Anda di halaman 1dari 38

165

BAB 7
RANGKAIAN GANDENG MAGNETIK


7.1 Pendahuluan

Bilamana dua buah rangkaian atau lebih yang terhubung secara langsung atau
tidak satu sama lainnya, akan tetapi mempunyai pangaruh antara satu sama lainnya
secara magnetik, diakibatkan adanya medan magnet disalah satu rangkaian tersebut,
maka rangkaian tersebut dikatakan rangkaian gandeng magnetik ( magnetically couple).
Pada beberapa peralatan listrik yang dibuat berdasarkan prinsip di atas, misalnya
seperti transformator yang dipergunakan pada sistem tenaga listrik yang fungsinya untuk
mentransfer energi listrik dari suatu loop ke loop yang lainnya pada frekuensi tetap.
Transformator ini ada yang disebut sebagai transformator penaik tegangan (step up) atau
sebagai penurun tegangan (step down), dan selain itu transformator juga pada peralatan
elektronika.


7.2 Induktansi Timbal Balik (Mutual Indutance)

Apabila dua buah induktor / kumparan / koil (N
1
dan N
2
) yang berdekatan satu
sama lainnya, dan bilamana salah satu kumparan dialiri oleh arus (misalnya N
1
) tersebut
akan timbul fluksi magnetik, dimana fluksi ini ada yang merambat ke kumparan N
2
, yang
mana fluksi yang merambat ke kumparan N
2
akan menimbulkan tegangan pada
kumparan N
2
(sering disebut sebagai tegangan induksi), maka fenomena di atas dikenal
dengan induksi timbal balik (mutual indutance). Sebagai ilustrasi perhatikan gambar
rangkaian di bawah ini :

Gambar 7.1 Fluksi magnetik yang dibangkitkan pada kumparan dengan N belitan.
166
Gambar di atas memperlihatkan sebuah kumparan dengan banyak belitan N.
Bilamana arus i mengalir melalui kumparan tersebut, maka disekeliling kumparan akan
timbul fluksi magnetik , dan berdasarkan hukum Faraday, pada kumparan akan terjadi
tegangan induksi sebesar v yang sebanding dengan perkalian jumlah belitan N dengan
perubahan fluksi perwaktu, atau dapat dinyatakan dengan :
dt
d
N v

=
(7.1)
akan tetapi karena fluksi yang dihasilkan oleh arus I, maka dapat dikatakan perubahan
fluksi juga diakibatkan oleh perubahan arus, atau dituliskan dengan :
dt
di
.
di
d
N v

=
(7.2)
Sebagaimana diketahui bilamana sebuah induktor dialiri arus, maka akan terjadi
tegangan pada induktor tersebut sebesar :
dt
di
L v
L
=
(7.3)
karena v =v
L
, maka dari persamaan (7.2) dan (7.3) diperoleh :
dt
d
N L

=
(7.4)
dimana L adalah persamaan (7.4) dikenal dengan induktansi diri (self-indutance).

Selanjutnya apabila dua buah kumparan dengan induktansi L
1
dan L
2
dimana
jumlah belitan masing-masing kumparan adalah N
1
dan N
2
saling didekatkan satu sama
lainnya yang digambarkan sebagai berikut :


Gambar 7.2 Induktansi timbal balik dari kumparan N
2
terhadap kumparan N
1

Untuk penyederhanaan, maka diasumsikan kumparan N
2
tidak dialiri arus. Oleh
karena kumparan N
1
dialiri oleh arus, maka pada kumparan N
1
ini timbul fluksi
1
,
167
dimana fluksi ini terbagi menjadi dua bagian yaitu
11
dan
12
. Fluksi
11
ini adalah
fluksi yang hanya melingkupi N
1
, sedangkan fluksi
12
adalah fluksi yang berasal dari
kumparan N
1
yang melingkupi kumparan N
2
. Sehingga dengan demikian besar fluksi
yang timbul pada kumparan N
1
akibat adanya arus yang mengalir pada kumparan ini
dapat dituliskan dengan :
12 11 1
+ =
(7.5)
maka walaupun kedua kumparan ini secara fisik terpisah, akan tetapi mereka dikatakan
terhubung secara magnetik.
Karena adanya
1
, maka pada kumparan N
1
terjadi tegangan induksi sebesar :
dt
d
v
1
1

=
(7.6)
Selanjutnya karena adanya
12
, maka pada kumparan N
2
akan timbul juga tegangan
induksi sebesar :
dt
d
v
12
2

=
(7.7)
Adapun fluksi-fluksi yang ada pada kumparan N
1
, disebabkan oleh karena adanya
arus i
1
yang mengalir pada kumparan N
1
, yang mana fluksi ini akan menimbulkan
tegangan induksi v
1
pada kumparan N
1
seperti yang diperlihatkan oleh Persamaan (7.6).
Oleh karena itu Persamaan (7.6) ini dapat dibuat dalam bentuk :
dt
di
. L
dt
di
.
dt
d
N v
1
1
1 1
1 1
=

=
(7.8)
dimana :
dt
d
N L
1
1 1

=
(7.9)
disebut sebagai induktansi diri (self-indutance) dari kumparan N
1
.
Demikian pula halnya degan Persamaan (7.7) dapat dubuat dalam bentuk :

dt
di
.
di
d
N v
1
1
12
2 2

=
(7.10)
bila dimisalkan :

1
12
2 12
di
d
N M

=
(7.11)
maka Persamaan (7.10) menjadi :
168
dt
di
M v
1
12 2
=
(7.12)
dimana M
21
ini disebut sebgai induktansi timbal balik dari kumparan N
2
akibatnya
12

dari kumparan N
1
, dimana subskrit 21 mengindikasikan hubungan tegangan induksi pada
kumparan N
2
dengan arus pada kumparan N
1
.
Selanjutnya apabila arus i
2
yang mengalir pada kumparan N
2
, seperti gambar
berikut ini:


Gambar 7.3 Induktansi timbal balik M
12
pada kumparan N
1
yang diakibatkan kumparan N
2


Apabila kumparan N
2
dialiri arus i
2
, maka pada kumparan N
2
ini timbul fluksi
2
,
dimana fluksi ini terbagi menjadi dua bagian yaitu
22
dan
21
. Fluksi
22
adalah fluksi
yang hanya melingkupi N
2
sedangkan fluksi
21
adalah fluksi yang bersasal dari
kumparan N
2
yang melingkupi kumparan N
1
. Sehingga dengan demikian besar fluksi
2

yang timbul pada kumparan N
2
akibat adanya arus i
2
yang mengalir pada kumparan ini
dapat dituliskan dengan :
21 22 2
+ =
(7.13)

Karena adanya 2

, maka pada kumparan N


2
terjadi tegangan induksi sebesar :
dt
d
v
2
2

=
(7.14)
selanjutnya karena adanya 21

pada kumparan N
1
, maka pada kumparan N
1
akan timbul
juga tegangan induksi sebesar :
169
dt
d
N v
21
1 1

=
(7.15)

Adapun fluksi-fluksi yang ada pada kumparan N
2
, disebabkan oleh karena adanya
arus i
2
yang mengalir pada kumparan N
2
, yang mana fluksi ini akan menimbulkan
tegangan induksi v
2
pada kumparan N
2
seperti yang diperlihatkan oleh Persamaan (7.14),
oleh karena itu Persamaan (7.14) ini dapat dibuat dalam bentuk :
dt
di
L
dt
di
.
dt
d
N v
2
2
2 2
2 2
=

=
(7.16)
dimana :
dt
d
N L
2
2 2

=
(7.17)
disebut sebagai induktansi diri (self-indutance) dari kumparan N
2
. Karena pada
kumparan N
1
, hanya ada 21

, dimana fluksi ini timbul karena adanya arus i


2
yang
mengalir pada kumparan N
2
, oleh sebab itu Persamaan (15) dapat dituliskan :
dt
di
M
dt
di
.
dt
d
N
dt
d
N v
2
12
2 21
1
21
1 1
=

=
(7.18)
dimana :
dt
d
N M
21
1 12

=
(7.19)
M
12
disebut sebagai induktansi timbal balik (mutual-indutance) dari kumparan N
1
akibat
adanya fluksi 21

dari kumparan N
2
.

Dari penganalisaan M
21
dan M
12
, maka dapat disimpulkan bahwa induktansi
timbal balik terjadi karena adanya tegangan induksi pada suatu rangkaian, akibat adanya
perubahan arus perwaktu pada rangkaian lainnya. Hal ini merupakan sifat induktor,
dimana pada suatu induktor akan terjadi tegangan induksi akibat adanya arus yang
merupakan fungsi waktu yang mengalir pada induktor lain yang dekat dengannya,
sehingga dapat dikatakan :
Induktansi timbal balik M yang satuannya dalam henry [H] adalah ukuran
kemampuan suatu induktor untuk menginduksikan tegangan pada induktor lain
yang berdekatan dengannya.
170
Walaupun induktansi timbal balik M selalu merupakan besaran positif, akan
tetapi tegangan timbal balik dt
di
M
bisa berharga positif atau negatif. Adapun salah satu
cara untuk menentukan tanda aljabar dari dt
di
M
, bila arah belitan terlihat dengan jelas
adalah dengan hukum tangan kanan dari Lenz yang mengatakan :
Apabila konduktor diletakkan pada telapak tangan, dan ibu jari-jari tangan
menggenggam kumparan searah dengan arah belitan kumparan maka jari
telunjuk menunjukkan arah arus, sedangkan ibu jari menunjukkan arah fluksi.


(a)

(b)
Gambar 7.4 Aturan tangan kanan (a) untuk tanda M positif (b) untuk tanda M negatif


171



7.3 Aturan Dot

Selain aturan dari tangan kanan Lenz untuk menentukan tanda aljabar dari dt
di
M
,
masih ada yang disebut aturan Dot (titik), yang mengatakan :
1. Bilamana kedua arus dalam rangkaian gandeng magnetik sama-sama menuju
tanda dot atau sama-sama meninggalkan tanda dot, maka tanda aljabar dari
dt
di
M
adalah positif.


(a) (b)
Gambar 7.5 Aturan dot untuk arus sama-sama menuju atau meninggalkan tanda dot
(a) Sama-sama menuju tanda dot (b) Sama-sama meninggalkan tanda dot

2. Apabila salah satu arus menuju tanda dot, sedangkan yang lain meninggalkan
tanda dot, maka tanda aljabar dari dt
di
M
adalah negatif.

Gambar 7.6 Arus menuju tanda dot dan yang lain meninggalkan tanda dot

Catatan :
172
Adapun yang dimaksud dengan arus menuju tanda dot adalah bilamana tanda
panah arus lebih dahulu mengenai tanda dot baru kemudian tanda kumparan.
Sedangkan yang dimaksud arus meninggalkan tanda dot adalah apabila tanda panah
arus lebih dahulu mengenai tanda kumparan baru kemudian mengenai tanda dot.

Gambar 7.7 Menentukan arus menuju atau meninggalkan tanda dot


7.4 Energi Pada Rangkaian Gandeng Magnetik

Sebagaimana diketahui bahwa energi yang tersimpan pada suatu induktor
adalah :

2
Li
2
1
w=
(7.20)
maka untuk menentukan energi yang tersimpan pada suatu rangkaian gandeng magnetik,
perhatikan gambar berikut ini :

Gambar 7.8 Rangkaian untuk memperlihatkan energi yang tersimpan dalamrangkaian gandeng

Adapun pada reangkaian gandeng di atas, diasumsikan bahwa arus-arus i
1
dan i
2

awalnya adalah nol, sehingga energi yang tersimpan (energy stored) dalam setiap
kumparan adala nol.
173
Kemudian arus i
1
dinaikkan/ diperbesar dari nol sampai I
1
sedangkan i
2
tetap nol,
maka daya pada kumparan L
1
adalah :
dt
di
L i i . v ) t ( p
1
1 1 1 1 1
= =
(7.21)
maka energi yang tersimpan dalam rangkaian adalah :

2
1 1
I
0
1 1 1 1 1
I L
2
1
di i L dt . p w
1
= = =
} }
(7.22)

selanjutnya harga i
1
=I
1
dipertahankan tetap, maka kemudian arus i
2
dinaikkan dari nol
sampao I
2
, maka tegangan induksi timbal balik pada kumparan L
1
adalah dt
di
M
2
12
,
sedangkan tegangan induksi bersama pada kumparan L
2
adalah nol (karena i
1
tidak
berubah dengan perubahan waktu), maka daya pada kumparan L
2
ini adalah sebesar :
dt
di
L . i
dt
di
M I v . i
dt
di
M i ) t ( p
2
2 2
2
12 1 2 2
2
12 1 2
+ = + =
(7.23)

sedangkan energi pada kumparan L
2
ini adalah :

2
2 2 2 1 12
I
0
2 2 2
I
0
2 1 12 2 2
I L
2
1
I I M di i L di I M dt p w
2 2
+ = + = =
} } }
(7.24)

Maka total energi yang tersimpan pada kedua kumparan, bilamana arus i
1
dan i
2

memiliki harga yang konstan adalah :

2 1 12
2
2 2
2
1 1 2 1
I I M I L
2
1
I L
2
1
w w w + + = + =
(7.25)

Seandainya peninjauan dibalik, yaitu arus i
2
terlebih dahulu dinaikkan dari nol
sampai I
2
dan kemudian barulah i
1
dinaikkan dari nol sampai I
1
, maka total energi yang
tersimpan pada kedua kumparan adalah :

2 1 21
2
2 2
2
1 1
I I M I L
2
1
I L
2
1
w + + =
(7.26)
terlihat bahwa energi total yang tersimpan pada kedua kumparan pada Persamaan (7.25)
dan (7.26) adalah sama, dan bilamana kedua persamaan ini disamakan, akan diperoleh :
174

M M M
21 12
= =
(7.27)
sehingga dapat dituliskan :

1
2
2 2
2
1 1
i . M I L
2
1
I L
2
1
w + =
(7.28)
Pada Persamaan (7.28) tanda aljabar M diambil positif sesuai dengan Gambar 7.8,
dimana kedua arus i
1
dan i
2
sama-sama menuju tanda dot, akan tetapi seandainya Gambar
7.8, seperti berikut :

Gambar 7.9 Rangkaian untuk memperlihatkan energi yang tersimpan dalamrangkaian gandeng

maka Persamaan (7.28) menjadi :

2 1
2
2 2
2
1 1
I I . M I L
2
1
I L
2
1
w + =
(7.29)
maka secara umumdapat dituliskan :

(*)
i i . M i L
2
1
i L
2
1
w
2 1
2
2 2
2
1 1
+
+ =
(7.30)
dimana (*) ditentukan oleh aturan dot.

Adapun energi yang tersimpan pada rangkaian gandeng (kumparan) tidak pernah
berharga negatif. Hal ini kaena induktor adalah merupakan kmponen pasif. Ini berarti
bahwa besaran pada sisi kanan Persamaan (7.29) ini tidak akan pernah negatif (lebih
besar atau sama dengan nol) :

0 i i . M i L
2
1
i L
2
1
2 1
2
2 2
2
1 1
> +
(7.31)
Bilamana Persamaan (7.31) ini ditarik akarnya, dan kemudian kedua sisinya
ditambahkan dan dibagikan dengan
2 1 2 1
L L i i
, maka akan diperoleh :
175
0 M L L
2 1
>

atau :

2 1
L L M s
(7.32)
maka dari Persamaan (7.32) ini terlihat bahwa harga induktansi timbal balik M tidak
akan pernah lebih besar dari induktansi diri L
1
dan L
2
, dan adapun batas limit / harga
yang paling besar dari M dinyatakan dengan :

2 1
L L
M
k =
(7.33)
atau :

2 1
L L k M =
(7.34)
dimana k disebut sebagai koefisien gandeng k (coefficient of coupling k) dari kumparan
yang harganya adalah
1 k 0 s s
atau ekivalen dengan
2 1
L L k 0 s s
.
Koefisien gandeng ini adalah perbandingan antara fluksi yang merambat ke suatu
kumparan dengan fluksi total dari kumparan itu sendiri, sehingga dapat dituliskan
dengan:
21 22
12
1
12
k
+

=

=
(7.35)
atau :
21 22
21
2
21
k
+

=

=
(7.36)
dengan demikian dapat dikatakan bahwa :
Koefisien gandeng adalah ukuran dari kemampuan gandeng magnetik antara
dua kumparan.
1 k 0 s s


Contoh :
Suatu rangkaian gandeng magnetik seperti di bawah ini :
176

Carilah bentuk persamaan tegangan pada rangkaian gandeng di atas dalam wawasan
waktu dan wawasan frekuensi.

Jawab :
Rangkaian sperti di atas adalah rangkaian dalam wawasan waktu, maka manurut
hukum tegangan Kirchhoff, persamaan tegangan pada :
Loop 1 :
dt
di
M
dt
di
L i R v
2 1
1 1 1 1
+ + =

Loop 2 :
dt
di
M
dt
di
L i R v
1 2
2 2 2 2
+ + =

Dalam wawasan frekuensi, rangkaiannya adalah :


Rangkaian seperti di atas adalah rangkaian dalam wawasan frekuensi, maka
menurut hukum tegangan Khirchoff, persamaan tegangan pada :
Loop 1 : V
1
=R
1
I
1
+ jL
1
I
1
+ JMI
2
=( R
1
+ JL
1
) I
1
+ JMI
2

Loop 2 : V
2
= JMI
1
+R
2
I
2
+jL
2
I
2
= JMI
1
+( R
2
+ JL
2
) I
2

Contoh :
Hitunglah berapa besar arus phasor I
1
dan I
2
pada rangkaian di bawah ini :
177


Jawab :
Persamaan tegangan pada loop 1 :
2 M 1 C 1 L 2 M 1 C 1 1 L
I jX I ) jX jX ( V atau I jX I jX I jX V = =

atau :
2 3 1 1 2 1
I . J I . j I . 3 j I ). 4 j 5 j ( 0 12 = = Z

atau :
2 1
I . 90 3 I . 90 1 0 12 Z Z = Z

atau :
Z
Z

Z
Z
=
90 3
0 12
90 3
I . 90 1
I
1
2

atau :

Z Z = 90 4 I . 0 333 , 0 I
1 2 (a)

Persamaan tegangan pada loop 2 :
2 2 L 1 M 2 2 L 2 1 M
I ). jX R ( I jX 0 atau I jX I . R I jX 0 + + = + + =

atau :
2 1 2 1
I . 56 , 26 41 , 13 I . 90 3 0 atau I ). 6 j 12 ( I . 3 j 0 Z + Z = + + =

atau :

1
1
2
I . 56 , 116 223 . 0
56 , 26 41 , 13
I . 90 3
I Z =
Z
Z
=
(b)
Persamaan (a) =(b), maka diperoleh :
1 1 2
I . 56 , 116 223 . 0 90 4 I . 0 333 , 0 I Z = Z Z =

atau :
Z = Z + Z 90 4 I . 56 , 116 223 . 0 I . 0 333 , 0
1 1
atau :
Z = + 90 4 I ). 199 , 0 j 099 , 0 ( I . 333 , 0
1 1
atau :
Z = 90 4 I ). 199 , 0 j I . 234 , 0 (
1 1
atau :
Z = Z 90 4 I . 37 , 40 307 , 0
1
atau :
A 63 , 49 029 , 13
37 , 40 307 , 0
90 4
I
1
Z =
Z
Z
=

178
kemudian harga I
1
yang diperoleh, disubstitusikan ke Persamaan (a) :
Z Z Z = 90 4 ) 63 , 49 029 , 13 .( 0 333 , 0 I
2
atau :
4 j 63 , 49 338 , 4 I
2
+ Z =

atau :
4 j 305 , 3 j 809 , 2 I
2
+ =

atau :
695 , 0 j 809 , 2 I
2
+ =

atau :
A 89 , 13 89 , 2 I
2
Z =


Contoh :
Perhatikan rangkaian di bawah ini :

Carilah harga k dan energi yang tersimpan dalam rangkaian gandeng ini selama 1 detik.

Jawab :
Besar konstanta gandeng k adalah :
56 , 0
4 x 5
5 , 2
L . L
M
k
2 1
= = =

Untuk mencari energi yang tersimpan dalam rangkaian gandeng ini, maka semua
besaran yang ada dalam rangkaian harus besaran wawasan frekuensi.

Disini = 4 rad/det
Wawasan Waktu Wawasan Frekuensi
60 cos (4t +30
o
) 60 Z30
o

L
1
=5 H j L
1
= j 20
L
2
=4 H j L
2
= j16
C =0,0625 F 1/j C = -j4
179
R = 10 R = 10
M =2,5 H j M = j10

Maka rangkaian dalam wawasan frekuensi adalah :

Persamaan Loop 1 :
2 1 1
I . M j I ). L j R ( V e + e + =

atau :

Z = + + 30 60 I . 10 j I ). 20 j 10 (
2 1 (*)

Persamaan Loop 2 :
0 I ). C j L j ( I . M j
2 2 1
= e e + e

atau :
0 I ). 4 j 16 j ( I . 10 j
2 1
= +

atau :
0 I . 12 j I . 10 j
2 1
= +

atau :

2 1
2
1
I . 2 , 1 I : atau
10 j
I . 12 j
I =

=
(**)

Kemudian Persamaan (**) disubstitusikan ke (*) :
Z = + + 30 60 I . 10 j ) I . 2 , 1 ).( 20 j 10 (
2 2
atau :
Z = + 30 60 I . 10 j I ). 14 j 12 (
2 2
atau :
Z = 30 60 I ). 4 j 12 (
2
atau :
A 6 , 160 255 , 3
6 , 130 432 , 18
30 60
) 4 j 12 (
30 60
I
2
Z =
Z
Z
=

Z
=


Harga I
2
yang diperoleh disubstitusikan ke Persamaan (**) :
Z = Z = 6 , 160 904 , 3 ) 6 , 160 255 , 3 .( 2 , 1 I
1
180
atau :
A 39 , 19 903 , 3 296 , 1 j 682 , 3 ) 296 , 1 j 682 , 3 ( I
1
Z = = + =

Dalam wawasan waktu (time domain), maka :
A ) 39 , 19 t 4 ( cos 903 , 3 i
1
=
dan
A ) 6 , 160 t 4 ( cos 255 , 3 i
2
+ =


Untuk : t =1 detik maka : 4t =4 rad.=4 x 57,3
o
=229,2
o
sehingga :
A 386 , 3 ) 81 , 209 ( cos 903 , 3 ) 39 , 19 2 , 229 ( cos 903 , 3 i
1
= = =

A 824 , 2 ) 8 , 389 ( cos 225 , 3 ) 6 , 160 2 , 229 ( cos 255 , 3 i
2
= = + =


sehingga total energi yang tersimpan pada rangkaian gandeng ini :
2 1
2
2 2
2
1 1
i Mi i L
2
1
i L
2
1
w + + =

atau :
) 824 , 2 )( 386 , 3 )( 5 , 2 ( ) 824 , 2 )( 4 (
2
1
) 386 , 3 )( 5 (
2
1
w
2 2
+ + =

atau :
J 706 , 20 905 , 23 949 , 15 662 , 28 w = + =



7.5 Transformasi Linier

Transformator adalah suatu peralatan listrik yang menggunakan fenomena dari
induktansi timbal balik, dimana pada umumnya transformator memiliki empat terminal
yang terdiri dari dua atau lebih kumparan, sebagai ilustrasi perhatikan rangkaian di
bawah ini :

Gambar 7.10 Transformator linier
181

Kumparan N
1
yang langsung dihubungkan ke sumber tegangan disebut sebagai
kumparan primer, sedangkan kumparan N
2
yang dihubungkan ke beban Z
L
disebut
sebagai kumparan sekunder, sedangkan R
1
dan R
2
menyatakan rugi-rugi disipasi daya
pada kumparan-kumparan.
Suatu transformator dikatakan linier, apabila kumparan-kumparan dililitkan pada
material magnet yang linier (material yang memiliki permebilitas magnet yang konstan,
misalnya udara, bakelit, kayu, plastik dan lainnya). Transformator linier ini juga sering
disebut dengan transformator dengan inti udara (air-core transformers), yang banyak
dipergunakan pada pesawat televisi dan radio.
Perlu dicari impedansi input [Z
in
] yang dilihat dari sisi sumber, karena impedansi
input ini mempengaruhi sifat dari rangkaian primer. Selanjutnya perhatikan Gambar
7.10, maka menurut hukum tegangan Khirchhoff dapat dituliskan :
2 1 1
I . M j I ). L j R ( V e e + =
(7.37)
2 L 2 2 1 1
I ). Z L j R ( I . L j 0 + e + + e =
(7.38)
Dari Persamaan (7.38) didapat :

) Z L j R (
I . L j
I
L 2 2
1 1
2
+ e +
e
=
(7.39)
Persamaan (7.39) ini disubstitusikan ke Persamaan (7.37), maka diperoleh :
) Z L j R (
I . L j
. M j I ). L j R ( V
L 2 2
1 1
1 1
+ e +
e
e e + =

atau :
) Z L j R (
I M
I ). L j R ( V
L 2 2
1
2 2
1 1
+ e +
e
+ e + =

atau :
1
L 2 2
2 2
1
I .
) Z L j R (
M
) L j R ( V
|
|
.
|

\
|
+ e +
e
+ e + =

maka diperoleh :



) 2 (
) Z L j R (
M
) 1 (
) L j R (
I
V
Z
L 2 2
2 2
1
1
in
+
+
+ e +
e
+ e + = =
(7.40)

Terlihat dari Persamaan (7.40) terbagi menjadi dua bagian, dimana bagian (1)
merupakan impedansi primer, sedangkan bagian (2) menyatakan adanya kopling antara
182
belitan primer dan sekunder dan ini menyatakan seolah-olah impedansi ini direpleksikan
ke sisi primer, sehingga impedansi ini sering disebut dengan impedansi refleksi (relected
impedance) Z
R
:

) Z L j R (
M
Z
L 2 2
2 2
R
+ e +
e
=
(7.41)
Terlihat dari Persamaan (7.40) dan (7.41) bahwa penempatan tanda dot tidak
berpengaruh pada suatu transformator, karena hasilnya akan sama dengan menempatkan
M ataupun M.


7.6 Rangkaian Ekivalen Transformator Linier

Ada saatnya diperlukan rangkaian ekivalen yang menggantikan gandeng secara
magnetik dengan rangkaian yang terhubung langsung (non magnetik), yang dapat dibuat
rangkaian ekivalennya dalam hubungan T atau seperti di bawah ini :


Gambar 7.11 Transformator linier (a) Rangkaian ekivalen ; (b) Hubungan T ; (c) Hubungan

Dari Gambar 7.11a, adalah rangkaian tergandeng secara magnetik, dan dapat
dituliskan persamaan tegangan pada setiap loop, yaitu :
183
2 1 1 1
MI j I L j V e + e =
(7.42)
2 2 1 2
I L j MI j V e + e =
(7.43)
Persamaan (7.42) dan (7.43) ini dapat disusun dalam bentuk matrik sebagai berikut

(

e e
e e
=
(

2
1
2
1
2
1
I
I
L j M j
M j L j
V
V
(7.44)
dari Persamaan (7.42) dapat diturunkan :
1
2 1
1
L j
MI j V
I
e
e
=
(7.45)
dari Persamaan (7.43) dapat pula diturunkan :

M j
I L j V
I
2 2 2
1
e
e
=
(7.46)
kemudian samakan Persamaan (7.45) dengan Persamaan (7.46), sehingga :
M j
I L j V
L j
MI j V
2 2 2
1
2 1
e
e
=
e
e

atau :
) L j )( I L j V ( ) M j )( MI j V (
1 2 2 2 2 1
e e = e e

atau :
2 2 1
2
2 1 2
2 2
1
I L L V L j I M MV j e + e = e + e

atau :
1 2 1 2 2 1
2
2
2 2
MV j V L j I L L I M e e = e e

atau :
2 1
2 2 2
1
2 1
2 2 2
2 1
2 1
2 2 2
1 2 1
2
L L M
MV j
L L M
V L j
L L M
MV j V L j
I
e e
e

e e
e
=
e e
e e
=

atau :
1
2 1
2 2 2
2
2 1
2 2 2
1
2
V
L L M
M j
V
L L M
L j
I
|
|
.
|

\
|
e e
e

|
|
.
|

\
|
e e
e
=

atau :
( )
1
2
2 1
2
2
2 1
1
2
V
) M L L (
jM
V
M L L
jL
I

e
+

e
=

atau :
( )
2
2
2 1
1
1
2
2 1
2
V
M L L
jL
V
) M L L (
jM
I

e
=

atau :
184

( )
2
2
2 1
1
1
2
2 1
2
V
M L L j
L
V
) M L L ( j
M
I

e
+

e

=
(7.47)

Persamaan (7.46) dapat disusun dengan bentuk :
M j
I L j
M j
V
I
2 2 2
1
e
e

e
=

kemudian Persamaan (7.47) disubstitusikan ke persamaan I
1
di atas, sehingga diperoleh :
( )(
(

e
+
e

e
e

e
=
2
2 1
2 1
2
2 1
1 2 2
1
M L L j
V L
) M L L ( j
MV
M j
L j
M j
V
I

atau :
(
(

e

e
e

e
=
) M L L ( j
MV V L
M j
L j
M j
V
I
2
2 1
1 2 1 2 2
1


atau :
( ) (
(

e
e
e

e
=
) M L L ( j
MV
M L L j
V L
M j
L j
M j
V
I
2
2 1
1
2
2 1
2 1 2 2
1

atau :
( )
)

e
e
+
e
e

e
=
) M L L ( M
MV L j
M L L M
V L L j
M j
V
I
2
2 1
2
1 2
2
2 1
2
2 1 2 2
1

atau :
( )
)

e
e

e
e

e
=
2
2 1
2
2 1 2
2
2 1
2
1 2 2
1
M L L M
V L L j
) M L L ( M
MV L j
M j
V
I

atau :
( )

e
=
) M L L ( M
V L L MV L j
M j
V
I
2
2 1
2 1 2 1 2 2
1

atau :
) M L L ( M j
) V L L MV L ( M ) M L L ( M V
I
2
2 1
2 2
2 1 2 1 2
2
2 1 2
1
e
e + e
=

atau :
) M L L ( M j
MV L L V M L M V L ML V
I
2
2 1
2 2
2 2 1 1
2
2
3
2 2 1 2
1
e
e e + e e
=


atau :
) M L L ( M j
) MV V L ( M
) M L L ( M j
M V V M L
I
2
2 1
2 2
2 1 2
2
2
2 1
2 2
3
2 1
2
2
1
e
e
=
e
e e
=

atau :
185

2
2
2 1
1
2
2 1
2
1
V
) M L L ( j
M
V
) M L L ( j
L
I
e

e
=
(7.48)

Sehingga Persamaan (7.47) dan (7.48) disusun dalam bentuk matrik adalah :

(

(
(
(
(

e e

e

e
=
(

2
1
2
2 1
1
2
2 1
2
2 1
2
2 1
2
2
1
V
V
) M L L ( j
L
) M L L ( j
M
) M L L ( j
M
) M L L ( j
L
I
I
(7.49)

Adapun persamaan tegangan pada Gambar 7.11b, dapat dituliskan sebagai :
Persamaan tegangan pada loop 1 adalah :

2 1 b a 1
MI j I ) L L ( j V e + + e =
(7.50)

Persamaan tegangan pada loop 2 adalah :

2 c b 1 2
I ) L L ( j MI j V + e + e =
(7.51)
bila disusun dalam bentuk matrik :

(

+ e e
e + e
=
(

2
1
c b c
c b a
2
1
I
I
) L L ( j L j
L j ) L L ( j
V
V
(7.52)

Maka dikatakan rangkaian Gambar7 11.a memiliki rangkaian ekivalen hubungan
T, bilamana persamaan (7.46) identik dengan persamaan (7.52), hal ini hanya bisa
terpenuhi apabila harga-harga :

=
=
=
M L L
M L
M L L
2 b
c
1 a
(7.53)
Selanjutnya untuk rangkaian ekivalen hubungan (delta) berlaku hubungan
sebagai berikut :
(lihat Gambar 7.11c). Dengan menggunakan metode tegangan simpul maka diperoleh :

(

(
(
(
(
(

|
|
.
|

\
|
e
+
e
|
|
.
|

\
|
e

|
|
.
|

\
|
e

|
|
.
|

\
|
e
+
e
=
(

2
1
C B C
C C A
2
1
V
V
L j
1
L j
1
L j
1
L j
1
L j
1
L j
1
I
I
(7.54)
186

Maka dengan menyamakan matrik admitansi dari Persamaan (7.49) dan (7.54),
maka diperoleh :

=
M
M L L
L
M L
M L L
L
M L
M L L
L
2
2 1
C
1
2
2 1
B
2
2
2 1
A
(7.55)




Contoh :
Dari rangkaian dibawah ini carilah besar impedansi input dan arus I
1



Jawab :
Adapun besar impedansi input :
) 60 j 80 ( ) 40 j 30 (
5
20 j ) 100 j 60 (
Z Z
M
jXL Z Z
2
L 2
2 2
1 1 in
+ + +
+ + =
+
e
+ + =

atau :
Z
+ =
+
+ =
27 , 42 66 , 148
25
) 80 j 60 (
) 100 j 110 (
25
) 80 j 60 ( Z
in

atau :
) 167 , 0 j 009 , 0 ( ) 80 j 60 ( 27 , 42 168 , 0 ) 80 j 60 ( Z
in
+ + = Z + =

atau :
O Z = = 07 , 53 86 , 99 ) 833 , 79 j 991 , 59 ( Z
in
187
maka besar arus input :
A 07 , 113 5 , 0
07 , 53 86 , 99
60 50
Z
V
I
in
1
1
Z =
Z
Z
= =


Contoh :
Buatlah rangkaian ekivalen hubungan T dari transformator linear dibawah ini :


Jawab :
Dalam hubungan T berlaku :
H 2 2 4 M L L
H 2 M L
H 8 2 10 M L L
2 b
c
1 a
= = =
= =
= = =

maka rangkaian ekivalennya :


Contoh :
Carilah rangkaian ekivalen hubungan dari rangkaian transformator linear
dibawah ini :
188

Jawab :
Dalam hal ini :
H 18
2
2 4 . 10
M
M L L
L
H 5 , 4
2 10
2 4 . 10
M L
M L L
L
H 18
2 4
2 4 . 10
M L
M L L
L
2 2
2 1
C
2
1
2
2 1
B
2
2
2
2 1
A
=

=
=

=
=

=

Rangkaian ekivalennya adalah :

7.7 Tranformator Ideal

Tranformator ideal adalah suatu peralatan yang memiliki harga koefisien
gandeng k =1 yang terdiri dari dua atau lebih kumparan dengan jumlah belitan yang
banyak yang dililitkan pada inti dari bahan yang memiliki permeabilitas yang tinggi,
yang mana hal ini menyebabkan semua fluksi akan melingkupi seluruh kumparan.
Untuk memperlihatkan suatu transformator ideal (yang terdiri dari dua kumparan)
dimana besar induktansi-nya mendekati tak terhingga dan koefisien gandeng k =1, maka
perhatian rangkaian pada Gambar 7.12. dibawah ini :

189

Gambar 7.12 Transformator ideal

Adapun persamaan tegangan dari rangkaian diatas adalah :
2 1 1 1
MI j I L j V e + e =
(7.56)
2 2 1 2
I L j MI j V e + e =
(7.57)
Dari persamaan (7.56) diperoleh :
1
2 1
1
L j
) MI j V (
I
e
e
=

dan apabila harga I
1
ini disubtitusikan kedalam Persamaan (7.57) akan diperoleh :
2 2
1
2
2
1
2 2
1
2 1
2
I L j
L
) I M j M V (
I L j
L j
) MI j V (
M j V e +
e
= e +
e
e
e =

atau :
1
2
2
1
1
2 2 2
L
I M j
L
M V
I L j V
e
+ e =

akan tetapi untuk K =1, menurut Persamaan (7.34) harga M =
2 1
L . L
, sehingga ;
1
2 2 1
1
2 1 1
2 2 2
L
I L L j
L
L . L V
I L j V
e
+ e =

atau :
1
2
1
1
1
2
1 1
1
1
2
2
1
1
1
2 1 1
2
L
L
V
L
L
L
L V
L
L
L L
V
L
L . L V
V = = = =


bila dimisalkan M =
2 1
L / L
, yang disebut sebagai perbandingan belitan, sehingga
persamaan diatas berbentuk :
V
2
=nV
1

190
Maka bilamana L
1
: L
2
; M maka harga dan akan tetap, sehingga rangkaian gandeng
disebut sebagai suatu tranformator ideal. Adapun sifat-sifat dari suatu transformator ideal
diantaranya adalah :
1. Kumparannya memiliki harga reaktansi yang sangat besar (L
1
; L
2
;M )
2. Koefensi gandeng k =1
3. Kumparan primer dan sekundur tanpa rugi-rugi (R
1
=0 =R
2
)
dimana tranformator ideal dapat digambarkan seperti Gambar 7.13 di bawah ini :

N
1 N2

Gambar 7.13 Transformator ideal

dan tranformator ideal ini sering disimbolkan seperti Gambar 7.14 berikut ini.

Gambar 7.14 Simbol transformator ideal
Bilamana pada sisi primer dari suatu tranformator ideal diberikan sumber
tegangan sinusoidal V seperti pada Gambar 7.15 dibawah ini.

191

Gambar 7.15 Transformator ideal dengan sumber tegangan ac pada sisi primer

Maka pada kedua belitan akan muncul fluksi dan menurut Hukum Faraday tegangan
yang terjadi pada belitan primer adalah :
dt
d
N v
1 1

=
(7.58)
Dan pada belitan sekunder :
dt
d
N v
2 2

=
(7.59)
kemudian bagikan Persamaan (7.59) dengan Persamaan (7.58) maka diperoleh :

n
N
N
v
v
1
2
1
2
= =
(7.60)
dimana n disebut sebagai perbandingan belitan atau perbandingan tranformasi, dimana
lebih sering digunakan tegangan phasor V
1
dan V
2
dari pada tegangan sesaat v
1
dan v
2

sehingga Persamaan (60) menjadi :

n
N
N
V
V
1
2
1
2
= =
(7.61)
Sesuai dengan prinsip konversi energi, maka energi yang diberikan pada sisi
primer harus sama dengan energi yang diabsorbsi siis sekunder sehingga tidak ada rugi-
rugi yang terjadi dan hal ini adalah salah satu sifat dari tranformato ideal, sehingga
dengan demikian dapat dituliskan :
2 2 1 1
i v i v =
(7.62)
dalam bentuk phasor bila Persamaan (7.62) di konjugasikan dengan Persamaan (7.61)
diperoleh :

n
V
V
I
I
1
2
2
1
= =
(7.63)
192
Terlihat bahwa arus-arus pada sisi primer dan sekunder bila dihubungkan dengan
perbandingan belian n dapat dilakukan dengan cara mengambil inverse perbandingan
tegangan. Adapun Persamaan (7.61) dapat dinyatakan dengan :

n
1
N
N
V
V
2
1
2
1
= =
(7.64)
demikian pula Persamaan (7.63) dapat dinyatakan dengan :

n
1
I
I
V
V
1
2
2
1
= =
(7.65)
bilamana Persamaan (7.64) diperbandingkan dengan Persamaan (7.65) maka dapat
dinyatakan :

n
1
N
N
I
I
2
1
1
2
= =
(7.66)
dilihat dari Persamaan (7.66) maka :
1. Bilamana n =1 :
Maka tranformator dikatakan sebagai transformator isolasi (isolation tranformer)
2. Bilamana n >1 :
Tranformator dikatakan sebagai tranformator penaik tegangan (step-up
transformator), disini tegangan pada sisi primer dinaikan pada sisi sekunder (V
2
>V
1
)
3. Bilamana n <1 :
Tranformator dikatakan sebagai transformator penurun tegangan (step-down
tranformer), disini tegangan pada sisi primer diturunkan pada sisi sekunder (V
2
<V
1
)

Bila dilihat dari Persamaan (7.61) dan (7.66) maka selalu dapat diekspresikan V
1

dalam V
2
dan I
I
dalam I
2
atau sebaliknya sehingga :
n
V
V
2
1
=
(7.67)
atau :
1 2
nV V =
(7.68)
demikian pula halnya dengan :
2 1
nI I =
(7.69)
atau :
193
n
I
I
1
2
=
(7.70)
Satu hal yang penting adalah bagaiamana untuk mengetahui poloritas dari
tegangan ataupun arah arus dalam suatu transformator seperti pada Gambar 7.15. Kalau
polaritas V
1
ataupun V
2
dan arah I
1
ataupun I
2
dirubah, maka n pada Persamaan (7.61)
sampai dengan Persamaan (7.66) tanda aljabarnya diganti menjadi n.
Sebagai lengkapnya dapat diperlihatkan seperti Gambar 7.16 dibawah ini :


Gambar 7.16 Untuk menentukan polaritas tegangan dan arah arus pada transformator ideal

Sehingga dapat disimpulkan :
1. Bilamana tegangan kumparan V
1
dan V
2
kedua-duanya positif atau negatif pada
terminal dot, maka pergunakan tanda-tanda +n pada Persamaan (7.61), kalau tidak
gunakan tanda n.
2. Bilamana arus-arus I
1
dan I
2
kedua-duanya menuju atau meninggalkan terminal dot,
maka pergunakan tanda -n pada Persamaan (7.66), kalau tidak gunakan tanda +n.
Selanjutnya adapun daya kompleks pada sisi primer dinyatakan dengan :
194
2 2 2 2
2
1 1
S * I V )* nI (
n
V
* I V S = = = =

terlihat bahwa daya kompleks diberikan dari sisi ke sisi sekunder tanpa rugi-rugi, hal ini
terjadi karena yang sedang ditinjau adalah tranformator ideal yang bersifat rugi-rugi.
Adapun impedansi input dapat ditentukan dengan memperhatikan rangkaian pada
Gambar 7.17 dibawah ini :

Gambar 7.17 Rangkaian untuk menyatakan impedansi input Z
in


dari Persamaan (7.67); (7.68); (7.69) dan (7.70) diperoleh :
2
2
2
1
1
in
I
V
.
n
1
I
V
Z = =
(7.71)
kemudian dari Gambar 7.17 juga terlihat bahwa : Z
L
= V
2
/I
2
, dengan demikian
Persamaan (7.71) menjadi :

2
L
in
n
Z
Z =
(7.72)
Biasanya salah satu spesifikasi dari suatu transformator dinyatakan dengan V
1
/V
2
,
misalnya suatu tranformator dengan spesifikasi 2400/120 volt [rms], maka ini berarti
pada sisi primer adalah 2400 volt [rms] dan tegangan pada sisi sekunder 120 vol [rms]
sehingga tranformator ini merupakan tranformator penurun tegangan (step-down
tranformer).

Contoh :
Sebuah tranfomator ideal dengan data-data : 2400/120 vol; 9,6 kVA dimana jumlah
belitan pada sisi sekunder 50 lilitan. Hitunglah :
a. Perbandingan belitan n
b. Banyak belitan pada sisi primer
195
c. Arus primer dan sekunder (I
1
dan I
2
)

Jawab :
Tranformator ini adalah tranformator penurun tegangan (step-down transformer)
dimana tegangan pada sisi primer V
1
=2400 volt dan tegangan pada sisi sekunder
V
2
=120 volt. Maka :
a. Perbandingan belitan adalah :
05 , 0
2400
120
V
V
n
1
2
= = =

b. Banyak belitan pada sisi primer :
1
2
N
N
n=

atau :
1000
05 , 0
50
n
N
N
2
1
= = =
liltan
c. Daya semu tranformator adalah :
kVA 6 , 9 I V I V S
2 2 1 1
= = =

maka :
. Amp 4
2400
9600
V
S
I
1
1
= = =

dan :
. Amp 80
120
9600
V
S
I
2
2
= = =


Contoh :
Suatu tranformator ideal seperti rangkaian dibawah ini.


Hitunglah :
196
a. Besar arus I
1
yang disuplai oleh sumber.
b. Besar tegangan output V
0

c. Daya kompleks yang disuplai oleh sumber
Jawab :
a. Tahanan R
2
dapat direfleksikan ke sisi primer

O = = = 5
2
20
n
R
Z
2 2
2
R

sehingga :
) 6 j 9 ( 5 ) 6 j 4 ( Z ) jX R ( Z
R C 1 in
= + = + + =

atau :
O Z = 69 , 33 82 , 10 Z
in
maka :
. Amp 69 , 33 09 , 11
69 , 33 82 , 10
0 120
Z
V
I
in
1
Z =
Z
Z
= =


b. Karena arus I
1
dan I
2
meninggalkan tanda dot, maka
. Amp 69 , 33 545 , 5 ) 69 , 33 09 , 11 (
2
1
I
n
1
I
1 2
Z = Z = =


c. Adapun daya kompleks yang disuplai oleh sumber :
VA 69 , 33 8 , 1330 ) 69 , 33 09 , 11 )( 0 120 ( * I . V S
1
Z = Z Z = =



7.8 Autotranformator Ideal

Autotranformator adalah sebuah tranformator dimana bagian primer dan
sekunder-nya dalam satu belitan dengan sebuah terminal diantara sisi primer dan
sekunder (selalu disebut dengan tap).
Beberapa rumus dalam transformator ideal juga dipergunakan dalam
autotranformator, misalnya untuk autotranformator penurun tegangan seperti pada
Gambar 7.18 dibawah ini.

197

Gambar 7.18 Autotransformator penurun tegangan
Dari persamaan (7.61) maka untuk autotranformator penurun tegangan ini
berlaku :
2
1
2
2 1
2
1
N
N
1
N
N N
V
V
+ =
+
=
(7.73)
karena pada autotranformator ideal ini juga tidak ada rugi-rugi, maka daya kompleks
pada sisi belitan primer sama dengan sisi belitan sekunder, sehingga :

* I V S * I V S
2 2 2 1 1 1
= = =
(7.74)
sehingga dari Persamaan (7.74) ini dapat pula dinyatakan bahwa :
2 2 1 1
I V I V =

atau :
2
1
1
2
I
I
V
V
=
(7.75)
maka hubungan antara arus dapat dinyatakan dengan :
2 1
2
2
1
N N
N
I
I
+
=
(7.76)

Untuk autotranformator ideal penaik tegangan seperti Gambar 7.19, dibawah ini :


198
Gambar 7.19 Autotransformator penaik tegangan

Untuk autotranformator penaik tegangan ini berlaku :
2 1
2
1
1
N N
V
N
V
+
=

atau :
2 1
1
2
1
N N
N
V
V
+
=
(7.77)

Sedangkan untuk daya komplek pada autotranformator penaik tegangan ini berlaku
Persamaan (7.74).
Adapun perbedaan yang utama antara transformator ideal dengan
autotranformator ideal ini adalah pada autotranformator sisi primer dan sekunder selain
terhubung secara magnetik juga terhubung konduktif.

Contoh :
Dari rangkaian autotranformator dibawah ini :


Hitunglah besar : a. I
1
, I
2
dan I
o

b. Daya kompleks yang disuplai ke beban Z
L


Jawab :
a. Autotranformator adalah penaik tegangan sehingga berlaku :
200
80
120 80
80
N N
N
V
V
2 1
1
2
1
=
+
=
+
=

atau :
199
volt 30 300 ) 30 120 (
80
200
V
80
200
V
1 2
Z = Z = =

dari rangkaian terlihat bahwa :
. Amp 87 , 6 30
87 , 36 10
30 300
) 6 j 8 (
30 300
Z
V
I
L
2
2
Z =
Z
Z
=
+
Z
= =


kemudian dari rumus :
80
200
80
120 80
N
N N
I
I
1
2 1
2
1
=
+
=
+
=

atau :
. Amp 87 , 6 75 ) 87 , 6 30 (
80
200
I
80
200
I
2 1
Z = Z = =

Menurut hukum arus Kirchoff pada titik tap persamaannya adalah ;
o 1 2
I I I + =

atau :
) 97 , 8 j 46 , 74 ( ) 58 , 3 j 78 , 29 ( ) 87 , 6 75 ( ) 87 , 6 30 ( I I I
1 2 o
= Z Z = =

sehingga :
. Amp 12 , 173 45 39 , 5 j 68 , 44 I
o
Z = + =

b. Adapun daya kompleks yang disuplai ke beban adalah :
kVA 87 , 36 9 87 , 36 9000 ) 87 , 36 10 ( 30 Z I * I V S
2
L 2 2 2 2
Z = Z = Z = = =



7.9 Soal Latihan

1. Dua buah kumparan yang tergandeng secara magnetik dengan koefisien gandeng
k =0,85 dimana kumparan N
1
memiliki 250 belitan yang dialiri arus i
1
=2 A dengan
fluksi total
1
=0,3 mWb. Bila arus i
1
tereduksi secara linier ke harga nol dalam
waktu 2 milli detik maka tegangan yang terinduksi pada kumparan N
2
sebesar
63,75 V. Hitunglah L
1
; L
2
; M dan N
2
.

2. Dua buah kumparan yang tergandeng secara magnetik dengan N
1
=100 lilitan dan
N
2
=800 lilitan mempunyai koefisien gandeng k =0,85. Dengan lilitan N
1
terbuka
200
maka arus yang mengalir pada lilitan N
2
sebesar 5 A dan fluksi
2
=0,35 mWb.
Hitunglah berapa besar L
1
; L
2
dan M.

3. Pada rangkaian di bawah ini, hitunglah perbandingan V
2
/V
1
yang mengakibatkan
arus I
1
=0.


4. Pada rangkaian di bawah ini, hitunglah berapa besar harga koefisien gandeng k
bilamana disipasi daya pada R sebesar 32 watt.
V 0 20 V Z =


5. Hitunglah impedansi input dari rangkaian berikut.
Xc =8
XL1 =4
I1 I2
R =3
XL2 =5
XM=3
V


6. Dari rangkaian transformator ideal di bawah ini hitunglah besar V
o
dan daya
kompleks yang diberikan oleh sumber.
) rms ( V 0 100 V Z =


7. Hitunglah daya yang diberikan sumber pada R
2
pada rangkaian di bawah ini.
201
) rms ( V 0 100 V Z =



8. Pada rangkaian di bawah ini L
3
tidak tergandeng secara magnetik dengan L
1
dan L
2
.
Maka hitunglah I
1
; I
2
dan I
s
untuk = 1000 rad/detik.


9. Pada rangkaian autotransformator di bawah ini hitunglah V
L
; I
L
dan I
cb
.
202
O Z = 60 10 Z
L
V 0 150 V Z =

Anda mungkin juga menyukai