Anda di halaman 1dari 31

BAB 7

RANGKAIAN GANDENG MAGNETIK

Oleh :
Naemah Mubarakah, ST
7.1 Pendahuluan

Rangkaian gandeng magnetik ( magnetically couple) :

Dua buah rangkaian atau lebih yang terhubung secara


langsung atau tidak satu sama lainnya, akan tetapi
mempunyai pangaruh antara satu sama lainnya secara
magnetik, diakibatkan adanya medan magnet disalah satu
rangkaian tersebut.

7.2 Induktansi Timbal Balik (Mutual Indutance)

Gambar 7.1 Fluksi magnetik yang dibangkitkan


pada kumparan dengan N belitan.
Gambar di atas memperlihatkan sebuah kumparan dengan banyak
belitan N. Pada kumparan akan terjadi tegangan induksi sebesar v
yang sebanding dengan perkalian jumlah belitan N dengan
perubahan fluksi φ perwaktu, atau dapat dinyatakan dengan :

vN
d
dt
 vN
d di
.
di dt
Sebagaimana diketahui bilamana sebuah induktor dialiri arus,
maka akan terjadi tegangan pada induktor tersebut sebesar :

v = vL

di d
vL  L LN
dt dt

dimana L adalah induktansi diri (self-indutance).


Gambar 7.2 Induktansi timbal balik dari
Kumparan N2 terhadap kumparan N1

1  11  12
d1 di1 di
v1  N1 .  L1. 1
dt dt dt

v 2  M12
di1
dt  M12  N 2
d12
di1

M21 ini disebut sebgai induktansi timbal balik dari kumparan N2 akibatnya
φ12 dari kumparan N1
Gambar 7.3 Induktansi timbal balik M12 pada
kumparan N1 yang diakibatkan kumparan N2

 2   22   21


d 2 di 2 di 2 d 2
v2  N2 .  L2 L2  N2
dt dt dt dt
d d di di
v1  N1 21  N1 21 . 2  M12 2
dt dt dt dt
 d
M12  N1 21
dt

M12 disebut sebagai induktansi timbal balik (mutual-indutance)


dari kumparan N1 akibat adanya fluksi  21 dari kumparan N2.
 Induktansi timbal balik M yang satuannya dalam henry [H] adalah
ukuran kemampuan suatu induktor untuk menginduksikan tegangan
pada induktor lain yang berdekatan dengannya.

 Apabila konduktor diletakkan pada telapak tangan, dan ibu jari-jari


tangan menggenggam kumparan searah dengan arah belitan
kumparan maka jari telunjuk menunjukkan arah arus, sedangkan ibu
jari menunjukkan arah fluksi.

(a) (b)
Gambar 7.4 Aturan tangan kanan (a) untuk tanda M positif (b) untuk tanda M negatif
7.3 Aturan Dot
7.4 Energi Pada Rangkaian Gandeng Magnetik

Gambar 7.8 Rangkaian untuk memperlihatkan energi


Yang tersimpan dalam rangkaian gandeng

Arus i1 terlebih dahulu dinaikkan dari nol sampai I1 dan kemudian barulah i2
dinaikkan dari nol sampai I2. Maka Energi yang tersimpan dalam rangkaian :
I1
1
w 1   p1.dt  L1  i1di1  L1I12
2
0
I2 I2
1
w 2   p 2 dt  M12 I1  di 2  L 2  i 2 di 2  M12 I1I 2  L2I22
0 0
2
1 1
w  w1  w 2  L1I12  L 2 I 2 2  M12 I1I 2
2 2
Jika arus i2 terlebih dahulu dinaikkan dari nol sampai I2 dan
kemudian barulah i1 dinaikkan dari nol sampai I1. Maka Energi
yang tersimpan dalam rangkaian :

1 1
w L1I12  L 2 I 2 2  M 21I1I 2
2 2
bilamana kedua persamaan ini disamakan, akan diperoleh :

M12  M 21  M
maka secara umum dapat dituliskan :
1 1
w L1i12  L 2 i 2 2 
 M.i1i 2
2 2 
(*)
dimana (*) ditentukan oleh aturan dot.

M  k L1L 2
 0 k  1
k disebut sebagai koefisien gandeng (coefficient of coupling k)
dari kumparan
Contoh :
Suatu rangkaian gandeng magnetik seperti di bawah ini :

Carilah bentuk persamaan tegangan pada rangkaian gandeng di atas dalam


wawasan waktu dan wawasan frekuensi.
Jawab :
Rangkaian sperti di atas adalah rangkaian dalam wawasan waktu, maka
manurut hukum tegangan Kirchhoff, persamaan tegangan pada :
di1 di
Loop 1 : v1  R 1i1  L1 M 2
dt dt
di 2 di
Loop 2 : v 2  R 2i 2  L 2 M 1
dt dt
Dalam wawasan frekuensi, rangkaiannya adalah :

Rangkaian seperti di atas adalah rangkaian dalam wawasan frekuensi,


maka menurut hukum tegangan Khirchoff, persamaan tegangan pada :

Loop 1 : V1 = R1I1 + jωL1I1 + JωMI2 = ( R1 + JωL1 ) I1 + JωMI2

Loop 2 : V2 = JωMI1 + R2I2 + jωL2I2 = JωMI1 + ( R2 + JωL2 ) I2


Contoh :
Perhatikan rangkaian di bawah ini :

Carilah harga k dan energi yang tersimpan dalam rangkaian gandeng ini
selama t = 1 detik.

Jawab :
Besar konstanta gandeng k adalah :
M 2,5
k   0,56
L1.L 2 5x 4
Untuk mencari energi yang tersimpan dalam rangkaian gandeng ini,
maka semua besaran yang ada dalam rangkaian harus besaran
wawasan frekuensi.
Disini ω = 4 rad/det

Wawasan Waktu Wawasan Frekuensi

60 cos (4t + 30o) 60 30o

L1 = 5 H j ωL1 = j 20 Ω

L2 = 4 H j ωL2 = j16 Ω

C = 0,0625 F 1/j ωC = -j4 Ω

R = 10 Ω R = 10 Ω

M = 2,5 H j ωM = j10 Ω

Maka rangkaian dalam wawasan frekuensi adalah :


Persamaan Loop 1 :

V  (R  jL1 ).I1  jM.I 2  (10  j20).I1  j10.I 2  6030


Persamaan Loop 2 :
jM.I1  ( jL 2  jC).I 2  0  j10.I1  ( j16  j4).I 2  0
 j12.I 2
I1   atau : I1  1,2.I 2
j10
Dari Persamaan kedua Loop didapat :
6030 6030 dan
I2    3,255160,6 A
(12  j4) 18,432  130,6

I1  (3,682  j1,296)  3,682  j1,296  3,903  19,39 A


Dalam wawasan waktu (time domain), maka :
i1  3,903 cos (4t  19,39) A dan i 2  3,255 cos (4 t  160,6) A

Untuk : t = 1 detik → maka : 4t = 4 rad = 4 x 57,3o = 229,2o


sehingga :
i1  3,903 cos (229,2  19,39)  3,903 cos (209,81)  3,386 A
i 2  3,255 cos (229,2  160,6)  3,225 cos (389,8)  2,824 A

sehingga total energi yang tersimpan pada rangkaian gandeng ini :

1 1
w L1i12  L 2 i 2 2  Mi1i 2
2 2

atau :

1 2 1
w  (5)(3,386)  (4)(2,824) 2  (2,5)(3,386)(2,824)
2 2

w  28,662  15,949  23,905  20,706 J


7.5 Transformasi Linier

Gambar 7.10 Transformator linier

V 2 M 2
Z in   (R  jL1 ) 
I1      ( R  j L  Z )
  2    2   L
(1) 
( 2)
(1) merupakan impedansi primer
(2) menyatakan adanya kopling antara belitan primer dan sekunder dan ini
menyatakan seolah-olah impedansi ini direpleksikan ke sisi primer.
impedansi ini sering disebut dengan impedansi refleksi (relected impedance)
ZR .
2 M 2
ZR 
( R 2  j L 2  Z L )
7.6 Rangkaian Ekivalen Transformator Linier

Gambar 7.11 Transformator linier (a) Rangkaian ekivalen ;


(b) Hubungan “T” ; (c) Hubungan “П”
Persamaan tegangan dan arus yang disusun dalam bentuk matrik
untuk Gambar 7.11a :
 V1   jL1 jM   I1 
V    jM jL 2  I 2 
 2 
 L2 M 
 
 I1   j(L1L 2  M 2 ) j(L1L 2  M 2 )   V1 
I    M L1  V2 
 2
 2 
 j(L1L 2  M ) j(L1L 2  M 2 ) 

Persamaan tegangan yang disusun dalam bentuk matrikuntuk Gambar 7.11b :


L a  L1  M
 V1   j(L a  L b ) j L c   I1 
V    jL c j(L b  L c ) I 2 
Lc  M
 2  Lb  L2  M

Persamaan arus yang disusun dalam bentuk matrikuntuk Gambar 7.11c :


L1L 2  M 2
 1   1   LA 


1
       L2  M
 I1   jL A jL C   j L C   V1 
I      V2  LB 
L1L 2  M 2
 2 1   1 1
       L1  M
  j L C  jL B jL C 
L1L 2  M 2
LC 
M
Contoh :
Buatlah rangkaian ekivalen hubungan T dari transformator
linear dibawah ini :

Jawab :
Dalam hubungan T berlaku :

L a  L1  M  10  2  8 H
Lc  M  2 H
Lb  L2  M  4  2  2 H
Contoh :
Carilah rangkaian ekivalen hubungan Π dari rangkaian
transformator linear dibawah ini :

Jawab :
Dalam hal ini :
L1 L 2  M 2 10.4  2 2
LA    18 H
L2  M 42
L1 L 2  M 2 10.4  2 2
LB    4,5 H
L1  M 10  2
L1 L 2  M 2 10.4  2 2
LC    18 H
M 2
7.7 Tranformator Ideal

Tranformator ideal adalah suatu peralatan yang memiliki harga


koefisien gandeng k = 1 yang terdiri dari dua atau lebih kumparan
dengan jumlah belitan yang banyak yang dililitkan pada inti dari bahan
yang memiliki permeabilitas yang tinggi, yang mana hal ini
menyebabkan semua fluksi akan melingkupi seluruh kumparan.

Gambar 7.12 Transformator ideal


Untuk k = 1  M  L1.L 2

V1M jM 2 I 2
V2  jL 2 I 2  
L1 L1

L12 L 2 L2
V1 V1L1
V L .L L1 L1 L2
V2  1 1 2    V1
L1 L1 L1 L1
,
bila dimisalkan perbandingan belitan :

M  L1 / L 2  V2 = nV1

Adapun sifat-sifat dari suatu transformator ideal diantaranya adalah :


1. Kumparannya memiliki harga reaktansi yang sangat besar (L1; L2;M ∞)
2. Koefensi gandeng k = 1
3. Kumparan primer dan sekundur tanpa rugi-rugi (R1 = 0 = R2)
N1 N2

Belitan primer Belitan sekunder

Gambar 7.13 Transformator ideal

tranformator ideal sering disimbolkan dengan :

Gambar 7.14 Simbol transformator ideal


Gambar 7.15 Transformator ideal dengan sumber tegangan ac pada sisi primer

Maka :
v2 N2

v1 N1
n  V2 N 2

V1 N1
n

V1 N1 1
 
V2 N 2 n
 V1 I 2 1
 
V2 I1 n
 I 2 N1 1
 
I1 N 2 n
Bilamana n = 1 : transformator isolasi (isolation tranformer)
Bilamana n > 1 : tranformator penaik tegangan (step-up transformator)
Bilamana n < 1 : transformator penurun tegangan (step-down tranformer)
Gambar 7.16 Untuk menentukan polaritas tegangan dan arah arus pada
transformator ideal
Daya kompleks pada sisi primer dinyatakan dengan :
V2
S1  V1I*  (nI 2 )*  V2 I 2 *  S 2
n

Gambar 7.17 Rangkaian untuk menyatakan impedansi input Zin

Z in 
V1

1 V2
2
I1 n I 2
.  ZL = V2/I2

ZL
Z in 
n2
Contoh :
Sebuah tranfomator ideal dengan data-data : 2400/120 vol; 9,6 kVA
dimana jumlah belitan pada sisi sekunder 50 lilitan. Hitunglah :
a. Perbandingan belitan n
b. Banyak belitan pada sisi primer
c. Arus primer dan sekunder (I1 dan I2)
Jawab :
Tranformator ini adalah tranformator step-down
tegangan primer V1 = 2400 volt dan tegangan sekunder V2 = 120 volt.
Maka : V2 120
n   0,05
a. Perbandingan belitan adalah : V1 2400

b. Banyak belitan sisi primer :


N
n 2
N1
 N1 
N2
n

50
0,05
 1000 lilitan

c. Daya semu tranformator adalah : S  V1I1  V2 I 2  9,6 kVA


S 9600 S 9600
I1    4 Amp. dan I2    80 Amp.
V1 2400 V2 120
7.8 Autotranformator Ideal

Autotranformator adalah sebuah tranformator dimana bagian primer


dan sekunder-nya dalam satu belitan dengan sebuah terminal diantara
sisi primer dan sekunder (selalu disebut dengan tap).

V1 N1  N 2 N
  1 1
V2 N2 N2

S1  V1I1*  S 2  V2 I 2 *

I1 N2

I 2 N1  N 2

Gambar 7.18 Autotransformator penurun tegangan


V1 N1

V2 N1  N 2

Gambar 7.19 Autotransformator penaik tegangan

Adapun perbedaan yang utama antara transformator ideal dengan


autotranformator ideal ini adalah pada autotranformator sisi primer dan
sekunder selain terhubung secara magnetik juga terhubung konduktif.
Contoh :
Dari rangkaian autotranformator dibawah
ini :

Hitunglah besar : a. I1, I2 dan Io

b. Daya kompleks yang disuplai ke beban


ZL
Jawab :
a. Autotranformator adalah penaik tegangan sehingga berlaku :
V1 N1 80 80
  
V2 N1  N 2 80  120 200

200 200
V2  V1  (12030)  30030 volt
80 80
dari rangkaian terlihat bahwa :
V2 30030 30030
I2     30  6,87 Amp.
ZL (8  j6) 1036,87

I1 N1  N 2 80  120 200
I2

N1

80

80
 I1 
200
80
I 2  75  6,87 Amp.

I 2  I1  I o  I o  I 2  I1  (30  6,87)  (75  6,87)  45173,12

b. Adapun daya kompleks yang disuplai ke beban adalah :

S 2  V2 I 2 *  I 2 Z L  30 2 (1036,87)  900036,87  936,87 kVA

Anda mungkin juga menyukai