Anda di halaman 1dari 29

ASTHMA BRONCHIALE

Asma merupakan penyebab utama penyakit kronis pada masa kanak-kanak, menyebabkan kehilangan hari-hari sekolah yang berarti, karena penyakit kronis. Asma merupakan diagnosis masuk yang paling sering di rumah sakit anak dan berakibat kehilangan 5-7 hari sekolah secara nasional/tahun/anak. Sebanyak 1015% anak laki-laki dan 7-10% anak perempuan dapt menderita asma pada suatu saat selama masa kanak-kanak. Sebelum pubertas sekitar 2 kali anak laki-laki yang lebih banyak terkena daripada anak perempuan. Setelah itu insidens menurut jenis kelamin sama. Asma dapat menyebabkan gangguan psikososial pada keluarga. Namun dengan pengobatan yang tepat, pengendalian gejala yang memuaskan hampir selalu dimungkinkan. Baik jalan nafas besar (> 2mm) maupun kecil (< 2mm) dapat terlibat pada berbagai tingkat. Iritabilitas atau hiperreaktivitas jalan nafas, walaupun tidak terbatas pada penderita asma, tampak merupakan bagian intrinsik penyakit dan pada beberapa tingkat ada pada semua subjek asma. Hiperresponsivitas ini menampakkan dirinya sebagai bronkokonstriksi pasca olahraga; pada pemaparan alamiah terhadap bau yang kuat atau gas iritan seperti sulfur dioksida, asap tembakau, atau air dingin; pada pemaparan secara sengaja di laboratorium terhadap hirupan histamin atau agen parasimpatomimetis seperti metakolin (Mecholyl). Iritabilitas jalan napas yang diperkuat ini merupakan indikator asma objektif yang sensitif dan timbul pada beberapa tingkat ketika penderita tidak bergejala, bebas dari tanda-tanda fisik abnormal, dan mampu memberikan hasil normal pada spirometri. Hiperreaktivitas jalan napas berkaitan dengan keparahan penyakit secara keseluruhan. Hiperreaktivitas ini bervariasi dari penderita ke penderita tetapi biasanya relatif stabil selama beberapa waktu pada penderita yang sama, kecuali fluktuasi sementara; kenaikan reaktivitas terjadi selama infeksi virus pernapasan, pasca pemaparan terhadap polusi udara dan terhadap alergen atau terhadap bahan kimia pekerjaan pada individu yang tersensitisasi, dan pasca pemberian antagonis reseptor-. Penurunan akut terhadap iritabilitas jalan napas menyertai pemberian agonis reseptor-, teofilin, antikolinergik, dan penurunan iritabilitas menyertai pemberian yang menahun akan: kromolin, nedokromil, atau kortikosteroid yang sistemik atau yang dihirup.

Data pada pewarisan asma adalah paling cocok dengan determinan poligenik atau multifaktorial. Anak dengan satu orangtua yang terkena mempunyai resiko menderita asma sekitar 25%. Resiko bertambah menjadi sekitar 50% jika kedua orangtua asmatis. Namun, asma tidak secara universal ada pada kembar monozigot. Labilitas bronkokonstriksi pada olahraga serasi pada kembar identik, tetapi tidak pada kembar dizigot. Labilitas bronkial dalam responnya terhadap uji olahraga juga telah diperagakan pada anggota keluarga anak asmatis yang sehat. Kecenderungan genetik bersama dengan faktor lingku ngan dapat menjelaskan kebanyakan kasus asma masa kanak-kanak.

ASTHMA BRONCHIALE
DEFINISI Berdasarkan konsekuensi fungsional dari inflamasi salauran napas pada asma, Global Initiative foor Asthma (GINA) menetapkan definisi operasional asma sebagai berikut : Asma adalah gangguan inflamasi kronik saluran pernapasan dengan banyak sel dan elemen selular yang berperan. Inflamasi kronik ini berhubungan dengan hyperresponsiveness yang menyebabkan episode wheezing berulang, sesak napas, rasa dada tertekan, dan batuk terutama malam dan dini hari. Gejala ini biasanya berhubungan dengan penyempitan saluran napas yang luas namun bervariasi yang paling tidak bersifat reversibel, baik secara spontan maupun berkat pengobatan. Pedoman Nasional Asma Anak (PNAA) menggunakan definisi operasional sebagai berikut : Asma adalah wheezing dan atau batuk dengan karakteristik sebagai berikut : timbul secara episodik dan atau kronik, cenderung pada malam tau dini hari (nokturnal), musiman, adanya faktor pencetus di antaranya aktivitas fisis, dan bersifat reversibel baik secara spontan maupun dengan pengobatan, serta adanya riwayat asma atau atopi lain pada pasien atau keluarganya. KLASIFIKASI Berdasarkan berat ringan gejala, asma dibagi menjadi : Asma berat Asma ringan Asma sedang Ancaman henti napas Asma dibagi menurut Frekuensi Serangan Asma : Asma episodik jarang 75% kasus (1 x dalam 3 sampai 4 bulan) Asma episodik sering 20% Asma persistent 5%

KLASIFIKASI DERAJAT PENYAKIT ASMA


Parameter Klinis, Kebutuhan obat dan Faal paru Frekuensi serangan Lama Serangan Asma episodik jarang (asma ringan) <1x/bulan < 1 minggu Asma Episodik Sering (asma sedang) >1x/bulan >1 minggu Sering Hampir sepanjang Tahun, tidak ada Intensitas serangan Di antara serangan Tidur dan aktivitas Ringan Tanpa gejala Tidak terganggu Lebih Berat Sering ada gejala Sering terganggu Mungkin terganggu remisi Berat Gejala siang dan malam Tidak pernah normal Tidak perrnah normal Tidak perlu Perlu, nonsteroid Perlu steroid Asma Persisten (Asma Berat)

Pemerikasaan fisis di Normal Luar serangan Obat pengendali (Antiinflamasi) Faal paru diluar Serangan Faal Paru pada saat ada gejala serangan Variabilitas>15% PEF/FEV1>80%

PEF/FEV1 60-80%

PEF/FEV1<60% variabilitas 20-30%

Variabilitas>30%

Variabilitas>50%

~ Asma Episodik Jarang ~ Serangannya sekali dalam 4 6 minggu Mengi ringan, hanya timbul bila ada pencetus tertentu misalnya aktivitas fisik berat Di antara serangan, tidak tampak ada gejala dan uji fungsi paru normal (pada masa di luar serangan) Tidak memerlukan terapi profilaksis (maintenance) karena bila tidak terjadi serangan, keadaan si anak normal jadi diterapi pun tidak berguna. ~ Asma Episodik Sering ~ 20% kasus Serangannya > 1x/bulan Timbul mengi pada aktivitas sedang Uji fungsi paru tidak normal (mendekati normal) walaupun sedang tidak terjadi serangan Perlu terapi profilaksis. ~ Asma Episodik Persistent ~ Serangan terjadi sering sekali (hampir tiap kali; lebih dari 3 kali dalam 1 minggu) Uji fungsi paru selalu tidak normal (abnormal)

Perlu terapi profilaksis

Klasifikasi Derajat Ringan Akut (Eksaserbasi) Asma Serangan akut (eksaserbasi) asma adalah episode peningkatan yang progresif (perburukan) dari gejala batuk, sesak napas, wheezing, rasa dada tertekan, atau berbagai kombinasi dari gejala tersebut. Serangan asma biasanya mencerminkan gagalnya tatalaksana asma jangka panjang atau adanya pajanan dengan pencetus. Derajat serangan asma bisa mulai dari serangan ringan hingga serangan berat sampai serangan yang dapat mengancam nyawa. Berdasarkan derajat serangan yang terjadi, asma dapat dibagi menjadi serangan ringan, sedang, berat, dan ancaman henti napas.

Klasifikasi Derajat Penyakit Asma


Paramenter klinis, fungsi Ringan Sedang Berat Ancaman Henti Napas

paru, lab Aktivitas

Berjalan Bayi: menangis keras Kalimat Bisa berbaring Mungkin teragitasi Tidak ada Sedang, sering hanya pada akhir ekspirasi Minimal Biasanya tidak Dangkal, retraksi interkostal

Bicara Posisi Kesadaran Sianosis Mengi Sesak napas Otot bantu napas Retraksi Laju napas

Berbicara Bayi: Tangis pendek dan lemah Kesulitan makan Penggal kalimat Lebih suka duduk Biasanya teragitasi Tidak ada Nyaring, sepanjang ekspirasi, inspirasi Sedang Biasanya ya Sedang, ditambah retraksi suprasternal

Istirahat Bayi: berhenti makan Kata-kata Duduk bertopang lengan Biasanya teragitasi ada Sangat nyaring, terdengar tanpa stetoskop berat ya

Kebingungan Nyata Sulit, tidak terdengar Gerakan patologik thorak abdominal Dangkal/hilang menurun

Laju nadi

Pulsus paradoksus (pemeriksaannya tidak praktis) PEFR atau FEV1 - pra b. dilator - pasca b. dilator SaO2 % PaO2 PaCO2

Dalam, ditambah napas cuping hidung meningkat meningkat meningkat Pedoman nilai baku laju napas pada anak sadar: Usia Laju napas normal < 2 bulan < 60 / menit 2-12 bulan < 50 / menit 1-5 tahun < 40 / menit 6-8 tahun < 30 / menit Normal takikardi takikardi Pedoman nilai baku laju nadi pada anak Usia laju nadi normal 2-12 bulan < 160 / menit 1-2 tahun < 120 / menit 3-8 tahun < 110 / menit Tidak ada Ada Ada < 10 mmHg 10-20 mmHg > 20 mmHg (% nilai dugaan / > 60% > 80% >95% Normal (biasanya tidak perlu diperiksa) < 45 mmHg % nilai terbaik) 40-60% 60-80% 91-95% > 60 mmHg < 45 mmHg

bradikardi

Tidak ada, tanda kelelahan otot napas

< 40% < 60% Respons < 2 jam 90% < 60 mmHg > 45 mmHg

EPIDEMIOLOGI Asma dapat timbul pada segala umur, 30% penderita bergejala pada umur 1 tahun, sedangkan 80-90% anak asma mempunyai gejala pertamanya sebelum umur 4-5 tahun. Perjalanan dan keparahan asma sukar diramal. Sebagian besar anak yang terkena kadang-kadang hanya mendapat serangan ringan sampai sedang, relatif mudah ditangani. Sebagian kecil mengalami asma berat yang berlarut-larut, biasanya lebih banyak yang terus-menerus daripada yang musiman; menjadikannya tidak mampu dan mengganggu kehadirannya di sekolah, aktivitas bermain, dan fungsi sehari-hari. Hubungan antara umur timbulnya asma dan prognosanya tidak pasti; anak-anak yang paling berat terkena mulai timbul selama tahun pertama kehidupan dan mempunyai riwayat keluarga asma serta penyakit alergi lain (terutama dermatitis atopik). Anak-anak dapat mengalami pertumbuhan yang lambat, yang tidak terkait dengan pemberian kortikosteroid, deformitas dada akibat hiperinflasi kronis, dan kelainan uji fungsi paru yang menetap. Prognosis untuk anak muda asma biasanya baik. Sebagian penyembuhan akhir tergantung pada pertumbuhan diameter potongan-melintang jalan napas. Penelitian longitudinal menunjukkan bahwa sekitar 50% dari anak asma sebenarnya bebas gejala dalam 10-20 tahun, tetapi sering terjadi kekambuhan pada masa kanak-kanak. Pada anak yang menderita asma ringan yang timbul antara umur 2 tahun hingga pubertas, angka kesembuhan sekitar 50%, dan hanya 5% yang mnegalami penyakit berat. Sebaliknya, anak dengan asma berat, yang ditandai dengan penyakit kronis tergantung-steroid dengan riwayat inap di rumah sakit yang sering, jarang membaik; dan sekitar 95% menjadi orang dewasa asmatis. Belum diketahui apakah hiperiritabilitas jalan napas mereka pernah menghilang; respons abnormal terhadap hirupan metakolin pada yang dulunya asma ditemukan selama 20 tahun sesudah gejala-gejala telah berkurang. Faktor-faktor resiko timbulnya asma adalah kemiskinan, ras kulit hitam, umur ibu kurang dari 20 tahun saat melahirkan, berat badan kurang dari 2.500 gram, ibu merokok (lebih dari setengah bungkus sehari), ukuran rumah kecil (<8kamar), keluarga besar (>6 anggota), dan paparan alergen masa bayi kuat (>10 g alergen tungau debu rumah per 1 gram debu rumah yang dikumpulkan). Faktor resiko tambahan dapat meliputi seringnya infeksi pernapasan pada awal masa kanakkanak dan kurang optimalnya perawatan oleh orangtua. Sensitisasi terhadap alergen

hirupan dapat terjadi pada masa bayi, tetapi sensitisasi makin bertambah sering setelah umur 2 tahun dan dapat ditunjukkan dari banyaknya anak setelah usia 4 tahun yang perlu mengunjungi ruang gawat darurat karena mengi. Faktor resiko kematian asma adalah meremehkan asma berat, menunda pelaksanaan pengobatan yang tepat, kurangnya penggunaan bronkodilator dan kortikosteroid, ras kulit hitam, tidak setia pada nasihat penanganan, disfungsi, dan stress psikososial yang dapat mengganggu kesetiaan atau tanggapan terhadap bertambahnya penyumbatan jalan napas, sedasi, serta pemaparan berlebihan terhadap alergen. Pengobatan gawat darurat atau rawat inap di rumah sakit, karena asma, yang baru saja dilalui menambah resiko kematian asma. Penderita yang menjadi sasaran penyumbatan jalan napas berat, mendadak, dan mereka yang menderita asma kronis tergantung-steroid adalah yang terutama beresiko tinggi untuk asma yang mematikan.

Spirometri

Tes Tes Fungsi FungsiParu Paru

Serbuk Sari

Tungau Debu

Pencetus Asthma
Jamur (Spora)

Bulu binatang peliharaan

PATOFISIOLOGI Manifestasi penyumbatan jalan napas pada asma disebabkan oleh bronkokonstriksi, hipersekresi mukus, edema mukosa, infiltrasi seluler, dan deskuamasi sel epitel serta sel radang. Berbagai rangsangan alergi dan rangsangan nonspesifik, akan adanya jalan napas yang hiperreaktif, mencetuskan respon bronkokonstriksi dan radang. Rangsangan ini meliputi alergen yang dihirup (tungau debu, tepungsari, sari kedelai, protein minyak jarak), protein sayuran lainnya, infeksi virus, asap rokok, polutan udara, bau busuk, obat-obatan (agen anti-radang nonsteroid, antagonis reseptor-, metabisulfit), udara dingin, dan olahraga. Patolgi asma berat adalah bronkokonstriksi, hipertrofi otot polos bronkus, hipertrofi kelenjar mukosa, edema mukosa, infiltrasi sel radang (eosinofil, neutrofil, basofil, makrofag), dan deskuamasi. Tanda-tang patognomonis adalah kristal Charcot-Leyden (lisofosfolipase membran eosinofil), spiral Cursch-mann (silinder mukosa bronkial), dan benda-benda Creola (sel epitel terkelupas). Mediator yang baru disintesis dan disimpan dilepaskan dari sel mast mukosa local pasca-rangsangan C4, D4, dan nonspesifik E4 serta atau pengikatan pengaktif alergen terhadap Immunoglobulin (Ig) E terkait-sel mast spesifik. Mediator seperti histamine, leukotrien faktor trombosit mencetuskan bronkokonstriksi, edema mukosa dan respons imun. Respons imun lambat terjadi 68 jam kemudian menghasilkan keadaan hiper-responsif jalan napas berkelanjutan dengan infiltrasi eosinofil dan neutrofil, dapat diobati dan dicegah dengan steroid, dan dapat dicegah dengan kromolin atau nedokromil. Penyumbatan paling berat adalah selama ekspirasi karena jalan napas intratoraks biasanya lebih kecil selama ekspiarsi. Walaupun penyumbatan jalan napas difus, penyumbatan ini tidak seragam semua di seluruh paru. Atelektasis segmental atau subsegmental dapat terjadi, memperburuk ketidak-seimbangan ventilasi dan perfusi. Hiperinflasi menyebabkan penurunan kelenturan, dengan akibat kerja pernapasan bertambah. Kenaikan tekanan transpulmoner, yang diperlukan untuk ekspirasi melalui jalan napas yang tersumbat, dapat menyebabkan penyempitan lebih lanjut, atau penutupan dini (prematur) beberapa jalan napas total selama ekspirasi, dengan demikian menaikkan resiko pneumotoraks. Kenaikan tekanan intratoraks dapat mengganggu aliran balik vena dan mengganggu curah jantung, yang kemungkinan tampak sebagai pulsus paradoksus.

Ketidakseimbangan ventilasi dengan perfusi, hipoventilasi alveolar, dan berambahnya kerja pernapasan menyebabkan perubahan pada gas-gas darah. Hiperventilasi beberapa daerah paru pada mulanya mengkompensasi tekanan karbondioksida yang lebih tinggi dalam darah yang memperfusi daerah yang terventilasi jelek. Namun, hiperventilasi ini tidak dapat mengkompensasi hipoksemia saat bernapas dengan udara kamar karena ketidakmampuan penderita menaikkan tekanan oksigen dan saturasi oksihemoglobin parsial. Progresivitas penyumbatan jalan napas lebih lanjut menyebabkan hipoventilasi alveolar yang lebih banyak, dan hiperkapnea dapat terjadi mendadak. Hipoksia mengganggu perubahan asam laktat menjadi karbodioksida dan air, menimbulkan asidosis metabolic. Hiperkapnea asam karbonat, yang berdisosiasi menjadi ion hydrogen dan ion karbonat, menimbulkan asidosis respiratorik. Hipoksia dan asidosis dapat menyebabkan vasokonstriksi pulmonal, tetapi korpulmonal akibat dari hipertensi pulmonal yang menetap bukan merupakan komplikasi asma yang lazim. Hipoksia dan vasokonstriksi dapat mencederai sel alveolar tipe II, mengurangi produksi surfaktan, yang normalnya menstabilkan alveoli. Dengan demikian proses ini dapat memperburuk kecenderungan ke arah atelektasis.

ETIOLOGI Asma merupakan gangguan kompleks yang melibatkan faktor autonom, imunologis, infeksi, endokrin dan psikologis dalam berbagai tingkat pada berbagai individu. Pengendalian diameter jalan napas dapat dipandang sebagai suatu keseimbangan gaya neural dan humoral. Aktivitas bronkokonstriktor neural diperantarai oleh berbagai kolinergik sistem saraf otonom. Ujung sensoris vagus pada epitel jalan napas, disebut reseptor batuk atau iritan, tergantung pada lokasinya, mencetuskan refleks arkus cabang aferens, yang pada ujung eferens merangsang kontraksi otot polos bronkus. Neurotransmisi peptida intestinal vasoaktif (PIV) memulai relaksasi otot polos bronkus. PIV mungkin merupakan suatu neuropeptida dominan yang dilibatkan pada pemeliharaan terbukanya jalan napas. Faktor humoral membantu bronkodilatasi termasuk ketokolamin endogen yang bekerja reseptor adrenergik- menghasilkan relaksasi otot polos bronkus. Bila

substansi humoral lokal seperti histamin dan leukotrien dilepaskan melalui reaksi yang diperantarai proses imunologis, mereka menghasilkan bronkokonstriksi, dengan cara bekerja langsung pada otot polos atau dengan rangsangan reseptor sensoris vagus. Adenosin yang dihasilkan setempat, yang melekat pada reseptor spesifik dapat turut menyebabkan bronkokonstriksi. Metilsantin merupakan antagonis adenosin secara kompetitif. Asma dapat disebabkan oleh kelainan fungsi reseptor adenilat siklase adrenergik-, dengan penurunan respon adrenergik. Laporan penurunan jumlah reseptor adrenergik- pada leukosit penderita asma dapat memberi dasar struktural hiporesponsivitas terhadap agonis-. Cara lain, bertambahnya aktivitas kolinergik pada jalan napas diusulkan sebagai defek pada asma, kemungkinan diakibatkan oleh beberapa kelainan pada reseptor iritan , baik instrinsik maupun didapat; yang pada penderita asma agaknya mempunyai nilai ambang yang rendah dalam responsnya terhadap rangsangan, daripada individu normal. Tidak ada teori yang cocok dengan semua data. Pada penderita-penderita perseorangan biasanya sejumlah faktor turut membantu aktivitas proses asmatis pada berbagai tingkat. Faktor-Faktor Imunologis Pada beberapa penderita yang disebut asma ekstrinsik atau alergik, eksaserbasi terjadi setelah pemaparan terhadap faktor lingkungan seperti debu rumah, tepungsari, dan ketombe. Sering kali, tapi tidak selalu, kadang IgE total maupun IgE spesifik penderita seperti ini meningkat terhadap antigen yang terlibat. Pada penderita lainnya dengan asma yang serupa secara klinik, tidak ada bukti keterlibtan IgE; uji kulit negatif dan kadar IgE rendah. Bentuk asma ini, yang ditemukan paling sering pada usia 2 tahun pertama dan pada orang dewasa (asma yang timbul lambat), disebut instrinsik. Perbedaan antara asma instrinsik dan ekstrinsik mungkin pada hal buatan (artifisial), karena dasar imun pada jejas mukosa akibat mediator pada kedua kelompok tersebut serupa. Asma ekstrinsik mungkin dihubungkan dengan lebih mudahnya mengenali rangsang pelepasan mediator daripada asma instrinsik. Penderita asma dari semua umur biasanya mempunyai kadar serum IgE yang meningkat, pada kebanyakan penderita memberi kesan komponen alergik-ekstrinsik. Walaupun kenaikan kadar IgE dapat karena atopi, rangsangan non-spesifik kronis, yaitu reaksi imun fase lambat akibat alergen pada

sel mast menciptakan hiperreaktivitas jalan napas non-spesifik yang lama, yang dapat menghasilkan bronkospasme tanpa adanya faktor ekstrinsik yang dapat diketahui.

Agen virus adalah pemicu infeksi asma yang paling penting. Pada umur muda (awal) virus sinsisial respiratorik (respiratory syncytial virus = RSV) dan virus parainfluenzae adalah yang paling sering terlibat; pada anak yang lebih tua rhinovirus juga terlibat. Infeksi virus influenzae diduga berperan penting pada umur yang semakin tua. Agen virus dapat bekerja mencetuskan asma melalui rangsangan reseptor aferens vagus dari sistem kolinergik di jalan napas. Respons IgE terhadap RSV dapat terjadi pada bayi dan anak dengan mengi akibat RSV, tetapi tidak terjadi pada mereka yang penyakit RSV pernapasannya tidak terkait dengan mengi. Mengi dengan infeksi RSV dapat mengungkapkan kecenderungan terhadap asma. Faktor Endokrin Asma dapat lebih buruk dalam hubungannya dengan kehamilan dan menstruasi, terutama premenstruasi, atau dapat timbul pada saat wanita menopause. Asma membaik pada beberapa anak pada saat pubertas. Hanya sedikit yang diketahui tentang peran faktor endokrin pada etiologi dan patogenesis asma. Tirotoksikosis menambah keparahan asma; mekanismenya tidak diketahui.

Faktor-Faktor Psikologis Faktor emosi dapat memicu gejala-gejala pada beberapa anak dan dewasa yang berpenyakit asma, tetapi penyimpangan emosional atau sifat-sifat perilaku yang dijumpai pada anak asma tidak lebih sering daripada anak dengan penyakit cacat kronis yang lain. Sebaliknya, pengaruh penyakit kronis berat seperti asma pada pandangan anaknya sendiri, pandangan orangtuanya padanya, atau kehidupan pada umumnya, dapat merusak. Gangguanemosi dan tingkah laku terkait lebih erat dengan pengendalian asma yang buruk daripada keparahan serangan itu sendiri, karenanya, intervensi medis yang ahli dapat mempunyai dampak yang penting. MANIFESTASI KLINIS Timbulnya eksaserbasi asma dapat secara akut atau diam-diam. Episode akut paling sering disebabkan pemaparan terhadap iritan seperti udara dingin dan gas (asap) beracun (rokok, cat basah) atau pemaparan terhadap alergen atau bahan kimia sederhana, misalnya aspirin atau sulfit. Bila penyumbatan jalan napas terkadi dengan cepat dalam beberapa menit, sepertinya kebanyakan disebabkan oleh spasme otot polos pada jalan napas besar. Eksaserbasi dipercepat oleh infeksi virus pernapasan yang timbulnya lebih lambat, dengan frekuensi dan keparahan batuk dan mengi yang sedikit demi sedikit bertambah selama beberapa hari. Karena pembukaan jalan napas mengurang pada malam hari, banyak anak menderita asma akut pada saat ini. Tanda-tanda dan gejala-gejala adalah batuk, yang kedengarannya lengket dan batuk yang nonproduktif pada awal perjalanan serangan; mengi, takipnea, dan dispnea dengan ekspirasi panjang serta menggunakan otot-otot pernapasan tambahan; sianosis; hiper-inflasi dada; takikardia dan pulsus paradoksus; yang mungkin dijumpai pada berbagai tingkat, tergantung pada stadium dan keparahan serangan. Dapat dijumpai batuki tanpa mengi, atau dijumpai mengi tanpa batuk; juga dapat dijumpai takipnea tanpa mengi. Menifestasinya akan bervariasi tergantung pada keparahan eksaserbasi. Bila penderita berada dalam distres pernapasan yang berat, tanda-tanda utama asma, mengi, mungkin tidak mencolok; pada pada penderita demikian, dapat terjadi gerakan udara yang cukup untuk menimbulkan mengi hanya sesudah pengobatan bronkodilator, yang memberikan sebagian kelegaan dari penyumbatan

jalan napas. Napas yang pendek mungkin begitu berat, sehingga anak mengalami kesukaran berjalan atau bahkan berbicara. Penderita dengan penyumbatan berat bersikap duduk membungkuk, posisi duduk seperti tripod yang membuatnya lebih mudah bernapas. Ekspirasi (khas) lebih sukar karena penutupan prematur jalan napas ekspirasi, tetapi banyak anak yang mengeluhkan kesukaran dalam inspirasi juga. Sering didapat nyeri abdomen terutama pada anak yang lebih muda, dan agaknya karena penggunaan otot abdomen dan diafragma yang berlebihan. Hati dan limpa mungkin dapat teraba karena hiperinflasi paru. Sering dijumpai muntah dan dapat disertai pengurangan gejala sementara. Selama penyumbatan jalan napas yang berat, usaha yang luar biasa untuk bernapas dapat dijumpai dan anak dapat berkeringat banyak; dapat terjadi demam ringan hanya karena kerja pernapasan yang berat. Di antara serangan-serangan yang buruk anak dapat bebas gejala sama sekali dan tidak ditemui bukti adanya penyakit paru pada pemeriksaan fisik. Deformitas dada seperti tong merupakan tanda penyumbatan jalan napas asma yang berat yang kronis dan terus-menerus. Sulkus Harisson, depresi antero-lateral toraks pada insersi diafragma, mungkin ditemui pada anak dengan retraksi berat yang berulang. Jari tabuh jarang ditemukan pada asma yang tanpa komplikasi, walaupun pada asma berat. Jari tabuh memberi kesan penyebab penyakit penyumbatan paru kronis lainnya seperti kistik fibrosis. DIAGNOSIS Sampai saat ini, asma tetap sulit didiagnosis sehingga sering undertreated. Hal ini disebabkan oleh perjalanan gejala respiratorik asma yang dianggap sudah biasa oleh orangtua/anak atau perjalan asma yang tidak spesifik menyebabkan asma sering didiagnosis sebagai penyakit lain. Tidak jarang asma sering didiagnosis sebagai bronkitis sehingga klinisi memberikan antibiotik dan obat batuk. Meskipun tidak semua wheezing harus dianggap asma sampai terbukti bukan asma. Diagnosis asma biasanya dapat ditegakkan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisis saja. Pemeriksaan penunjang jarang dibutuhkan kecuali pada kasus sulit.

ANAMNESIS Adanya riwayat sesak napas yang episodik, wheezing, dan rasa dada tertekan. Adanya varibilitas musim, riwayat asma maupun atopi pada keluarga juga sangat membantu diagnosis. Beberapa pertanyaan yang bisa membantu diagnosis asma adalah wheezing atau wheezing berulang, batuk malam hari, batuk atau wheezing setelah beraktivitas, wheezing/batuk/rasa dada tertekan atau perlu >10 hari untuk sembuh, dan gejala membaik setelah pemberian obat anti asma. Wheezing berulang dan atau batuk kronik berulang merupakan titik awal untuk menegakkan diagnosis. Yang termasuk perlu dipertimbangkan kemungkinan asma adalah anak yang menunjukkan batuk sebagai satu-satunya tanda, dan pada saat diperiksa tanda wheezing, sesak, dan lain-lain sedang tidak timbul. Pemeriksaan Fisis Karena gejala asma sangat bervariasi, pada pemeriksaan fisis mungkin tidak ditemukan kelainan. Sesak, wheezing, dan hiperinflasi umumnya hanya ditemukan pada periode serangan akut. Pemeriksaan Penunjang Respons terhadap obat bronkodilator Respons terhadap obat bronkodilator dan steroid sistemik bermanfaat untuk diagnosis asma terutama pada anak di bawah 3 tahun. Uji provokasi bronkus (bila memungkinkan) Uji provokasi bronkus dilakukan dengan histamin, metakolin, latihan (exercise), udara kering atau dingin, atau dengan NaCl hipertonis. Penurunan >20% pada FEV1 (PD20 atau PC20) setelah provokasi bronkus dengan metakolin atau histamin asma. Uji faal paru Pada anak yang besar (usia >6 tahun) sebaiknya dilakukan uji faal paru. Terdapat dua metode uji faal paru yaitu pengukuran FEV 1 dan forced vital capacity (FVC) memakai spirometer dan PFR menggunakan peak flow meter. Nilai PEFR harian dapat mendeteksi tanda awal serangan. Variabilitas PEFR harian 15% atau lebih juga menyokong diagnosis asma, dan besarnya nilai

variabilitas sesuai dengan derajat keparahan asmanya. Variabilitas diurnal dapat dihitung dari perbedaan antara PEFR terendah pagi hari dan PEFR tertinggi malam hari selama 1 minggu pengamatan. Uji faal paru berguna untuk mendukung diagnosis asma anak apabila didapatkan : Variabilitas pada PEFR atau FEV1 > 15% Variabilitas harian adalah perbedaan nilai (peningkatan/penurunan) PFR dalam satu hari. Penilaian yang baik dapat dilakukan dengan variabilitas mingguan yang pemeriksaannya berlangsung >2 minggu. Reversibilitas pada PEFR atau FEV1 >5% Reversibilitas adalah perbedaan nilai (peningkatan) PEFR atau FEV 1 setelah pemberian inhalasi bronkodilator. Pemeriksaan status alergi Adanya komponen alergi pada asma dapat dilihat dari pemeriksaan tes kulit atau pengukuran kadar IgE spesifik serum. Kedua pemeriksaan ini tidak terlalu besar dalam menunjang diagnosis asma, namun dapat membantu mengidentifikasi faktor resiko maupun faktor pencetus. Pada anak dengan gejala dan tanda asma yang jelas, serta respons terhadap pemberian bronkodilator baik sekali, maka tidak perlu pemerikasaan diagnostik lebih lanjut. Di Indonesia, tuberkulosis (TB) masih merupakan penyakit yang banyak dijumpai dan salah satu gejalanya adalah batuk kronik. Oleh karena itu uji tuberkulin perlu dilakukan baik pada kelompok yang patut diduga asma maupun yang bukan asma. Dengan cara tersebut, maka penyakit TB yang mungkin bersamaan dengan asma akan terdiagnosis dan diterapi.

Bagan Alur diagnosis asma anak


Batuk dan / atau mengi Riwayat penyakit Pemeriksaan Fisik Uji Tuberkulin

Patut diduga asma: Episodeik Nokturnal / morning dip Musiman Pasca aktivitas fisik Riwayat atopi pasien / keluarga

Tidak jelas asma: - Timbul masa neonatus - Gagal tumbuh - Infeksi kronik - Muntah / tersedak - Kelainan fokal paru - Kelainan sistem kardiovaskular

Jika fasilitas ada, periksa peak flow meter atau spirometer untuk menilai: - reversibilitas (15%) - variabilitas (15%)

Berikan Bronkodilator

tidak

Pertimbangkan pemeriksaan: Foto Ro thoraks dan sinus Uji faal paru Respons terhadap bronkodilator Uji provokasi bronkus Uji keringat Uji imunologis Pemeriksaan motilitas silia Pemeriksaan refluks GE

berhasil
Tidak mendukung diagnosis lain Mendukung diagnosis lain

Diagnosis kerja : ASMA

Tentukan derajat dan pencetusnya bila asma ep sering / persisten: foto Ro

Diagnos pengobatan sesuai DK

Berikan obat anti Asma: Tidak berhasil nilai ulang diagnosis dan ketaatan obat

Pertimbangkan asma sebagai penyakit penyerta

Bukan asma

DIAGNOSIS BANDING Bronkiolitis Perlu dipikirkan bila bayi <2 tahun mengalami serangan wheezing dan sesak untuk pertama kali. Untuk membedakan antara bronkiolitis dan asma serangan pertama dilakukan tes bronkodilator. Bila sesak segera hilang, diagnosisnya adalah asma serangan pertama, tetapi bila sesak tidak berkurang maka kemungkinan asma belum dapat disingkirkan. Aspirasi benda asing (susu, makan, dll) Pada anamnesa ada riwayat tersedak Tuberkulosis kelenjar Tuberkulosis kelenjar yang menekan trakea atau bronki kadang-kadang menimbulkan wheezing persisten. Tumor atau kista mediastinum Sindrom hiperventilasi

PENATALAKSANAAN Tatalaksana asma meliputi tatalaksana eksaserbasi, tatalaksana jangka panjang, dan pendidikan orangtua. A. Tatalaksana Serangan Akut (Eksaserbasi) Asma Tatalaksana serangan asma menurut GINA dibagi menjadi dua : Tatalaksana di rumah Dilakukan oleh pasien atau orangtuanya, hanya dapat dilakukan oleh pasien yang sebelumnya telah menjalani pengobatan secara teratur. Tatalaksana di rumah sakit Pada serangan asma, tujuan tatalaksana adalah untuk : Meredakan penyempitan saluran respiratorik secepat mungkin Mengurangi hipoksemia Mengembalikan fungsi paru ke keadaan normal secepatnya Rencana reevaluasi tatalaksana jangka panjang untuk mencegah kekambuhan.

Bagan alur tatalaksana serangan asma pada anak Klinik / IGD Nilai derajat serangan

Tatalaksana awal
- Nebulisasi -agonis 1-3x, selang 20 menit(2) - Nebulisasi ketiga + antikolinergik - Jika serangan berat, nebulisasi 1x (+antikoagulan)

Serangan ringan
(nebulisasi 1x, respons baik, gejala hilang) - observasi 1-2 jam - jika efek bertahan, boleh pulang - jika gejala timbul lagi, perlakukan sebagai serangan sedang

Serangan sedang
(nebulisasi 2-3x, respons parsial)

Serangan berat
(nebulisasi 3x, respons buruk)

- berikan oksigen(3) - nilai kembali derajat serangan, jika sesuai dengan serangan sedang, observasi di Ruang Rawat Sehari - pasang jalur parenteral

- sejak awal berikan O2 saat / diluar nebulisasi - pasang jalur parenteral - nilai ulang klinisnya, jika sesuai dengan serangan berat, rawat di Ruang Rawat Inap - foto rontgen toraks

Boleh pulang
- bekali obat -agonis (hirup/oral) - jika sudah ada obat pengendali, teruskan - jika infeksi virus sebagai pencetus, dapat diberi steroid oral - dalam 24-48 jam kontrol ke klinik Rawat Jalan untuk reevaluasi -

Ruang Rawat Sehari


Oksigen teruskan Berikan steroid oral Nebulisasi tiap 2 jam Bila dalam 8-12 jam perbaikan klinis stabil, boleh pulang Jika dalam 12 jam klinis tetap belum membaik, alih ke Ruang Rawat Inap

Ruang Rawat Inap


- Oksigen teruskan - Atasi dehidrasi dan asidosis bila ada - Steroid IV tiap 6-8 jam - Nebulisasi tiap 1-2 jam - Aminofilin IV awal, lanjutkan rumatan - Jika membaik dalam 4-6x nebulisasi, interval jadi 46 jam - Jika dalam 24 jam perbaikan klinis stabil, boleh pulang - Jika dengan steroid dan aminofilin parenteral tidak membaik, bahkan timbul ancaman henti napas, alih ke Ruang Rawat Intensif

Catatan:
jika menurut penilaian serangannya berat, nebulisasi cukup 1x langsung dengan -agonis + antikolinergik Tahapan Tatalaksana Serangan Asma 2. jika tidak ada alatnya, nebulisasi dapat diganti dengan adrenalin subkutan 0,01ml/kgBB/kali maksimal 0,3ml/kali Tatalaksana di Unit Gawat (UGD) 3. untuk serangan sedang Darurat dan terutama berat, oksigen 2-4 L/menit diberikan sejak awal, termasuk saat nebulisasi 1.

Semua anak yang mengalami serangan asma harus dinilai derajat serangan, apakah serangan ringan, sedang, berat, atau ancaman henti napas. Cara nebulisasi dan jenis obat yang digunakan tergantung pada derajat serangan asma yang terjadi dan kemudian dinilai hasil nebulisasi yang diberikan. Pertimbangan obat untuk nebulisasi adalah sebagai berikut : Serangan asma derajat ringan dan sedang Untuk serangan asma derajat ringan dan sedang, nebulisasi dilakukan dengan obat tunggal yaitu -agonis. Nebulisasi dapat dilakukan 2x berturut-turut, tergantung respons terapi. Jarak antara nebulisasi I dan II adalah 20 menit; setelah nebulisasi ke-2 juga dinilai selama 20 menit. Dilakukan penilaian perbaikan klinis setiap selesai nebulisasi. Tindakan berikutnya adalah sebagai berikut : Jika dengan nebulisasi I dan II serangan mereda penderita diobservasi selama 1 jam di UGD. Jika selama observasi tersebut tetap membaik pasien dipulangkan. Jika selama observasi 1 jam di UGD serangan kambuh ulang penderita dipindahkan ke ruang rawat sehari (RRS) untuk tatalaksana berikutnya (lihat tatalaksana di RSS). Jika setelah 2x nebulisasi hanya terjadi perbaikan parsial penderita dialih rawat ke RSS untuk tatalaksana lebih lanjut (lihat tatalaksana di RSS). Serangan asma berat Bila sejak awal dinilai sebagai serangah berat, maka nebulisasi awal langsung dengan menggunakan kombinasi -agonis dan antikolinergik disertai pemberian oksigen 2-4 L/menit yang diberikan sejak awal termasuk saat nebulisasi. Pasang jalur parenteral dan dilakukan foto toraks. Penderita langsung dialih rawat ke ruang rawat inap (lihat tatalaksana di ruang rawat inap).

Serangan asma dengan ancaman henti napas

Bila pasien menunjukkan gejala dan tanda ancaman henti napas harus langsung dirawat di ruang rawat intensif (lihat tatalaksana di ruang rawat intensif anak / Pediatric Intensive Care Unit = PICU). Tatalaksana di Ruang Rawat Sehari (RRS) Penderita yang dialih rawat dari UGD ke RRS harus diberi tindakan sebagai berikut : Nebulisasi Di RRS, nebulisasi yang dilakukan adalah nebulisasi tahap ke-3, yaitu setelah 2x nebulisasi di UGD yang hanya dengan -agonis. Nebulisasi dilakukan dengan kombinasi -agonis dengan antikolinergik dan dilakukan tiap 2 jam hingga pemantauan selama 12 jam. Streroid Diberikan steroid sistemik atau oral berupa metal prednisolon atau prednisone. Oksigen Pemberian oksigen sejak dari UGD dilanjutkan. Jika dalam 12 jam klinis tetap baik dipulangkan dan dibekali obat untuk rawat jalan. Bila dalam 12 jam responnya tidak baik pasien alih rawat ke RRI dengan tatalaksana asma berat (lihat tatalaksana di RRI). Tatalaksana di Ruang Rawat Inap (RRI) Penderita yang tidak mengalami perbaijkan selama observasi dan tindakan di RSS dengan pemantauan 12 jam dialih rawat ke RRI. Tindakan yang dilakukan di RRI adalah : Oksigen diteruskan Rehidrasi dan koreksi asidosis Jika terdapat dehidrasi rehidrasi; asidosis koreksi asidosis. Steroid Steroid diberikan IV dengan cara bonus tiap 6-8 jam. Dosis steroid IV : mg/kgBB/hari. 0,5-1

Nebulisasi Di RRI, nebulisasi dilakukan dengan menggunakan kombinasi -agonis dan antikolinergik. Jarak nebulisasi adalah tiap 1-2 jam. Jika dalam 4-6 kali pemberian mulai terjadi perbaikan klinis jarak nebulisasi dapat diperlebar menjadi tiap 4-6 jam.

Aminofilin Pemberian aminofilin sesuai dengan dosis inisial dan dosis rumatan. Dosis inisial Belum mendapat aminofilin sebelumnya dosis aminofilin yang diberikan 68 mg/kgBB yang dilarutkan dalam dekstrosa atau NaCl fisiologis sebanyak 20 ml, diberikan dalam 20-30 menit. Bila telah mendapat aminofilin (<8 jam) dosis aminofilin dieberikan separuhnya. Dosis rumatan Untuk rumatan aminofilin diberikan dengan dosis 0,5-1 mg/kgBB/jam.

Selama perawatan di RRI penderita diobservasi apakah terjadi perbaikan atau tidak. Bila terjadi perbaikan klinis : Nebulisasi diteruskan tiap 6 jam hingga 24 jam. Steroid, aminofilin diganti per oral. Dalam 24 jam stabil dipulangkan. Bila tidak ada perbaikan rawat di PICU. Tatalaksana di PICU Pasien yang sejak awal masuk ke UGD sudah memperlihatkan tanda ancaman henti napas langsung dirawat di PICU. Kriteria yang memerlukan PICI adalah : Tidak ada respons sama sekali terhadap tatalaksana awal di UGD dan atau perburukan asma yang cepat. Adanya kebingungan, disorientasi, dan tanda lain ancaman henti napas, atau hilang keasadaran. Tidak ada perbaikan dengan tatalaksana di RRI.

Ancaman henti napas: hipoksemia tetap terjadi walaupun sudah diberi oksigen (kadar PaO2 < 60 mmHg dan atau PaO 2 > 45 mmHg, walaupun tentu saja gagal napas dapat terjadi dalam kadar PaO2 yang lebih tinggi atau lebih rendah).

Pemberian Obat Saat Dipulangkan Penderita dapat dipulangkan dengan pertimbangan sebagai berikut : Untuk serangan ringan atau sedang yang dengan satu atau dua kali nebulisasi terjadi respons baik/perbaikan yang sempurna ( complete respons) dan setelah observasi 1 jam di UGD tidak timbul serangan ulang. Penderita yang dirawat di RRS katena tidak mengalami respons dengan dua kali nebulisasi di UGD, tetapi mengalami perbaikan sempurna setelah perawatan 12 jam di RRS. Penderita dengan derajat serangan berat, yang mengalami perbaikan yang sempurna setelah observasi pengobatan selama 24 jam di RRI. Obat yang digunakan pada waktu dipulangkan sama untuk semua penderita, baik yang tidak mengalami perawatan maupun yang sempat dirawat di RRS atau Di RRI. Obat tersebut adalah : Obat -agonis (hirupan atau oral yang diberikan tiap 4-6 jam). Steroid oral diberikan jika pencetus serangan adalah infeksi virus, namun hanya diberikan untuk jangka waktu pendek (3-5 hari). Pasien dianjurkan untuk kontrol ke klinik rawat jalan dalam waktu 24-48 jam untuk evaluasi tatalaksananya. B. Tatalaksana Asma Jangka Panjang Tatalaksana asma jangka panjang tergantung pada derajat penyakit yang diderita, yaitu : Asma Episodik Jarang Pemberian obat hanya jika ada gejala/serangan. Obat yang diberikan : obat pereda berupa bronkodilator -agonis hirupan kerja pendek (short acting 2-agonist, SABA). Dapat juga digunakan teofilin. Selama pemakaian obat dipantau munculnya gejala selama 4-6 minggu.

Jika penggunaan -agonis > 3x/minggu, atau serangan sedang/berat terjadi 1x/bulan, maka tatalaksana diperlakukan sebagai asma episodik sering. Asma Episodik Sering

>

Disamping menggunakan -agonis atau teofilin, perlu ditambahkan anti-inflamasi berupa steroid hirupan dosis rendah. Obat steroid hirupan yang sudah sering digunakan pada anak adalah budesonid, sehingga digunakan sebagai standar. Dosis steroid yang digunakan adalah dosis rendah. - Usia <12 tahun: 100-200 mcg/hari budesonid (50-100 mcg/hari flutikason) - Usia >12 tahun: 200-400 mcg/hari budesonid (100-200 mcg/hari flutikason) Sesuai dengan mekanisme dasar asma yaitu inflamasi kronik, obat pengendali berupa anti-inflamasi membutuhkan waktu untuk menimbulkan efek terapi. Karena itu penilaian efek terapi dilakukan setelah 6-8 minggu, yaitu waktu yang diperlukan untuk mengendalikan inflamasinya. Jika tidak ada respons, maka tatalaksana disesuaikan/diperlakukan asma persisten. Asma Persisten Dalam tahapan pertama tatalaksana asma persisten terdapat dua alternatif yang dilakukan yaitu : Steroid hirupan tetap dalam dosis rendah dan dikombinasi dengan salah satu obat, yaitu : LABA (long acting 2-agonist), atau teofilin lepas lambat (TSR = theophylline slow release), atau anti-leucotriene receptor (ALTR). Golongan LABA : Prokaterol, Lambuterol, Salmoterol, Klenbuterol. Golongan ALTR : Zafirlukas dan Mantelukas. Meningkatkan dosis steroid hirupan menjadi dosis medium, yaitu : Usia <12 tahun: setara dengan 200-400 mcg/hari budesonid (100-200 mcg/hari flutikason) Usia >12 tahun: setara dengan 400-600 mcg/hari budesonid (200-300 mcg/hari flutikason) Dilakukan pemantauan selama 6-8 minggu untuk melihat muncul tidaknya gejala asma dengan salah satu alternatif terapi di atas.

Jika selama waktu tersebut masih terdapat gejala asma, maka dilanjutkan dengan memilih salah satu dari dua alternatif berikut yaitu : Steroid hirupan tetap dalam dosis medium dengan menambahkan salah satu obat : LABA, atau TSR, atau ALTR. Meningkatkan dosis hirupan menjadi dosis tinggi Usia <12 tahun: >400 mcg/hari budesonid (>200 mcg/hari flutikason) Usia >12 tahun: >600 mcg/hari budesonid (>300 mcg/hari flutikason)

Dilakukan pemantauan kembali selama 6-8 minggu dengan alternatif di atas. Apabila dosis steroid sudah mencapai >800 mcg/hari namun tetap tidak mempunyai respons steroid oral (sistemik). Penggunaan steroid oral sebagai kontroler (pengendali) adalah jalan terakhir setelah penggunaan steroid hirupan atau alternatif di atas dijalankan. Langkah ini diambil bila bahaya dari asmanya lebih besar daripada bahaya efek samping obat. Apabila dengan pemberian steroid hirupan dicapai fungsi paru yang optimal atau perbaikan klinis yang mantap selama 6-8 minggu dosis steroid dapat dikurangi bertahap hingga dicapai dosis terkecil yang masih bisa mengendalikan asmanya. Sementara itu penggunaan -agonis sebagai obat pereda tetap diteruskan.

Nebulizer

Bagan Alur tatalaksana asma anak jangka panjang


Asma episodik jarang
Obat pereda -agonis dan/atau teofilin (hirupan atau oral) bila perlu

4-6 minggu, Obat: dosis / minggu

>3X

3X

Asma episodik sering

Tambahkan obat pengendali: Kromoglikat / steroid hirupan dosis rendah *)

6-8 minggu, respons: (-) (+)

Asma persisten

Obat pengendali: Steroid hirupan Obat perda: -agonis teruskan 6-8 minggu, respons:

(-)

(+)

P E N G H I N D A R A N

Pertimbangkan penambahan salah satu obat: - -agonis kerja panjang - -agonis lepas terkendali 6-8 minggu, - respons: teofilin lepas lambat - anti leukotrien

A V (+) (-) O 6-8 minggu, respons: I D Naikkan dosis steroid hirupan A N Catatan: Asma Jangka panjang yang 1. Ketotifen dapatObat digunakan pada pasien balita dan / atau asma tipe rinitis ada di Indonesia C (-) (+) E 2. Bila dalam 3-6 bulan asmanya terkendali, dosis steroid hirupan diturunkan bertahap (50-10 ug / bulan)
Fungsi Nama Generik Nama Dagang Sediaan Golongan -agonis (kerja pendek) Terbutalin Bricasma, Sirup, tablet, Brasmatic, Bintasma, MDI Turbuhaler Tambahkan Steroid Oral Fartolin, Lasmalin, dll Keterangan 0.05 mg/kgBB/x tablet 2,5 mg

Salbutamol

Obat Pereda (reliever)


Orsiprenalin heksoprenalin Fenoterol trimetokuinol

Ventolin, respolin, Salbuven, Suprasma, Salbron, Dilatamol, Asmacel, Librentin, dll Alupent Ipradol Berotec Inolin

Sirup, tablet, MDI, Rotahaler, Diskhaler Sirup, tablet, MDI tablet MDI Ped, drop, tablet Sirup, tablet

Tablet 2 mg

Golongan santin Teofilin Bronsolvan, Kalbron, Amilex, Bronchophylin Golongan anti-inflamasi non-steroid Kromoglikat Intal-5 Nedokromil Tilade Golongan anti-inflamasi steroid Budesonid Pulmicort Inflammide Flutikason Flixotide beklometason Becotide Golongan -agonis (kerja panjang) Prokaterol Meptin

MDI MDI MDI, Turbuhaler MDI, Diskhaler MDI, Rotahaler, Diskhaler

Ijin di Indonesia untuk >12 tahun

Obat Pengendali (controiler )

Sirup, tablet, MDI Bambuterol Bambec tablet Salmeterol Serevent MDI, Disk haler Klenbuterol Spiropent Sirup, tablet Golongan obat lepas lambat / lepas terkendali Terbutalin Asthmoprotect kapsul Retard Salbutamol Volmax Tablet Teofilin Quibron SR, Tablet salut Euphyllin Retard, Phyllocontin Continus Golongan antihistamin baru Ketotifen Zaditen, Profilas, Sirup, tablet Astifen, Intifen, dll Golongan antileukotrin Zafirlukas Accolate

< 3 th: 2 X 0,5 mg 3 th: 2 X 1,0 mg

tablet

DAFTAR PUSTAKA
1. Liu AH, Spahn JD, Leung DYM. Childhood Asthma. Nelson Textbook of Pediatric. 17th edition. Chapter 134:760-774. Saunders. 2005.

2. Garna H, Nataprawira HMD, Rahayuningsih SE. Asma Bronkiale. Pedoman Diagnosis dan Terapi Ilmu Kesehatan Anak. Edisi ke-3. Hal. 422-436. FK-Unpad. Bandung. 2005. 3. Mansjoer MA. Asma. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi III, jilid 2. Hal. 461-465. Media Aesculapius, Jakarta. 2000. 4. RSCM. Asma. Panduan Pelayanan Medis Departemen Ilmu Kesehatan Anak. Hal. 185-193. FKUI-RSCM, Jakarta. 2005. 5. Wila RH. Penggunaan Antibiotik Dini, Meningkatkan Resiko Asma Pada Anak. http://www.idai.com. 2006. 6. American Lung Association. Childhood Asthma Overview. http://www.ala.com. 2006. 7. Canadian Lung Association. Asthma. http://www.cla.com. 2006. 8. Mayo Clinic Staff. Asthma. http://www.mayoclinic.com. 2006. 9. Wikipedia. Asthma. http://en.wikipedia.org. 2007. 10. DAlessandro DM. How Do I Treat Asthma According To The NIH Guidline. http://www.pediatriceducation.org. 2006. 11. Medicastore. Asma. http://www.medicastore.com. 2004. 12. Yayasan Asma Indonesia. Asma. http://www.infoasma.org. 2004. 13. Fortune Star Indonesia. Asma. http://www.fortunestar.com. 2007.

Anda mungkin juga menyukai