oleh;
Dewi Pandu Kusuma Ningrum
3120210025
PAI-B
Sebagai bagian dari karakteristik sejarah kebudayaan Eropa, Modernitas Eropa tidak
mampu menganalisis realitas kebudayaan Indonesia yang terbentuk jauh di luar
dirinya.
Tidak terdapat satu modernitas tunggal yang bersifat absolut universal, sebaliknya
terdapat modernitas yang berbeda, dari satu masa ke masa yang lain dari satu tempat
ke tempat yang lain.
Konsep tentang modernitas haruslah berbeda dari satu dengan yang lain sesuai dengan
keragaman ruang waktu serta pengalaman historis.
Memahami modernitas tidak harus sama seperti pemahaman para intelektual dan
peneliti Eropa. Konsep modernitas seharusnya diupayakan dalam rangka
mengembangkan sebuah metode dan visi modern tentang tradisi.
Modernitas dipahami sebagai akar dan bagian mendasar dari Islam itu sendiri, tanpa
melihat momen-momen kolonial di dalamnya. Karena Pada momen inilah modernitas
melapangkan jalannya ke seantero dunia.
Gagasan modernitas mestinya bukan untuk menolak tradisi/memutus masa lalu, tetapi
sebagai upaya untuk meng-upgrade sikap serta pendirian dengan mengandaikan pola
hubungan kita dengan tradisi dalam tingkat kebudayaan.
Kritik terhadap pandangan kembali kepada tradisi Islam yang orisinal dan otentik,seperti:
Biasanya bertitik tolak dari satu kritik atas masa kini dan masa lalu yang lebih dekat,
sambil bernaung di bawah lindungan masa lalu yang jauh kebelakang yang dianggap
orisinal dan otentik.
Seruan tersebut merupakan reaksi atas tantangan dari luar yang ditampilkan oleh
Barat, yang dianggap mengancam keberadaan eksistensi kehidupan umat Islam secara
umum. Sehingga asas berpijak pada otentisitas dan orisinalitas tradisi hanya sebagai
bentuk pembelaan diri dan apologi.
Tradisi tidak hanya dijadikan tumpuan masa depan tetapi juga sebagai proses
mempertegas kekinian untuk tetap hidup sambil meneguhkan identitas diri.
masa lalu yang dianggap orisinal dan otentik itu difungsikan untuk melayani sebuah
proyek masa depan dengan kecenderung memuji-muji masa lalu, bahkan mengagung-
agungkannya (glorifikasi) seolah-olah tanpa cacat.
Tradisi tidak lagi disediakan sebagai objek yang patut dianalisis dan dikaji secara
objektif, sebaliknya tradisi berwujud makhluk yang mengekang jati diri dan
memaksanya untuk menyerah terhadapnya baik ditingkat kesadaran maupun
ketaksadaran.
Apa yang dimaksud dengan tradisi?
Segala yang secara asasi berkaitan dengan aspek pemikiran, himpunan ajaran dan
pengetahuan dalam peradaban islam, mulai dari ajaran doktrinal, syariat, bahasa, sastra,
seni, kalam, filsafat dan tasawuf. (sebelum masa kemunduran).
Kemunduran dipahami sebagai berikut:
Penyimpangan dari tradisi ulama salaf yang shaleh (tahun-tahun terakhir pemerintahan
Usman bin Affan)
Semasa Nabi hidup
Para Khalifah yang shaleh
Penyerangan tentara Mongol berlanjut pada jatuhnya Andalusia di tangan bangsa Eropa.
Himpunan ajaran dan pengetahuan tersebut menemukan kerangka rujukan historis dan
epistemologisnya pada masa tadwin (perode kompilasi dan kodifikasi ilmu-ilmu agama
pada abad ke-2 dan ke-3 H). Bersamaan dengan tumbuhnya renaisance di Eropa.
Tradisi merupakan produk tertentu yang berasal dari masa lalu dan dipisahkan oleh masa
kini oleh jarak waktu tertentu, namun hadir dan menyertai kekinian kita
Tradisi kemudian menjadi problem keterbelahan subjektif dan objek; (beban ideologis
dalam keasadaran, dan kenyataan objektif yang kian jauh dari kemajuan peradaban
modern yang diimpikan).
Kritik ideologi;
Mengungkap fungsi ideologis (sosial-politik) yang diemban satu pemikiran tertentu.
Membuat satu objek kajian relevan atau kontekstual dengan dirinya dan terkait rapat
dengan berbagai faktor yang melingkupinya.
Mengembalikan lagi tradisi ke diri kita dalam bentuk yang lebih baru.
Pandangan langsung segera sebegai pionir atau pembuka jalan ke depan
Menghayati segenap persoalan dan pergumulannya, berupaya menghidupkan segenap
visi dan idealismenya
Subyek membaca dirinya namun tetap menjaga agar tidak dirusak hakikat dan
wujudnya secara lengkap dan mandiri, dengan sadar dan penuh tanggung jawab
Subyek pembaca mampu mengungkap apa yang diidiamkan oleh teks-teks yang
dibaca.
Pemahaman tentang Al-Washlu:
Kesatuan pemikiran; kesatuan problematika (satu sistem relasi yang dijalin
dalam konteks pemikiran tertentu, tidak mungkin diselesaikan secara terpisah,
solusinya diperoleh secara general yang mencakup semuanya).
Ranah historis; sejauh mana hubungan pemikiran dengan realitas sosio historis.
Seorang pemikir/filosof bisa dengan mudah dikaitkan dengan ranah satu
epistemologis tertentu, sementara kandungan ideologis dari pemikiran itu tidak
akan mungkin kembali, kecuali kepada pemikiran bersangkutan itu sendiri.
Memisahkan sang subyek dan obyek kajian. (Subyek yang menjadi target.
Dalam buku KH. Abdullah Syafi’I di mata para tokoh, ulama dan cendikiwan Muslim,
diperoleh beberapa pandangan tentang KH. Abdullah Syafi’i sbb:
“KH. Abdullah Syafi’i ulama yang merakyat, keras tetapi tidak radikal”
(HM. Jusuf Kalla, mantan Wapres RI)
“KH. Abdullah Syafi’i profil Kyai yang terbuka dan reseptif dengan gagasan baru”
(Prof. DR. Dawam Raharjo, Cendekiawan Muslim)
“KH. Abdullah Syafi’i tokoh orisinil dan selalu mengembangkan energi positif.
(Adi Sasono, mantan menteri Koperasi RI)
“…Ia bukan hanya seorang ulama, tetapi juga sebagai pengabdi pada dunia pendidikan
Islam. la mengelola dan mengembangkan madrasah/pesantren dari tahun ke tahun
dengan tujuan untuk mencerdaskan kehidupan anak bangsa…”
(DR. (HC). Hj. Tuty Alawiyah, AS.
Bermazhab secara qauli dan manhaji dalam beristinbath tentang Islam dari dali-
dalilnya yang disesuaikan dengan teritori wilayah, kondisi alam dan cara
pengamalannya penduduk kita (pertimbangan geografis)
Al-muhafazhah ala-l-qadimi-sh-shalih wa-l-akhdzu bi-l-jadidi-l-ashlah
Maqashid Syari’ah (maksud dan tujuan diturunkannya syariat untuk kehidupan
manusia); Mengutamakan kemaslahatan umum (maslahah ammah)
Imam Ghazali dalam almustashfa min ilmil ushul merumuskan konsep maqashid
syariah ke dalam bahasa aluhulul khomsah (lima prinsip utama tujuan agama): 1.
Hifzhu din (memelihara keyakinan), 2. Hifzhu-n-nafs (memelihara jiwa) 3. Hifzhu-l-
aqli (memelihara akal pikiran) 4. Hifzhu-l-mali (memelihara harta) 5. Hifzhu-n-nasl
(memelihara keturunan)