Anda di halaman 1dari 31

PRESENTASI KASUS

STRUMA NODUSA NON TOKSIK


Pembimbing:

Dr. Sahat Marbun, Sp.B

Penyusun: Anatasyalia (030.07.016)

KEPANITERAAN KLINIK ILMU BEDAH RUMAH SAKIT DAERAH KOJA PERIODE 26 DESEMBER 2011 4 MARET 2012 FAKULTAS KEDOKTERAAN UNIVERSITAS TRISAKTIBAB I STATUS PASIEN

I.

IDENTITAS PASIEN : S Suku Bangsa : Jawa

Nama Lengkap

_____________________________________________________________________________ _ Umur : 38 tahun Agama : Islam _____________________________________________________________________________ _Jenis Kelamin : perempuan Status Pernikahan : Menikah _____________________________________________________________________________ _Pekerjaan : Ibu rumah tangga Pendidikan terakhir : SMA _____________________________________________________________________________ _Alamat : Jl. Muara Baru Tanggal masuk RS :29 Desember 2011

I.

ANAMNESIS Anamnesa dilakukan secara autoanamnesa pada tanggal 30 Desember 2011

Keluhan utama : Benjolan dileher bagian depan sejak 10 tahun SMRS

Riwayat penyakit sekarang 10 tahun SMRS os mengaku timbul benjolan dileher bagian depan, awalnya benjolan tersebur kecil sebesar kelereng dan semakin lama semakin membesar dan terlihat jelas sebesar telur ayam hingga saat ini. Keluhan lain jantung berdebar, keringat berlebih, tidak tahan ditempat panas atau dingin, berat badan turun atau, nafsu makan meningkat atau menurun, mudah marah, penglihatan kabur, penglihatan berbayang, gangguan buang air besar, gangguan menstruasi disangkal os. 7 tahun SMRS os berobat ke RSUD tarakan , dikatakan os menderita penyakit kelenjar tiroid, disarankan untuk dioperasi namun os menolak tindakan tersebut. Keluhan lain tidak ada.
2

2 bulan SMRS os dating ke poliklinik bedah RSUD Koja dengan keluhan benjolan dileher bagian depan yang semakin membesar, kira-kira sebesar telur ayam. Os mengaku nafsu makan biasa tiga kali sehari, berat badan stabil, buang air besar lancer, konsistensi padat, warna kuning kecoklatan, tidak berlendir, tidak ada darah, buang air kecil lancer, warna kuning jernih, tidak keruh, tidak ada darah, siklus haid teratur tiap bulan selama 5 hari. Keluhan lain demam, sakit kepala, mual, muntah, jantung berdebar, keringat berlebih, tidak tahan ditempat panas atau dingin, mudah marah, penglihatan kabur, penglihatan berbayang, aborstus kehamilan, disangkal os.

Riwayat penyakit dahulu Pasien tidakpernah mengalami hal seperti ini sebelumnya. Pasien mengaku tidak pernah operasi sebelumnya, tidak peranh dirawat di rumah sakit. Riwayat darah tinggi, kencing manis, dan sakit jantung tidak ada.

Riwayat penyakit keluarga Tidak ada keluarga pasien mengalami hal yang sama sperti os. tidak ada keluarga yang sakit darah tinggi, kencing manis, sakit jantung dan keganasan.

Riwayat kebiasaan Os mengaku mengkonsumsi garam beryodium, minum air sumber dari air keran yang dimasak, makan sayur dan buah-buahan. Os mengaku jarang berolahraga.

Riwayat lingkungan Tidak ada disekitar tempat tinggal os mengalami hal serupa.

II.

PEMERIKSAAN FISIK Keadaan umum Kesadaran Tanda vital : Tampak sakit ringan : Composmentis : Status gizi Berat badan Tinggi badan BMI : 50 kg : 152 cm : Tekanan darah Nadi Pernapasan Suhu : 110/70mmHg : 88x/menit : 18x/menit : 36,5C

STATUS GENERALIS Kepala : Normochepali, tidak ada deformitas Mata : Ketajaman visus normal 6/6, pupil isokor dengan diameter 3mm, conjungtiva anemis (-/-), sclera ikterik (-/-), reflex cahaya langsung (+/+), reflex cahaya tidak langsung (+/+), tidak terdapat adanya raccoon eye, gerak bola mata normal, exopthalmus (-). Leher Kelenjar getah bening tidak teraba membesar, kelenjar tiroid teraba membesar dan mengikuti pergerakan saat menelan. Paru-paru
4

Inspeksi

: Kanan Kiri

: Simetris dalam keadaan statis dan dinamis : Simetris dalam keadaan statis dan dinamis

Palpasi Perkusi Auskulatasi

: Vocal fremitus simetris kanan dan kiri : Sonor pada kedua lapang paru : Suara nafas vesicular, ronchi (-/-), wheezing (-/-)

Jantung Inspeksi Palpasi Perkusi : Tidak tampak pulsasi ictus cordis : Teraba ictus cordis pada sela iga V di linea midklavikula kiri : Batas kanan : sela iga V linea parasternalis kanan Batas kiri Batas atas Auskultasi : sela iga V, 1 cm sebelah medial linea midclavikula kiri : sela iga II linea parasternal kiri

: Bunyi jantung I-II regular, murmur(-), gallop (-)

Abdomen Inspeksi Palpasi : Simetris, datar, benjolan (-) : Dinding perut Hepar Lien Ginjal : supel, nyeri tekan epigastrium (-), nyeri lepas (-) : tidak teraba membesar : tidak teraba membesar : Ballotement (-)
5

Perkusi Auskultasi

: Timpani, shifting dullness (-), nyeri ketok CVA (-) : Bising usus (+) 3x/menit

Anggota Gerak Anggota gerak atas Otot Tonus Sendi Gerakan Kekuatan Tremor Oedem Petechiae normotonus normal aktif +5 (-) (-) (-) normotonus normal aktif +5 (-) (-) (-) Kanan Kiri

Anggota gerak bawah Otot Tonus Sendi Gerakan Kekuatan Oedem

Kanan

Kiri

normotonus normal aktif +5 (-)

normotonus normal aktif +5 (-)


6

Petechiae

(-)

(-)

Status lokalis : Regio Coli Anterior Inspeksi Tampak benjolan pada daerah coli anterior. Benjolan berbentuk bulat, berjumlah satu, warna seperti kulit disekitarnya, dan terlihat ikut bergerak ke atas saat pasien menelan. Pembesaran KGB (-), Jejas (-), Luka (-) Palpasi Teraba benjolan pada daerah coli anterior. Benjolan berbatas tegas superior, inferior, lateral dan medial. berbentuk bulat, berjumlah satu, berukuran 4 cm x 3cm x 2,5 cm, teraba kenyal, permukaan licin, dapat digerakan dari dasarnya dan kulit diatasnya, nyeri tekan (-), tidak teraba hangat dan teraba bergerak ke atas saat pasien menelan. Tidak teraba adanya pembesaran KGB. Auskultasi : Arterial Bruit (-)

III.

PEMERIKSAAN PENUNJANG Pemeriksaan Laboratorium Darah Tanggal 22 Desember 2011 Pemeriksaan Imunologi dan Alergi TIROID T3 total 2,31 0.92-2.33 Mmol/L
7

Hasil

Nilai normal

Satuan

T4 total HEMATOLOGI Hematologi lengkap Hemoglobin Leukosit Hematokrit Eritrosit MCV MCH MCHC Hitung jenis Basofil Eosinofil Batang Segmen Limfosit Monosit Trombosit LED RDW HEMOSTATIS

96.03

60-120

Mmol/L

10,3 8200 33 4.99 63 21 32

13.5-17.5 4.100-10.900 41-53 4.5-5.5 80-100 26-34 31-36

g/dL uL % Juta/uL fl pg g/dL

1 2 1 67 25 4 421000 47 18.8

0-2 0-5 2-6 47-80 13-40 2-11 140.000-440.000 <10 11.6-14.8

% % % % % % /uL mm/jam

Masa pembekuan Masa perdarahan KIMIA Diabetes Glukosa darah ELEKTROLIT Na K Cl

10.00 3.00

05-15 01-05

menit menit

90

<180

Mg/dL

145 3,39 110

135-147 3.5-5.0 96-108

Mmol/L Mmol/L Mmol/L

Tanggal 30 Desember 2011 Pemeriksaan HEMATOLOGI Hematologi lengkap Hemoglobin Leukosit Hematokrit Eritrosit MCV MCH 11,3 5000 34 4.21 80 27 34 13.5-17.5 4.100-10.900 41-53 4.5-5.5 80-100 26-34 31-36 g/dL uL % Juta/uL fl pg g/dL Hasil Nilai normal Satuan

MCHC Hitung jenis Basofil Eosinofil Batang Segmen Limfosit Monosit Trombosit LED RDW HEMOSTATIS Masa pembekuan Masa perdarahan APTT Masa protrombin/PT KIMIA Diabetes Glukosa darah ELEKTROLIT Na 141 135-147 meq/L
10

1 8 1 54 29 7 1 282.000 54 18.5

0-2 0-5 2-6 47-80 13-40 2-11 4-11 140.000-440.000 <10 11.6-14.8

% % % % % % % /uL mm/jam

13.30 4.0 37.6 15.5

05-15 01-05 27-42 12-19

menit menit detik detik

99

<180

Mg/dL

K Cl

3,27 111

3.5-5.0 96-108

meq/L meql/L

Tanggal 31 Desember 2011

Pemeriksaan Hormon dan Alergi TIROID T3 total T4 total 1.81 90.13

Hasil

Nilai normal

Satuan

0.92-2.33 60-120

Mmol/L Mmol/L

Pemeriksaan Radiologi Pada tanggal 22 Desember 2011 Hasil pemeriksaan: Cor : CTR < 50%

Pulmo : Corakan vascular meningkat Tak tampak bercak atau infiltrate Diagframa dan sinus normal Kesan : cor dan pulmonal dalam batas normal

Pemeriksaan Elektrokardiogram
11

Pada tanggal 23 November 2011

IV.

RESUME Ny. S usia 38 tahun datang dengan keluhan benjolan dileher bagian depan sejak 10 tahun SMRS. 7 tahun SMRS os berobat ke RSUD tarakan , dikatakan os menderita penyakit kelenjar tiroid, disarankan untuk dioperasi namun os menolak tindakan tersebut. Keluhan lain tidak ada. 2 bulan SMRS os dating ke poliklinik bedah RSUD Koja dengan keluhan benjolan dileher bagian depan yang semakin membesar, kira-kira sebesar telur ayam. Os mengaku nafsu makan biasa tiga kali sehari, berat badan stabil, buang air besar lancer, konsistensi padat, warna kuning kecoklatan, tidak berlendir, tidak ada darah, buang air kecil lancer, warna kuning jernih, tidak keruh, tidak ada darah, siklus haid teratur tiap bulan selama 5 hari. Pada pemeriksaan fisik tampak benjolan pada daerah coli anterior. Benjolan berbentuk bulat, berjumlah satu, warna seperti kulit disekitarnya, dan terlihat ikut bergerak ke atas saat pasien menelan, benjolan teraba pada daerah coli anterior, berbatas tegas superior, inferior, lateral dan medial. berbentuk bulat, berjumlah satu, berukuran 4 cm x 3cm x 2 cm, teraba kenyal, permukaan licin, dapat digerakan dari dasarnya dan kulit diatasnya. Pada pemeriksaan laboratorium darah didapatkan hasil Hb 10,3g/dl, leukosit 8.200, ht 33, trombosit 421000, T3 total 2,31 Mmol/L, T4 total 96.03 Mmol/L.

V.

Diagnosis Kerja
12

Struma nodusa non toksik bilateral VI. Pemeriksaan anjuran : a. Pemeriksaan Laboratorium : i. TSH Thyroid Scan Foto Leher AP Lateral Fine Needle Aspiration Biopsy (FNAB)

VII.

Penatalaksanaan: Konservatif : Edukasi : o Mengubah perilaku makan dengan mengkonsumsi garam yodium o Mengkonsumsi makanan yang merupakan sumber yodium Operatif : Subtotal tiroidektomi

VIII.

Prognosis Ad vitam Ad fungsionam Ad sanationam : dubia ad bonam : dubia ad bonam : dubia ad bonam
13

BAB II KELENJAR TIROID

A. Anatomi Kelenjar Tiroid

14

Kelenjar tiroid/gondok terletak di bagian bawah leher, kelenjar ini memiliki dua bagian lobus yang dihubungkan oleh ismus yang masing-masing berbetuk lonjong berukuran panjang 2,5-5 cm, lebar 1,5 cm, tebal 1-1,5 cm dan berkisar 10-20 gram. Kelenjar tiroid melekat pada trakea, melingkarinya 2/3 lingkaran. Keempat kelenjar paratiroid umumnya terletak pada permukaan belakang kelenjar tiroid Kelenjar tiroid sangat penting untuk mengatur metabolisme dan bertanggung jawab atas normalnya kerja setiap sel tubuh. Kelenjar ini memproduksi hormon tiroksin (T4) dan triiodotironin (T3) dan menyalurkan hormon tersebut ke dalam aliran darah. Terdapat 4 atom yodium di setiap molekul T4 dan 3 atom yodium pada setiap molekul T3. Hormon tersebut dikendalikan oleh kadar hormon perangsang tiroid TSH ( thyroid stimulating hormone) yang dihasilkan oleh lobus anterior kelenjar hipofisis. Yodium adalah bahan dasar pembentukan hormon T3 dan T4 yang diperoleh dari makanan dan minuman yang mengandung yodium.

15

Gambar Kelenjar Tiroid

B. Embriologi Kelenjar Tiroid Kelenjar tiroid berkembang dari endoderm yang berasal dari sulcus pharyngeus pertama dan kedua yang terletak pada garis tengah. Pada tempat pembentukan tersebut akan menjadi foramen sekum di pangkal lidah. Bagian ini akan membesar dan turun ke leher sampai setinggi cincin trakea kedua dan ketiga yang kemudian membentuk dua lobi. Saluran pada struktur endodermal ini tetap ada dan menjadi duktus tiroglosus atau lebih sering obliterasi menjadi lobus piramidalis kelenjar tiroid. Kelenjar tiroid janin secara fungsional mulai mandiri pada minggu ke-12 masa kehidupan intrauterin. C. Fisiologi Kelenjar Tiroid Fungsi kelenjar tiroid adalah memproduksi hormon tiroid (T4 dan T3) yang memiliki efek pada pertumbuhan sel, perkembangan dan metabolisme energi. Selain itu hormon tiroid mempengaruhi pertumbuhan pematangan jaringan tubuh dan energi, mengatur kecepatan metabolisme tubuh dan reaksi metabolik, menambah sintesis asam ribonukleat (RNA), menambah produksi panas, absorpsi intestinal terhadap glukosa, merangsang pertumbuhan somatis dan berperan dalam perkembangan normal sistem saraf pusat. Tidak adanya hormon-hormon ini, membuat retardasi mental dan kematangan neurologik timbul pada saat lahir dan bayi. Selain itu tiroid juga menghasilkan kalsitonin
16

yang berfungsi mengatur metabolisme kalsium darah, yang menurunkan kadar kalsium, melalui pengaruhnya terhadap tulang. Sekresi hormon tiroid dikendalikan oleh kadar hormon perangsang tiroid (Thyroid Stimulating Hormone, TSH) yang dihasilkan oleh lobus anterior kelenjar hipofisis. Kelenjar ini secara langsung dipengaruhi dan diatur aktivitasnya oleh kadar hormon tiroid dalam sirkulasi, yang bertindak sebagai umpan balik negatif terhadap lobus anterior hipofisis dan terhadap sekresi hormon pelepas tirotropin (Thyrotropine Releasing Hormone, TRH) dari hipotalamus. Biosintesis hormon tiroid merupakan suatu urutan proses yang diatur enzimenzim tertentu. Prosesnya adalah sebagai berikut : 1. Penangkapan iodide Penangkapan iodide oleh sel-sel folikel tiroid merupakan suatu proses aktif yang membutuhkan energi. Energi ini didapatkan dari metabolisme oksidatif dalam kelenjar. Iodide yang tersedia sebagai bahan baku berasal dari makanan, air, iodide yang dilepaskan pada de-ionisasi hormon tiroid. Tiroid mengambil dan mengkonsentrasikannya hingga 30-40 kali kadarnya dalam plasma. 2. Oksidasi iodide menjadi iodium Proses ini dikatalisir oleh enzim iodide peroksidase 3. Organifikasi iodium menjadi mono-iodotirosin dan di-iodotirosin Pada proses ini iodium digabungkan dengan molekul tirosin sehingga menjadi MIT dan DIT. Proses ini terjadi pada interfase sel koloid. 4. Proses penggabungan precursor yang teriodinasi, dan 5. Penyimpanannya Senyawa yang terbentuk, MIT dan DIT kemudian digabungkan sbb : DIT + DIT T4 (Tiroksin) MIT + MIT T3 (Tri-iodotiroksin) Kedua proses ini berlangsung dalam tiroglobulin di dalam koloid 6. Pelepasan hormon Pelepasan hormon dari tempat penyimpanannya terjadi dengan masuknya tetes koloid ke dalam sel-sel folikel dengan proses yang disebut pinositosis. Di dalam sel-sel ini tiroglobulin dihidrolisis dan hormon dilepaskan dalam sirkulasi.
17

Di dalam plasma transport dari hampir semua tiroksin dilakukan dalam ikatan dengan protein yang disebut Thyroxine-binding proteins (TBP) yaitu Thyroxinebinding globulin (TBG) dan Thyroxine-binding prealbumin (TBPA). Jika terlalu banyak tiroksin di dalam darah kapasitas mengikat dari specific carrier proteins ini dilampaui maka kelebihan tiroksin yang bebas ini akan terikat kepada serum albumin. Perubahan konsentrasi TBG juga dapat menyebabkan perubahan kadar tiroksin total yang beredar. Peningkatan TBG, seperti pada kehamilan, pemakaian pil kontrasepsi dapat mengakibatkan peningkatan kadar tiroksin yang terikat pada protein. Sebaliknya, penurunan TBG pada penyakit hati kronik, penyakit sistemik berat, sindroma nefrotik dan pemberian glukokortikoid dosis tinggi dapat menyebabkan penurunan kadar tiroksin yang terikat pada protein. Kira-kira 0,05% dari tiroksin di dalam plasma adalah dalam keadaan bebas dan terikat. Tiroksin bebas ini dianggap sebagai hormon yang paling aktif untuk metabolisme. Kira-kira 80% dari iodine organis yang diekskresi oleh tiroid adalah tiroksin (T4) dan 20% sebagai tri-iodothironine (T3). T3 dianggap kira-kira 2x lebih aktif dari T4 dan aksi dari T3 juga lebih cepat dari T4. Diperkirakan bahwa hal ini disebabkan oleh karena T3 tidak begitu erat ikatannya kepada serum protein. Perubahan nutrisi seperti pada waktu puasa atau pada waktu diet tanpa karbohidrat dan protein, dapat juga menurunkan jumlah tiroksin yang teriosinasi menjadi tri-iodotironin (T3), dan meningkatkan jumlah tiroksin yang diubah menjadi revers tri-iodotironin (RT3) yang secara metabolik kurang aktif.

BAB III STRUMA NODOSA NON-TOKSIK

I.

Definisi
18

Struma non toksik adalah pembesaran kelenjar tiroid pada pasien eutiroid, tidak berhubungan dengan neoplastik atau proses inflamasi. Dapat difus dan simetri atau nodular. Dapat difus dan simtris atau nodular. Apabila dalam pemeriksaan kelenjar tiroid teraba suatu nodul, maka pembesaran ini disebut struma nodusa. Struma nodusa tanpa disertai tanda-tanda hipertiroidisme disebut struma nodusa nontoksik. Struma nodusa atau adenomatosa terutama ditemukan di daerah pegunugnan karena defisiensi iodium. Biasanya tiroid sudah mulai membesar pada usia muda dan berkembang menjadi multinodular pada saat dewasa. Struma multinodusa terajdi pada wanita usia lanjut dan perubahan yang terdapat pada kelenjar berupa hiperplasi sampai bentuk involusi. Kebanyakan penderita struma nodusa tidak mengalami keluhan karena tidak ada hipotiroidisme atau hipertiroidisme, nodul mungkin tunggal tetapi kebanyakan berkembang menjadi multinoduler yang tidak berfungsi. Degenerasi jaringan menyebabkan kista atau adenoma. Karena pertumbuhannya sering berangsur-angsur, struma dapat menjadi besar tanpa gejala kecuali benjolan di leher. Walaupun sebagian struma nodusa tidak mengganggu pernapasan karena menonjol kedepan, sebagian lain dapat menyebabkan penyempitan trakea jika pembesarannya bilateral. Gradasi Perez 1973 Derajat 0 : tidak teraba pada pemeriksaan

Derajat 0a : tidak terlihat atau teraba tidak besar dari ukuran normal. Derajat 0b: jelas teraba lebih besar dari normal, tetapi tidak terlihat bila kepala ditegakkan. II. Derajat I Derajat II Derajat III : teraba pada pemeriksaan, terlihat hanya kalau kepala ditegakkan : mudah terlihat pada posisi kepala normal : terlihat pada jarak jauh

Epidemiologi

19

Lebih dari 2.2 milyar orang di seluruh dunia mengalami keadaan kelainan defisiensi iodium. Dua puluh sembilan persen dari populasi di seluruh dunia tinggal di daerah yang mengalami defisiensi iodium (terutama di Asia, Amerika Latin, central Africa, and beberapa daerah di Eropa). Dari mereka yang memiliki risiko, 655 juta orang diketahui mengalami struma. Prevelansi dari struma dapat diperkirakan berdasarkan intake iodium pada suatu populasi. Seperti yang dilaporkan oleh WHO, UNICEF, dan ICCIDD, keadaan tidak ada defisiensi iodium (contoh : rata-rata ioudium dalam urin > 100mg/dL) berhubungan dengan prevalensi goiter kurang dari 5%. Defisiensi iodium ringan (rata-rata iodium dalam urine 50-99mg/dL), dengan prevalensi kejadian 5-20%. Defisiensi iodium sedang (rata-rata iodium dalam urine (20-49 mg/dL), dengan prvalensi 20-30%, dan defisiensi iodium berat (rata-rata iodium dalam urin < 20 mg/dL), dengan prevalensi kemungkinan kejadian struma > 30%) III. Etiologi Penyebab terbanyak dari struma non toksik adalah kekurangan iodium. Akan tetapi pasien dengan pembentukan struma yang sporadis, penyebabnya belum diketahui. Struma non toksik disebabkan oleh beberapa hal, yaitu : 1. Kekurangan iodium: Pembentukan struma terjadi pada defisiensi sedang iodium yang kurang dari 50 mcg/d. Sedangkan defisiensi berat iodium adalah kurang dari 25 mcg/d dihubungkan dengan hipotiroidisme dan kreatinisme. 2. 3.

Kelebihan iodium: jarang dan pada umumnya terjadi pada preexisting penyakit tiroid autoimun Goitrogen : Obat : Propylthiouracil, litium, phenylbutazone, amino-glutethimide, expectorants yang mengandung iodium

Agen lingkungan : Phenolic dan phthalate ester derivative dan resorcinol berasal dari tambang batu dan batubara.

20

Makanan, Sayur jenis Brassica (misalnya, kubis, lobak cina, brussels kecambah), padi-padian millet, singkong, dan goitrin dalam rumput liar. Dishormonogenesis: Kerusakan dalam jalur biosintesis hormon kelejar tiroid Riwayat radiasi kepala dan leher : Riwayat radiasi selama masa kanak-kanak

4. 5.

mengakibatkan nodul benigna dan maligna. Pada beberapa penderita struma nodosa, di dalam kelenjar tiroid timbul kelainan pada sistem enzim yang dibutuhkan untuk pembentukan hormon tiroid. Di antara kelainan-kelainan yang dapat dijumpai adalah: 1. Defisiensi mekanisme pengikatan iodida, sehingga iodium dipompakan ke dalam sel jumlahnya tidak adekuat. 2. Defisiensi sistem peroksidase, di mana iodida tidak dioksidasi menjadi iodium. 3. Defisiensi penggandengan tirosin teriodinasi di dalam molekul tiroglobulin, sehingga bentuk akhir dari hormon tiroid tidak terbentuk. 4. Defisiensi enzim deiodinase, yang mencegah pulihnya iodium dari tirosin teriodinasi, yang tidak mengalami penggandengan untuk membentuk hormon tiroid, sehingga menyebabkan defisiensi iodium.

IV.

Patofisiologi
Zat

Hipothalam us TRH

Kekurangan Kelainan Metabolik Proses

Hipofisis Anterior TSH Sirkulasi T3 dan T4 21

Gangguan Tiroid Neoplasma/Tum or Tiroglobuli n

Iodium merupakan semua bahan utama yang dibutuhkan tubuh untuk pembentukan hormon tyroid. Bahan yang mengandung iodium diseirap usus, masuk ke dalam sirkulasi darah dan ditangkap paling banyak oleh kelenjar tyroid.. Dalam kelenjar, iodium dioksida menjadi bentuk yang aktif yang distimuler oleh Tiroid Stimulating Hormon kemudian disatukan menjadi molekul tiroksin yang terjadi pada fase sel koloid. Senyawa yang terbentuk dalam molekul diyodotironin membentuk tiroksin (T4) dan molekul yoditironin (T3). Akibat kekurangan yodium yang dapat menghambat pembentukan hormon tiroid oleh kelenjar tiroid sehingga terjadi pula penghambatan dalam pembentukan TSH oleh hipofisis anterior. Hal tersebut memungkinkan hipofisis mensekresikan TSH dalam jumlah yang berlebihan. TSH kemudian menyebabkan sel-sel tiroid mensekresikan tiroglobulin dalam jumlah yang besar (kolid) ke dalam folikel, dan kelenjar tumbuh makin lama makin bertambah besar. Akibat kekurangan yodium maka tidak terjadi peningkatan pembentukan T4 dan T3, ukuran folikel menjadi lebih besar dan kelenjar tiroid dapat bertambah berat sekitar 300-500 gram. Selain itu struma dapat disebabkan kelainan metabolik kongenital yang menghambat sintesa hormon tiroid, penghambatan sintesa hormon oleh zat kimia (goitrogenic agent), proses peradangan atau gangguan autoimun seperti penyakit Graves. Pembesaran yang didasari oleh suatu tumor atau neoplasma dan penghambatan sintesa hormon tiroid oleh obatobatan misalnya thiocarbamide, sulfonylurea dan litium, gangguan metabolik misalnya struma kolid dan struma non toksik (struma endemik). V. Gejala Klinis

22

Kebanyakan penderita tidak mengalami keluhan karena tidak ada hipotiroidisme atau hipertiroidisme, penderita datang berobat karena keluhan kosmetik atau ketakutan akan keganasan. Namun sebagian pasien mengeluh adanya gejala mekanis yaitu : VI. Penekanan pada esofagus (disfagia) Penekanan pada trakea (sesak napas) Penekanan pada nervus laryngeus reccurens (suara serak) Biasanya tidak disertai rasa nyeri kecuali bila timbul perdarahan di dalam nodul DIAGNOSIS 1. Anamnesis Pada umumnya struma nodosa non toksik tidak mengalami keluhan karena tidak ada hipotiroidisme dan hipertiroidisme. Biasanya tiroid mulai membesar pada usia muda dan berkembang menjadi multinodular pada saat dewasa.karena pertumbuhannya berangsur-angsurm struma dapat menjadi besar tanpa gejala kecuali benjolan di leher. Sebagian besar penderita dengan struma nodosa dapat hidup tanpa keluhan, Walaupun sebagian struma nodosa tidak mengganggu pernapasan karena menonjol kedepan, sebagian lain dapat menyebabkan penyempitan trakea bila pembesarannya bilateral. Struma nodosa unilateral dapat menyebabkan pendorongan sampai jauh ke arah kontra lateral. Pendongoran demikian mungkin tidak mengakibatkan gangguan pernafasan, penyempitan yang berarti menyebabkan gangguan pernafasan sampai akhirnya terajdi dispnea dengan stridor inspiratoar. Keluhan yang ada adalah rasa berat dileher. Sewaktu menelan trakea naik untuk menutup laring dan epiglottis sehingga terasa berat karena terfiksasi pada trakea. Untuk menentukan pasien adalah eutiroid atau hipertiroid digunakan indeks diagnostic klinik dari Wayne atau indeks New Castle. Gejala subjektif Dispneu d effort Palpitasi Angka +1 +2 Gejala objektif Tiroid teraba Bruit Ada +3 Tidak -3 -2
23

diatas +2

systole Capai/lelah Suka panas Suka dingin Keringat banyak Nervous Tangan basah Tangan panas Nafsu makan Nafsu makan BB BB Fibrilasi atrium Jumlah 2. Pemeriksaan Fisik 1) Inspeksi Pemeriksa berada di depan penderita. Penderita posisi duduk dengan kepala sedikit fleksi atau leher terbuka sedikit hiperekstensi agar m. sternokleidomastoideus relaksasi sehingga tumor tiroid mudah dievaluasi. Apabila terdapat pembengkakan atau nodul, perlu diperhatikan beberapa komponen berikut Lokasi : lobus kanan, lobus kiri, ismus Ukuran : besar/kecil, permukaan rata/noduler +2 -5 +5 +3 +2 +1 -1 +3 -3 -3 +3 +3 > 19 hipertiroid Eksoftalmus Lid retraksi Lid lag Hiperkinesis Tangan panas Nadi <80x/m 80-90x/m >90x/m < 11 eutiroid 11-18 normal +3 -3 +2 +2 +1 +4 +2 -2 -2

Jumlah : uninodusa atau multinodusa Bentuk : apakah difus (leher terlihat bengkak) ataukah berupa noduler local Gerakan : pasien diminta untuk menelan, apakah pembengkakannya ikut bergerak
24

Pulsasi : bila nampak adanya pulsasi pada permukaan pembengkakan.

2) Palpasi Pasien diminta untuk duduk, leher dalam posisi fleksi, pemeriksa berdiri di belakang pasien dan meraba tiroid dengan menggunakan kedua tangan. Beberapa hal yang perlu dinilai pada pemeriksaan palpasi : Perluasan dan tepi Gerakan saat menelan, apakah batas bawah dapat diraba atau tidak dapat diraba trachea dan kelenjarnya. Konsistensi, temperatur, permukaan, dan adanya nyeri tekan Hubungan dengan m. sternocleidomastoideus (tiroid letaknya lebih dalam daripada musculus ini. Limfonodi dan jaringan sekitar

3) Auskultasi Pada auskultasi perlu diperhatikan adanya bising tiroid yang menunjukkan adanya hipertiroid. PEMERIKSAAN PENUNJANG Pemeriksaan laboratorium
25

a) Pemeriksaan untuk mengukur fungsi tiroid Pemeriksaan hormone tiroid dan TSH paling sering menggunakan radioimmuno-assay (RIA) dan cara enzyme-linked immune-asay (ELISA) dalam serum atau plasma darah. Pemeriksaan T4 total dikerjakan pada semua penderita penyakit tiroid, kadar normal pada orang dewasa 60-150 nmol/L atau 50-120 ng/dL; T3 sangat membantu untuk hipertiroidisme, kadar normal pada orang dewasa antara 1,0-2,6 nmol/L atau 0,65-1,7 ng/dL; TSH sangat membantu untuk mengetahui hipotiroidisme primer dimana basal TSH meningkat 6mU/L. Kadangkadang meningkat samapi 3 kali normal. b) Pemeriksaan untuk menunjukkan penyebab gangguan tiroid Antibody terhadap macam-macam antigen tiroid ditemukan pada serum penderita dengan penyakit tiroid autoimun.

Antibody triglobulin Pada pemeriksaan ini yang diukur adalah peningkatan tiroglobulin (Tg) serum. Kadar Tg serum normal antara 1,5-3,0ng/mL, pada kelainan jinak rata-rata 323ng/ml, dan pada keganasan rata-rata 424ng/ml.

Antibodi mikrosomal Antibodi antigen koloid ke dua (CA2 antibodies) Antibodi permukaan sel (cell surface antibody) Thyroid stimulating hormone antibody (TSA)

Pemeriksaan Radiologi Pemeriksaan radiologi dengan foto rontgen dapat memperjelas adanya deviasi trakea, atau pembesaran struma retrosternal yang pada umumnya secara klinis pun sudah bisa diduga, foto rontgen leher (posisi AP dan Lateral diperlukan untuk evaluasi kondisi jalan nafas berhubungan dengan intubasi anestesinya, bahkan tidak jarang untuk konfirmasi fiagnostik tersebut sampai memerlukan CT-scan leher.
26

Pemeriksaan USG Dilakukan untuk mendeteksi nodul yang kecil atau nodul di posterior yang secara klinis belum dapat dipalpasi. Di samping itu, dapat dipakai untuk membedakan nodul yang padat atau kistik serta dapat dimanfaatkan untuk penuntun dalam tindakan biopsy aspirasi jarum halus. Pemeriksaan Scanning tiroid (pemeriksaan sidik tiroid) Memakai uptake I131 yang didistribusikan ke tiroid untuk menentukan fungsi tiroid. Normalnya uptake 15-40 % dalam 24 jam. Bila uptake > normal disebut hot area, sedangkan jika uptake < normal disebut cold area (pada neoplasma). Pemeriksaan biopsi aspirasi jarum halus (Fine Needle Aspiration / FNA) Pemeriksaan sitologi nodul tiroid diperoleh dengan aspirasi jarum halus. Cara pemeriksaan ini berguna untuk menetapkan diagnosis suspek maligna ataupun benigna. PENATALAKSANAAN 1. Konservatif/medikamentosa a. Indikasi : Usia tua Pasien sangat awal Rekurensi pasca bedah Pada persiapan operasi Struma residif Pada kehamilan, misalnya pada trimester ke-3

b. Struma non toksik : iodium, ekstrak tiroid 20-30 mg/dl c. Struma toksik : Bed rest PTU 100-200 mg (propilthiouracil) Merupakan obat anti-tiroid, dimana bekerjanya dengan prevensi pada sintesis dan akhir dari tiroksin. Obat ini bekerja mencegah
27

produksi tiroksin (T4). Diberikan dosis 3x 100 mg/hari tiap 8 jam sampai tercapai eutiroid. Bila menjadi eutiroid dilanjutkan dengan dosis maintenance 2 x 5 mg/hari selama 12-18 bulan. Lugol 5 10 tetes Obat ini membantu mengubah menjadi tiroksin dan mengurangi vaskularisasi serta kerapuhan kelenjar tiroid. Digunakan 10-21 hari sebelum operasi. Namun sekarang tidak digunakan lagi, oleh karena propanolol lebih baik dalam mengurangi vaskularisasi dan kerapuhan kelenjar. Dosis 3 x 5-10 mg/hari selama 14 hari. 2. Radioterapi Menggunakan I131, biasanya diberikan pada pasien yang telah diterapi dengan obat anti-tiroid dan telah menjadi eutiroid. Indikasi radioterapi adalah pasien pada awal penyakit atau pasien dengan resiko tinggi untuk operasi dan untuk pasien dengan hipotiroid rekuren. Radioterapi merupakan kontraindikasi bagi wanita hamil dan anak-anak. 3. Operatif a. Isthmulobectomy , mengangkat isthmus b. Lobectomy, mengangkat satu lobus, bila subtotal sisa 3 gram c. Tiroidectomi total, semua kelenjar tiroid diangkat d. Tiroidectomy subtotal bilateral, mengangkat sebagian lobus kanan dan sebagiankiri. e. Near total tiroidectomi, isthmulobectomy dextra dan lobectomy subtotal sinistra dan sebaliknya. f. RND (Radical Neck Dissection), mengangkat seluruh jaringan limfoid pada leher sisi yang bersangkutan dengan menyertakan n. accessories, v. jugularis eksterna dan interna, m. sternocleidomastoideus dan m. omohyoideus serta kelenjar ludah submandibularis. Operasi/Pembedahan Pembedahan menghasilkan hipotiroidisme permanen yang kurang sering dibandingkan dengan yodium radioaktif. Terapi ini tepat untuk para pasien hipotiroidisme yang tidak mau mempertimbangkan yodium radioaktif dan tidak
28

dapat diterapi dengan obat-obat anti tiroid. Reaksi-reaksi yang merugikan yang dialami dan untuk pasien hamil dengan tirotoksikosis parah atau kekambuhan. Pada wanita hamil atau wanita yang menggunakan kontrasepsi hormonal (suntik atau pil KB), kadar hormon tiroid total tampak meningkat. Hal ini disebabkan makin banyak tiroid yang terikat oleh protein maka perlu dilakukan pemeriksaan kadar T4 sehingga dapat diketahui keadaan fungsi tiroid. Pembedahan dengan mengangkat sebagian besar kelenjar tiroid, sebelum pembedahan tidak perlu pengobatan dan sesudah pembedahan akan dirawat sekitar 3 hari. Kemudian diberikan obat tiroksin karena jaringan tiroid yang tersisa mungkin tidak cukup memproduksi hormon dalam jumlah yang adekuat dan pemeriksaan laboratorium untuk menentukan struma dilakukan 3-4 minggu setelah tindakan pembedahan. Yodium Radioaktif Yodium radioaktif memberikan radiasi dengan dosis yang tinggi pada kelenjar tiroid sehingga menghasilkan ablasi jaringan. Pasien yang tidak mau dioperasi maka pemberian yodium radioaktif dapat mengurangi gondok sekitar 50 %. Yodium radioaktif tersebut berkumpul dalam kelenjar tiroid sehingga memperkecil penyinaran terhadap jaringan tubuh lainnya. Terapi ini tidak meningkatkan resiko kanker, leukimia, atau kelainan genetik35 Yodium radioaktif diberikan dalam bentuk kapsul atau cairan yang harus diminum di rumah sakit, obat ini ini biasanya diberikan empat minggu setelah operasi, sebelum pemberian obat tiroksin. Pemberian Tiroksin dan obat Anti-Tiroid Tiroksin digunakan untuk menyusutkan ukuran struma, selama ini diyakini bahwa pertumbuhan sel kanker tiroid dipengaruhi hormon TSH. Oleh karena itu untuk menekan TSH serendah mungkin diberikan hormon tiroksin (T4) ini juga diberikan untuk mengatasi hipotiroidisme yang terjadi sesudah operasi pengangkatan kelenjar tiroid. Obat anti-tiroid (tionamid) yang digunakan saat ini adalah propiltiourasil (PTU) dan metimasol/karbimasol.

29

DAFTAR PUSTAKA

1. Silbernagi , Steven. Teks dan Atlas Berwarna Patofisiologi. Edisi 1. Jakarta : EGC ; 2007 2. Thyroid goiter. Available on : http://www.endocrineweb.com/conditions/thyroid/thyroidgoiter.accessed on july 1,2011
3.

Sherwood, Lauralee. Fisiologi Kedokteran : Dari Sel ke Sistem, 2nd ed. Jakarta : EGC ; 2001

4. Sabiston,david. Buku Ajar Bedah. Bagian 1: hal 415- 425. Jakarta : EGC ; 1995 5. Sudoyo, aru dkk. Ilmu Penyakit Dalam jilid lll. Edisi lV.Kelenjar tiroid, Hipotiroidisme, dan Hipertiroidisme. Hal 1933-1943. Jakarta ; EGC ; 2006
6. Struma. Available on : http://ababar.blogspot.com/2008/12/struma.html. accessed on july

2011. 7. Hypertiroidism. Available on : http://www.mayoclinic.com/health/hyperthyroidism/DS00344/DSECTION=symptoms. Accessed on july 2, 2011. 8. Struma NonToksik.Available on :


30

http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/20013/4/Chapter%20II.pdf. Accessed on july 2, 2011.

31

Anda mungkin juga menyukai