Anda di halaman 1dari 50

Disusun oleh : Dahvia Nursriyanti

PENDAHULUAN

PENDAHULUAN
Sinusitis adalah suatu peradangan pada sinus paranasal yang terjadi karena alergi atau infeksi virus, bakteri maupun jamur. Rinosinusitis adalah suatu peradangan pada mukosa hidung dan sinus paranasal. Sinusitis akut yang tidak ditangani dengan baik dapat berlanjut menjadi sinusitis kronik.

Sinusitis kronik dapat menjadi berbahaya karena menyebabkan komplikasi ke orbita dan intrakranial

ANATOMI

Hidung luar berbentuk piramid dengan bagianbagiannya dari atas ke bawah:


Pangkal hidung (root/radix) Dorsum nasi (bridge) Puncak hidung (apeks) Ala nasi Kolumela Lubang hidung (nares anterior)

Hidung luar dibentuk oleh tulang dan tulang rawan yang dilapisi oleh kulit, jaringan ikat dan beberapa otot yang berfungsi untuk melebarkan atau menyempitkan lubang hidung. 8 tulang kerangka terdiri dari: Sepasang os nasalis (tulang hidung) Prosesus frontalis os maksila Prosesus nasalis os frontalis

Sedangkan kerangka tulang rawan terdiri dari beberapa pasang tulang rawan yang terletak dibagian bawah hidung, yaitu: Sepasang kartilago nasalis lateralis superior Sepasang kartilago nasalis lateralis inferior (kartilago ala mayor) Beberapa pasang ala minor Tepi anterior kartilago septum nasi

Otot- otot hidung terdiri dari tiga kelompok, yaitu3: Kelompok Elevator: M. Proserus M. Levator labii superioris alaeque nasi Kelompok Depressor: M. Nasalis Transversus Kelompok Dilator: M. Dilator nares (anterior dan posterior)

Fungsi Hidung
RESPIRASI PENYARINGAN / PERTAHANAN KELEMBAPAN PENGHIDU / PENCIUMAN REFLEK NASAL

FUNGSI SINUS PARANASAL


Kondisi Udara Penahan Suhu Keseimbangan Kepala Resonansi Peredam Tekanan Udara Produksi Mukosa

SINUSITIS

DEFINISI
Suatu peradangan pada sinus paranasal yang terjadi karena alergi atau infeksi virus, bakteri maupun jamur.

ETIOLOGI
Penyakit sinusitis selalu dimulai dengan penyumbatan daerah kompleks osteomeatal, yang disebabkan oleh:
Infeksi bakteri Reaksi Alergi Trauma Kelainan kongenital Penjalaran infeksi gigi

EPIDEMOLOGI
Penyakit ini terjadi pada :
semua ras semua jenis kelamin semua kelompok umur Jarang menancam jiwa, tetapi dapat menimbulkan komplikasi ke orbita dan intrakranial

PATOFISIOLOGI
obstruksi drainase sinus
kerusakan path silia kuantitas dan kualitas mukosa

PATOFISIOLOGI
INFLAMASI KERUSAKAN MUKOSA & DISFUNGSI MUKOSILIAR

STAGNASI MUKOS + BAKTERI BERKOLONISASI

EDEMA MUKOSA

PENYEMPITAN / OBSTRUKSI JALUR OSTIUM SINUS

DRAINASE TERGANGGU

MANIFESTASI KLINIS

GEJALA SUBJECTIVE
Bervariasi dari ringan sampai berat, terdiri dari :

Gejala hidung dan nasofaring, berupa sekret pada hidung dan sekret pasca nasal (post nasal drip) Gejala telinga, berupa pendengaran terganggu oleh karena terjadinya sumbatan tuba eustachius Gejala laring dan faring, yaitu rasa tidak nyaman dan gatal di tenggorokan. Ada nyeri atau sakit kepala. Gejala mata, karena penjalaran infeksi melalui duktus nasolakrimalis. Gejala saluran nafas, berupa batuk dan komplikasi di paru berupa bronkhitis atau bronkhiektasis atau asma bronkhial. Gejala di saluran cerna, mukopus tertelan sehingga terjadi gastroenteritis.

GEJALA OBJECTIVE
International Conference on Sinus Disease 1995 membuat kriteria mayor & minor u/ mendiagnosa sinusitis kronis. Sinusitis didiagnosa apabila dijumpai :
2 atau lebih gejala mayor, atau 1 gejala mayor dan 2 gejala minor.

GEJALA MAYOR
Obstruksi hidung Sekret pada daerah hidung/ sekret belakang hidung (Postnasal drip) Sakit kepala Nyeri /rasa tertekan pada wajah Kelainan penciuman (Hiposmia / anosmia)

GEJALA MINOR
Demam Halitosis Batuk Iritabilitas

KLASIFIKASI

SINUSITIS AKUT
Akut hingga 4 minggu Sebab : Sumbatan ostium Predisposisi : Deviasi septum Benda asing Polip / tumor Alergi Polusi

SINUSITIS KRONIK

Berlangsung > 3 bulan


Merupakan lanjutan dari sinusitis akut yang tidak mendapatkan pengobatan adekuat Perubahan histologik mukosa sinus sudah ireversibel (sudah berubah menjadi jaringan granulasi atau polipoid)

DIAGNOSIS

DIAGNOSIS
Pemeriksaan rhinoskopi anterior dan posterior
Pemeriksaan penunjang yang sederhana bisa digunakan transluminasi

PEMERIKSAAN PENUNJANG

TRANSILUMINASI

FOTO WATERS

gambaran air fluid level

FOTO SPN 3 POSISI DAN ENDOSKOPI

PENATALAKSANAAN

PRINSIP PENATALAKSANAAN
Pengobatan Pencegahan infeksi Memperbaiki ostium Memperbaiki fungsi mukosiliar Menekan proses inflamasi pada mukosa saluran nafas Pada kasus-kasus kronis atau rekuren penting juga menyingkirkan faktor-faktor iritan lingkungan.

Sinusitis akut
Antibiotic selama 10-14 hari Antibiotic yang diberikan golongan penisilin Diberikan juga dekongestan local Boleh diberikan analgetik untuk menghilangkan rasa nyeri.

Sinusitis kronik
Antibiotik diberikan selama sekurangkurangnya 2 minggu Untuk sinusitis maksila dilakukan pungsi dan irigasi sinus Sinusitis etmoid, frontal atau sphenoid dilakukan tindakan pencucian proetz.

Gejala-gejala superfisial sinusitis, biasanya berupa pilek yang tak sembuh-sembuh, pada prinsipnya dapat dikurangi dengan dekongestan, steroid topikal, antibiotik, irigasi salin normal ke hidung, kromolin tropikal, atau mukolitik.

Semua obat ini tidak menyembuhkan, tapi dapat membantu memotivasi pasien untuk bisa sembuh. Agar cepat reda, kelembaban sekresi mukus dari sinus harus tetap dijaga, edema mukosa mesti dikurangi, serta viskositas mukus sebaiknya dikurangi

Radikal Sinus maksila dengan operasi Cadhwell-luc Sinus etmoit dengan etmoidektomi Sinus frontal dan sphenoid dengan operasi killian Non Radikal Bedah Sinus Endoskopik Fungsional (BSEF)

OPERATIF

PENCEGAHAN

PENCEGAHAN
Pencegahan yang paling mudah, jangan sampai terkena infeksi saluran nafas Meningkatkan daya tahan tubuh dengan cukup istirahat dan konsumsi makanan dan minuman yang memiliki nilai nutrisi baik dan berolahraga yang teratur

KOMPLIKASI

KOMPLIKASI
Abses mata Meningitis dan Abses Otak Bronkhitis dan Pneumonia Radang Telinga

Daftar pustaka
Pinheiro AD, Facer GW, Kern EB. Rhinosinusitis: Current Concepts And Management. Dalam: Bailey BJ, penyunting. Head & neck surgery-otolaryngology Vol.3. Edisi ke-3. Philadelphia-New York: Lippincott Raven publ; 2001. h.345-56. E.Mangunkusumo . Fisiologi flidung dan Parasanal Dalam Iskandar N.dkk (Eds). Buku Ajar Ilmu Penyakit THT. Balai Penerbit FK Ul Jakarta; 1990. h.85-87. Blumenthal MN, AdamGL, fli'ger P. Alergic Conditions in Otolaryngology Patients. Dalam: Boles LR Jr, penyunting. Boles Fundamental of otolaryngology. Edisi ke-6. Philadelphia; 1989. h 195 205. Michael A, Kaliner lvH3. Recurent Sinusitis Examine Medical Treatment Options. American Journal of Rhinologi. Vol 2. April; 1997. h 123-30. Suetjipto D. Anatomi llidung dan sinus Parasanal. Dalam: Iskandar N., penyunting. Buku ajar Ilmu penyakit THT. Balai Penerbit FK 111, Jakarta; 1990. h 75-E4. Ballenger JJ. The Clinical Anatomy and Phisiology of The Nose And Accessory Sinuses. Dalam: Ballenger JJ, penyunting. Diseases of the nose,throatear, head and neck. Edisi ke-13. Philadelphia; 1985. h I 25. Mygind RN. Alergic Diagnosis. Allergic dan Non Allergic Rinitis. Dalam Frankland AW, penyunting. Nasal allergy. Edisi ke-2. Blackwell ScientificPublication Oxford London Edinbergh, Melbourne;1978 . h 182-98. Becker W. at all. Inflamation of Sinuses. Clinical Aspects of Desease of the Nose and Throat Desease. A Pocket Reference. Edisi ke-2.Thieme New York; 1994. h 224-37. Hiker PD. Disease of Paranasal Sinuses. Dalam: Adam GL Boies, penyunting. Fundametal of Oyolaryngology, Edisi ke45. Philadelphia; Sounder Company; 1990 Sumarman I. Patofisiologi dan Prosedur Diagnostic Rinitis Alergi. Dalam : Kumpulan Makalah Simposium "Current and Future Approach in Treatment of Allergic Rhinitis" kerjasama PERHATI Jaya - Bagian THT FK U1 / RSCM. Jakarta; 2001. h 14-18.

Irawati N. Panduan Penatalaksanaan Terkini Rinitis Alergi. Dalam : Kumpulan Makalah Simposium "Current Opinion In Allergy and Clinical Immunology". Divisi Alergi-lmunologi Klinik FK UURSUPN-CM, Jakarta; 2002. Kennedy DW, Lee . Endoscopic Sinus Surgery. Dalam: Byron J.Bailey, penyunting. Head and Neck Surgery Otolaryngology Vol I. Edisi ke-4. Lippincott Wiliams and Wilkins. Philadelphia; 2006. h 459-75. Sakakura Y. Mucociliary Transport in Rhinologic Disease. Dalam: Bunnag C, Muntharbornk, penyunting. Asean Rhinological Practice, Siriyot Co, Ltd, Bangkok; 1997.h 137-43. Suprihati. Patotisiologi Rinitis Alergi. Dalam Kumpulan Naskah Simposium Nasional Perkembangan Terkini Penatalaksanaan Beberapa Penyakit Penyerta Rinitis Alergi dan 'Kursus Demo Rinotomi Lateral,Maksilektomi dan Septorinoplasti, Malang; 2006.h 10-15. Bosquet et al. Allergic Rhinitis and its Impact on Asthma. Dalam: World Health Organization Initiative Management ref Allergic Rhinitis and its Impact of Asthma (ARIA), WHO; 2000. h 3-7. Waguespack R. Mucociliary Clearance Patterns Following Endoscopic Sinus Surgery, Laryngoscope(Supplement); 1995. h 1-40 Weir N, Golding-Wood DG. Infective rhinitis and Sinusitis. Dalam: Mackay, penyunting. Scott-Brown otolaryngology (Rhinologi). Edisi ke4i.0xford. Boston, Singapore;1997. It 1449.

Anda mungkin juga menyukai