PROGRAM STUDI PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA TAHUN 2013
Kata Pengantar
Puji syukur penulis panjatkan atas kehadirat Allah SWT karena atas limpahan rahmat dan karunia-Nya lah penulis dapat menyelesaikan makalah mata kuliah Kependudukan yang berjudul Teori Transisi Demografi dengan tepat waktu. Adapun makalah ini disusun dengan tujuan meningkatkan pemahaman pembaca mengenai masalah-masalah yang dapat di eksplorasi dari suatu sumber data yang digunakan dalam menganalisis suatu aspek kependudukan yang dalam hal ini berkaitan dengan tingkat pelayanan fasilitas. Tidak hanya permasalahan namun juga kelebihan dan kekurangan serta solusi dari permasalahan terkait dengan sumber data yang digunakan. Ucapan terimakasih penulis tujukan kepada seluruh pihak yang telah berkontribusi dalam penyusunan makalah ini dari awal hingga selesai. Penulis juga sangat berterimakasih kepada dosen pembimbing mata kuliah kependudukan Bapak Ardy Maulidy Navastra, ST.,MT. yang telah membimbing penulis dalam menyusun makalah ini. Akhirnya tidak ada gading yang tak retak, kritik dan saran penulis harapkan dari semua pihak dalam rangka menyempurnakan makalah ini agar lebih baik dan dapat bermanfaat sebesar-besarnya bagi pembaca dan penulis sendiri.
Penulis
BAB I PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Daerah tertinggal adalah daerah Kabupaten yang relatif kurang berkembang dibandingkan daerah lain dalam skala nasional, dan berpenduduk yang relatif tertinggal. Lima kabupaten di Jawa Timur, yakni Bondowoso, Situbondo, Bangkalan, Sampang, dan Pamekasan masuk dalam kategori daerah tertinggal. Jumlah daerah tertinggal di Indonesia sebanyak 183 kabupaten/kota, lima di antaranya berada di Jawa Timur Penentuan 183 kabupaten tertinggal tersebut didasarkan enam kriteria utama, yakni perekonomian masyarakat, sumber daya manusia (SDM), infrastruktur berupa prasarana, kemampuan keuangan lokal (celah fiskal), aksesibilitas, dan karakteristik daerah. Kementerian PDT berusaha untuk mengembangkan ekonomi lokal daerah tertinggal, sehingga mampu mendongkrak pendapatan asli daerah (PAD) kabupaten setempat Kementerian PDT berupaya mengurangi daerah tertinggal agar sama daerah lain dengan berkoordinasi dan memfasilitasi kementerian atau lembaga lainnya melalui program peningkatan infrastruktur perdesaan, pengembangan ekonomi lokal, peningkatan pelayanan kesehatan yang berkualitas, terjangkau, dan peningkatan pelayanan pendidikan di daerah tertinggal. Pembangunan daerah tertinggal ini berbeda dengan penanggulangan kemiskinan dalam hal cakupan pembangunannya. Pembangunan daerah tertinggal tidak hanya meliputi aspek ekonomi, tetapi juga aspek sosial, budaya, dan keamanan (bahkan menyangkut hubungan antara daerah tertinggal dengan daerah maju). Di samping itu kesejahteraan kelompok masyarakat yang hidup di daerah tertinggal memerlukan perhatian dan keberpihakan yang besar dari pemerintah. Berdasarkan hal tersebut di atas, diperlukan program pembangunan daerah tertinggal yang lebih difokuskan pada percepatan pembangunan di daerah yang kondisi sosial, budaya, ekonomi, keuangan daerah, aksesibilitas, serta ketersediaan infrastruktur masih tertinggal dibanding dengan daerah lainnya. Sejauh ini, Kementerian PDT masih fokus terhadap daerah tertinggal yang cakupannya kabupaten/kota dan belum menyentuh tingkat desa dan kecamatan. Kategori daerah tertinggal akan disesuaikan dengan Undang-Undang tentang Percepatan Pembangunan Daerah Tertinggal (PPDT) yang akan direvisi oleh DPR, sehingga saat ini pihak kementerian masih fokus pada kabupaten