penatalaksanaan medis menurut Sylvia. 2000. hal 695 dan Brunner dan Suddarth.2001. 604 adalah sebagai berikut : a Pengobatan 1). Obat bila timbul gejala dypsnea dan bila jumlah sputum bertambah adalah Tetrasiklin, Amphisilin dan Penisilin. 1. a.Bronkodilator 1.Derivat Xantin Sejak dulu obat golongan teofilin sering digunakan pada emfisema paru. Obat ini menghambat enzim fosfodiesterase sehingga cAMP yang bekerja sebagai bronkodilator dapat dipertahankan pada kadar yang tinggi ex : teofilin, aminofilin 2. Beta-2 agonis Obat ini menimbulkan bronkodilatasi. Reseptor beta berhubungan erat dengan adenil siklase yaitu substansi penting yang menghasilkan siklik AMP yang menyebabkan bronkodilatasi. Pemberian dalam bentuk aerosol lebih efektif. Obat yang tergolong beta-2 agonis adalah : terbutalin, metaproterenol dan albuterol. 3.Antikolinergik Obat ini bekerja dengan menghambat reseptor kolinergik sehingga menekan enzim guanilsiklase. Kemudian pembentukan cAMP sehingga bronkospasme menjadi terhambat ex : Ipratropium bromida diberikan dalam bentuk inhalasi 4.Kortikosteroid Manfaat kortikosteroid pada pengobatan obstruksi jalan napas pada emfisema masih diperdebatkan. Pada sejumlah penderita mungkin memberi perbaikan. Pengobatan dihentikan bila tidak ada respon. Obat yang termasuk di dalamnya adalah : dexametason, prednison dan prednisolon b.Ekspectoran dan Mucolitik Usaha untuk mengeluarkan dan mengurangi mukus merupakan yang utama dan
10

penting pada pengelolaan emfisema paru. Ekspectoran dan mucolitik yang biasa dipakai adalah bromheksin dan karboksi metil sistein diberikan pada keadaan eksaserbasi. Asetil sistein selain bersifat mukolitik juga mempunyai efek anti oksidans yang melindungi saluran aspas dari kerusakan yang disebabkan oleh oksidans

c.Antibiotik Infeksi sangat berperan pada perjalanan penyakit paru obstruksi terutama pada keadaan eksaserbasi. Bila infeksi berlanjut maka perjalanan penyakit akan semakin memburuk. Penanganan infeksi yang cepat dan tepat sangat perlu dalam penatalaksanaan penyakit. Pemberian antibiotik dapat mengurangi lama dan beratnya eksaserbasi. Antibiotik yang bermanfaat adalah golongan Penisilin, eritromisin dan kotrimoksazol biasanya diberikan selama 7-10 hari. Apabila antibiotik tidak memberikan perbaikan maka perlu dilakukan pemeriksaan mikroorganisme

2). Cara untuk mengurangi obstruksi saluran nafas adalah a) Dengan memberikan hidrasi yang cukup untuk mengencerkan spasme sekret bronkus, b) Ekspektoran dan bronkodilator untuk meredakan spasme otot polos dan untuk mendilatasi jalan napas. Contoh obatnya adalah albuterol, terbutalin, dan xantin. 3). Terapi aerosol. Terapi aerosolisasi ( proses membagi partikel menjadi serbuk yang sangat halus ) dari bronkodilator salin dan mukolitik sering kali digunakan untuk membantu dalam bronkodilatasi. Aerosol yang dinebulizer menghilangkan bronkospasme, menurunkan edema mukosa dan mengencerkan sekresi bronkial. Hal ini

11

memudahkan pembersihan bronkiolus, membantu mengendalikan inflamasi, dan memperbaiki fungsi ventilasi. 4). Terapi oksigen Terapi oksigen dapat meningkatkan kelangsungan hidup pada pasien dengan empisema berat. Hypoksemia berat diatasi dengan konsentrasi oksigen rendah PaO2 hingga antara 65 880 mmHg. Pada emfisema berat oksigen diberikan sedikitnya 16 jam/hari, dengan 24 jam lebih baik. Pemberian oksigen konsentrasi rendah 1-3 liter/menit secara terus menerus memberikan perbaikan psikis, koordinasi otot, toleransi beban kerja

KOMPLIKASI COPD
1. Hipoxemia Hipoxemia didefinisikan sebagai penurunan nilai PaO2 kurang dari 55 mmHg, dengan nilai saturasi Oksigen <85%. Pada awalnya klien akan mengalami perubahan mood, penurunan konsentrasi dan pelupa. Pada tahap lanjut timbul cyanosis. 2. Asidosis Respiratory Timbul akibat dari peningkatan nilai PaCO2 (hiperkapnia). Tanda yang muncul antara lain : nyeri kepala, fatique, lethargi, dizzines, tachipnea. 3. Infeksi Respiratory Infeksi pernafasan akut disebabkan karena peningkatan produksi mukus, peningkatan
12

rangsangan otot polos bronchial dan edema mukosa. Terbatasnya aliran udara akan meningkatkan kerja nafas dan timbulnya dyspnea. 4. Gagal jantung Terutama kor-pulmonal (gagal jantung kanan akibat penyakit paru), harus diobservasi terutama pada klien dengan dyspnea berat. Komplikasi ini sering kali berhubungan dengan bronchitis kronis, tetapi klien dengan emfisema berat juga dapat mengalami masalah ini. 5. Cardiac Disritmia Timbul akibat dari hipoxemia, penyakit jantung lain, efek obat atau asidosis respiratory. 6. Status Asmatikus Merupakan komplikasi mayor yang berhubungan dengan asthma bronchial. Penyakit ini sangat berat, potensial mengancam kehidupan dan seringkali tidak berespon terhadap therapi yang biasa diberikan. Penggunaan otot bantu pernafasan dan distensi vena leher seringkali terlihat.

Asuhan Keperawatan pada pasien dengan COPD


A. Pengkajian 1. Identitas klien Nama, tempat tanggal lahir, umur, jenis kelamin, agama/suku, warga Negara, bahasa yang digunakan, penanggung jawap meliputi : nama, alamat, hubungan dengan klien. 2. Pola persepsi kesehatan-pemeliharaan kesehatan. Kaji status riwayat kesehatan yang pernah dialami klien, apa upaya dan dimana kliwen mendapat pertolongan kesehatan, lalu apa saja yang membuat status kesehatan klien menurun.

13

3. Pola nutris metabolik. Tanyakan kepada klien tentang jenis, frekuensi, dan jumlah klien makan dan minnum klien dalam sehari. Kaji selera makan berlebihan atau berkurang, kaji adanya mual muntah ataupun adanyaterapi intravena, penggunaan selang enteric, timbang juga berat badan, ukur tinggi badan, lingkaran lengan atas serta hitung berat badan ideal klien untuk memperoleh gambaran status nutrisi. 4. Pola eliminasi. o Kaji terhadap rekuensi, karakteristik, kesulitan/masalah dan juga pemakaian alat bantu seperti folly kateter, ukur juga intake dan output setiap sift. o Eliminasi proses, kaji terhadap prekuensi, karakteristik, kesulitan/masalah defekasi dan juga pemakaian alat bantu/intervensi dalam Bab.

5. Pola aktivitas dan latihan Kaji kemampuan beraktivitas baik sebelum sakit atau keadaan sekarang dan juga penggunaan alat bantu seperti tongkat, kursi roda dan lain-lain. Tanyakan kepada klien tentang penggunaan waktu senggang. Adakah keluhanpada pernapasan, jantung seperti berdebar, nyeri dada, badan lemah. 6. Pola tidur dan istirahat Tanyakan kepada klien kebiasan tidur sehari-hari, jumlah jam tidur, tidur siang. Apakah klien memerlukan penghantar tidur seperti mambaca, minum susu, menulis, memdengarkan musik, menonton televise. Bagaimana suasana tidur klien apaka terang atau gelap. Sering bangun saat tidur dikarenakan oleh nyeri, gatal, berkemih, sesak dan lain-lain. 7. Pola persepsi kogniti Tanyakan kepada klien apakah menggunakan alat bantu pengelihatan, pendengaran. Adakah klien kesulitan mengingat sesuatu, bagaimana klien mengatasi tak nyaman : nyeri. Adakah gangguan persepsi sensori seperti pengelihatan kabur, pendengaran terganggu. Kaji tingkat orientasi terhadap tempat waktu dan orang. 8. Pola persepsi dan konsep diri Kaji tingkah laku mengenai dirinya, apakah klien pernah mengalami putus asa/frustasi/stress dan bagaimana menurut klien mengenai dirinya. 9. Pola peran hubungan dengan sesama Apakah peran klien dimasyarakat dan keluarga, bagaimana hubungan klien di masyarakat
14

dan keluarga dn teman sekerja. Kaji apakah ada gangguan komunikasi verbal dan gangguan dalam interaksi dengan anggota keluarga dan orang lain. 10. Pola produksi seksual Tanyakan kepada klien tentang penggunaan kontrasepsi dan permasalahan yang timbul. Berapa jumlah anak klien dan status pernikahan klien. 11. Pola mekanisme koping dan toleransi terhadap stress. Kaji faktor yang membuat klien marah dan tidak dapat mengontrol diri, tempat klien bertukar pendapat dan mekanisme koping yang digunakan selama ini. Kaji keadaan klien saat ini terhadap penyesuaian diri, ugkapan, penyangkalan/penolakan terhadap diri sendiri. 12. Pola mekanisme koping dan toleransi terhadap stress Kaji apakah klien dsering beribadah, klien menganut agama apa?. Kaji apakah ada nilainilai tentang agama yang klien anut bertentangan dengan kesehatan.

B. Diagnosa Keperawatan 1. Bersihan jalan napas tak efektif berhubungan dengan gangguan peningkatan produksi secret, sekresi tertahan, tebal dan kental. 2. Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan gangguan suplai oksigen berkurang. (obstruksi jalan napas oleh secret, spasme bronkus). 3. Gangguan rasa nyaman : nyeri berhubungan dengan proses peradangan pada selaput paru-paru.

C. Perencanaan Keperawatan. 1. Bersihan jalan napas tak efektif berhubungan dengan gangguan peningkatan produksi secret, sekresi tertahan, tebal dan kental. Tujuan : Ventilasi/oksigenisasi adekuat untuk kebutuhan individu. Kriteria hasil : Mempertahankan jalan napas paten dan bunyi napas
15

bersih/jelas. Intervensi 1. Kaji/pantau frekuensi pernapasan, catat rasio inspirasi/ekspirasi. Rasional : Takipnea biasanya ada beberapa derajat dan dapat ditemukan pada penerimaan atau selama stress/adanya proses infeksi akut. Pernapasan dapat melambat dan frekuensi ekspirasi memanjang disbanding inspirasi.

2. Kaji pasien untuk posisi yang nyaman, misalnya peninggian kepala tempat tidur, duduk dan sandaran tempat tidur. Rasional : Peninggian kepala tempat tidur mempermudah pernapasan dan menggunakan gravitasi. Namun pasien dengan distress berat akan mencari posisi yang lebih mudah untuk bernapas. Sokongan tangan/kaki dengan meja, bantal dan lain-lain membantu menurunkan kelemahan otot dan dapat sebagai alat ekspansi dada.

3. Auskultasi bunyi napas, catat adanya bunyi napas misalnya : mengi, krokels dan ronki. Rasional : Beberapa derajat spasme bronkus terjadi dengan obstruksi jalan napas dan dapat/tidak dimanifestasikan dengan adanya bunyi napas adventisius, misalnya : penyebaran, krekels basah (bronchitis), bunyi napas redup dengan ekspirasi mengi (emfisema), atau tidak adanya bunyi napas (asma berat).

4. Catat adanya /derajat disepnea, misalnya : keluhan lapar udara, gelisah, ansietas, distress pernapasan, dan penggunaan obat bantu. Rasional : Disfungsi pernapasan adalah variable yang tergantung pada tahap proses kronis selain proses akut yang menimbulkan perawatan di rumah sakit, misalnya infeksi dan reaksi alergi.

5. Dorong/bantu latihan napas abdomen atau bibir. Rasional : Memberikan pasien beberapa cara untuk mengatasi dan mengontrol dispnea dan menurunkan jebakan udara.

16

6. Observasi karakteristik batuk, misalnya : menetap, batuk pendek, basah, bantu tindakan untuk memperbaiki keefektifan jalan napas. Rasional : Batuk dapat menetap tetapi tidak efektif, khususnya bila pasien lansia, sakit akut, atau kelemahan. Batuk paling efektif pada posisi duduk paling tinggi atau kepala dibawah setelah perkusi dada.

7. Tingkatkan masukan cairan sampai 3000 ml/hari sesuai toleransi jantung. Rasional : Hidrasi membantu menurunkan kekentalan secret, mempermudah pengeluaran. Penggunaan air hangat dapat menurunkan spasme bronkus. Cairan selama makan dapat meningkatkan distensi gaster dan tekanan pada diafragma.

8. Bronkodilator, misalnya, -agonis, efinefrin (adrenalin, vavonefrin), albuterol (proventil, ventolin), terbutalin (brethine, brethaire), isoeetrain (brokosol, bronkometer). Rasional : Merilekskan otot halus dan menurunkan kongesti local, menurunkan spasme jalan napas, mengi dan produksi mukosa. Obat-obatan mungkin per oral, injeksi atau inhalasi. dapat meningkatkan distensi gaster dan tekanan pada diafragma. (Doenges, 1999. hal 156).

2. Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan gangguan suplai oksigen berkurang. (obstruksi jalan napas oleh sekret, spasme bronkus). Tujuan : Mempertahankan tingkat oksigen yang adekuat untuk keperluan tubuh. Kriteria hasil : o o o Tanpa terapi oksigen, SaO2 95 % dank lien tidan mengalami sesak napas. Tanda-tanda vital dalam batas normal Tidak ada tanda-tanda sianosis.

Intervensi : 1. Kaji frekuensi, kedalaman pernapasan, catat pengguanaan otot aksesorius, napas bibir, ketidakmampuan bicara/berbincang. Respon :
17

Berguna dalam evaluasi derajat distress pernapasan dan kronisnya proses penyakit.

2. Kaji/awasi secara rutin kulit dan warna membrane mukosa. Rasional : Sianosis mungkin perifer (terlihat pada kuku) atau sentral (terlihat sekitar bibir atau danun telinga). Keabu-abuan dan dianosis sentral mengindikasikan beratnya hipoksemia.

3. Tinggikan kepala tempat tidur, bantu pasien untuk memilih posisi yang mudah untuk bernapas. Dorong napas dalam perlahan atau napas bibir sesuai dengan kebutuhan/toleransi individu. Rasional : Pengiriman oksigen dapat diperbaiki dengan posisi duduk tinggi dan laithan napas untuk menurunkan kolaps jalan napas, dispnea dan kerja napas.

4. Dorong mengeluarkan sputum, pengisapan bila diindikasikan. Rasional : Kental tebal dan banyak sekresi adalah sumber utama gangguan pertukaran gas pada jalan napas kecil, dan pengisapan dibuthkan bila batuk tak efektif.

5. Auskultasi bunyi napas, catat area penurunan aliran udara dan/atau bunyi tambahan. Rasional : Bunyi napas mingkin redup karena penurrunan aliran udara atau area konsolidasi. Adanya mengi mengindikasikan spasme bronkus/ter-tahannya sekret. Krekles basah menyebar menunjukan cairan pada interstisial/dekompensasi jantung.

6. Awasi tanda-tanda vital dan irama jantung. Rasional : Takikardi, disiretmia dan perubahan tekanan darah dapat menunjuak efek hipoksemia sistemik pada fungsi jantung.

18

7. Berikan oksigen tambahan yang sesuai dengan indikasi hasil GDA dan toleransi pasien. Rasional : Dapat memperbaiki/mencegah memburuknya hipoksia. Catatan ; emfisema koronis, mengatur pernapasan pasien ditentikan oleh kadar CO2 dan mungkin dikkeluarkan dengan peningkatan PaO2 berlebihan. (Doenges, 1999. hal 158).

3. Gangguan rasa nyaman : nyeri berhubungan dengan proses peradangan pada selaput paru-paru. Tujuan : Rasa nyeri berkurang sampai hilang. Kriteria hasil : o o Klien mengatakan rasa nyeri berkurang/hilang. Ekspresi wajah rileks.

Intervensi : 1. Tentukan karakteristik nyeri, miaalnya ; tajam, konsisten, di tusuk, selidiki perubahan karakter/intensitasnyeri/lokasi. Respon : Nyeri dada biasanya ada dalam beberapa derajat pneumonia, juga dapat timbul komplikasi seperti perikarditis dan endokarditis.

2. Pantau tanda-tanda vital. Rasional : Perubahan frekuensi jantung atau TD menunjukan bahwa pasien mengalami nyeri, khususnya bila alasan lain untuk perubahan tanda-tanda vital.

3. Berikan tindakan nyaman, misalnya ; pijatan punggung, perubahan posisi, musik tenang/perbincangan, relaksasi/latihan napas. Rasional : Tindakan non-analgetik diberikan dengan sentuhan lembut dapat menghilangkan ketidaknyamanan dan memperbesar efek terapi analgesic.

19

4. Tawarkan pembersihan mulut dengan sering. Rasional : Pernapasan mulut dan terapi oksigen dapat mengiritasi dan mengeringkan memberan mukosa, potensial ketidaknyamanan umum.

5. Anjurkan dan bantu pasien dalam teknik menekan dada selama episode batuk. Rasional : Alat untuk mengontrol ketidaknyamanan dada sementara meningkatkan keefektifan upaya batuk.

6. Berikan analgesic dan antitusif sesuai indikasi. Rasional : Obat ini dapat digunakan untuk menekan batuk non produktif/proksimal atau menurunkan mukosa berlebihan, meningkatkan kenyamanan/istirahat umum. (Doenges, 1999. hal 171).

20

DAFTAR PUSTAKA
Doenges, Marilynn E.1991. Rencana Asuhan Keperawatan Edisi 3. Jakarta : EGC Price, Sylvia A.1994. Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Jakarta : EGC Soeparman.1987.Ilmu Penyakut Dalam Jilid I Edisi kedua. Jakarta : FKUI www. Google. com

21

Anda mungkin juga menyukai