Anda di halaman 1dari 8

Bismillahirrahmanirrahiim.

Sudah dua pekan ini, tanggal 3 dan 10 Desember 2011, di sekolah berlangsung pelatihan pendidikan seks usia dini. Dengan target peserta pelatihan adalah siswasiswa kelas 4,5, dan 6 SD. Kelas itu dibagi menjadi beberapa kelompok, yang terpisah antara kelompok laki-laki dan perempuan. Sesudah itu masih dibagi lagi berdasarkan tingkat pemahaman anak. Pertemuan pertama : para kakak trainer mendekati dengan game, diskusi, dan cerita, untuk menggali seberapa banyak pengetahuan anak-anak mengenai pubertas, alat-alat reproduksi dan terutama mengenai pornografi. Pertemuan kedua : Berdasarkan hasil penemuan di sesi pertama, anak-anak kembali dibagi kelompoknya. Anak-anak yang sudah pada level 'advance' dibedakan dengan anak-anak level 'medium'. Hal ini dimaksudkan agar, anak-anak level medium tidak perlu ikut mendengar penjelasan yang diberikan untuk anak-anak level advance. Karena memberikan informasi berlebih yang tak perlu, terutama dalam ranah pendidikan seks ( terutama penjelasan mengenai aktivitas seksual dan pornografi) , bisa juga disamakan dengan salah memberikan informasi. Karena anak-anak yang sebelumnya tidak tahu akan penasaran. Dan manakala rasa penasarannya tidak dipenuhi, maka yang terjadi adalah dorongan untuk mencari tahu. Dan menurut para kakak trainer, ( terutama untuk pertanyaan-pertanyaan yang terkait dengan aktivitas seksual ), informasi yang diberikan bukanlah tentang cara melakukan. Tetapi lebih berupa penjelasan mengenai konsekuensi/ dampak yang akan dihadapi. Kedua pertemuan tersebut dilakukan di kelas-kelas. Dimana hanya ada para trainer dan anak-anak saja. Tidak ada orang tua dan bahkan gurupun tak boleh bergabung. Ini bertujuan agar anak-anak merasa nyaman dan akhirnya bebas mengungkapkan perasaannya. Dan satu hal yang memang dijanjikan oleh para kakak trainer adalah kerahasiaan hasil diskusi. Jika pada pertemuan pertama, dilakukan penggalian informasi. Maka pertemuan kedua berfokus untuk memberikan solusi terhadap informasi-informasi yang

diketahui oleh anak-anak. Mereka diperkenalkan tentang ciri-ciri pubertas. Dijelaskan mekanisme haid dan mimpi basah. Mengenai apa itu pelecehan seksual, dan apa perbedaan antara pelaku dan korban, serta apa yang harus dilakukan. Mengenai bahaya pornografi, dll.

Jika dua pertemuan ini berfokus pada anak-anak, lalu dimana peran orang tua dan guru ?

Maka akan diadakan sesi pelatihan khusus untuk orang tua SD 4,5 dan 6 serta para guru, untuk membahas hasil pelatihan pendidikan seks pada anak-anak. Nanti akan ada psikolog yang menjelaskan dan siap berdiskusi dengan para orang tua dan guru, mengenai hal-hal yang harus di 'follow up'. Benar-benar sebuah kesempatan yang sangat berharga. Dan jika kita benar-benar sayang sama anak, maka usahakan untuk meluangkan waktu untuk hadir dan belajar. InsyaAllah jadwal pertemuan akan diberitahukan selanjutnya. Yang benar-benar menjadi catatanku adalah : Para kakak trainer menjelaskan : " Hampir semua anak-anak sudah pernah bersinggungan dengan pornografi. Pasa awalnya dari ketidak sengajaan, untuk kemudian dari rasa ingin tahu dan akhirnya karena rasa candu. Lalu apa sajakah pintu masuk pornografi pada anak-anak ? > Komik ( Naruto, dll ) > Banyak sekali pornografi dengan wajah komik. > Game > Jika ortu memberi fasilitas gadget untuk game, maka seharusnya ortu mencoba terlebih dahulu game2 yang ada di gadget si anak. Karena banyak sekali game bertema anak-anak dengan susupan pornografi / kekerasan. > Film-film di bioskop > Yang ketika ditanyakan pada sang anak, " Dengan siapa nontonnya?" Lalu mereka menjawab : " Dengan Mama/ Ayah." (... Sigh* Andai saja para orang tua tahu kerusakan otak anak yang diakibatkan). > Internet ( Situs-situs yang diberi tahu teman, iklan pop up, atau ketidak sengajaan ketika sedang browsing mencari referensi untuk mengerjakan tuga ) > Itulah mengapa, pendampingan ortu/ guru ketika anak-anak berselancar di dunia maya itu mutlak.

Dan dimana mereka bisa memperoleh semua akses pornografi itu ? > Dari warnet-warnet yang dengan mudah dijumpai. > Dari fasilitas internet yang disediakan di rumah, namun tak ada pengawasan. > Dari gadget-gadget canggih yang dibelikan sendiri oleh ortunya. Hmmm memang suatu keputusan yang tepat, ketika melarang anak-anak membawa gadget ke sekolah. Karena kemarin, dihari Sabtu, ketika mereka rata-rata membawa gadget. Dengan alasan agar bisa menelpon untuk di jemput. Walau sebelum memulai pelatihan, semua gadget dikumpulkan dan diletakkan di kantor guru. Dan baru bisa diambil setelah pelatihan selesai. Dan ketika akhirnya pelatihan usai dan mereka bersiap pulang. Lalu gadget-gadget dibagikan dan apa yang terjadi ? Sambil berjalan mereka sibuk dengan gadgetnya. Ketika duduk, walau bersebelahan dengan teman-temannya, mereka tetap sibuk dengan gadgetnya. Ketika melewati guru, satpam dan orang-orang dewasa lainnya. Alih-alih menyapa dan salam, mereka tetap sibuk dengan gadgetnya. Benar-benar miris ! Mereka langsung terpisah dari dunia sekitar. Sangat berbeda dengan keseharian mereka di sekolah tanpa gadget ( yang tersimpan di saku / di tangan ). Mereka akan berbicara, bermain bersama, dan terhubung dengan sekitarnya. Tidak ada yang hanya menyendiri dan asyik di dunia lain. Dan yang perlu diperhatikan, tidak hanya anak-anak dari golongan menengah ke atas yang sudah terkoneksi dengan gadget. Anak-anak yang berada pada level menengah ke bawah, juga memiliki akses ke gadget-gadget canggih yang mampu menyimpan data dan mengakses internet.

Terlebih jika gadgetnya BB . Mereka bahkan punya grup sendiri.

Aku setuju saja kalau memang ada sisi positifnya, tapi apakah sisi positif itu benar benar ' worth it' ! Jika sebagai orang dewasa, akses kita terhadap gadget diseimbangkan dengan beban untuk mengeluarkan dana ketika membeli dan ketika membiayai pulsa bulanannya. Lalu penyeimbang apa yang dimiliki oleh anak-anak ? Sebagian besar dari mereka memperolehnya dengan gratis dan tak perlu pusing memikirkan biaya bulanannya ? Karena semua sudah dipenuhi oleh Mama dan Ayah. Ketika menemani seorang anak kemarin. Berjalan beriringan sementara ia sedang asyik dengan BB nya. Tiba-tiba ia berkata : " Hmmm kita punya grup di BB lho Bu. Khusus anak-anak aja. Tapi Bu, aku masa diancam lho di grup. Nih liat 'message'nya" Dan akupun melihat 'pesan ancaman' yang untungnya lebih mirip pesan protes. " Kamu sudah bilang sama guru kelasmu ?" " Belum sih Bu. Gak usahlah, cuma begini doang." " Well, OK kalau menurutmu belum jadi masalah. Tapi kalau nanti jadi cukup mengganggu, tolong diskusikan dengan guru kelasmu ya". " Iya Bu... Ok". Pelajaran : Manusia yang dewasa saja bisa menjadi sangat tidak bijaksana terhadap gadgetgadget yang dimilikinya. ( Liat berapa banyak yang tertipu, rumah tangga rusak, dll karena tidak bijaksana terhadap fasilitas ). Apalagi anak-anak yang dari segi otak, memang masih belum sempurna. Dan kita memberikan mereka gadget ! Sebagai orang tua yang memberikan fasilitas gadget, pernahkan meminta pertanggung jawaban anak terhadap gadget-gadget yang dimiliki ? Pernahkan memeriksa 'content' apa saja yang ada di hp anak ? Karena, bukan hanya akses pornografi yang semakin mudah diakses melalui gadget pribadi. Melainkan 'bullying' via dunia maya, yang umumnya tak bisa diketahui oleh orang tua dan oleh guru. So please be wise !

( Jangan hanya karena anak-anak orang lain punya gadget, maka anak-anak kitapun harus punya gadget. Dan jika memutuskan memberi fasilitas, maka harus siap juga merumuskan tanggung jawab dan batasan bagi anak.) Untuk melengkapi catatan minggu pagi ini, sengaja aku tambahkan artikel mengenai bahaya pornografi. Betapa pornografi di Indonesia sudah lebih parah daripada di Amerika serikat. Betapa pornografi jauh lebih merusak otak anak-anak dibanding narkoba. Bahaya Pornografi Bagi Generasi (Kategori Keluarga, Pedagogis, Pendidikan, Psikologi Penulis Hendriono Terbit Sabtu, Mei 14, 2011) Pemerintah setengah hati memberantas pornografi, meski ada tujuh dari sepuluh anak SD yang diteliti Yayasan Kita dan Buah Hati ternyata telah terpapar pornografi. Orang tua harus benar-benar menjaga buah hati, jangan sampai teracuni karena akibatnya fatal sekali. Bagaimana pencegahannya sejak dini? Apa pula yang harus dilakukan orang tua bila mendapati anaknya terpapar materi seksi? Temukan jawabannya dalam perbincangan wartawan Tabloid Media Umat Joko Prasetyo dengan psikolog senior Elly Risman Musa, Direktur Yayasan Kita dan Buah Hati. Berikut petikannya. TMU : Betulkah sekarang sudah darurat pornografi? ERM : Betul, ini darurat pornografi seperti yang sudah ditentukan oleh Komisi Perlindungan Anak Indonesia beberapa waktu lalu. TMU : Menurut Anda yang terkategori pornografi itu apa? ERM : Jangan menurut saya dulu ya. Menurut penelitian di Amerika saja yang dikenal sebagai negara yang sangat liberal, jika anak melihat iklan pakaian dalam saja itu sudah porno. Apalagi sekarang anak sudah melihat bagaimana bersetubuh dan bagaimana melakukannya. TMU : Apa dampaknya secara psikologis? ERM : Ada gangguan di otaknya, tapi ini berproses, ada tahapan-tahapannya. Kalau bagian otak yang rusak yang bagian pengambilan keputusan rusak, merencanakan rusak, tidak bisa menunda kepuasan, tidak bisa bikin perencanaan, tidak tahu konsekuensi, gimana anak nanti?

TMU : Maksudnya? ERM : Pornografi itu merusak otak dan otak yang dirusak itu sangat vital untuk mengambil keputusan, membuat perencanaan, tempat dibuatnya nilai-nilai, moral, dan lain sebagainya. TMU : Gangguan otak di sebelah mana itu? ERM : Ubun-ubun (preprontal cortex), bagian di otak yang berfungsi mengambil keputusan. Itu yang membedakan kita dengan binatang. Ya itulah efek pornografi sangat berbahaya lebih berbahaya daripada teror bom. Karena kecenderungan dan perilaku anak jadi rusak semuanya. TMU : Kalau dibanding dengan narkoba? ERM : Tetap lebih berbahaya pornografi karena kerusakan otaknya sampai lima bagian. Kalau narkoba tiga bagian saja. TMU : Berapa banyak remaja yang terpapar pornografi? ERM : Belum ada hitungan yang pasti.Tapi yang jelas sangat banyak. Banyak sekali. Bahkan sekarang sudah banyak sekali anak SD yang terpapar pornografi, kalau anak SMP atau SMA sudah tidak perlu ditanya lagi, anak SD saja sudah begitu, apalagi seniornya. Tahun lalu saja, berdasarkan temuan Yayasan Kita dan Buah Hati, sekitar 67 persen dari sekitar 2.800 anak kelas 4-6 SD sudah pernah melihat materi pornografi. TMU : Lewat media apa saja mereka melihatnya? ERM : Ya lewat media yang ada di sekitarnya, seperti komik, internet, game, film di televisi, majalah, koran dan hp. TMU : Mereka korban industri pornografi? ERM : Pastinya. Dalam buku The Drug of the New Millennium yang ditulis Mark B Kastleman diungkap bahwa film, VCD, dan komik porno dibuat secara berkala. Filmfilm tersebut dibuat dengan sangat murah dan menggunakan pemeran yang tidak dikenal. Kemudian dipasarkan di sini. Provider porno, situs porno, itu rapat setahun tiga kali, mengundang psikolog, memikirkan bagaimana marketingnya menyasar anak-anak yang belum baligh. Pornografi di internet, menurut Kastleman, memang benar-benar membuat perubahan otak dan perilaku anak secara radikal. Disadari atau tidak, anak dicuci otaknya. Ditanamkan keyakinan bahwa seks bebas itu menyenangkan. Seks bebas pun bisa menghasilkan uang. Kalau dibayar boleh disentuh, kalau bayarannya lebih besar boleh dicium, kalau bayarannya lebih besar lagi boleh ditiduri. Hal negatif dianggap positif. Emosi anak dibuat kacau.

TMU : Banyak anak ke warnet, apakah orang tuanya tidak mengetahui? ERM : Kebanyakan memang begitu. Karena banyak orang tua yang tidak mengerti ketika anak-anaknya yang masih kecil-kecil itu meminta uang Rp 1.500, Rp 2.000. Anak-anak itu terus urunan dengan teman-temannya pergi ke warnet. Coba sekalikali ke warnet, apa yang dilihat anak-anak? Begitu juga televisi. Orang tuanya senang anaknya tenang di depan televisi padahal besar kemungkinan terekspos pada pornografi. Aduh itu sinetron remaja itu banyak adegan ciumannya. Begitu juga film kartun, banyak mengekspos pornografi. Film kartun anak-anak saja, seperti Popeye dan Toni & Jerry tidak sepenuhnya aman, karena berbau pornografi dan kekerasan. Apalagi film yang dikategorikan film remaja. Jauh lebih parah! Dan lebih parahnya lagi orang tua menganggap nonton film-film seperti itu tidak berbahaya. Karena anak-anak tidak ngerti, orang tuanya tidak mengontrol karena tidak mengerti juga, maka terjadilah kerusakan yang maha luas itu. Karena kita tidak paham maka mengalami sindrom epidemi kerusakan otak. TMU : Apa tanda-tandanya bila anak terpapar pornografi? ERM : Perasaannya tidak karuan ya, gelisah. Tapi sayangnya, orang tua juga tidak mengerti jika anaknya tiba-tiba suka marah-marah dan uring-uringan. TMU : Mengapa bisa begitu? ERM : Ada hormon-hormon kenikmatan yang keluar dan berbagai hormon lainnya berlebihan keluarnya, karena si anak harus berkonsentrasi merasakan kenikmatan yang dirasakannya. Maka, dengan sendirinya otak anak akan menciut. Tidak sabar lagi ingin merasakan sensasi kenikmatan, bahkan dengan dosis yang lebih. TMU : Bagaimana upaya pemerintah untuk mengatasi itu ? ERM : Ya, setengah hati, tidak terlalu serius. Menurut saya, Indonesia terlalu sibuk dengan masalah lain, repot. Padahal untuk teroris saja yang angka korbannya jauh di bawah korban pornografi ada Densus 88-nya. Untuk narkoba yang merusak tiga bagian otak ada Badan Narkotika Nasional. Tapi buat pornografi? Padahal bagian otak yang dirusaknya jauh lebih banyak pornografi.

TMU : Bila orang tua mendapati anaknya terpapar materi pornografi? ERM : Tidak perlu marah-marah. Buat anak sadar bahwa itu berbahaya. Bujuk agar si anak tidak melihatnya Iagi. Terapi dengan sabar, ingatkan si anak bahwa Allah

SWT selalu melihat. Bina terus keimanannya. Untuk mengobatinya, tidak bisa tidak memang harus dengan membina keimanan. Ingat, baik anak maupun orang dewasa yang kecanduan pornografi itu sejatinya telah melanggar perintah Allah SWT. Dalam Al quran Allah dengan tegas mengatakan jaga pandanganmu dan jaga kemaluanmu. Baik anak maupun orang dewasa yang kecanduan pornografi otomatis telah melanggar perintah Allah. Perintah itu tidak boleh dilanggar. Karena konsekuensinya sangat berat di akhirat. Sebenarnya membina keimanan itujangan menunggu anak terpapar pornografi dulu. Jangan lupa tanamkan pula di benak anak, teknologi itu penting, dan jangan sampai gaptek. Tapi anak pun harus dipahamkan bahwa teknologi seperti hp, internet itu di samping bermanfaat, ada juga mudharatnya. Jadi terangkan kepada anak dengan bijak, apa saja yang boleh dan apa saja yang tidak boleh dilakukan dengan teknologi tersebut. Anak harus bisa memelihara pandangan. Anak harus tahu hukuman dan akibat dari membuka hal tersebut. Jadi, harus dibina sebelum anak kecanduan, sebab, jika sudah kena, maka susah sekali. Karena memang mencegah lebih baik daripada mengobati. TMU : Bagaimana orang tua mencegah anaknya terpapar pornografi? ERM : Orang tua harus tahu dulu, kebanyakan orangtua tidak tahu apa yang terjadi. Dia kasih anaknya hp, internet, tapi dianya juga tidak bisa menggunakan. Jadi orangtua harus melek teknologi dulu. Datanglah ke warnet, lihat anak-anak itu sedang ngapain, orang tua harus tahu juga. Jadi bagaimana ngelarang sementara orang tua tidak tahu. Para ustadz harus mengerti juga, anak-anak harus dibina. Keterangan: TMU = Tabloid Media Umat ERM = Elly Risman Musa Sumber : http://www.hendriono.web.id/2011/05/bahaya-pornografi-bagi-generasi.html

Anda mungkin juga menyukai