Anda di halaman 1dari 11

Pemikiran Islam

( Kontemporer ) Tradisi dan Modernitas: Perspektif M. Abed Al-Jabiri Dalam tulisan ini, sengaja penulis paparkan tentang pemikiran Islam masa klasik karena sebenarnya apa yang sedang dilakukan oleh para pemikir Islam (Arab) kontemporer berusaha untuk menghidupkan tradisi ijtihad dan rasionalisme berfikir dalam memahami agama agar terjadi keterhubungan wacana dan praksis dengan realitas modernitas masa kini. Muhammad Abduh adalah pemikir pembaharu Islam yang telah membuka jalan bagi pendobrakan pintu ijtihad dari ketertinggalan umat dalam merespon aman. !ulisan ini mencoba memaparkan pemikiran intelektual muslim kritis kontemporer yang tergabung dalam kubu "#ost !radisionalisme Islam$.i[16 Disebabkan karena terbatasnya ruang untuk membedah seluruh pemikiran intelektual yang tergabung dalam kubu ini, maka hanya dibatasi pada tela%ah pemikiran M. Abed Al&'abiry (asal Maroko) dan (assan (anafi (asal Mesir). Apa yang disebut dengan tradisi (turats)) Dan bagaimana kita memperlakukan tradisi agar bisa menjawab modernitas) !radisi, dalam pandangan M. Abed Al&'abiri adalah "sesuatu yang hadir dan menyertai kekinian kita, yang berasal dari masa lalu kita atau masa lalu orang lain, ataukah masa lalu tersebut adalah masa yang jauh maupun masa yang dekat.$ !radisi adalah titik temu antara masa lalu dan masa kini.ii[1! !radisi bukan masa lalu yang jauh dari keadaan kita saat ini, tapi masa lalu yang dekat dengan kekinian kita. 'adi, dalam pandangan Al&'abiri, semuanya adalah tradisi, bila berkaitan dengan segala sesuatu yang ada di tengah kita dan menyertai kekinian kita, asal itu berasal dari masa lalu. iii[1" #ersoalannya, adalah bagaimana kemudian membaca tradisi itu agar bisa rele*an dengan masa kini. Dalam kaidah #ostra atau +, liberal dikenal kaidah - "al-muhafadhatu bil-qadim as-shalih wal-akhdzu bil-jadid al-ashlah $ (menjaga tradisi lama yang baik dan mengambil tradisi baru yang lebih baik). Artinya, tradisi itu direkonstruksi dengan menginternalisasikan pemikiran&pemikiran kontemporer. Metodologi yang dipakai Al&'abiri dalam mengkaji persoalan tradisi adalah dengan pendekatan ".byekti*isme$ (maudluiyah) dan "/asionalitas$ (maquliyah).i#[1$ .byekti*isme artinya menjadikan tradisi lebih kontektual dengan dirinya, dan berarti memisahkan dirinya dari kondisi kekinian kita. !ahap ini adalah dekonstruksi, yaitu membebaskan diri dari asumsi&asumsi apriori terhadap tradisi dan keinginan&keinginan masa kini, dengan jalan memisahkan antara subyek pengkaji dan obyek yang dikaji. 0ebaliknya, yang dimaksud dengan rasionalitas adalah menjadikan tradisi tersebut lebih kotekstual dengan kondisi kekinian kita. !ahap kedua adalah

merekonstruksi pemikiran baru dengan menghubungkan antara obyek dan subyek kajian. Maksud Al&'abiri, hal ini dilakukan agar didapatkan pembacaan yang holistik terhadap tradisi. Al&'abiri sangat menekankan epistemologi pemikiran Arab kontemporer sebagai jalan untuk menghadapi modernitas. Al&'abiri telah melampaui ideologi dalam proyek peradabannya, dengan menyusun tetralogi bukunya yang serius digarap.#[%& Dalam bukunya Nahnu wa atTurats : Qiraah Muashirah fi Turatsina al-Falsafi (1ita dan 2arisan #embacaan 1ontemporer terhadap 2arisan 3ilsafat 1ita)#i[%1 , Al&'abiri memetakan perbedaan prosedural antara pemikiran yang bermuatan ideologis dengan epistemologis filsafat Arab. Menurut Al&'abiri, muatan epistemologis filsafat Arab&Islam, yakni ilmu dan metafisika memiliki dunia intelektual berbeda dengan muatan ideologisnya, karena pada muatan yang kedua terkait dengan konflik sosio& politik ketika ia dibangun.#ii[%% 1edua istilah itu (epistemologis&ideologis) sering dipakai Al& 'abiry dalam studinya tentang Akal Arab. Istilah epistemologi merupakan kumpulan kaidah berfikir yang siap digunakan dalam berbagai kondisi kemasyarakatan. 0edangkan, istilah ideologi adalah kondisi sosial dan politik yang mempengaruhi arah pemikiran setiap tokoh pada masa dan tempat dia berada. 0eorang tokoh bisa saja menggunakan pisau pemikiran yang sesuai untuk memecahkan problematika yang dihadapinya.#iii[%' Al&'abiri mencatat adanya sebuah problematika struktural mendasar pemikiran dalam struktur Akal Arab, yaitu kecenderungan untuk selalu memberi otoritas referensial pada model masa lampau (namuzhaj salafi).i([%) 1ecenderungan inilah yang menyebabkan wacana agama terlalu berbau ideologis dengan dalih otentisisme (ashalah). #adahal menurut Al&'abiry, dalam membangun model pemikiran tertentu, pemikiran Arab tidak bertolok dari realitas, tetapi berangkat dari suatu model masa lalu yang dibaca ulang. Menurut Al&'abiri, tradisi ( turats) dilihat bukan sebagai sisa&sisa atau warusan kebudayaan masa lampau, tetapi sebagai "bagian dari penyempurnaan$ akan kesatuan dalam ruang lingkup kultur tersebut, yang terdiri atas doktrin agama dan syariat, bahasa dan sastra, akal dan mentalitas, dan harapan&harapan. ([%* !radisi bukan dimaknai sebagai penerimaan secara totalitas atas warisan klasik, sehingga istilah otentisitas menjadi sesuatu yang debatable. ,ntuk menjawab tantangan modernitas, Al&'abiri menyerukan untuk membangun epistemologi nalar Arab yang tangguh. 0istem yang menurut skema al&'abiri hingga saat ini masih beroperasi, yaitu - Pertama, disiplin "eksplikasi$ (ulum al-bayan) yang didasatkan pada metode epistemologis yang menggunakan pemikiran analogis, dan memproduksi pengetahuan secara epistemologis pula dengan menyandarkan apa yang tidak diketahui dengan yang telah

diketahui, apa yang belum tampak dengan apa yang sudah tampak.

edua, disiplin gnotisisme

(ulum alirfan) yang didasarkan pada wahyu dan "pandangan dalam$ sebagai metode epistemologinya, dengan memasukkan sufisme, pemikiran 0yi%i, penafsiran esoterik terhadap Al& 4ur%an, dan orientasi filsafat illuminasi. eti!a, disiplin&disiplin bukti "enferensial$ (ulum alburhan) yang didasarkan atas pada metode epistemologi melalui obser*asi empiris dan inferensiasi intelektual.(i[%6 'ika disingkat, metode bayani adalah rasional, metode irfani adalah intuitif, dan metode burhani adalah empirik, dalam epistemologi umumnya. 5ang menarik dalam pemikiran Al&'abiri dalam upayanya menghubungkan tradisi dengan modernitas adalah keharusan umat Islam untuk mengembalikan rasionalisme dalam pembacaan terhadap teks&teks agama. Pertama, kontribusi rasionalisme Ibnu /usyd dalam filsafat. 0emangat yang mendasari rasionalisme pemikiran Ibnu /usyd adalah sikap kritis dan ilmiah, serta berafiliasi kepada tradisi pemikiran rasionalisme yang menekankan pengetahuan asiomatik. #engetahuan asiomatik ini mengulang kembali paradigma Aristoteles, sekaligus mengadopsi sistem pengetahuan yang berdasar pada ilmu dan filsafat seperti dibangun oleh Aristoteles beberapa abad sebelumnya.(ii[%! Ada tiga tradisi pemikiran yang dominan pada masa Ibnu /usyd, yaitu - tradisi kalam dan filsafat, tradisi fi6h dan ushul fi6ih, dan tradisi tasawuf teoretik. #ada ketiga tradisi itu, sama& sama meniadakan pendekatan ilmiah&rasionalisme atau burhani. Ibnu /usyd menyerukan untuk mengikuti garis&garis pemikiran rasionalisme dan pembelaannya yang sangat heroik terhadap argumen kausalitas, sebagai jalan perjuangan demi "pembalikkan$ atas situasi saat itu. Dan proyek besar Ibnu /usyd adalah merekonstruksi dimensi rasionalitas dalam agama dan filsafat atas dasar prinsip burhani. Dia melakukan dua langkah untuk meloloskan proyeknya. 7angkah pertama, Ibnu /usyd memberikan komentar dan ringkasan atas karya&karya Aristoteles dengan tujuan untuk memudahkan bagi pembaca dalam memahami pemikiran filsuf 5unani tersebut. Dan langkah kedua adalah membantah dan melakukan serangan balik terhadap Al&8ha ali, melalui karyanya Tahafut at-Tahafut.(iii[%" edua, kontribusi rasionalisme Ibnu /usyd dalam syari%ah. Dalam kontribusi ini, Ibnu /usyd membuktikan hubungan yang tidak bertentangan antara filsafat dan agama. Menurutnya, sisi rasionalitas dari perintah&perintah agama berserta larangan&larangannya dibangun atas landasan moral keutamaan atau fadlilah.(i#[%$ 7andasan ini sama dengan yang ada pada filsafat. Maka tidak heran jika Ibnu /usyd mempersandingkan agama dengan filsafat - " al-hikmah hiya shahib al-syariah wa al-ukht al-radliah$ (filsafat merupakan kawan akrab syari%at dan teman

sesusuannya).(#['& 9agi Ibnu /usyd, bila dalam permukaan tampak perbedaan atau pertentangan, maka hal itu merupakan kekeliruan dan kesalahpahaman dalam menafsirkan keduanya. (al itu disebabkan tidak dipakainya rasionalisme dalam penafsiran agama. 1ata Ibnu /usyd, agama tidaklah menafikan metode burhani atau rasionalisme, tapi malah menganjurkannya, agar menjadi sarana yang efektif bagi kalangan ulama atau kaum rasionalis (ashab al-burhan) untuk memahami agama secara rasional.(#i['1 eti!a, kontribusi rasionalisme al&0yatibi. Apa yang dikemukakan Ibnu /usyd kemudian memunculkan pertanyaan - bagaimana mungkin membangun dimensi rasionalitas dalam disiplin agama, yang atas dasar prinsip "al-qathi$ (kepastian)) Al&0yatibi (w.:;< () menjawab bahwa semuanya itu bisa saja terjadi. (al ini dimungkinkan apabila kita mengacu pada metode rasionalisme atau burhani, sehingga disiplin ushul fi6ih pun didasarkan pada prinsip " kulliyah al-syariah$ (ajaran&ajaran uni*ersal dari agama) dan pada prinsip "maqashid al-syariah$. #rinsip "kulliyah al-syariah$ berposisi sebagaimana posisi pada " al-kulliyah al-aqliyah$ dalam filsafat. 0edangkan "maqashid al-syariah$ serupa dengan posisi "al-sabab al-!haiy$ (sebab akhir) yang berfungsi sebagai pembentuk unsur&unsur penalaran rasional.(#ii['% ,ntuk bisa mencapai "al-kulliyah al-aqliyah$ itu maka kita menggunakan metode yang berlaku dalam "al-kulliyah al-ilmiyah$ atau uni*ersalitas&uni*ersalitas ilmu&ilmu alam dan filsafat. Metodenya adalah induksi (istiqra), sebagai cara untuk meneliti sejumlah kasus&kasus spesifik atau juziyah. Dari sana kemudian ditarik beberapa prinsip uni*ersalitas. ,ni*ersalitas& uni*ersalitas syariat bersifat pasti dan yakin (qathi) dengan tiga prinsip, yaitu - (i) prinsip keumuman dan keterjangkauan, (ii) prinsip kepastian dan ketidakberubahan, dan (iii) prinsip legalitas (al-qanuniyah).(#iii['' #enjelasan di atas adalah pada konsep uni*ersalitas dalam syari%at. 0edangkan dalam prinsip "maqashid al-syariah$, al&0yatibi menyebut empat unsur pokok yang menentukan. Pertama, sesungguhnya syari%at agama diberlakukan dalam rangka memelihara dan menjaga kepentingan dan kemaslahatan umat manusia. dipahami dan dihayati oleh umat manusia. edua, syari%at agama diberlakukan untuk eti!a, adanya unsur taklif, pembebanan hukum&

hukum agama kepada manusia. #ertimbangannya, Allah tidak akan membebani seseorang di luar kemampuan dan kesanggupannya. Dan keem"at, "melepaskan sang mukallaf dari belenggu dorongan hawa nafsunya$.(i([') 1esemua unsur di atas harus melekat pada tujuan dari diberlakukannya syari%at.

7alu, kontribusi terakhir yang ditawarkan Al&'abiri adalah dari rasionalisme Ibnu 1haldun. 1elebihan Ibnu 1haldun dalam memaparkan sejarah, seperti dalam kitabnya, Muqaddimah, adalah "penelitian, penyelidikan, dan analisis yang mendalam akan sebab&sebab dan latar belakang terjadinya sesuatu = juga pengetahuan yang akurat tentang asal&usul, perkembangan, dan riwayat hidup matinya kisah peradaban manusia$. Menurut Al&'abiri, dengan metode semacam ini, displin sejarah menjadi bagian dari tradisi keilmuan rasional. ((['* #enulis menganggap bahwa Al&'abiri sangat apresiatif terhadap Ibn 1haldun karena ia telah memberikan jalan bagi empirisisme penelitian sejarah, yang juga rasional. ,kuran *aliditas sejarah Ibnu 1haldun adalah pengetahuan "thabai al-#mran$ (dinamika&dinamika internal yang umum atau biasa terjadi dalam pengelompokan&pengelompokan sosial manusia).((i['6 Maka, upaya untuk membangun tingkat rasionalitas dalam ilmu sejarah, yakni rasionalitas dalam arti kepastian faktualitas suatu kasus atau cerita. +ah, sebab&sebab untuk membangun derajat rasionalitas sesuatu, yaitu "sebab&sebab yang berlaku secara alami dan lahiriah, dan mampu dipahami dan dijangkau oleh akal dalam bentuk yang teratur dan apik$. 0ebab&sebab metafisik atau "sebab&sebab esoterik$ (asbab khafiyah) tidak masuk dalam pengertian di atas.((ii['! #andangan Ibnu 1haldun nampak empirik sekali, yaitu dengan melihat fakta dan lahiriah sesuatu obyek pengamatan. Apabila pengamatan itu dimasuki oleh agama maka bagi Ibnu 1haldun, analisanya seperti yang dilakukan oleh Ibnu /usyd dan al&0yatibi, yaitu faktor kemaslahan (maslahah). Kiri Islam dan +ksidentalisme ,assan ,anafi 0etelah kita membedah pemikiran M. Abed Al&'abiri yang sangat kental dengan gagasan epistemologi dan metodologisnya, maka kini kita melangkah pada gagasan (assan (anafi yang lebih banyak berorientasi pada praksis dan wacana pembebasan. .rang banyak mengkritik (assan (anafi karena tidak adanya metodologi yang dipakai dalam menganalisa relitas sosial dan menafsirkan teks keagamaan. Ia sering mengatakan bahwa sesungguhnya tak ada metodologi yang dipakainya. #enulis bernganggapan bahwa apa yang selama ini dilakukan olehnya adalah sebagai pembuka atas keadaan umat Islam (dan Arab), dari keadaan inferior menjadi setara dengan 9arat, dari kegelapan intelektual menuju pencerahan wacana keilmuan, untuk membangun sebuah peradaban yang baru. (assan (anafi meluncurkan jurnal berkalanya $l-%asar al-&slami : itabat fi al-Nahdla $l-&slamiyah (1iri Islam - 9eberapa >sai tentang 1ebangkitan Islam) pada tahun ?;@?. 'urnal ini

merupakan kelanjutan dari $l-#rwa al-'utsqa dan $l-Manar, yang menjadi agenda Al&Afghani dalam melawan kolonialisme dan keterbelakangan, menyerukan kebebasan dan keadilan sosial serta mempersatukan kaum muslimin ke dalam blok Islam atau blok !imur. ((iii['" 'urnal ini juga terbit setelah kemenangan /e*olusi Islam di Iran, tahun ?;:;. !ak pelak lagi, peristiwa besar itu memang telah membangkitkan (assan (anafi dalam meluncurkan "#royek 1iri Islam$&nya. +amun, menganggap peristiwa itu sebagai satu&satunya penyebab, adalah tidak benar karena kita juga harus memperhitungkan faktor pergerakan Islam modern dan lingkungan Arab&Islam. ((i#['$ Demikian pula, kata (assan (anafi, 1iri Islam bukanlah Islam berbaju MarAisme karena itu berarti menafikan makna re*olusioner dalam Islam sendiri. ((#[)& 1iri Islam lahir dari kesadaran penuh atas posisi tertindas umat Islam, untuk kemudian melakukan rekonstruksi terhadap seluruh bangunan pemikiran Islam tradisional agar dapat berfungsi sebagai kekuatan pembebasan. ,paya rekonstruksi ini adalah suatu keniscayaan karena bangunan pemikiran Islam tradisional yang sesungguhnya satu bentuk tafsir justru menjadi pembenaran atas kekuasaan yang menindas.((#i[)1 ,paya rekonstruksi ini diawali dengan menjaga jarak terhadap Asy%arisme, prmikiran keagamaan resmi yang telah bercampur dengan tasawuf dan menajdi ideologi kekuasaan, serta mempengaruhi perilaku negatif rakyat untuk hanya menunggu perintah dan ilham dari langit. (assan (anafi lebih wel()me dengan Mu%ta ilah *ersi Muhammad Abduh yang memproklamirkan kemampuan akal untuk mencapai pengetahuan dan kebebasan berinisiatif dalam perilaku. 'uga melanjutkan apa yang dirintis oleh Al&1awakibi dalam menganalisis faktor&faktor sosial politik untuk membebaskan dan memperkuat kaum muslimin. Dan 1iri Islam juga mewarisi kapabilitas Muhammad I6bal dan upaya&upayanya dalam "#embaharuan #emikiran 1eagamaan dalam Islam$ (*e()nstru(ti)n )f &slami( Th)u!hts).((#ii[)% 0ecara singkat dapat dikatakan, 1iri Islam bertopang pada tiga pilar dalam rangka mewujudkan kebangkitan Islam, re*olusi Islam, dan kesatuan umat.((#iii[)' #ilar pertama adalah re*italisasi khasanah Islam klasik.((i([)) (al ini sebagian sudah dijelaskan pada paragraf di atas. (assan (anafi menekankan perlunya rasionalisme, karena rasionalisme merupakan keniscayaan untuk kemajuan dan kesejahteraan Muslim serta untuk memecahkan situasi kekinian di dalam dunia Islam. #ilar kedua adalah perlunya menentang peradaban 9arat. ((([)* (assan (anafi mengingatkan bahaya imperalisme kultural 9arat, dan dia mengusulkan ".ksidentalisme$, yang pembahasannya akan diulas di akhir makalah ini. #ilar ketiga adalah analisis atas realitas dunia (termasuk Islam).(((i[)6 Ia mengkritik metode tradisional yang bertumpu pada teks ( nash), dan

mengusulkan suatu metode tertentu dalam melihat realitas dunia kontemporer. 'adi, ada tiga pilar atau agenda, yaitu - re*italisasi khasanak klasik (sikap kita terhadap tradisi lama), menentang peradaban 9arat (sikap kita terhadap tradisi 9arat), dan analisis atas realitas (sikap kita terhadap realitas atau "teori intepretasi$). Dari ketiganya, posisi "ego$ (aku, artinya umat Islam) berada di tengah Bhal ini akan dibahas kemudian. 0ebelum melangkah pada oksidentalisme, kita perlu bahas dahulu apa yang menjadi pemahaman (assan (anafi mengenai tradisi (turats). !radisi, menurutnya, bukanlah sekedar barang mati yang telah ditinggalkan orang&orang terdahulu. #ernyataan ini persis sama seperti pengakuan Al& 'abiri, yaitu bahwa tradisi adalah barang hidup yang selalu menyertai kekinian kita. !radisi adalah elemen&elemen budaya, kesadaran berfikir, serta potensi yang hidup, dan masih terpendam dalam tanggung jawab generasi sesudahnya. Dia adalah sebagai dasar argumentatif, dan sebagai pembentuk "pandangan dunia$ serta membimbing perilaku bagi setiap generasi mendatang.(((ii[)! !radisi ternyata telah banyak dicemari oleh hegemoni feodalisme dan menjadi kekuatan kekuasaan yang berkedok agama. 0ehingga perlu dire*italisasi menjadi kekuatan yang membebaskan. !itik tolak (assan (anafi adalah realitas Arab saat ini, dan menurutnya adalah keharusan pemecahannya untuk mengakhiri semua hal yang menghambat perkembangan dalam dunia Islam dan Arab. !radisi, pada dasarnya tidak bernilai. 1ecuali jika ia dapat menjadi sarana yang dapat memberikan teori aksi negara Arab dalam merekonstruksi manusia dan hubungannya dengan !uhan. (assan (anafi mensyaratkan re*olusi kemanusiaan sebelum melakukan pembangunan lainnya, sebagai langkah awal dalam mewujudkan kehidupan yang manusiawi.(((iii[)" 9ahkan, dengan berjilid&jilid buku yang menjadi bagian dari proyeknya adalah usaha untuk mengubah kata "!uhan$ menjadi kata "Manusia$, seperti dikatakan teman&teman dalam sebuah diskusi terbatas di #CM tentang "(ermeneutika #embebasan (assan (anafi$. #royek (assan (anafi dimaksudkan untuk merekonstruksi, menyatukan, dan mengintepretasikan seluruh ilmu peradaban Islam bedasarkan kebutuhan modern untuk dijadikan sebagai ideologi manusia, untuk menuju kesempurnaan hidup. (assan (anafi juga bermaksud merekonstruksi tradisi kebudayaan 9arat yang dicirikannya sebagai kebudayaan murni historis, di mana wahyu !uhan tidak dijadikan sebagai sentral peradaban.(((i#[)$ (anafi sedang mendekonstruksi bangunan pemikiran Islam klasik yang mati fungsi peradabannya, di samping juga mendekonstruksi klaim&klaim uni*ersalitas dan hegemoni wacana yang dilakukan 9arat, melalui pemikiran dan kebudayaan werternis. #andangan obyektif dan kritis dalam pemikiran (assan

(anafi adalah bagaimana agenda "oksidentalisme$ menjadi kekuatan wacana penyeimbang dalam melihat 9arat dan upaya westernasasi. 0eperti dijelaskan (assan (anafi, .ksidentalisme adalah wajah lain dan tandingan bahkan berlawanan dengan .rientalisme. .rientalisme melihat e!) (!imur) melalui the )ther, maka .ksidentalisme bertujuan mengurai simpul sejarah yang mendua antara e!) dengan the )ther, dan dialektika antara kompleksitas inferioritas (murakab al-naqish) pada e!) dengan kompleksitas superioritas (murakab al-uzma) pada pihak the )ther. .rientalisme lama adalah pandangan e!) >ropa terhadap the )ther non >ropa, subyek pengkaji terhadap obyek yang dikaji. Di sini terjadi superioritas 9arat dalam melihat !imur. (al demikian dibalikkan dengan .ksidentalisme, yag tugasnya yaitu mengurai inferioritas sejarah hubungan e!) dengan the )ther, menumbangkan superioritas the )ther 9arat dengan menjadikannya sebagai obyek yang dikaji, dan melenyapkan infererioritas kompleks e!) dengan menjadikannya sebagai subyek pengkaji.(((#[*& (anya saja .ksidentalisme kali ini dibangun di atas e!) yang netral dan tidak berambisi merebut kekuasaan, dan hanya menginginkan pembebasan. Ia juga tidak ingin mendiskreditkan kebudayaan lain, dan hanya ingin mengetahui keterbentukan dan struktur peradaban 9arat. 0eperti diklaim oleh (assan (anafi, e!) .ksidentalisme lebih bersih, obyektif, dan netral dibadindingkan e!) .rientalisme. (((#i[*1 #emikiran (assan (anafi juga dilandasi oleh penafsiran secara hermeneutik terhadap teks keagamaan (tradisi keilmuan Islam lama) agar didapatkan pemahaman yang hidup dalam memberikan kontribusi bagi pembebasan.(((#ii[*% .ksidentalisme adalah bagian dari 1iri Islam, yang bertujuan untuk menumbuhkan kesadaran kolektif umat Islam dalam membaca tradisinya sendiri dan tradisi the )ther. #emikiran beliau juga bermuatan rasional, karena jika masih menggunakan baju konser*atisme agama maka tradisi tidak akan berbicara apa&apa. !eks itu adalah barang mati, yang hidup adalah makna ( meanin!) dan intepretasi baru (si!nifi(an(e). !ugas kita adalah bagaimana menghidupkan teks dalm tradisi itu menjadi rele*an dan berguna bagi kondisi saat ini. #emikiran (assan (anafi dan juga M. Abed Al&'abiri perlu diapresiasi lebih mendalam, karena mereka adalah pelanjut bagi tradisi pemikiran Islam kontemporer yang kritis, setelah Ibnu /usyd dan M. Abduh.

Zuhairi Misrawi, salah seorang pentolan intelektual muda NU, mencatat ada tiga sayap dalam kubu Postra Pertama, sayap ekletis !al qiraah alintiqiyah" #elompok ini mencoba menghubungkan antara orisinalitas !alashalah" dan modernitas !al-muashirah" dalam membangun teori tradisi Prinsip yang dipakai adalah membuang unsur$unsur yang negati% dalam tradisi dan mengambil sisi positi% tradisi untuk memecahkan persoalan kekinian &okohnya adalah 'ahmi (ad)an dan Zaky Na*ueb Mahmud Kedua, sayap re+olusioner !al-qiraah al-tsauriyah" Proyeknya adalah melakukan re+olusi dan liberasi pemikiran keagamaan yang telah berlangsung berabad$abad lamanya ,an -uga merekonstruksi pemikiran klasik dengan memasukkan nilai$ nilai humanistik dalam ka-ian keagamaan &okohnya adalah .assan .ana%i ,an Ketiga, sayap dekonstrukti% !al-qiraah al-tafkikiyah" Upaya yang dilakukan adalah bongkar pasang tradisi secara komprehensi%, sehingga menimbulkan kontro+ersial /ahkan untuk mendekonstruksi wacana agama, mereka menggunakan pemikiran$oemikiran modern dan metodologinya dari kalangan post$modernis, post$strukturalis, hermeneutika, dan analisis semantik atau semiotika &okohnya adalah M 0bed 0l$(abiry, M 0rkoun, 0bu Zayd, 0liya .arb, M 1hahrur, dan sebagainya 2ihat Zuhairi Misrawi, 3,ari &radisionalisme Menu-u Post$&radisionalisme 4slam, 5eliat Pemikiran 4slam 0rab6, dalam Jurnal Tashwirul Afkar, No 17, &ahun 8771, hlm 9:$9; ii[1<] M 0bed 0l$(abiri, Post Tradisonalisme Islam, !peny 0hmad /aso", !=ogyakarta > 2#41, 8777", hlm 8? iii[1:] Ibid, hlm 89 i*[1;] Ibid, hlm 8: *[87] &etralogi yang tergabung dalam proyek peradabannya adalah > !i" Takwin al-Aql al-Araby !'ormasi Nalar 0rab" 1eri #ritik Nalar 0rab 4 !/eirut > Marka@ ,irasah al$Aihdah al$0rabiyah, 1;;1", cet B, !ii" Bunyah al-Aql al-Araby !1truktur Nalar 0rab" 1eri #ritik Nalar 0rab 44 !/eirut > Marka@ ,irasah al$ wihdah al$0rabiyah, 1;;6", cet B, !iii" al-Aql as- iyasi al-Araby !Nalar Politik 0rab" 1eri #ritik Nalar 0rab 444 !/eirut > Marka@ ,irasah al$wihdah al$0rabiyah, 1;;9, cet 444, dan !i+" Aql al-Akhlaq al-Araby !Nalar Ctika 0rab" 1eri #ritik Nalar 0rab 4B !/eirut > Marka@ ,irasah al$wihdah al$0rabiyah, 8771" ,alam tetralogi itu, proyek metodologis pemikiran 0l$(abiri yang terkenal dengan istilah 3#ritik Nalar 0rab6, terbagi atas dua model Pertama, kritik nalar epistemologis Nalar ini si%atnya spekulati%, yang mengka-i arkeologi dan perkembangan ilmu pengetahuan yang berlaku di kalangan umat 4slam Kedua, nalar politik =aitu nalar praktis yang melakukan kritik pemikiran dalam bagaimana cara umat 4slam berkuasa, menguasai, dan mempertahankan kekuasaan Persoalan etika masuk dalam nalar kedua karena terkait dengan perilaku umat 4slam dalam kehidupan sehari$hari 1eri #ritik Nalar 0rab 4 dan 44 adalah model nalar epistemologis, sedangkan dua yang terakhir adalah model nalar praktis 2ihat 0hmad /aso, 3Neo$Modernisme 4slam Bersus Post$ &radisionalisme 4slam6, dalam Jurnal Tashwirul Afkar, No 17, &ahun 8771, hlm DD *i[81] /eirut > ,ar ath$&hali)a, 1;:7 *ii[88] 4ssa ( /oullata, !ekonstruksi Tradisi" #elegar Pemikiran Arab Islam !=ogyakarta > 2#41, 8771", hlm 6? *iii[8D] Muhammad 0unul 0bied 1hah dan 1ulaiman Mappiasse, 3#ritik 0kal 0rab > Pendekatan Cpistemologis terhadap &rilogi #ritik 0l$(abiri6, dalam M 0unul 0bied 1hah !ed ", Islam #arda !e$an" %osaik Pemikiran Islam Timur Tengah, !/andung 2 Mi@an, 8771", hlm D7? iA[8?] 4ssa ( /oullata, o$&'it , hlm 69
i[16]

M 0bed 0l$(abiri, Post Tradisionalisme Islam, o$&'it , hlm 6 M 0bed 0l$(abiri, (aqd al-Aql al-arabi, Bol 1, hlm 96$<1 Aii[8<] )$& 'it, hlm 197 Aiii[8:] Ibid, hlm 191$19D Ai*[8;] Ibid, hlm 168 A*[D7] 4bnu Eusyd, 3'ashl al$Ma*al wa &a*rir ma /aina al$1yari)ah wa al$.ikmah min al$4ttishal6, dalam 4bnu Eusyd, *alsafah Ibn +usyd, !ed Mushta%a 0bd al$ (awab Umran", !#airo > al$Maktabah al$&i-aruyah al$Mahmudiyah, 1;6:", hlm D9 A*i[D1] M 0bed 0l$(abiri, o$& 'it , hlm 16D A*ii[D8] Ibid, hlm 166$16< A*iii[DD] Ibid, hlm 16<$16: AiA[D?] Ibid, hlm 16;$1<7 AA[D9] Ibid, hlm 1<8 AAi[D6] Ibid, hlm 1<D AAii[D<] Ibid, hlm 1<9 AAiii[D:] .assan .ana%i, 30pa 0rti 4slam #iri6, dalam #a@uo 1himogaki, Kiri Islam" antara %odernisme dan Postmodernisme, !=ogyakarta > 2#41, 8771", cet B, hlm :9 AAi*[D;] #a@uo 1imogaki, ibid, hlm : AA*[?7] M Eidlwan .ambali, 3.assan .ana%i > ,ari 4slam 3#iri6, Ee+italisasi Turats, hingga Fksidentalisme6, dalam M 0unul 0bied 1hah !ed ", o$&'it , hlm 889 .assan .ana%i men-elaskan > 3#iri adalah konsep ilmu sosial #iri adalah kekuatan untuk berubah Ee+olusi 4slam, keadilan 4slam, -ihad 4slam, semua itu konsep #iri 4slamG#iri 4slam tidak ada pengaruh dari MarHisme atau 1osialisme, karena pemikiran saya dilatarbelakangi keadaan sosial di negara$ negara 4slam yang mayoritas masih didominasi kemiskinan dan angka pengangguran yang tinggi, misalnya 4ndonesia #ita tidak perlu men-adi seorang MarHis untuk dapat melihat bahwa persoalan keadilan sosial di sini Mengapa orang yang berbicara tentang keadilan sosial harus seorang MarHisI6 ,iambil dari wawancara dengan .assan .ana%i yang dimuat dalam %a,alah Tem$o, No 1?JKKKJ?$11 (uni 8771 AA*i[?1] M Eidlwan .ambali" o$&'it , hlm 889$886 AA*ii[?8] .assan .ana%i, o$&'it, hlm ;D$;? AA*iii[?D] #a@uo 1imogaki, o$&'it , hlm <$: AAiA[??] Pilar pertama ini adalah salah satu agenda dari proyek 3&radisi dan Pembaruan6 !al-turats wa al-ta,did" yang se-ak lama dipersiapkan oleh .assan .ana%i Pilar ini adalah 3sikap kita terhadap tradisi lama6, yang merupakan agenda awal proyeknya Pembahasan dalam agenda ini adalah > !i" ,ari &eologi ke Ee+olusi !%in Aqidah ila al-Tsawrah", !ii" ,ari &ran%erensi ke 4no+asi !%in al(aql ila al-Ibda", !iii" ,ari teks ke Eealita !%in al-(aql ila al--aqi", !i+" ,ari #e%anaan Menu-u #eabadian !%in al-*ana ila al-Baqa", !+" ,ari &eks ke Easio !%in al-(aql ila al-Aql", !+i" 0kal dan 0lam !Al-Aql wa al-Thabiah", dan !+ii" Manusia dan 1e-arah !al-Insan wa al-Tarikh" .assan .ana%i sangat berobsesi untuk merekonstruksi ilmu$ilmu lama, yaitu ilmu$ulmu yang berdimensi rasional$tekstual !aqliyah-naqliyah", ilmu$ilmu yang berdimensi tekstual murni !naqliyah", dan ilmu$ilmu yang berdimensi rasional murni !al-aqliyah alkhasah" #esemuanya berangkat dari wahyu, sebagai pusat untuk kemudian membentuk metodologi 2ihat .assan .ana%i, )ksidentalisme" ika$ kita terhada$ Tradisi Barat, !(akarta > Paramadina, 8777", hlm 1$D AAA[?9] Pilar ini diambil dari pembacaan #a@uo 1imogaki terhadap proyek 3#iri 4slam6$nya .assan .ana%i 1ebenarnya, tidak sepenuhnya berarti melawan
A[89] Ai[86]

peradaban /arat 1ecara akademik$teoritik, kita perlu membaca tradisi /arat secara obyekti% agar kita dapat memahami bagaimana /arat berhasil dalam membangun peradabannya Memang, implikasi yang ter-adi adalah kolonialisme dan penguasaan terhadap dunia 4slam atau &imur, dan kita -uga perlu melawan kenyataan ini (adi, melihatnya secara obyekti% dan rasional .assan .ana%i menunda tiga bagian yang men-adi agenda kedua ini karena menunggu selesainya tu-uh bagian dari agenda pertama &iga bagian dalam agenda kedua itu adalah > !i" 1umber peradaban eropa, !ii" Permulaan #esadaran Cropa, dan !iii" 0khir kesadaran Cropa 2ihat ibid , hlm D AAAi[?6] 0genda ketiga ini -uga ditunda oleh .assan .ana%i demi menunggu rampungnya kedua agenda sebelumnya =ang dibahas dalam agenda ketiga ini, rencananya adalah > Metodologi, Per-an-ian /aru, dan Per-an-ian 2ama Ibid AAAii[?<] .assan .ana%i, Al-Turats wa al-Ta,did" %awqifuna min Al-Turats Al.adim, !/eirut> 0l$Muassasah 0l$(ami)ah li 0l$,irasah wa 0l$Nasyw wa 0l$&au@i), 1;;8", hlm 1?$1; AAAiii[?:] Ibid, hlm 11 AAAi*[?;] 4ssa ( /oullata, o$& 'it , hlm 68 AAA*[97] .assan .ana%i, o$& 'it hlm 89$86 AAA*i[91] Ibid, hlm 8; AAA*ii[98] Pembasan mengenai ini dapat dibaca bukunya 4lham / 1aenong, /ermeneutika Pembebasan0 %etodologi Tafsir Al-.uran %enurut /assan /anafi !/andung> &era-u, 8778" (hfggncbgfbhgdbgffeffdrfe 7khmjhmjhh (dhhgdggdgggdggdgdgbdg*dg Aku tak mengerti apa yang kurasa rindu yang tak pernah begitu hebatnya.

Anda mungkin juga menyukai