Anda di halaman 1dari 11

DENGUE SHOCK SYNDROME TERATASI

Oleh: FADHLUR RAHMAN (H1A004017)

Pembimbing: dr. Dewi Sangawati, Sp.A

DALAM RANGKA MENGIKUTI KEPANITERAAN KLINIK MADYA DI BAGIAN/SMF ILMU KESEHATAN ANAK RSU PROP. NTB FAK. KEDOKTERAN UNIVERSITAS MATARAM MATARAM 2010

TINJAUAN PUSTAKA
Pendahuluan. Penyakit demam berdarah dengue (DBD) adalah penyakit menular yang disebabkan oleh virus genus Flavivirus famili Flaviviridae, mempunyai 4 jenis serotipe yaitu den-1, den-2, den-3 dan den-4 melalui perantara gigitan nyamuk Aedes aegypti. Keempat serotipe dengue terdapat di Indonesia, den-3 merupakan serotipe dominan dan banyak berhubungan dengan kasus berat. Penyakit ini dapat menyerang semua orang dan dapat mengakibatkan kematian terutama pada anak-anak. Sampai sekarang penyakit DBD ini masih menimbulkan masalah kesehatan di Indonesia, karena jumlah penderitanya semakin meningkat dan wilayah yang terjangkit semakin luas. Jumlah kasus biasanya meningkat bersamaaan dengan peningkatan curah hujan oleh karena itu puncak jumlah kasus berbeda di tiap daerah. Pada umumnya di Indonesia meningkat pada musim hujan sejak bulan Desember sampai dengan April-Mei tiap tahun. DBD dapat berkembang menjadi demam berdarah dengue yang disertai syok (dengue shock syndrome = DSS ) yang merupakan keadaan darurat medik, dengan angka kematian cukup tinggi. Penatalaksanaan DD adalah dengan memberikan terapi simptomatis dan suportif, dan memonitor dengan ketat terhadap timbulnya DBD/DSS. Timbulnya DBD/DSS harus dikenal dengan cepat dengan melakukan pemeriksaan hematokrit dan trombosit secara teratur. Apabila terjadi DBD/DSS, penatalaksanaannya diutamakan untuk mengganti kehilangan cairan dan elektrolit karena terjadi leakage plasma. Batasan. DBD adalah suatu penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus dengue dengan manifestasi klinis demam akut disertai gejala perdarahan dan bila timbul renjatan, angka kematiannya cukup tinggi. Hasil pemeriksaan laboratorium menunjukkan trombositopeni (trombosit < 100.000) dan hematokrit cenderung meningkat lebih dari 20% dari harga normalnya. Manifestasi Klinik. Manifestasi klinis infeksi virus dengue dapat bersifat asimptomatis atau dapat berupa demam yang tidak jelas, demam dengue, demam berdarah dengue dengan kebocoran plasma yang mengakibatkan syok atau sindroma syok dengue (SSD).
2

Manifestasi infeksi virus dengue

Simptomatis

Asimptomatis

Demam tidak jelas Demam Dengue Dengan perdarahan Tanpa perdarahan Demam Berdarah Dengue

Dengan Syok Tanpa Syok

Patofisiologi. Setelah virus dengue masuk ke dalam tubuh, pasien akan mengalami keluhan dan gejala karena viremia, seperti demam, sakit kepala, mual, nyeri otot, pegal seluruh badan, hiperemi di tenggorokan, timbulnya ruam dan kelainan yang mungkin muncul pada system retikuloendotelial seperti pembesaran kelenjar-kelenjar getah bening, hati dan limpa. Ruam pada DHF disebabkan karena kongesti pembuluh darah dibawah kulit. Fenomena patofisiologi utama yang menentukan berat penyakit dan membedakan DD dan DBD ialah meningginya permeabilitas dinding kapiler karena pelepasan zat anafilaktosin, histamin dan serotonin serta aktivasi system kalikrein yang berakibat ekstravasasi cairan intravaskuler. Hal ini berakibat berkurangnya volume plasma, terjadinya hipotensi, hemokonsentrasi, hipoproteinemia, efusi dan renjatan. Adanya kebocoran plasma ke daerah ekstravaskuler dibuktikan dengan ditemukannya cairan dalam rongga serosa, yaitu dalam rongga peritoneum, pleura dan perikard. Renjatan hipovolemik yang terjadi sebagai akibat kehilangan plasma, bila tidak segera teratasi akan terjadi anoxia jaringan, asidosis metabolik dan kematian. Sebab lain kematian pada DBD adalah perdarahan hebat. Perdarahan
3

umumnya dihubungkan dengan trombositopenia, gangguan fungsi trombosit dan kelainan fungsi trombosit. Fungsi agregasi trombosit menurun mungkin disebabkan proses imunologis terbukti dengan terdapatnya kompleks imun dalam peredaran darah. Kelainan sistem koagulasi disebabkan diantaranya oleh kerusakan hati yang fungsinya memang tebukti terganggu oleh aktifasi sistem koagulasi. Masalah terjadi tidaknya DIC pada DHF/ DSS, terutama pada pasien dengan perdarahan hebat. Diagnosis. Demam Dengue (DD) merupakan penyakit demam akut selama 2-7 hari, ditandai dengan dua atau lebih manifestasi klinis sebagai berikut: o Nyeri kepala. o Nyeri retro-orbital. o Mialgia / Atralgia. o Ruam kulit. o Manifestasi perdarahan (petekie atau uji bendung positif). o Leukopenia, dan pemeriksaan serologi dengue positif. Demam Berdarah Dengue (DBD). Diagnosis DBD ditegakkan berdasarkan kriteria klinis dan laboratorium (WHO tahun 1997). Kriteria Klinis: o Demam tinggi mendadak, tanpa sebab yang jelas, berlangsung terusmenerus selama 2-7 hari, biasanya bifasik. o Terdapat manifestasi perdarahan, termasuk *uji bendung positif, petekie, ekimosis, epistaksis, perdarahan gusi, hematemesis, dan / melena. o Hepatomegali.
* Uji bendung dilakukan dengan membendung lengan atas menggunakan manset pada tekanan sistolik ditambah diastolik dibagi dua selama 5 menit. Hasil uji positif bila ditemukan 10 atau lebih petekie per 2.5 cm2 (1 inci).

Kriteria Laboratorium: o Trombositopenia (jumlah trombosit < 100.000/ml). o Hemokonsentrasi, dilihat dari peningkatan hematokrit >20% menurut standar umur dan jenis kelamin.

Dua kriteria klinis pertama + trombositopenia dan hemokonsentrasi, serta dikonfirmasi secara uji serologik hemaglutinasi. Sindroma Syok Dengue (SSD). Seluruh kriteria di atas untuk DBD disertai kegagalan sirkulasi dengan manifestasi nadi yang cepat dan lemah, tekanan nadi turun ( 20mmHg), hipotensi dibandingkan standar sesuai umur, kulit dingin dan lembab serta gelisah. Klasifikasi Derajat Penyakit Infeksi Virus Dengue DD/DBD Derajat*
DD

Gejala
Demam disertai 2 atau lebih tanda: sakit kepala, Nyeri retro-orbital, Mialgia, Atralgia. Gejala di atas ditambah uji bendung positif. Gejala di atas ditambah perdarahan spontan.

Laboratorium
Leukopenia Trombositopenia, tidak ditemukan bukti kebocoran plasma. Trombositopenia (<100.000/l), bukti ada kebocoran plaasma. Trombositopenia (<100.000/l), bukti ada kebocoran plaasma. Trombositopenia (<100.000/l), bukti ada kebocoran plaasma.

DBD

DBD

II

Gejala di atas ditambah kegagalan sirkulasi (kulit dingin dan lembab serta gelisah). DBD IV Syok berat disertai dengan Trombositopenia tekanan darah dan nadi tidak (<100.000/l), bukti terukur. kebocoran plaasma. *DBD derajat III dan IV juga disebut sindroma syok dengue (SSD) DBD III

ada

Tatalaksana. Tidak ada terapi yang spesifik untuk DD dan DBD, prinsip utama adalah terapi suportif. Dengan terapi suportif yang adekuat, angka kematian dapat diturunkan hingga kurang dari 1%. Pemeliharaan volume cairan sirkulasi merupakan tindakan yang paling penting dalam penanganan kasus DBD. Asupan cairan pasien harus tetap dijaga, terutama cairan oral. Jika asupan cairan oral pasien tidak mampu dipertahankan, maka dibutuhkan suplemen cairan melalui intravena untuk mencegah dehidrasi dan hemokonsentrasi. Tatalaksana DBD dibagi atas 3 fase berdasarkan perjalanan penyakitnya: 1. Fase Demam terapi simptomatik dan suportif. 1. Parasetamol 10 mg/kgBB/dosis setiap 4-6 jam (aspirin dan ibuprofen dikontraindikasikan). Kompres hangat diberikan apabila pasien masih tetap panas.
5

2. Terapi suportif yang dapat diberikan antara lain larutan oralit, jus buah atau susu dan lain-lain. 3. Apabila pasien memperlihatkan tanda-tanda dehidrasi dan muntah hebat, berikan cairan sesuai kebutuhan dan apabila perlu berikan cairan intravena. Setelah bebas demam selama 24 jam tanpa antipiretik, pasien DBD akan memasuki fase kritis. Sebagian pasien sembuh setelah pemberian cairan intravena, sedangkan kasus berat akan jatuh ke dalam fase syok. 2. Fase Kritis (berlangsung 24-48 jam), sekitar hari ke-3 sampai dengan hari ke-5 perjalanan penyakit. Umumnya pada fase ini pasien tidak dapat makan dan minum oleh karena anoreksia atau dan muntah. A. Tatalaksana umum Rawat di bangsal khusus atau sudut tersendiri sehingga pasien mudah diawasi. Catat tanda vital, asupan dan keluaran cairan dalam lembar khusus. Berikan oksigen pada kasus dengan syok. Hentikan perdarahan dengan tindakan yang tepat. B. Kewaspadaan perlu ditingkatkan pada pasien dengan risiko tinggi, seperti: Bayi. DBD derajat III dan IV. Obesitas. Perdarahan masif. Penurunan kesadaran. Mempunyai penyulit lain, seperti Thalasemia dll.

C. Tatalaksana cairan Indikasi pemberian cairan intravena: Trombositopenia, peningkatan Ht 10-20%, pasien tidak dapat makan dan minum melalui oral. Syok. Kristaloid (jenis cairan pilihan diantaranya: ringer laktat dan ringer asetat terutama pada fase syok) Koloid (diindikasikan pada keadaan syok berulang atau syok berkepanjangan) Jumlah Cairan: Selama fase kritis pasien harus menerima sejumlah cairan rumatan ditambah defisit 5-8% atau setara dehidrasi sedang.
6

Jenis cairan pilihan:

Pasien dengan berat badan (BB) lebih dari 40kg, total cairan intravena setara dengan 2 kali rumatan. Pada pasien obesitas,perhitungkancairan intravena berdasar atas BB ideal. Pada kasus non syok BB < 15 kg 6-7 ml/kgBB/jam BB 15-40 kg 5 ml/kgBB/jam BB > 40 kg 3-4 ml/kgBB/jam

Tetesan:

Pada kasus DBD derajat III mulai dengan tetesan 10 ml/kgBB/jam. Pada kasus DBD derajat IV, untuk resusitasi diberikan cairan RL 10 ml/kgBB dengan tetesan lepas secepat mungkin (10-15 menit) kalau perlu dengan tekanan positif, sampai tekanan darah dan nadi dapat diukur, kemudian turunkan sampai 10 ml/kgBB/jam.

D. Pemantauan Pemantauan terhadap syok dilakukan dengan ketat selama 1-2 jam setelah resusitasi. Apabila pemberian cairan tidak dapat dikurangi menjadi 10 ml/kg/jam, oleh karena tanda vital tidak stabil (tekanan nadi sempit, nadi teraba cepat dan lemah), syok belum teratasi, maka segera diberikan cairan koloidal 10 ml/ kgBB/jam. Pada kasus-kasus dengan syok persisten, yang tidak bisa diatasi dengan pemberian cairan kristaloid maupun koloidal, maka perlu dicurigai adanya perdarahan internal. Untuk keadaan ini diberikan transfusi darah segar. Pada kasus-kasus DBD derajat IV (DSS) yang pada waktu masuk rumah sakit nilai awal hematokritnya rendah, dipikirkan kemungkinan perdarahan internal, sehingga pemantauan nilai Ht harus lebih sering. Apabila Ht tetap rendah, berikan transfusi darah segar, koreksi gangguan metabolit dan elektrolit, seperti hipoglikemia, hiponatremia, hipokalsemia dan asidosis. Apabila terjadi asidosis, cairan infus sebaiknya diberikan Ringer Acetate. Enam sampai 12 jam pertama setelah syok, tekanan darah dan nadi merupakan parameter penting untuk pemberian cairan selanjutnya. Akan tetapi kemudian, semua parameter sekaligus harus diperhatikan sebelum mengatur jumlah cairan yang akan diberikan. Parameter pemberian cairan yang harus diperhatikan adalah : - Kondisi klinis : penampilan umum, pengisian kapiler, nafsu makan dan kemampuan minum pasien.
7

- Tanda vital : Tekanan darah, suhu tubuh, frekuensi nafas. - Hematokrit. - jumlah urine Indikasi transfusi darah adalah : - Perdarahan saluran cerna berat (melena). - Kehilangan darah bermakna, yaitu > 10% volume darah total. (Total volume darah = 80 ml/kg). Berikan darah sesuai kebutuhan. Apabila packed red cell (PRC) tidak tersedia, dapat diberikan sediaan darah segar. - Pasien dengan perdarahan tersembunyi. Penurunan Ht dan tanda vital yang tidak stabil meski telah diberi cairan pengganti dengan volume yang cukup banyak, berikan sediaan darah segar 10 ml/kg/kali atau PRC 5 ml/kgBB/kali Indikasi transfusi trombosit adalah : Hanya diberikan pada perdarahan masif. Dosis: 0.2 /kgBB/dosis 3. Fase penyembuhan Setelah masa kritis terlampaui maka pasien akan masuk dalam fase maintenance/penyembuhan, pada saat ini akan ada ancaman timbul keadaan overload cairan. Sehingga pemberian cairan intravena harus diberikan dalam jumlah minimal hanya untuk memenuhi kebutuhan sirkulasi intra vaskuler, sebab apabila jumlah cairan yang diberikan berlebihan, akan menimbulkan kebocoran ke dalam rongga pleura, abdominal, dan paru yang akan menyebabkan distres pernafasan yang berakibat fatal. Secara umum, sebagian besar pasien DBD akan sembuh tanpa komplikasi dalam waktu 24-48 jam setelah syok. Indikasi pasien masuk ke dalam fase penyembuhan adalah : - Keadaan umum membaik. - Meningkatnya nafsu makan - Tanda vital stabil - Ht stabil dan menurun sampai 35-40%. - Diuresis cukup 4. Indikasi Pulang - 24 jam tidak pernah demam tanpa antipiretik - secara klinis tampak perbaikan - Nafsu makan baik - Nilai Ht stabil
8

- Tiga hari sesudah syok teratasi - Tidak ada sesak nafas atau takipnea - Trombosit 50.000/l. Pemeriksaan Penunjang. 1. Pemeriksaan Laboratori Pemeriksaan darah yang rutin dilakukan untuk menapis pasien tersangka demam dengue adalah melalui pemeriksaan kadar hemoglobin, kadar hematokrit, jumlah trombosit dan hapusan darah tepi untuk melihat adanya limfositosis relatif disertai gambaran limfosit plasma biru. Parameter laboratori yang dapat diperiksa: Leukosit: dapat normal atau menurun. Mulai hari ke-3 dapat ditemui limfositosis relatif (> 45% dari total leukosit) disertai adanya limfosit plasma biru (LPB) > 15% dari jumlah total leukosit yang pada fase syok akan meningkat. Trombosit: umumnya terdapat trombositopenia pada hari ke 3-8 akibat depresi sumsum tulang. Hematokrit: kebocoran plasma dibuktikan dengan ditemukannya peningkatan hematokrit 20% dari hematokrit awal. Sering ditemukan mulai hari ke-3. Hemostasis: dilakukan pemeriksaan PT, APTT, Fibrinogen, D-Dimer, atau FDP pada keadaan yang dicurigai terjadi perdarahan atau kelainan pembekuan darah. Imunoserologi ~ Pemeriksaan anti-dengue IgG, IgM IgM
+ + -

IgG
+ + -

Interpretasi
Infeksi primer Infeksi sekunder Riwayat terpapar/ dugaan infeksi

sekunder Bukan infeksi Flavivirus, ulang 3-5 hari bila curiga.

~ Uji HI: 1: 2560 Infeksi sekunder Flavivirus Protein/Albumin: dapat terjadi hipoproteinemia akibat kebocoran plasma. SGOT/SGPT dapat meningkat. Ureum, Kreatinin: dapat meningkat pada keadaan gagal ginjal akut. Gas darah: terdapat gangguan pada konsentrasi gas darah sesuai dengan keadaan pasien. Elektrolit: sebagai parameter pemberian cairan.
9

Golongan darah dan cross match: dilakukan sebelum tindakan tranfusi darah untuk keamanan pasien.

2. Pemeriksaan Radiologis Pemeriksaan foto roentgen dada, bisa didapatkan efusi pleura terutama pada hemitoraks kanan tetapi apabila terjadi perembesan plasma hebat, efusi dapat dijumpai pada kedua hemitoraks. Pemeriksaan foto dada sebaiknya dalam posisi lateral dekubitus kanan. Pemeriksaan foto dada dilakukan atas indikasi dalam keadaan klinis ragu-ragu dan pemantauan klinis, sebagai pedoman pemberian cairan. USG: untuk mendeteksi adanya asites dan juga efusi pleura.

Komplikasi. o Ensefalopati dengue, dapat terjadi pada DBD dengan syok ataupun tanpa syok. o Kelainan ginjal, akibat syok berkepanjangan dapat terjadi gagal ginjal akut. o Edema paru, seringkali terjadi akibat overloading cairan. Langkah Promotif / Preventif. Pencegahan /pemberantasan DBD dengan membasmi nyamuk dan sarangnya dengan melakukan tindakan 3M, yaitu: Menguras tempat-tempat penampungan air secara teratur seminggu sekali atau menaburkan bubuk larvasida (abate). Menutup rapat-rapat tempat penampungan air. Mengubur/menyingkirkan barang bekas yang dapat menampung air.

DAFTAR PUSTAKA

Depkes RI. 2005. Pedoman Tatalaksana Klinis Infeksi Dengue di Sarana Pelayanan Kesehatan. Jakarta: Direktorat Jenderal Pelayanan Medik. WHO Indonesia. 2008. Pedoman Pelayanan Kesehatan Anak Indonesia. Jakarta: Depkes RI. Hardiono, dkk. 2005. Standar Pelayanan Medis Kesehatan Anak.Ed.I. 2004. Jakarta: Badan Penerbit IDAI. di Rumah Sakit Rujukan Tingkat Pertama di Kabupaten/Kota. Alih bahasa: Tim Adaptasi

10

Nusirwan Acang. 2009. Pemberian Cairan Pada Demam Berdarah Dengue. Sub Bagian Petri, Bagian Ilmu Penyakit Dalam FK-Unand/RS Dr. M. Djamil Padang. Available from: http://papdiplg.multiply.com/journal (Accessed: 2010, Februari 16).

11

Anda mungkin juga menyukai