Anda di halaman 1dari 14

PENGARUH FREKUENSI PERAWATAN LUKA BAKAR DERAJAT II DENGAN MADU NECTAR FLORA TERHADAP LAMA PENYEMBUHAN LUKA (THE

INFLUENCE OF TREATMENT FREQUENCIES USING NECTAR FLORA HONEY TOWARDS SECOND DEGREES BURN ON WOUND HEALING DURATION) Dina Dewi SLI1*), Sanarto2), Barotut taqiyah3)
1)

Staf Pengajar Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya
2) 3)

Staf Pengajar Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya Jl. Veteran Malang 65145
*)

Mahasiswa Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran Brawijaya e-mail: dinadewi@ub.ac.id ABSTRAK

Salah satu manfaat madu sebagai bahan tambahan dalam perawatan luka. Penelitian tentang manfaat madu untuk perawatan luka sudah banyak dilakukan, termasuk untuk perawatan luka bakar derajat II. Pada penelitian tersebut frekuensi perawatan luka yang dilakukan bervariasi mulai dari 2 hari sekali sampai 3 kali per hari. Penelitian bertujuan untuk mengetahui pengaruh frekuensi perawatan luka bakar derajat II dengan madu nectar flora terhadap lama penyembuhan luka dan mengetahui frekuensi mana yang sebaiknya diterapkan untuk perawatan luka bakar derajat II dengan menggunakan madu. Jenis penelitian adalah true experiment dengan menggunakan desain pre-test post-test control group design. 20 ekor marmut sebagai sample dibagi menjadi 5 kelompok perlakuan yaitu kelompok 1 (kelompok kontrol), kelompok perlakuan 2 (perawatan luka 2 hari sekali), kelompok perlakuan 3 (perawatan luka 1 kali per hari), kelompok perlakuan 4 (perawatan luka 2 kali per hari), dan kelompok perlakuan 5 (perawatan 3 kali per hari). Penilaian terhadap luka dilakukan setiap hari sejak pembuatan luka sampai luka sembuh, sesuai dengan format penilaian luka menurut Moya Morison dalam manajemen luka. Hasil analisis statistik menunjukkan rata-rata penyembuhan luka pada kelompok 1 (kontrol) sebesar 14,5 hari, kelompok 2 adalah 13,5 hari, kelompok 3 adalah 11,75 hari, kelompok 4 adalah 10,5 hari, dan kelompok 5 adalah 10 hari. Uji one way anova menunjukkan terdapat perbedaan yang signifikan pada rata-rata lama penyembuhan luka antar kelompok dengan F hitung (6,992) > F tabel (3,06) dan p < 0,05. Uji BNT menunjukkan pada kelompok 2 tidak berbeda nyata dengan kelompok kontrol. Sedangkan kecepatan penyembuhan luka pada kelompok 3, kelompok 4, dan kelompok 5 tidak berbeda nyata. Namun perbedaan antara kelompok 4 dan kelompok 5 menunjukkan angka signifikan yang paling besar (p = 0,634), sehingga dengan kata lain pengaruh pada perlakuan kelompok 4 mendekati pengaruh pada perlakuan kelompok 5. Kesimpulan

hasil penelitian yaitu perawatan luka bakar derajat II dengan menggunakan madu yang dilakukan 2-3 kali per hari paling efektif dalam mempercepat lama penyembuhan luka bakar derajat II dibandingkan perawatan luka 2 hari sekali dan 1 kali sehari. Kata kunci: luka bakar derajat II, madu nektar flora, lama penyembuhan luka, frekuensi perawatan luka ABSTRACT One of them is used as the properties of wound healing. Many research has been done, include the use of honey on treatment of secon degrees burn. In those research are lack of consensus on how often to apply honey. It is varies from every two days, once daily, twice daily, and three times daily. Because of that, this research want to answer that question so we can know how often the treatment of second degrees burn using honey should be applied. This research is conducted to test and to know the influence of treatment frequency on second degrees burn using honey to quicken wound healing duration and to know which frequency has the best result on quickening wound healing. This research is true experiment study with pretest-postest control group design system. 20 cavia porcellus, as samples, are divided into 5 groups: 1) contol group; 2) second degrees burn care group with honey applied every to days; 3) second degrees burn care group with honey applied once daily; 4) second degrees burn care group with honey applied twice daily; 5) second degrees burn care group with honey applied three times daily. Assessment of wound is applying every day using wound assesment form in wound manajement by Morison Moya. Means of wound healing in control group is 14,5 days, group 2 is 13,5 days, group 3 is 11,75 days, group 4 is 10,5 days, and group 5 is 10 days. One way anova test shows the differences of wound healing means between each group is significant with F count (6,992) > F table (3,06) and p < 0,05. LSD says there are no significant difference between group 3, group 4, and group 5. But the difference between group 4 and group 5 shows the highest significant value (p = 0,634), so it can conclude that the group 5 has the most same effects on group 4. The treatments of second degrees burn using honey twice daily and three times daily are better than those done every two days and once daily. Keywords: second degrees burn, nectar flora honey, wound healing duration, treatment frequencies LATAR BELAKANG Luka bakar merupakan salah satu trauma yang sering terjadi dalam kehidupan sehari-hari, bahkan sering kali merupakan kecelakaan massal (mass disaster). Luka bakar tergolong kasus epidemik yang serius dalam tahun-tahun belakangan ini. Berdasarkan catatan journal of burn care and rehabilitation edisi 1992, diperkirakan ada 2,4 juta kasus luka bakar dalam setahun di Amerika Serikat. Dari jumlah tersebut ada 650.000 yang

ditangani oleh ahli medis dan 75.000 ditangani di rumah dan 12.000-nya berakhir dengan kematian (Mer, 2003). Data lain dari the national institute for burn medicine menyebutkan bahwa sebagian besar pasien luka bakar di Amerika Serikat (75%) disebabkan kelalaian korban. Penyebab luka bakar antara lain: air panas, korek api, arus listrik, dan merokok pada penggunaan obat bius dan alkohol (Smeltzer & Bare, 2000). Penelitian di Belanda menunjukkan 70% kejadian luka bakar terjadi di lingkungan rumah tangga, 25% di tempat industri, dan kira-kira 5% akibat kecelakaan lalu lintas. Berdasarkan data statistik unit pelayanan khusus RSUPN Cipto Mangunkusumo Jakarta, jumlah kasus yang dirawat selama tahun 1998 sebanyak 107 kasus atau 26,3% dari seluruh kasus bedah plastik yang dirawat. Dari kasus tersebut terdapat lebih 40% merupakan luka bakar derajat II-III dengan angka kematian 37,38% (Kristanto, 2005). Kebanyakan luka bakar terjadi di rumah ketika memasak atau di kamar mandi karena air panas atau penggunaan alat elektronik yang yang tidak sesuai. Luka bakar juga dapat terjadi di lingkungan industri. Anak-anak dan lansia memiliki resiko tinggi terhadap cedera luka bakar. Kedua kelompok ini memiliki kulit yang tipis dan rapuh, sehingga kontak dalam waktu yang sebentar dengan sumber panas dapat mengakibatkan luka bakar ketebalan penuh. Peluang untuk bertahan hidup lebih besar pada anak yang lebih tua dari 5 tahun dan pada orang dewasa yang kurang dari 40 tahun (Smeltzer & Bare, 2000). Semua luka bakar (kecuali luka bakar ringan atau luka bakar derajat I) membutuhkan penanganan medis yang segera karena beresiko terhadap infeksi, dehidrasi dan komplikasi serius lainnya (Balletto et al, 2001). Perawatan luka bakar dapat dilakukan dengan menggunakan beberapa bahan tambahan, antara lain normal salin, lidah buaya dan madu. Madu merupakan cairan kental dan terasa manis yang dihasilkan oleh tawon madu dengan jalan proses pengubahan suatu cairan manis yang dihasilkan oleh bunga atau bagian dari tanaman (Hadiwiyoto, 1986). Madu telah digunakan sebagai obat sejak jaman kuno. Ayurveda (pengobatan India) mendefinisikan madu sebagai sari kehidupan dan merekomendasikan penggunaannya sebagai pengobatan. Papyrus dari mesir kuno menyebutkan pengobatan luka bakar dengan menggunakan madu. Tentara rusia dan tentara Cina juga menggunakan madu untuk mengobati luka pada Perang Dunia I. Madu telah digunakan untuk mengobati luka bakar dan ulcer untuk mengurangi infeksi dan mempercepat penyembuhan luka (Subrahmanyam, 1996). Dalam sebuah penelitian di India disebutkan bahwa madu memiliki kemampuan yang lebih cepat dalam menyembuhkan luka bakar derajat II dibandingkan dengan cara konvensional. Hal ini terutama karena madu memiliki osmolaritas yang tinggi, mengandung hidrogen peroksida, kadar glukosa yang tinggi dan beberapa komponen organik lain. Selain itu kandungan madu juga memiliki komposisi yang sesuai dengan zat yang dibutuhkan oleh manusia sehingga madu tidak dianggap sebagai benda asing. Dengan kandungan tersebut madu memiliki kemampuan untuk membersihkan luka, menyerap cairan edema, memicu granulasi jaringan, epitelialisasi dan peningkatan nutrisi. Penelitian tersebut menggunakan perawatan luka bakar metode tertutup (Subrahmanyam, 1996). Tindakan perawatan luka merupakan salah satu tindakan yang harus dilakukan pada klien luka bakar karena klien mengalami gangguan

intregritas kulit yang memungkinkan terjadi masalah kesehatan yang lebih serius. Tujuan utama dari perawatan luka tersebut adalah mengembalikan integritas kulit dan mencegah terjadinya komplikasi infeksi. Perawatan luka meliputi pembersihan luka, pemberian terapi antibakteri topikal, pembalutan luka, penggantian balutan, debridemen, dan graft pada luka (Smeltzer & Bare, 2000). Frekuensi perawatan luka tidak disebutkan secara pasti, tergantung jumlah drainase, keinginan dokter, dan sifat luka (Taylor et al, 1989). Luka bakar merupakan luka yang unik, terdapat jaringan eskar yang luas, sehingga memudahkan pertumbuhan bakteri. Salah satu solusi menurut Templeton (2001) menyatakan bahwa dalam penelitian tentang penggunaan madu tidak ada konsensus yang jelas tentang jumlah dan frekuensi perawatan yang harus dilakukan. Beberapa penelitian tentang perawatan luka dengan madu menyebutkan bahwa frekuensi perawatan yang dilakukan adalah 2 hari sekali, 1 kali per hari, 2 kali per hari dan 3 kali per hari (Molan, 2001). METODE Jenis penelitian termasuk dalam eksperimental laboratoris (true experimental) dengan menggunakan desain post-test only control design dengan tujuan untuk mengetahui keefektifan penyembuan luka bakar derajat II dalam memperpendek waktu penyembuhan luka bersih. Sample diperoleh dengan tehnik random dan didapatkan sebanyak 20 marmut yang dikelompokkan menjadi 5 group yaitu: 1) kelompok kontrol; 2) kelompok madu dengan perawatan 2 hari sekali; 3) kelompok madu dengan perawatan 1 kali per hari; 4) kelompok madu dengan perawatan 2 kali per hari; 5) kelompok madu dengan perawatan 3 kali per hari. Karakteristik sample meliputi: 1) marmut (Cavia porcellus) yang dipilih berdasarkan alasan bahwa struktur kulit dan jaringan organ yang mirip dengan manusia; 2) jenis kelamin betina; 3) usia 2-3 bulan; 4) berat 250300 gr; 5) dalam kondisi yang sehat yang ditandai dengan gerakan aktif, belum pernah mendapatkan pengobatan (medikasi); 6) aklimatisasi selama proses perawatan luka di Laboratorium Farmakologi Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya. Penelitian dilaksanakan pada Bulan Oktober 2008 bertempat di Laboratorium Farmakologi Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya Malang. Prosedur penelitian ini dilakukan pada perawatan luka dengan menggunakan madu nektar flora dengan frekuensi perawatan yang berbeda-beda dan normal saline setelah dilakukan insisi. Penilaian kesembuhan luka bersih dilakukan dengan cara observasi sampai luka bakar sembuh yang ditandai dengan menutupnya kembali luka. Analisis data dilakukan dengan uji komparasi one way anova (MIPA Unibraw, 2001; Sugiyono, 2003).

(Marmut )

20 Sampel

Randomisasi

Gambar 1. Bagan alur penelitian Keterangan : 1. kelompok kontrol 2. kelompok perawatan madu 2 hari sekali 3. kelompok perawatan madu 1 kali per hari 4. kelompok perawatan madu 2 kali per hari 5. kelompok perawatan madu 3 kali per hari Foto Penelitian

Gambar 1. Penyukuran marmut

Gambar 2. Pembuatan luka bakar derajat II A Gambar 4. Perawatan luka

Gambar 5. Marmut yang telah dilakukan perawatan luka Gambar 3. Bula yang terbentuk

Gambar 6. Instrumen penelitian

Gambar 7. Format pengkajian luka

Gambar 8. Kandang marmut

Foto Hasil Pengamatan

Sampel 1.3 hari ke 13

Sampel 2.4 hari ke 12

Sampel 3.5 hari ke 12

Sampel 4.4 hari ke 11

Sampel 5.3 hari ke 9

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Penilaian Kesembuhan Luka Bakar Derajat II A Dari Masing-Masing Kelompok

Tabel 1. Penilaian kesembuhan luka bakar derajat II A dari masing-masing kelompok Lama Penyembuhan Kelompok Kelompok 1: kontrol Sampel 1 2 3 4 Kelompok 2: madu (perawatan 2 hari sekali) Kelompok 3: madu (perawatan 1 kali per hari) Kelompok 4 : madu (perawatan 2 kali per hari) Kelompok 5 : madu (perawatan 3 kali per hari) 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 Luka Bakar Derajat II (hari) 18 15 13 12 14 14 14 12 10 12 12 13 10 11 10 11 10 11 9 10 10 10,5 11,75 13,5 Rata-Rata Lama Penyembuhan Luka Bakar Derajat II 14,5

Berdasarkan tabel 1 didapatkan bahwa pada kelompok kontrol menunjukkan rata-rata lama penyembuhan 14 hari. Sedangkan Perawatan luka bakar derajat II A dengan madu yang dirawat 2 hari sekali (kelompok 2) menunjukkan rata-rata lama penyembuhan 13,5 hari. Pada kelompok 3 yang dirawat 1 kali sehari memiliki rata-rata penyembuhan 11,75 hari. Rata-rata penyembuhan pada kelompok 4 yang dirawat 2 kali sehari adalah 10,5 hari. Kelompok 5 menunjukkan rata-rata penyembuhan luka 10 hari. Dari pernyataan di atas dapat diambil kesimpulan bahwa perawatan luka dengan madu yang dilakukan 3 kali sehari memiliki rata- rata lama penyembuhan yang lebih cepat dibandingkan dengan perawatan luka yang lainnya dengan grafik yang terlihat pada gambar 1.

Mean of SEMBUH
Kontrol

Madu 2 hari sekali Madu 1 kali/ hari

Madu 2 kali/hari

Madu 3 kali/ hari

PERLAKUAN

Gambar 1. Grafik rata-rata lama penyembuhan dari kelompok kontrol sampai kelompok perawatan 3 kali per hari Pada grafik 1 didapatkan bahwa terjadi penurunan grafik dari kelompok kontrol sampai kelompok perawatan 3 kali per hari. Hal ini menunjukkan bahwa perawatan 3 kali per hari paling cepat dalam menyembuhkan luka bakar derajat II A. Untuk menguji dan mengetahui pengaruh frekuensi perawatan luka bakar derajat II dengan madu terhadap penyembuhan luka dilakukan uji dengan one way anova dan dilanjutkan dengan uji LSD (BNT). One way anova ini dipilih karena klasifikasi pengamatan hanya berdasarkan satu kriteria yaitu pemberian perlakuan saja. Tujuan analisa ragam tersebut ingin menguji apakah rata-rata setiap perlakuan memberikan hasil yang berbeda atau sama, sedangkan uji LSD/BNT bertujuan untuk mengetahui perlakuan mana yang berbeda nyata atau tidak berbeda nyata. Hasil Analisis Data Pada 5 Kelompok Perlakuan Uji Asumsi Anova 1. Test Normalitas Data Kolmogorov Smirnov 95% Dari hasil pengujian ini menunjukkan nilai p value sebesar 0,199, sehingga p value lebih besar daripada (0,05). Kesimpulan yang dapat diambil adalah H0 terima (data menyebar normal). 2. Test Homogenitas Test of homogenity of variance menunjukkan F hitung sebesar 2,756 dengan df 1 = 4 dan df 2 = 15 serta p value sebesar 0,067. Untuk menguji homogenitas varians dapat dibandingkan antara F hitung dan F tabel. Dengan taraf kesalahan yang diambil adalah 5%, maka harga F tabel sebesar 3,06. Apabila F hitung lebih besar dari F tabel, data tidak homogen. Sedangkan dari data di atas, F hitung lebih kecil dari F tabel, sehingga dapat disimpulkan bahwa data homogen.

3. Uji Galat Percobaan Saling Bebas Untuk melihat keacakan galat percobaan dibuat plot. Jika plot yang dibuat tidak membentuk pola tertentu, maka dapat dikatakan bahwa galat percobaan saling bebas. Pada plot uji galat menunjukkan penyebaran data yang tidak membentuk pola yang jelas. Kesimpulan yang dapat ditarik adalah data-data tersebut tidak saling berpengaruh sehingga memenuhi asumsi galat bebas. 4. Uji Keaditifan Model Uji formal yang dapat digunakan untuk menguji apakah model yang digunakan aditif atau tidak adalah uji tukey. Pada uji tukey tersebut H0 adalah data bersifat aditif dan Ha adalah data tidak bersifat aditif. Jika F hitung F tabel, maka keaditifan model dapat diterima. Taraf kesalahan yang diambil () sebesar 0,05 sehingga F tabel sebesar 3,06. Pada uji keaditifan model dari data lama penyembuhan luka menunjukkan nilai F hitung sebesar 3,2119. Jadi F hitung < F tabel. Sehingga kesimpulan yang diambil adalah terima H0 (data bersifat aditif). Uji Anova One Way Pada uji anova one way diperoleh F hitung sebesar 6,992 dengan signifikansi 0,002. Untuk menguji hipotesis dapat dibandingkan dengan tabel, dengan df 1 = 4 dan df 2 = 15 dengan taraf kesalahan yang diambil adalah 0,05. Maka harga F tabel sebesar 3,06. Ketentuan yang digunakan yaitu apabila F hitung lebih besar dari F tabel, maka Ha diterima dan H0 ditolak. Pada data tersebut F hitung (6,992) > F tabel (3,06), maka terima Ha dan tolak H0. Kesimpulan yang diperoleh adalah terdapat perbedaan yang signifikan antara masing-masing perlakuan. Uji BNT Hasil uji BNT diketahui bahwa rata-rata lama penyembuhan luka pada kelompok 1 tidak berbeda nyata dengan kelompok 2 (p = 0,346) dan berbeda nyata dengan kelompok 3 (p = 0,017), kelompok 4 (p = 0,001) dan kelompok 5 (p = 0,001). Kelompok 2 tidak berbeda nyata dengan penyembuhan luka pada kelompok 1 (p = 0,346) dan kelompok 3 (p = 0,110), dan berbeda nyata dengan penyembuhan luka pada kelompok 4 (p = 0,011) dan kelompok 5 (p = 0,004). Kelompok 3 memiliki lama penyembuhan luka yang tidak berbeda nyata dengan kelompok 2 (p = 0,110), kelompok 4 (p = 0,243), kelompok 5 (p = 0,110), berbeda nyata dengan penyembuhan luka pada kelompok 1 (p = 0,017). Pada kelompok 4 tidak berbeda nyata dengan kelompok 3 (p = 0,243), dan kelompok 5 (p = 0,634), dan berbeda nyata dengan kelompok 1 (p = 0,001) dan kelompok 2 (p = 0,011). Sedangkan kelompok 5 memiliki perbedaan yang nyata dengan kelompok 1 (p = 0,001) dan kelompok 2 (p = 0,004), dan tidak berbeda nyata dengan kelompok 3 (p = 0,110) dan 4 (p = 0,634). Meskipun beberapa kelompok perlakuan tidak memiliki perbedaan yang nyata, tetapi rata-rata lama penyembuhan luka pada masing-masing kelompok tidak sama. Pada gambar 1 dapat terlihat jelas bahwa perawatan luka 3 kali per hari memiliki lama penyembuhan yang paling cepat. Berdasarkan uji BNT, perawatan 3 kali per hari tidak berbeda nyata dengan perawatan 1 kali per hari

dan 2 kali per hari. Dengan kata lain, pengaruh dari ketiga kelompok tersebut bisa dikatakan hampir sama. Namun jika dilihat lebih jauh, signifikan perbandingan antara kelompok 5 (perawatan 3 kali per hari) & kelompok 3 (perawatan 1 kali per hari) dengan kelompok 5 (perawatan 3 kali per hari) dan kelompok 4 (perawatan 2 kali per hari) memiliki perbedaan. Perbandingan kelompok 5 dan 3 memiliki signifikan 0,110, sedangkan kelompok 5 dan 4 memiliki signifikan 0,634. Semakin besar p value (signifikan), maka semakin besar kesamaan diantara kedua kelompok tersebut. Jadi kelompok 5 memiliki kesamaan yang lebih besar dengan kelompok 4 daripada dengan kelompok 3. Dengan kata lain perawatan 3 kali per hari memiliki pengaruh yang hampir sama dengan perawatan 2 kali per hari. Hasil Uji BNT Tabel 2. Hasil uji BTN No 1. 2. 3. 4. 5. Kelompok Perlakuan Kelompok 1 Kelompok 2 Kelompok 3 Kelompok 4 Kelompok 5 Mean 14,50 13,50 11,75 10,50 10,00 Notasi a ab bc c c

Keterangan dari tabel 2: Kelompok 1: kelompok kontrol Kelompok 2: kelompok madu dengan perawatan 2 hari sekali Kelompok 3: kelompok madu dengan perawatan 1 kali per hari Kelompok 4: kelompok madu dengan perawatan 2 kali per hari Kelompok 5: kelompok madu dengan perawatan 3 kali per hari Pembahasan Perawatan Luka Bakar Derajat II A Dengan Madu Nektar Flora Yang Dilakukan 2 Hari Sekali Proses penyembuhan pada perawatan luka bakar 2 hari sekali membutuhkan waktu yang paling lama, yaitu rata-rata 13,5 hari. Hal ini disebabkan karena balutan mudah kering sehingga kelembaban luka kurang terjaga yang dapat meningkatkan resiko cidera dalam melepas balutan luka dan juga dapat memperlambat dalam pengangkatan jaringan nekrosis. Luka yang mudah kering dapat mengakibatkan terbentuknya jaringan parut dan mengakibatkan lebih banyak jaringan yang hilang, sehingga dapat menghambat penyembuhan luka. Balutan yang mudah kering dapat meningkatkan resiko menempelnya kasa pada permukaan luka. Lengkung kapiler darah tumbuh melalui rajutan serat kassa dan dapat terobek saat balutan itu dilepas (Morison, 2004). Luka yang bersifat kering juga

menghambat migrasi dari sel-sel epidermal ke permukaan luka serta memiliki kecenderungan untuk pecah dan terkena infeksi (Capernito, 1995). Rata-rata lama penyembuhan luka pada kelompok ini tidak berbeda nyata dibandingkan dengan kelompok kontrol dengan nilai p value (signifikansi) sebesar 0,346. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pengaruh perawatan luka dengan madu yang dilakukan 2 hari sekali hampir sama dengan kelompok kontrol yang perawatannya menggunakan normal salin tanpa madu dan dilakukan sekali per hari. Perawatan Luka Bakar Derajat II A dengan Madu Nektar Flora yang Dilakukan 1 Kali Per Hari Pada perawatan luka bakar 1 kali per hari, kelembaban luka lebih terjaga sehingga resikoresiko balutan yang bersifat kering juga berkurang. Rata-rata penyembuhan luka pada perawatan ini adalah 11,75 hari (lebih cepat jika dibandingkan dengan perawatan 2 hari sekali). Uji BNT kelompok perlakuan ini tidak berbeda nyata dibandingkan dengan kelompok perawatan 2 hari sekali. Namun nilai signifikansi menunjukkan hasil sebesar 0,110. Sehingga disimpulkan bahwa perawatan 1 kali per hari lebih baik daripada perawatan 2 hari sekali. Perawatan Luka Bakar Derajat II A Dengan Madu Nektar Flora yang Dilakukan 2 Kali Per Hari Dan 3 Kali Per Hari Lama penyembuhan pada perawatan luka 2 kali per hari lebih cepat dibandingkan perawatan 1 kali per hari. Rata-rata lama penyembuhan pada perawatan luka 2 kali per hari adalah 10,5 hari. Sedangkan perawatan luka bakar 3 kali perhari paling cepat dalam mempercepat lama penyembuhan dibandingkan frekuensi perawatan yang lain. Rata-rata lama penyembuhan pada perawatan ini adalah 10 hari. Semakin sering perawatan luka dilakukan, maka semakin cepat luka tersebut sembuh. Hal ini karena balutan lebih tetap terjaga kelembapannya dan kebersihan luka tetap terjamin sehingga terhindar dari resiko infeksi, di samping itu dapat mengurangi resiko cidera selama mengganti balutan (Doengoes, 2000). Luka yang lembab akan mempercepat perpindahan dari sel-sel epidermal ke permukaan luka sehingga proses pembentukan jaringan baru juga semakin cepat. Dari hasil penelitian terbukti bahwa perawatan luka yang dilakukan 3 kali per hari paling cepat dalam penyembuhan luka. Di sisi lain, uji BNT menyatakan bahwa perawatan luka 3 kali per hari tidak berbeda nyata dengan perawatan luka 1 kali per hari dan 2 kali per hari. Meskipun tidak terdapat perbedaan yang nyata pada perbandingan antara perawatan 1 kali dan 3 kali per hari, namun lama penyembuhan pada keduanya memang berbeda. Rata-rata lama penyembuhan luka pada perawatan 1 kali per hari adalah 11,75 hari, sedangkan rata-rata lama penyembuhan luka pada perawatan 3 kali adalah 10 hari. Tentunya hal ini memberikan perbedaan yang bermakna secara klinis untuk penerapan di lapang.

Uji BNT juga menyatakan bahwa perbandingan perawatan luka 3 kali per hari dan 2 kali per hari memiliki nilai signifikasi yang paling besar yaitu 0,634. Semakin besar signifikansi maka semakin besar kesamaan diantara kedua perlakuan. Kesimpulannya perawatan 3 kali per hari memiliki pengaruh yang lebih sama dengan perawatan 2 kali per hari dalam mempercepat penyembuhan luka. Dengan demikian, penelitian ini merekomendasikan bahwa perawatan luka bakar derajat II dengan menggunakan madu nektar flora untuk mempercepat proses penyembuhan luka sebaiknya dilakukan 2-3 kali per hari, disesuaikan dengan kondisi yang ada di lapang. Untuk mengetahui seberapa besar pengaruh frekuensi perawatan terhadap lama penyembuhan luka diperlukan penelitian yang lebih lanjut mengingat banyak faktor-faktor lain yang tidak diteliti dalam penelitian ini, misalnya biaya perawatan, faktor yang mempengaruhi penyembuhan luka dan sebagainya. Penelitian ini hanya memperhitungkan tentang lama penyembuhan berdasarkan observasi secara makroskopis. Penelitian-penelitian lanjutan hendaknya dilakukan dengan metode yang lebih terkontrol serta sarana dan pra sarana yang lebih lengkap untuk mendapatkan hasil yang lebih akurat. KESIMPULAN DAN SARAN Hasil penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa: 1) perawatan luka bakar derajat II dengan menggunakan madu nektar flora yang dilakukan 2 hari sekali memiliki rata-rata lama penyembuhan luka yang hampir sama dengan kelompok kontrol. Sedangkan perawatan yang dilakukan 1 kali per hari lebih efektif dibandingkan dengan perawatan 2 hari sekali secara klinis; 2) perawatan luka yang dilakukan 2 kali per hari memiliki pengaruh yang hampir sama dengan kelompok perawatan 3 kali per hari. Dengan demikian perawatan luka bakar derajat II dengan menggunakan madu nektar flora yang dilakukan 2-3 kali per hari terbukti paling efektif (secara klinis) dalam mempercepat penyembuhan luka bakar derajat II dibandingkan dengan perawatan luka yang dilakukan 1 kali per hari dan 2 hari sekali, serta perawatan luka dengan tidak menggunakan bahan apapun. Saran yang dapat direkomendasikan meliputi: 1) dilakukan penelitian lebih lanjut tentang dosis madu nektar flora yang efektif untuk perawatan luka bakar derajat II; 2) perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui perubahan-perubahan yang terjadi secara mikroskopis pada perawatan luka yang menggunakan madu nektar flora; 3) perlu dilakukan penelitian lanjutan tentang madu jenis lain untuk perawatan luka; 4) perlu dilakukan penelitian lanjutan tentang kegunaan madu untuk perawatan luka yang lain; 5) perlu dilakukan penelitian lanjutan tentang efektifitas frekuensi perawatan pada luka bakar derajat II dengan madu nektar flora dengan memperhatikan faktor-faktor lain yang berpengaruh dalam penyembuhan luka; 6) perlu diterapkannya perawatan luka bakar derajat II dengan madu nektar flora yang dilakukan 2-3 kali per hari untuk mempercepat proses penyembuhan luka disesuaikan dengan kondisi lapang.

DAFTAR PUSTAKA Balletto, et al. 2001. Burns. (online).

http://www.adam.com/democontent/IMCAccess/ConsConditions/Burnscc.html. Diakses pada 20 April 2005. Capernito, L.J. 1995. Nursing Care Plan And Documentation: Nursing Diagnoses And Collaborative Problem. 3rd Edition. Philadelphia: Lippincott. Carpenter, J. 2002. Composition Of Honey. (online). http://www.kohala.net/bees/composition.html. Diakses pada 26 April 2005. Chichester, C. 1987. Advances In Food Reseach. New York: The Nutrition Foundation Inc. Doengoes. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta: EGC. Dudley.1992. Ilmu Bedah Gawat Darurat Edisi 11. Yogyakarta: UGM Press. Dunford, C., et al. 2000. The Use Of Honey In Wound Management. (online). http://www.nursingstandard.co.uk/archives/ns/vol 5-11/v15w11p6368.pdf. Diakses pada 26 April 2005. Efendy, C. 1999. Perawatan Pasien Luka Bakar. Jakarta: EGC. Free, J.B. 1982. Bees And Mandlind. London and Noethampton: Alden Press Oxford. Gaylene., et al. 2000. Delmars Fundamental And Advanced: Nursing Skill. Canada: Thomson Learning. Hadiwiyoto, S. 1986. Mengenal Hasil Tawon Madu. Yogyakarta: PT. Pradnya Paramita. Ignatavicius, D.D., & Bayne, M.V. 1991. Medical-Surgical Nursing: A Nursing Process Approach. Philadelphia: WB Saunders. Koning, R.E. 1994. The Biology Of The Honeybee, Apis Mellifera. (online). http://koning.ecsu.ctstateu.edu/Plants_Human/bees/bees.html. Diakses pada 26 April 2005. Kristanto, H. 2005. Perbedaan Efektifitas Perawatan Luka Bakar Derajat II Dengan Lendir Lidah Buaya (Aloe Vera) Dibandingkan Dengan Cairan Fisiologis (Normal Saline 0,9%) Dalam Mempercepat Proses Penyembuhan. Skripsi. Malang: Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya. Mer. 2003. 2005. Moenadjat, Y. 2003. Luka Bakar: Pengetahuan Klinik Dan Praktis. Edisi 2. Jakarta: Balai Penerbit FKUI. Molan, P. 2001. UOW-Honey Research Unit. Honey As A Dressing For Wounds, Burns And Ulcers. Abrief Review Of Clinical Report And Experimental Studies. (online). http://www.honey.bio.waikato.ac.nz/index.html. Diakses pada 16 Mei 2005. Morison, J.M. 1992. Manajemen Luka. Penerjemah: Tyasmono AF. 2004. Jakarta: EGC. Luka Bakar, Korban Terbesar Ledakan Bom. (online). http://www.sinarharapan.co.id/iptek/kesehatan/2003/0808/kes1.html. Diakses pada 16 Mei

Office

Of

Complementary

Medicine.

1998.

Honey,

Scientific

Report.

(online).

http://www:health.gov.au/tga/docs/tds/cmec/hongsr.pds.html. Diakses pada 16 Mei 2005. Oswari. 2000. Bedah Dan Perawatannya. Jakarta: Balai Penerbit FKUI. Ristanto, R. 2004. Keefektifan Penggunaan Povidone Iodine 10% (Betadine) Dan Madu Nektar Flora Dalam Mempercepat Proses Penyembuhan Luka Bersih Pada Marmut (Cavia Porcellus). Skripsi. Malang: Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya. Robbin, K. 1995. Buku Ajar Patologi I. Edisi Empat. Jakarta: EGC. Smeltzer & Bare. 1996. Brunner & Suddarth: Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah. Edisi 8. Diterjemahkan oleh: dr. H. Y. Kuncara, dkk. 1997. Jakarta: EGC. Smeltzer & Bare. 2000. Brunner and Suddarths Textbook Of Medical-Surgical Nursing. 9th Edition. Philadelphia: Lippincott. Soewedo.1980. Pedoman Pemeliharaan Tawon Madu. Jakarta: PT. Pradnya Paramita. Subrahmanyam, M. 1996. Honey Dressing For Burn An Appraisal. Annals Of Burns And Fire Disaster. April 2005. Sulthoni, A. 1986. Aspek Biologi Lebah Madu Sebagai Faktor Utama Pengembangan Budidaya Di Kehutanan. Makalah Dalam Prosiding Lokakarya Pembudidayaan Lebah Madu Untuk Peningkatan Kesejahteraan Masyarakat Sukabumi Mei 1986. Jakarta: Perum Perhutani. Suyono, S., & Waspadji, S. 2001. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid II. Edisi 3. Jakarta: Balai Penerbit FKUI. Sylvia, A., & Lorraine, M. 1992. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Edisi Empat. Diterjemahkan oleh Dr. Peter Anugerah.1995. Jakarta: EGC. Taylor., et al. 1989. Fundamental Of Nursing: The Art Science Of Nursing Care. Philadelphia: J.B. Lippincott Company. Templeton, S. 2001. Reviewing The Use Of Honey On Wounds. The Pursuit Of Excellence: Promoting Evidence Based Nursing Practice in Wound Management. Issue November 2001. No 01.pdf. Diakses pada 16 Mei 2005. Walji, H. 2001. Terapi Lebah: Daya Kekuatan Dan Khasiat Lebah, Madu Dan Serbuk Sari. Jakarta: Prestasi Pustaka. Winarno, F.G. 1982. Madu: Teknologi, Khasiat, Dan Analisa. Jakarta Timur: Ghalia Indonesia. 1. (online). http://www.rdns.net.au/research_publications/Newsletters/01_Wound%20Management_Nov (online). Vol IX, No. 1, http://www.medbc.com/annals/review/vol_9/num_1/text/vol9n1p33.htm. Diakses pada 20

Anda mungkin juga menyukai