Anda di halaman 1dari 18

I.

Sejarah Gudeg Sesuai dengan namanya yang memang kental dengan bahasa Jawa, gudeg merupakan salah satu makanan khas yang berasal dari DI Yogyakarta. Gudeg yang jadi salah satu ciri khas dari Yogyakarta ini dikenal oleh masyarakat Yogyakarta sendiri sejak tahun 1940-an. Walaupun Yogyakarta terkenal dengan budaya Kratonnya yang menghasilkan banyak budaya khas yang mencerminkan Yogyakarta, tetapi gudeg sendiri tidak berasal dari lingkungan Kraton Yogyakarta. Gudeg merupakan makanan khas yang berasal dari budaya kuliner tradisional masyarakat Yogyakarta. Saat ini, karena rasanya yang khas, gudeg telah dikenal di seluruh penjuru tanah air bahkan sampai ke luar negeri. Gudeg juga merupakan salah satu makanan terbaik milik bangsa Indonesia yang menempati urutan ke-11 dari 40 besar makan terbaik bangsa Indonesia menurut situs CNNGo. Dalam perkembangannya, gudeg memang lebih sering diproduksi dalam skala rumah tangga atau didistribusikan dengan dihidangkan langsung ke konsumen. Di Yogyakarta sendiri, gudeg umumnya dijajakan di berbagai warung gudeg. Awalnya, pada tahun 1942, warung gudeg yang pertama kali muncul ialah warung gudeg yang dirintis oleh Ibu Slamet yang terletak di sebelah selatan Pkengkung Tarunasura (Plengkung Wijilan), Yogyakarta. Di daerah Wijilan inilah yang merupakan sentra warung gudeg yang ada di Yogyakarta. Sampai saat ini, sudah terdapat lebih dari 10-an warung gudeg yang berdiri di daerah Wijilan. Warung-warung gudeg tersebut seperti Warung Gudeg Ibu Djuwariah yang produk gudegnya terkenal dengan Gudeg Yu Djum, Gudeg Ibu Lies, dan lain-lain.

Gambar 1. Warung Gudeg Yu Djum yang terletak di Jalan Wijilan, Yogyakarta ( Sumber : tjemeroks.blogspot.com)

II. Bahan Baku, Cita Rasa, dan Cara Pengolahan Gudeg Bahan baku utama gudeg ialah nangka muda atau yang biasa disebut gori oleh masyarakat Yogyakarta. Bahan baku nangka muda inilah yang juga jadi salah satu sebab mengapa gudeg dapat menjadi makanan khas dari Yogyakarta. Hal ini dikarenakan pada masa lalu, bahan baku berupa nangka muda ini banyak ditemukan di kebun-kebun milik masyarakat Yogyakarta. Walaupun masih ada bahan baku gudeg yang lain seperti manggar atau pondoh kelapa dan rebung atau anakan pohon bambu, tapi bahan baku berupa nangka mudalah yang lebih dikenal sampai sekarang. Bahan-bahan baku selain nangka muda tersebut sekarang sudah jarang digunakan sebagai bahan baku gudeg.

Gambar 2 dan 3. Tampilan Gudeg (Sumber : http://hudazoneeatingeating.blogspot.com/2010/05/gudeg.html) Manis tapi gurih merupakan ciri khas dari cita rasa gudeg. Rasa manis dari gudeg berasal dari bahan baku utamanya, yaitu nangka muda atau gori. Rasa manis inilah yang membuat gudeg banyak digemari oleh masyarakat Jawa, terutama Yogyakarta. Sedangkan rasa gurihnya berasal dari bumbu areh atau santan kental dan ampas minyak kelapa atau yang biasa disebut oleh orang Yogyakarta Klendo. Dalam penyajiannya, gudeg biasa disandingkan dengan nasi. Hal ini dikarenakan gudeg mempunyai rasa manis yang kuat, sehingga untuk menetralkannya disandingkan dengan nasi yang juga menjadi bahan makanan pokok masyarakat Indonesia. Selain itu, sebagai lauk pelengkap, gudeg biasanya dilengkapi dengan telur bebek maupun ayam yang dipindang, sayur tempe, serta daging ayam kampung yang direbus. Cita rasa pedas pun dapat kita rasakan jika mengkonsumsi gudeg jika gudeg tersebut diampur dengan sambal krecek. Warna coklat dari gudeg berasal dari rempah-rempah dan aroma khas gudeg berasal dari aroma daun jati yang dicampurkan. Bahan baku berupa nangka muda diolah dengan merebusnya di atas tungku yang bertemperatur sekitar 100oC. Perebusan tersebut dilakukan dalam waktu kurang lebih 24 jam. Proses merebus ini bertujuan untuk menguapkan kuah dari nangka muda. Selain itu, kurun waktu merebus yang hingga mencapai 24 jam bertujuan agar biji nangka muda saat disantap akan terasa lembut serta dapat menimbulkan cita rasa yang khas dari gudeg tersebut. Metode pengolahan ini merupakan metode pengolahan gudeg secara konvensional. Hingga tahun 2003, secara umum penyajian gudeg masih dijajakan di warungwarung gudeg seperti yang telah dijelaskan di atas. Dalam penyajiannya, selain disajikan langsung dengan menggunakan piring, gudeg juga bisa dikemas untuk selanjutnya dapat dikonsumsi oleh konsumen. Pengemasan gudeg akhir-akhir ini menjadi semakin banyak dicari oleh masyarakat terutama yang masyarakat yang berasal dari luar Yogyakarta. Para wisatawan yang mengunjungi Yogyakarta umumnya ingin membawa oleh-oleh berupa gudeg sehingga dalam penyajiannya, gudeg perlu dikemas agar bisa dibawa pulang oleh para wisatawan. Pengemasan yang dilakukan oleh para produsen gudeg umumnya menggunakan besek atau kendil. Besek merupakan wadah yang terbuat dari serat bambu yang dianyam sehingga berbentuk seperti mangkuk berbentuk kubus, sedangkan kendil ialah wadah seperti guci yang terbuat dari tanah yang dibakar. Dua jenis pengemasan pada gudeg di atas merupakan jenis pengemasan yang masih umum dilakukan sampai sekarang, tetapi pada tahun 2004, Unit Pelaksana Balai Pengembangan Proses dan Teknologi Kimia (UPT BPPTK) LIPI Gunung Kidul telah membuat terobosan mengenai cara pengemasan gudeg yang baru, yaitu menggunakan

kaleng. Gudeg yang dikemas menggunakan kaleng inilah yang selanjutnya akan dibahas dalam paper ini karena gudeg kaleng sudah bukan lagi bahan pangan yang diproduksi dalam skala rumah tangga, tetapi sudah dalam skala industri dan menggunakan unit-unit operasi yang terdapat pada proses teknologi pengolahan pangan secara modern.

III. Diagram Alir Proses Pengolahan Gudeg Kaleng Dalam skala industri, gudeg umumnya diproduksi dan dikemas menggunakan kaleng dan pada umumnya, proses produksi gudeg kaleng hampir sama dengan proses produksi makanan kalengan lainnya, seperti sarden kaleng, asinan kaleng, dan lain-lain. Proses produksi makanan kaleng umumnya adalah pemilahan bahan baku, pembersihan bahan baku, bahan baku dimasak, pengemasan, penyimpanan, uji kualitas, dan pendistribusian. Berikut untuk lebih jelasnya mengenai diagram alir proses produksi gudeg kaleng :

Pemilahan Bahan Baku

Pembersihan Bahan Baku

Pengolahan Awal Bahan Baku (Dikupas, dihaluskan, dll)

Proses Sterilisasi

Proses Pengalengan Gudeg

Pengolahan Bahan Baku Menjadi Gudeg Siap Makan

Proses Pendinginan

Tahap Uji Kualitas dan Penyimpanan

Tahap Distribusi

Gambar 4. Diagram Alir Proses Produksi Gudeg Kaleng

III.1 Pemilahan Bahan Baku Tahap pemilahan bahan baku pada proses produksi gudeg kaleng hampir sama dengan pengolahan bahan pangan yang lainnya. Bahan baku gudeg kaleng berupa :

Nangka muda Santan Gula merah Garam Air Kelapa Rempah-rempah, seperti bawang merah, bawang putih, ketumbar, dan lengkuas Lauk pauk, umumnya telur ayam rebus Sambal Krecek

Bahan baku gudeg umumnya ialah sayuran, oleh karena itu kriteria sayuran yang baik ialah sayuran saat akan diolah harus dalam keadaan segar. Untuk memperoleh keadaan seperti itu, serta untuk memepertahankan rasa alami dari sayuran, produsen gudeg umumnya melakukan metode pemilihan dengan menggunakan sayuran yang baru dipetik untuk diolah ke tahap selanjutnya. Untuk bahan baku rempah-rempah kriteria pemilahan bahan baku yang baik ialah rempah-rempah harus dalam keadaan utuh sebelum diolah, untuk menjaga kelembaban dari rempah-rempah, maka lebih baik jika rempah-rempah dibeli kalengan. Biasanya, rempah-rempah yang digunakan sebagai bahan baku banyak mengandung minyak, sehingga kandungan minyak tersebut lebih baik dihilangkan untuk menjaga kualitas dari rempah-rempah tersebut. Untuk menghilangkannya, umumnya rempah-rempah akan dipanggang sebelum diolah lebih lanjut. Selain pemilahan dalam hal kualitas, dari segi kuantitas pun bahan baku harus dilakukan pemilahan. Jumlah produksi gudeg kaleng yang diproduksi oleh UPT BPPTK LIPI Gunungkidul sendiri dapat mrncapai 100 kaleng per hari. Kuantitas bahan baku tentunya harus dapat memenuhi kapasitas produksi gudeg kaleng per hari agar nilai kapasitas produksinya dapat tercapai. III.2 Pembersihan Bahan Baku Kriteria bahan baku yang baik setelah dilakukan proses pemilahan ialah bahan baku tersebut harus melewati proses pembersihan. Hal ini dikarenakan masih banyak bakteri maupun mikroorganisme lain walaupun bahan baku telah melewati tahap pemilahan kualitas dan kuantitas. Bahan baku yang akan diolah perlu diperhatikan terutama pembersihan dari kontaminasi selama budidaya dan penanganan pasca panen. Proses pembersihan dilakukan dengan cara pemisahan kotoran dan kontaminan dari bahan baku. Baik itu jenis kontaminan bahan yang membahayakan, bagian yang tidak bisa dimakan karena busuk atau cacat, dan bahan-bahan lain yang tidak untuk dikonsumsi. Pembersihan bahan baku dapat dilakukan dengan cara pencucian dan pengupasan. Pengupasan (peeling) yaitu membuang bagian yang tidak layak untuk dimakan ( inedible portion) sehingga mengurangi kontaminan baik dari kotoran yang menempel maupun mikroba. Untuk lebih jelasnya mengenai teknik pembersihan (cleaning) bahan baku dari gudeg kaleng ini akan dijelaskan di bagian cleaning pada makalah ini. III.2 Pengolahan Awal Bahan Baku Seperti yang telah dijelaskan di atas, bahan baku gudeg kaleng sebagian besar berupa sayur-sayuran dan rempah-rempah. Sebelum masuk ke tahap pengolahan lanjut yaitu berupa bahan baku yang dimasak, bahan baku gudeg kaleng tentu harus diolah terlebih dahulu agar bahan baku tersebut siap untuk dimasak.

Pengolahan awal bahan baku gudeg yaitu berupa pengupasan (peeling), penghalusan untuk rempah-rempah, ekstraksi atau diambil zat cairnya untuk kelapa yang akan dijadikan santan kental, dan proses-proses pengolahan awal yang lainnya. Pengolahan awal ini bertujuan untuk memudahkan proses pengolahan lanjut pada tahap berikutnya. Hal ini dikarenakan gudeg kaleng adalah makanan yang sudah diproduksi dalam skala industri. Perbedaan yang cukup mendasar dari bahan bangan yang diproduksi secara rumahan dengan industri adalah pada tahap pengolahan bahan bakunya. Tahap pengolahan bahan baku di skala rumah tangga hanya mengolah bahan baku yang kuantitasnya tidak terlalu banyak yang tentu pemantauan kualitas bahan baku baik itu dalam segi kebersihan maupun cita rasa tidak sesulit pengolahan bahan baku yang terdapat di skala pabrik. Skala pabrik mengolah bahan baku yang tentunya kuantitasnya jauh lebih banyak dibandingkan di skala rumah tangga, oleh karena itu tahap pengolahan bahan baku pada skala industri lebih kompleks sama halnya dalam pengolahan gudeg kaleng ini. III. 4 Pengolahan Bahan Baku Menjadi Gudeg Siap Makan Hal yang cukup berbeda dari industri makanan gudeg kaleng ialah bahwa unit operasi yang seperti terdapat pada industri makanan lainnya hanya terdapat pada proses pengemasan dan sterilisasinya saja, sedangkan pada tahap ini, yaitu pada tahap pengolahan bahan baku menjadi gudeg siap makan, hanya memanfaatkan alat masak yang umumnya terdapat pada skala rumah tangga. Pada tahap pengolahan bahan baku menjadi gudeg siap makan ini, bahan baku yang telah melewati tahap pengolahan awal, diracik dan dimasak sebelum masuk ke tahap pengemasan. Proses pemasakan bahan baku ini menjadi tahap yang cukup penting. Hal ini dikarenakan terdapat bahan baku yang jika tidak dilah dengan benar, maka dari segi cita rasa maupun waktu ketahanan gudeg agar tidak basi akan tidak sesuai dengan yang diharapkan. Tahap ini melibatkan proses nangka muda yang direbus cukup lama, kurang lebih mencapai 24 jam. Lamanya masa perebusan ini dikarenakan gudeg selain mengandung daging dari nangka muda juga mengandung biji dari nangka muda itu sendiri. Dikarenakan karakteristik biji nangka muda yang keras, diperlukan waktu yang lama untuk melunakkan biji tersebut sehingga dapat mudah untuk dikonsumsi. Selain dikarenakan oleh sebab biji, waktu perebusan yang cukup lama ini juga ditujukan agar gudeg dapat tahan lebih lama. III. 5 Proses Pengalengan Gudeg Tahap proses pengalengan gudeg inilah yang membedakan proses pengolahan gudeg kaleng dengan gudeg lainnya. Proses pengalengan ini tentunya bertujuan untuk memudahkan konsumen dalam mengkonsumsi gudeg, selain juga bertujuan untuk lebih mengawetkan gudeg itu sendiri. Kelebihannya lagi, proses pengalengan gudeg ini tidak memanfaatkan senyawa kimia seperti produk makanan lainnya. Sebagai pihak yang meneliti dan melakukan pengemasan dalam kaleng, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) menetapkan persyaratan khusus agar sebuah masakan bisa dikemas ke dalam kaleng. Apalagi, proses pengalengan makanan tradisional seperti gudeg tidak menggunakan bahan kimia sebagai pengawet. 1. Pertama, bahan baku masakan harus benar-benar segar sesuai standar internasional dan prosedur pengalengan di UPT BPPTK LIPI. Untuk ikan dan daging, dari yang masih hidup, begitu dipotong langsung diolah, begitu juga untuk sayur juga harus langsung diolah setelah dipetik. 2. Kedua, bahan makanan itu harus bisa bertahan dalam suhu tinggi hingga 121 Celcius (C). Artinya, masakan tak berubah, baik warna maupun bentuknya, jika dipanaskan dalam suhu tinggi.

LIPI menggunakan langkah-langkah sesuai prinsip fisika dalam proses pengalengan ini. Proses ini dimulai dengan menimbang dan memasukkan gudeg yang sudah masak kedalam kaleng kosong yang terlebih dulu disterilkan. Selanjutnya, dilakukan penghampaan udara di permukaan gudeg menggunakan uap panas pada suhu 90 C - 95 C. Gudeg itu kemudian ditutup dengan menggunakan mesin penutup kaleng dan dilanjutkan dengan sterilisasi. Gudeg yang sudah dikemas dalam kaleng tertutup itu kemudian dimasukkan kedalam alat sterilisasi dengan suhu 121 C selama 15 menit. Setelah itu, kaleng-kaleng berisi gudeg dimasukkan kedalam air dingin yang sudah steril. Tujuannya supaya mikroba jenis spora yang tahan panas pecah, sehingga semua mikroba dalam gudeg itu mati.

Gambar 5. Proses Pengalengan Gudeg yang Dilakukan oleh UPT BPPTK LIPI Gunungkidul Setelah selesai, kaleng dikeringkan dan dikarantina 15 hari untuk memastikan apakah masih ada mikroba yang tersisa. Sebab, bila masih ada mikroba, gudeg akan mengalami proses fermentasi dan kaleng akan mengembung. Bila hal itu terjadi, artinya pengalengan gudeg gagal. Namun, bila selama 15 hari kaleng tetap normal, gudeg itu layak dikonsumsi setiap hari. Dalam tujuh jam, LIPI bisa mengemas 1.000 gudeg kaleng. Untuk lebih jelasnya, mengapa gudeg dikalengkan, akan dijelaskan pada bagian packaging dalam makalah ini. III. 6 Proses Sterilisasi Seperti yang umumnya dilakukan pada produk makanan kaleng lainnya, proses sterilisasi harus diterapkan setelah produk makanan tersebut dikemas dalam kaleng sebelum didistribusikan kepada konsumen. Proses sterilisasi yang dilakukan pada gudeg yang telah dikalengkan ialah memanfaatkan uap panas untuk mematikan bakteri serta mikroorganisme yang terdapat pada gudeg maupun kemasan kaleng gudeg itu sendiri. Hal ini dikarenakan bakteri serta mikroorganisme tersebut dapat menyebabkan pembusukan gudeg lebih cepat bila dibiarkan hidup tanpa melalui proses sterilisasi. Tahap inilah yang umumnya tidak dilakukan oleh produsen gudeg lainnya, sehingga gudeg yang mereka produksi umumnya hanya tahan 3 sampai 4 hari.

Gambar 6. Proses Sterilisasi Gudeg Kaleng yang Dilakukan oleh UPT BPPTK LIPI Gunungkidul Seperti yang kita tahu bahwa gudeg kaleng ini menggunakan bahan baku yang benar-benar segar yang berkualitas tinggi, dengan proses pengalengan tidak lebih dari 12 jam sejak gudeg matang untuk menghindari hilangnya kesegaran dari gudeg ini. Setelah di masukkan kaleng, udara-udara dalam kaleng dikeluarkan hingga kedap dengan menggunakan teknologi khusus. Setelah di kalengkan kemudian gudeg memasuki proses sterilisasi di dalam mesin dengan tekanan 45 bar dengan suhu 120 C. Sehingga bakteribakteri di dalam kaleng akan mati. Proses sterilisasi gudeg kaleng ini menggunakan alat yang bernama autoclave. Autoclave adalah alat yang digunakan untuk mensterilisasikan makanan dengan mengkondisikan makanan tersebut pada uap jenuh tekanan tinggi pada suhu 121oC pada rentang waktu 15 sampai 20 menit tergantung pada ukuran dari makanan yang akan diawetkan. Setelah proses sterlisisasi, dilakukan proses pendinginan karena gudeg kaleng yang telah disterilisisasi memilki suhu yang cukup panas. Setelah itu, dilakukan proses penyimpanan sementara kurang lebih 15 hari untuk uji kualitas apakah gudeg kaleng layak didistribusikan. Parameter kelayakannya ialah keadaan gudeg di dalam kaleng tidak berubah setelah dikarantina selama 15 hari. III. 7 Tahap Distribusi Seperti produk makanan pada umumnya, setelah produk makanan lolos uji kualitas dan layak untuk didistribusikan ke konsumen, maka tahap terakhir yang dilakukan oleh produsen ialah mendistribusikannnya ke konsumen. Untuk UPT BPPTK LIPI Gunungkidul yang menjadi pihak produsen sendiri, hingga saat ini mereka hanya mendistribusikannya ke distributor-distributor gudeg yang umumnya memiliki warung gudeg. Jadi, UPT BPPTK LIPI tidak mendistribusikannya langsung ke konsumen. Pihak UPT BPPTK LIPI biasanya mendistribusikan produk gudeg kalengnya ke warung-warung gudeg yang sudah eksis seperti Warung Gudek Yu Djum, Ibu Lies, dan lain-lain. Dalam hal untuk menambah daya tarik konsumen terhadap gudeg kaleng dalam proses distribusinya, pihak UPT BPPTK LIPI sendiri telah mendapat sertifikat halal dari Majelis Ulama Indonesia (MUI). Produk tersebut telah mendapatkan sertifikat label halal dari Majelis Ulama Indonesia (MUI) pada akhir Januari 2010. Selain itu, juga mendapatkan

sertifikat dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Nomor BPOM MD: 555112001035. Kedua sertifikat itu merupakan prasyarat akhir sebelum dikomersialisasikan. Pemasaran dan distribusi produk gudeg kaleng dilakukan oleh Koperasi LIPI Gading (KOLIGA). Lokasi koperasi di kantor LIPI Yogyakarta, yakni di Jl. Wonosari, Yogyakarta Km 4, Gading, Playen, Gunung Kidul.

IV. Unit Operasi Suatu industri makanan haruslah mempunyai unit-unit operasi yang dapat bekerja secara maksimal agar produk makanan yang mereka hasilkan dapat memuaskan konsumen. Dalam teknik kimia dan bidang-bidang terkait, unit operasi adalah suatu tahapan dasar dalam suatu proses. Unit operasi tidak hanya mengubah suatu zat seperti reaksi di dalam reaktor kimia namun juga terjadi perubahan fisik maupun fasa seperti pemisahan, kristalisasi, penguapan, filtrasi dan beberapa contoh lainnya. Sebagai contoh dalam pemrosesan susu, homogenisasi, pasteurisasi, pendinginan, dan pengemasan, masingmasing merupakan suatu unit operasi yang berhubungan untuk menghasilkan keseluruhan proses. Suatu proses dapat terdiri dari banyak unit operasi untuk mendapatkan produk yang diinginkan. Unit operasi dalam teknik kimia secara garis besar dapat dibagi dalam lima kelas: 1. Proses aliran fluida, termasuk perpindahan fluida, filtrasi, fluidisasi padatan, dll. 2. Proses perpindahan panas, termasuk evaporasi, kondensasi, dll. 3. Proses perpindahan massa, termasuk absorpsi gas, distilasi, ekstraksi, adsorpsi, pengeringan, dll. 4. Proses termodinamis, termasuk pencairan gas, refrigerasi, dll. 5. Proses mekanis, termasuk transportasi padatan, pencadaran (screening) dan pengayakan (sieving), dll. Unit-unit operasi juga dapat dikelompokkan menjadi: 1. Kombinasi (misalnya pencampuran) 2. Pemisahan (misalnya distilasi) 3. Reaksi (misalnya reaksi kimia) Pada industri makanan, terdapat banyak jenis unit operasi yang sangat berperan dalam memaksimalkan produk yang kita inginkan. Unit-unit operasi tersebut difungsikan berdasarka prinsip fisika dan kima serta disesuaikan dengan bahan baku makanan yang akan diolah menjadi makanan yang siap untuk dikonsumsi. Unit operasi pada satu jenis industri makanan tentu berbeda dengan jenis industri makanan lainnya. Semakin kompleks suatu industri makanan, maka unit operasi yang digunakan pun akan semakin banyak dan canggih. Berikut berbagai jenis unit operasi yang biasa terdapat di berbagai jenis industri makanan. Unit-unit operasi pada industri makanan ini didasarkan pada prinsip perpindahan massa, perpindahan kalor, separasi, pereduksian ukuran (size reduction), transfer material, mekanika fluida maupun partikel, sterilisasi dan lain-lain. Dasar-dasar unit operasi tersebut diimplementasikan menjadi beberapa alat yang berfungsi berdasarkan prinsip-prinsip fisika dan kimia, seperti untuk melakukan ekstraksi digunakan alat extractor, untuk menguapkan zat cair digunakan evaporator, untuk proses sterilisasi dapat digunakan alat seperti autoclave, untuk proses separasi dapat digunakan alat separator maupun dapat juga

digunakan prinsip distilasi. Sekali lagi, dari berbagai unit operasi tersebut kembali kepada kebutuhan industri makanan masing-masing. Untuk unit operasi yang digunakan pada industri gudeg kalengan secara garis besar hanya 2 jenis unit operasi yang berprinsip teknologi modern, yaitu unit operasi untuk proses pengalengan dan unit operasi untuk proses sterilisasi. IV. 1 Unit Operasi Pengalengan pada Industri Gudeg Kaleng Penggunaan panas pada pengawetan bahan makanan sudah dikenal secara luas. Berbagai cara yang dilakukan seperti memasak, menggoreng, merebus, atau pemanasan lainnya merupakan salah satu cara pengawetan bahan makanan. Melalui perlakuan tersebut terjadi perubahan keadaan bahan makanan, baik sifat fisik maupun kimiawi sehingga keadaan bahan ada yang menjadi lunak dan enak dimakan. Pemanasan mengakibatkan sebagian besar mikroorganisme dan enzim mengalami kerusakan sehingga bahan makanan yang telah dimasak lebih tahan selama beberapa hari. Pengalengan makanan merupakan suatu cara pengawetan bahan pangan yang dikemas secara hermetis dan kemudian disterilkan. Metode pengawetan tersebut ditemukan oleh Nicolas Appert, seorang ilmuwan Prancis. Di dalam pengalengan makanan, bahan pangan dikemas secara hermetis (hermetic) dalam suatu wadah, baik kaleng, gelas, atau aluminium. Pengemasan secara hermetis dapat diartikan bahwa penutupannya sangat rapat, sehingga tidak dapat ditembus oleh udara air, kerusakan akibat oksidasi, ataupun perubahan cita rasa. Daya awet makanan kaleng sangat bervariasi sangat tergantung dari jenis bahan pangan, jenis wadah, proses pengalengan yang dilakukan dan kondisi tempat penyimpanannya, tetapi jika proses pengolahannya sempurna maka daya awet produk yang dikalengkan, akan lama. Kerusakan makanan kaleng pada umumnya terjadi karena perubahan tekstur dan cita rasa dibandingkan karena mikrooragnisme. Tiga jenis bahan yang dipakai dalam proses pembuatan kaleng, yaitu Electrolyte Tin Plate (ETP), Tin Free Steel (TFS), dan aluminium (alum). Kebanyakan pengalengan menggunakan TF-CT lapisan baja yang dilapisi kromium secara elektris. Segera setelah dilapisi kromium, terbentuklah lapisan kromium oksida pada seluruh permukaannya. Jenis TFS memiliki beberapa keunggulan di antaranya lebih murah harganya karena tidak menggunakan timah putih dan lebih baik daya adhesinya terhadap bahan organic. Sedangkan kelemahannya adalah lebih tinggipeluangnya untuk berkarat. Penutupan kaleng tahap pekerjaan yang sangat penting dalam pengalengan. Kaleng yang tidak rapat mengakibatkan terjadinya kontaminasi dan ada udara masuk yang dapat merusak makanan dalam kaleng. Untuk mencegah kebocorankaleng, maka kaleng ditutup secara ganda lipatan dan pada sambunganya dilapisi dengan senyawa semen atau lacquer bercampur karet. Pada sistem pengalengan ini, terdapat 3 unit operasi yang digunakan, yaitu blancher, exhauster, dan double seamer. IV.1.1 Blancher Pada proses pengalengan gudeg, proses ini dilakukan pada suhu yang tinggi, oleh karenanya digunakan blancher. Blancher digunakan untuk melakukan pemanasan pada bahan makanan yang akan dikalengkan. Proses pemanasan atau blanching ini dilakukan pada suhu kurang dari 100oC dan hanya dilakukan beberapa menit. Tujuan blanching tergantung dari proses yang akan dilakukan selanjutnya, diantaranya: (1) menginaktivasi enzim, (2) membersihkan bahan mentah dan mengurangi jumlah mikroba awal, (3) menghilangkan gas selular, mengurangi korosi pada kaleng, dan mencapai tingkat kevakuman headspace yang sesuai selama pengalengan, (4) melunakkan bahan sehingga memudahkan pengisian ke dalam wadah, (5) menghilangkan lendir, dan (6) memperbaiki tekstur terutama pada pangan yang didehidrasi. Namun, Blanching juga memiliki beberapa kelemahan, di antaranya dapat merusak vitamin yang tidak tahan terhadap panas dan nutrisi

yang larut air. Selain itu, blanching yang berlebihan juga dapat menyebabkan kerusakan tekstur. Pada pengolahan gudeg, tujuan blanching hanya terdapat pada tujuan 1, 2, dan 3. Sedangkan tujuan 4, 5, dan 6 sudah dilakukan pada proses pengolahan lanjut pada bahan baku gudeg.

Gambar 7. Blancher yang umum digunakan di industri makanan dan Gambar 8. Sketsa Proses yang terjadi pada Blancher

Prinsip kerja dari blancher adalah panas yang disuplai oleh boiler dialirkan melalui pipa ke dalam bak yang berfungsi sebagai tempat pemanasan. Pengoperasian blancher yaitu mula-mula kran pada bagian bawah bak blancher ditutup, kemudian bak diisi dengan air sampai melewati pipa aliran panas pada bak. Kran aliran panas pada blancher dibuka. Uap panas dari boiler dialirkan ke dalam blancher dengan cara membuka kran uap panas boiler. Penulis tidak mendapatkan literatur yang berisi info mengenai bahan dan ukuran blancher yang digunakan untuk pembuatan gudeg kaleng, tetapi umumnya, blancher dan belt conveyor terbuat dari besi. Belt conveyor ini berfungsi untuk menggerakkan kaleng yang berisi gudeg dari luar blancher untuk masuk ke blancher sehingga kaleng bisa dipanaskan dan dibawa lagi keluar blancher untuk masuk ke tahap berikutnya. IV.1.2 Exhauster Exhauster adalah alat yang berfungsi untuk membuat kondisi vakum di dalam kaleng sebelum kaleng yang telah berisi makanan tersebut ditutup. Proses exhausting ini bertujuan mengurangi kadar oksigen dalam kaleng (terutama pada saat pemanasan dalam retort) sehingga mengurangi korosi, membatasi proses oksidasi oleh makanan, dan mencegah pertumbuhan mikroorganisme aerobik yang akan menurunkan mutu dan keamanan. Pada pengolahan gudeg sendiri, dikarenakan banyak komponen rempah-rempah yang menjadi bahan baku gudeg, maka kemungkinan terdapat banyak mikroorganisme yang masih ada walau gudeg telah melewati beberapa tahap pemilahan, pembersihan, maupun pengolahan, sehingga proses exhausting ini sangat berguna pada proses pengolahan gudeg kaleng.

10

Gambar 9. Exhauster yang umum digunakan di industri makanan Exhauster terdiri dari rantai (belt conveyor), pipa yang dilengkapi spreader, kran pengatur aliran uap panas, dan exhaust box. Prinsip kerja dari exhauster adalah dengan mengalirkan uap panas dari boiler melalui pipa yang dilengkapi spreader ke dalam exhaust box. Uap panas ini digunakan untuk mengusir udara pada headspace kaleng yang berjalan pada rel dalam exhauster. Waktu exhausting diset dengan mengatur kecepatan belt conveyor. Sedangkan suhu exhausting di set dengan cara mengatur kran uap pada exhauster. Exhauster pada industri makanan umumnya terbuat dari besi dan belt conveyornya sendiri terbuat dari besi. IV.1.3 Seamer Setelah melalu proses exhausting, kaleng gudeg akan ditutup menggunakan alat yang bernama seamer. Tahap penutupan kaleng ini menjadi sangat penting karena jika tahap ini tidak berlangsung dengan optimal, maka gudeg akan mudah rusak karena lebih rawan kontak dengan lingkungan luar. Seamer di sini berfungsi untuk menutup kaleng agar kondisi di dalam kaleng berada dalam kondisi hermetis (kedap) sehingga tidak ada transfer senyawa dari dalam kaleng maupun dari luar kaleng. Daya tahan gudeg yang terdapat dalam kaleng sangat tergantung pada keadaan kaleng setelah dilakukan proses penutupan oleh seamer.

Gambar 10. Seamer yang umum digunakan di industri makanan

11

Prinsip kerja alat ini adalah kaleng diletakkan dalam chuck penahan. Roll pelipat akan membentuk lipatan ganda di antara kaleng dengan tutup kaleng. Roll pengepres akan memperkuat lipatan yang telah dibentuk. Tutup kaleng segera dipasang pada kaleng segera setelah kaleng dan tutupnya keluar dari dalam exhausting box. Kaleng lalu dilewatkan pada seamer, yang akan membengkokkan bagian pinggir tutup dan mulut kaleng bentuk gulungan. Gulungan tersebut kemudian dipipihkan sehingga membentuk suatu sugel tutup yang rapat, dan kedap udara. Setelah proses ini selesai, maka dilakukan proses sterilisasi. IV. 2 Unit Operasi Sterilisasi pada Industri Gudeg Kaleng Gudeg kaleng yang telah melewati tahap pengalengan kemudian akan masuk ke tahap sterilisasi. Walaupun sebenarnya tahap pengalengan juga sudah memasukkan proses-proses sterliisasi, tetapi tahap sterilisasi yang sebenarnya perlu dilakukan untuk memastika bahwa produk gudeg kaleng benar-benar bebas dari mikroorganisme daan bakteri sehingga dapat tahan lama. Jenis unit operasi yang digunakan pada tahap sterilisasi gudeg kaleng ialah autoclave. Autoclave adalah alat yang digunakan untuk mensterilisasikan suatu bahan dengan mengkondisikan bahan tersebut pada uap jenuh tekanan tinggi pada suhu 121oC pada rentang waktu 15 sampai 20 menit tergantung pada ukuran dari bahan yang akan diawetkan. Dalam proses sterilisasi gudeg kaleng, autoclave berfungsi untuk mensterilkan kaleng yang telah melewati unit operasi seamer.

Gambar 11. Ilustrasi alat Autoclave dan Gambar 12. Sketsa proses yang terjadi pada autoclave Prinsip kerja autoclave ialah pada temperatur 1210C, uap air akan berkondensasi pada bahan-bahan yang disterilkan, dilepaskan sebanyak 686 kalor per gram uap air. Panas ini mendenaturasi protein pada organisme hidup dan mematikannya, alasan digunakan suhu 1210C dan tekanan 15 lb/in2(SI= 103,4 Kpa) atau 249,8 0F adalah karena air mendidih pada suhu tersebut jika digunakan tekanan 15psi, untuk tekanan 0 psi pada ketinggian dipermukaan laut air mendidih pada suhu 1000C, sedangkan untuk autoclave yang diletakan diketinggian sama menggunakan tekanan 15 psi maka air akan mendidih pada suhu 1210C. V. Sistem Pengawetan pada Industri Gudeg Kaleng Pengawetan makanan sekarang menjadi hal yang sangat penting dalam memproduksi suatu makanan. Hal ini dikarenakan tidak semua produk makanan yang langsung dikonsumsi setelah makanan tersebut diproduksi. Terdapat jangka waktu dalam

12

proses produksi hingga makanan tersebut dikonsumsi. Dalam jangka waktu tersebut, tentunya makanan harus tetap awet dan layak untuk dikonsumsi. Oleh karenanya, produsen makanan saat ini tengah gencar untuk mencari suatu metode pengawetan makanan yang paling efektif untuk diterapkan ke makanan itu sendiri. Pengawetan makanan ditujukan untuk mencegah terjadinya perubahan-perubahan yang tidak diinginkan pada produk makanan, yaitu menurunnya nilai gizi dan mutu sensori bahan pangan, dengan cara mengontrol pertumbuhan mikroorganisme, mengurangi terjadinya perubahan-perubahan kimia, fisik dan fisiologis alami yang tidak diinginkan, serta mencegah terjadinya kontaminasi. Ada tiga konsep metoda pengawetan yang umum dijalankan yaitu Pengawetan secara kimiawi, Pengawetan secara biologis dan Pengawetan secara fisik. Pengawetan secara kimiawi dilaksanakan dengan pena m bahan bahan kimia seperti gula, asam, dan garam pada bahan yang diawetkan, ataupun dengan mengekpose produk yang akan diawetkan pada bahan kimia seperti halnya pada proses pengasapan. Sedangkan metode pengawetan secara fisik merupakan metoda pengawetan yang melibatkan pendekatan fisik, antara lain dengan penambahan sejumlah energi seperti pada proses pemanasan dan radiasi; dengan penurunan suhu terkendali seperti pada proses pendinginan dan pembekuan; dengan mengatur kandungan air bahan yang akan diawetkan seperti pada proses pemekatan, pengeringan, atau pengeringan beku dan dengan penggunaan kemasan pelindung . Pengawetan secara fisik mematikan mikroorganisme yang ada pada bahan pangan dengan cara pemanasan disertai dengan pengemasan yang mencegah terjadinya re-kontaminasi, atau dengan cara pengeringan yaitu pengurangan kadar air produk pangan yang diikuti dengan pengemasan yang mencegah terjadinya readsorpsi air.Pengawetan secara biologis melibatkan proses fermentasi, baik fermentasi asam atau fermentasi alkohol. Metode pengawetan inilah yang sering digunakan dalam industri gudeg kaleng. Lebih khususnya lagi, seperti yang telah dijelaskan di atas bahwa metode pengawetan makanan yang dilakukan pada gudeg kaleng ialah metode sterilisasi. Proses sterilisasi di dalam pengawetan produk pangan adalah perlakuan panas yang menyebabkan mikroorganisme dan sporanya tidak mampu tumbuh pada kondisi penyimpanan normal. Artinya, hanya menghasilkan produk yang steril komersil, tidak seratus persen steril, kemungkinan masih ada spora mikroba dorman berada didalam produk, dan akan segera tumbuh bila berada pada lingkungan yang cocok untuk pertumbuhannya. Perlakuan panas yang bisa mewujudkan tujuan tersebut bergantung pada beberapa hal: 1) Sifat bahan pangan yang diperlakukan, misalnya tingkat keasamannya (pH). 2) Kondisi penyimpanan pasca proses. 3) Ketahanan mikroorganisme dan sporanya terhadap panas. 4) Karakteristik pindah panas yang terjadi, hal ini dipengaruhi oleh jenis kemasan dan media pemanasan. 5) Beban jumlah mikroorganisme awal yang ada pada pr oduk yang akan disterilkan. Proses pengawetan pada gudeg kaleng yang belum disebutkan di atas ialah metode setelah gudeg kaleng melewati tahap sterilisasi di autoclave. Dikarenakan setelah dikeluarkan dari autoclave suhu gudeg kaleng masih terlalu tinggi, maka perlu dilakukan proses pendinginan pada gudeg kaleng ini. Penyimpanan dingin suatu produk pangan dilakukan pada kisaran suhu diatas titik beku dan dibawah 15oC. Pengawetan dengan sistem pendinginan banyak diterapkan untuk penyimpanan jangka pendek karena karakterist ik keunggulan berikut:

13

1. Menghambat pertumbuhan mikroorganisme 2. Menghambat metabolisme pascapanen, reaksi kimia peruraian seperti reaksi pencoklatan, oksidasi lemak, perubahan warna, autolisa pada ikan dan kehilangan zat gizi Selain itu, keunggulan gudeg kaleng yang lainnya yaitu produk makanan ini hanya memanfaatkan bahan alami tanpa pengawet dan MSG (Monosodium Glutamate).

VI. Sistem Pembersihan (Cleaning), Sanitasi, dan Disinfektan pada Industri Gudeg Kaleng Sistem cleaning, sanitasi, dan disinfektan pada industri makanan ialah bertujuan untuk menjamin keamanan makanan untuk dikonsumsi. Hal ini juga sangat diutamakan oleh produsen gudeg kaleng yaitu UPT BPPTK LIPI Gunung Kidul. Seperti kita tahu bahwa sistem cleaning industri makanan terbagi menjadi dua jenis, yaitu Cleaning Out of Place (COP) dan Cleaning in Place (CIP). Dua metode tersebut ialah metode cleaning yang diterapkan pada unit operasi. Operasi pembersihan dilakukan untuk mencegah kontaminasi material dan produk. Hanya alat pembersihan dan sanitasi yang food grade boleh digunakan. Prosedur verifikasi atau pengujian dilakukan periodik untuk menjamin konsentrasi bahan kimia pembersih sesuai dengan standar. Jika tidak digunakan, semua alat pembersihan dan sanitasi di beri label dan disimpan dalam ruang terkunci jauh dari area produksi dan penyimpanan. Peralatan pembersih harus tersedia untuk digunakan. Seluruh peralatan dirawat dan disimpan untuj mencegah mengkontaminasi produk atau peralatan produksi. Ada 4 faktor terkait yang berefek pada proses pembersihan. Ketika menentukan prosedur pembersihan harap mempertimbangkan yaitu waktu pembersihan, suhu, bahan kimia yang digunakan, dan tekanan mekanis. Ada 2 jenis bahan pembersih yaitu asam dan basa. Formulasi kimia untuk bahan pembersih asam dan basa digunakan sesuai dengan kriteria-krteria seperti tipe peralatan, pencampuran bahan, dan metode pembersihan. Sedangkan pengertian Clean in Place (CIP) ialah pembersihan untuk permukaan bagian dalam tanki dan pipa. Larutan kimia dimasukan ke dalam sirkut tanki untuk membersihkan bagian dalam. Waktu, suhu dan tekanan kimia diubah-ubah sesuai kebutuhan untuk mencapai pembersihan yang maksimal. Clean Out Of Place (COP) ialah pembersihan yang dilakukan untuk suku cadang mesin yang dapat dilepas. Pembersihan dilakukan di wadah berisi cairan kimia yang dipanaskan. Walaupun penulis tidak mendapatkan literatur mengenai metode pembersihan yang dilakukan pada industri gudeg kaleng, tetapi dapat diperkirakan bahwa metode permbersihan yang paling mungkin digunakan ialah metode CIP. Hal ini dikarenakan kebanyakan dari unit operasi pada pengolahan gudeg kaleng tidak bisa dibongkar dengan mudah. Alat-alat tersebut seperti yang telah dijelaskan di atas yaitu berupa blancher, exhauster, seamer, dan autoclave. Tetapi alat-alat masak yang digunakan untuk mengolah bahan baku masih mungkin menggunakan metode COP.

Sistem sanitasi juga menjadi hal penting dalam industri pengolahan makanan. Hal ini dikarenakan sistem sanitasi sangat menunjang mutu makanan yang akan diproduksi dan sampai ke tangan konsumen. Selain itu, sistem sanitasi juga menjadi salah satu alasan kepuasan konsumen dalam memilih suatu produk makanan. Oleh karenanya, banyak pihak yang bergerak dalam industri makanan berlomba-lomba dalam hal memperbaiki sistem sanitasi industri mereka. Sistem HACCP (Hazard Analysis Critical Control Point) merupakan salah satu sistem jaminan mutu dengan basis keamanan pangan yang menjadi acuan bagi industri pangan di

14

seluruh dunia. Sistem HACCP juga merupakan salah satu bagian dari sistem yang menyeluruh dalam prosedur pengendalian mutu dan merupakan sistem yang tidak berdiri sendiri. Kelayakan dasar unit pengolahan merupakan prasyarat (pre-requisite) dalam pengembangan sistem HACCP. Penerapan sistem HACCP tidak akan efektif apabila persyaratan kelayakan dasar unit pengolahan tidak terpenuhi. Selain itu, juga diperlukan adanya komitmen dan dukungan manajemen serta sarana dan sumberdaya manusia untuk menunjang penerapan sistem tersebut. Program kelayakan dasar terdiri atas dua bagian pokok, yaitu GMP (Good Manufacturing Practices) dan SSOP (Sanitation Standard Operating Procedure) (Wiryanti dan Witjaksono 2001). GMP (Good Manufacturing Practices) adalah cara atau teknik berproduksi yang baik dan benar untuk menghasilkan produk yang benar, memenuhi persyaratan mutu (wholesomeness) dan keamanan pangan (food safety). SSOP (Sanitation Standard Operating Procedure) adalah prosedur pelaksanaan sanitasi standar yang harus dipenuhi oleh suatu unit pengolahan ikan untuk mencegah terjadinya kontaminasi terhadap produk yang diolah (Mangunsong 2000).

Gambar 13. Ilustrasi Sistem HACCP dan Gambar 14. Ilustrasi Sistem GMP Dua sistem di atas merupakan sistem acuan yang harus diterapkan dalam semua industri pengolahan makanan. Selain itu, dalam hal sistem sanitasi terdapat sistem acuan yaitu sistem SSOP. SSOP secara umum merupakan langkah-langkah yang harus diikuti untuk melakukan sistem sanitasi yang ideal bagi alat-alat yang kontak langsung dengan produk makanan maupun produk makanan itu sendiri. Kaitan antara HACCP dan SSOP ini ialah bahwa SSOP diperlukan untuk suatu produk makanan agar memenuhi syarat HACCP. Sistem ini dipantau secara berkala oleh pihak yang berwenang. Dalam hal ini, pihak yang berwenang bagi industri makanan negara Indonesia ialah Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM). Produk makanan gudeg kaleng sendiri telah mendapatkan sertifikat label halal dari Majelis Ulama Indonesia (MUI) pada akhir Januari 2010. Selain itu, juga mendapatkan sertifikat dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Nomor BPOM MD: 555112001035. Kedua sertifikat itu merupakan prasyarat akhir sebelum dikomersialisasikan.

15

VII. Teknologi Pengemasan (Packaging) Produk Makanan Gudeg Kaleng Hal terakhir yang menentukan kualitas suatu produk makanan dan yang menjadi hal pertama yang akan langsung dilihat oleh konsumen ialah kemasan atau packaging dari produk makanan tersebut. Pengemasan sendiri memiliki arti sebuah perlakuan pembungkusan, pewadahan, atau pengepakan menggunakan terhadap suatu produk dimana hal ini bertujuan untuk melindungi produk tersebut. Bahan yang dijadikan pelindung produk tersebut disebut sebagai kemasan. Selain untuk melindungi produk di dalamnya, jika produk tersebut berupa makanan, maka fungsi lainnya ialah untuk memperpanjang umur dari makanan tersebut. Secara singkat, berikut fungsi kemasan bagi sebuah produk : 1. Sebagai wadah yang dijadikan perantara produk selama proses pendistribusian dari produsen ke konsumen 2. Sebagai pelindung produk dari lingkungan luar sehingga kontak antara produk dan lingkungan luar dapat dicegah 3. Dapat memudahkan penyimpanan, pengiriman,penghitungan, dan pendistribusian jika suatu produk dapat dikemas dengan baik 4. Sebagai sarana informasi kandungan, label-label kualitas dari produk yang dikemas 5. Sebagai sarana promosi secara tidak langsung dari produsen ke konsumen, dan lainlain. Sebagai sarana informasi, umumnya kemasan digunakan untuk memberikan informasi kepada konsumen sebelum konsumen membeli produk tersebut. Label adalah sarana yang biasa dimanfaatkan oleh produsen untuk memberikan informasi mengenai produk yang diproduksinya kepada konsumen dengan menempelkan label tersebut di kemasan produk. Hal-hal yang biasa dicantumkan pada label informasi yang terdapat pada kemasan produk ialah seperti nama produk, cap/trade mark, komposisi/daftar bahan yang digunakan, netto atau volume bersih, nama pihak produsen, distributor atau pihak yang mengedarkan, nomor registrasi dinas kesehatan, kode produksi, keterangan kadaluarsa, logo halal, dan keterangan lainnya. Terdapat beberapa jenis kemasan, jika berdasarkan struktur sistem kemasnya terbagi menjadi tiga, yaitu : a. Kemasan primer, yaitu kemasan yang langsung bersentuhan dengan produk yang di bungkusnya. b. Kemasan sekunder, yang tidak bersentuhan langsung dengan produknya akan tetapi membungkus produk yang telah dikemas dengan kemasan primer c. Kemasan tersier dan kuartener yaitu kemasan untuk mengemas setelah kemasan primer atau sekunder. Terdapat berbagai jenis kemasan lain berdasarkan klasifikasinya, tetapi dalam makalah ini hanya membahas jenis kemasan berdasarkan sistem kemasannya. Desain kemasan suatu produk sendiri harus memenuhi berbagai kriteria seperti kesesuaian antara produk dengan bahan pengemasnya, ukuran kemasan dan ketebalan bahan kemasan, serta bentuk kemasan dari produk. Seperti yang telah dijelaskan di atas, kemasan yang digunakan pada produk makanan yang dibahas pada makalah ini yaitu gudeg ialah kaleng. Pengalengan sendiri adalah ilmu yang tergolong tua dalam usia, kira-kira lebih dari 175 tahun yang lalu, telah dimulai dan dikembangkan di negara barat, dan kini sudah mulai berkembang di berbagai negara berkembang. Namun, cara-cara praktik pengalengan secara baik belum banyak dilakukan oleh industri pengalengan di Indonesia. Terutama cara-cara perhitungan jumlah panas yang diperlukan sehingga makanan kaleng bebas dari mikroba pembusuk serta

16

penyebab keracunan, dan kerusakan gizi serta kerusakan komponen citarasa dapat dihindari semaksimal mungkin. Salah satu alasan mengapa pengemasan gudeg menggunakan kalreng ialah karena sistem pengalengan merupakan cara pengemasan yang cukup sederhana dan mudah dilakukan jika makanan yang dikemas ialah karakteristiknya seperti gudeg. Karakteristik gudeg yang menyerupai bubur tapi agak lebih kental memang paling cocok bila dikemas menggunakan kaleng. Selain karena hal tersebut, jika menggunakan kaleng, gudeg dapat tahan lebih lama. Bahkan, menurut UPT BPPTK LIPI Gunungkidul selaku pihak produsen gudeg kaleng, gudeg kaleng dapat bertahan hingga 2 tahun. Pengawetan ini bahkan tidak memanfaatkan senyawa kimia seperti MSG. Gudeg kaleng dikemas dalam kaleng berukuran 301x205 mm. Berdasarkan literatur yang penulis dapatkan, sistem pengalengan gudeg kaleng ini telah menerapkan Good Manufacture Process atau GMP. Berikut beberapa ilustrasi kemasan gudeg kaleng yang telah diproduksi oleh UPT BPPTK LIPI Gunungkidul yang didistrbusikan oleh pihak Bu Tjitro.

Gambar 15. Gudeg Kaleng Bu Tjitro dan Gambar 16. Informasi yang terdapat pada kemasan produk gudeg kaleng Bu Tjitro Terlihat juga pada gambar 16, terdapat label informasi gizi yang telah tercantum pada kemasan gudeg kaleng Bu Tjitro. Pada label tersebut, tercantum informasi mengenai informasi nilai gizi, jumlah per sajian, berat bersih dan nama produk. Walaupun tidak terlihat label halal serta sertifikasi BPOM, tetapi telah dijelaskan sebelumnya bahwa pihak produsen yaitu UPT BPPTK LIPI Gunungkidul telah memenuhi kedua syarat tersebut dan kedua informasi ini tercantum di sisi lain kaleng. Mengenai hal sistem kemasannya, gudeg kaleng menggunakan dua jenis kemasan, yaitu kemasan primer yang berupa kaleng dan kemaan sekunder yang berupa kardus.

17

VIII. Daftar Pustaka http://pusatgudegjogjadijakarta.wordpress.com/2012/11/30/sejarah-gudeg-jogja/ ( diakses pada tanggal 18 Oktober 2013 pkl. 10.40 WIB) http://hudazoneeating-eating.blogspot.com/2010/05/gudeg.html (diakses pada tanggal 18 Oktober 2013 pkl 10.55 WIB) http://www.okefood.com/read/2011/08/19/299/493867/large (diakses pada tanggal 18 Oktober 2013 pkl 14.04 WIB) http://bpptk.lipi.go.id/bpptk2.1/index.php?option=com_content&view=article&id=123%3Amaja lah-kontan-gudeg&catid=46%3Aberita-media&Itemid=66&lang=id (diakses pada tanggal 18 Oktober 2013 pkl 20.02 WIB) http://gudegplaza.com/blog/proses-pembuatan-gudeg-kaleng (diakses pada tanggal 18 Oktober 2013 pkl 20.24 WIB) http://resepmasaktradisional.blogspot.com/2012/10/Cara-Membuat-Gudeg-NangkaMuda.html (diakses pada tanggal 18 Oktober 2013 pkl 21.04 WIB) http://www.okefood.com/read/2012/03/15/304/594090/cara-ampuh-jaga-kesegaran-rempahrempah (diakses pada tanggal 18 Oktober 2013 pkl 21.31 WIB) http://www.pusatgudegkaleng.info/?Proses_Pengalengan_Gudeg (diakses pada tanggal 20 Oktober 2013 pkl 10.23 WIB) http://www.bisasaja.com/kuliner/resep-gudeg-jogja-komplit-original-enak-lezat/ (diakses pada tanggal 20 Oktober 2013 pkl 10.47 WIB) http://titushanakrantau.blogspot.com/2012/10/v-behaviorurldefaultvmlo.html (diakses pada tanggal 20 Oktober 2013 pkl 13.18 WIB) http://elysciel.blogspot.com/2010/12/alat-alat-yang-biasa-digunakan-dalam.html pada tanggal 20 Oktober 2013 pkl 16.30 WIB) (diakses

http://www.labsaya.com/2013/01/protap-penggunaan-autoclave.html (diakses pada tanggal 20 Oktober 2013 pkl 16.56 WIB) http://web.ipb.ac.id/~tepfteta/elearning/media/Teknik%20Pengolahan%20Pangan/bab1.php (diakses pada tanggal 20 Oktober 2013 pkl 17.44 WIB) http://jenyastarina.blogspot.com/2011_01_01_archive.html (diakses pada tanggal 20 Oktober 2013 pkl 18.40 WIB) http://wanwa03.wordpress.com/2011/07/07/teknologi-pengemasan-desain-dan-pelabelankemasan-produk-makanan/ (diakses pada tanggal 20 Oktober 2013 pkl, 21.07 WIB)

18

Anda mungkin juga menyukai