Anda di halaman 1dari 17

Terjemahan Jurnal

PEMBERIAN MISOPROSTOL SEBELUM INSERSI IUD PADA NULLIGRAVIDA : PENELITIAN KLINIS TERKONTROL

Presentan : dr. F. Fionna Counterpart : dr. R. Adawiyah

BAGIAN OBSTETRI DAN GINEKOLOGI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS DIPONEGORO RSUP DOKTER KARIADI SEMARANG 2014

Pemberian Misoprostol Sebelum Insersi IUD Pada Nuligravida : Penelitian Klinis Terkontrol
Pertanyaan penelitian : Seberapa efektif pemberian misoprostol vaginal dalam mendilatasi serviks sebelum memasukkan alat kontrasepsi dalam rahim (IUD) pada nuligravida? Ringkasan jawaban : Penggunaan misoprostol dengan dosis 400 g yang diberikan pervaginam 4 jam sebelum pemasangan IUD meningkatkan kemudahan insersi dan mengurangi kejadian nyeri selama prosedur, meskipun frekuensi kram meningkat setelah penggunaan misoprostol. Apa yang diketahui sebelumnya dan apa yang makalah ini tambahkan : Misoprostol telah banyak digunakan dalam dunia Obstetri dan Ginekologi, namun kegunaan dan keberhasilannya dalam memfasilitasi pemasangan IUD pada nulligravida belum ditetapkan. Penelitian ini menunjukkan bahwa manfaat penggunaan misoprostol sebelum pemasangan IUD diantaranya adalah memfasilitasi insersi dan mengurangi rasa nyeri selama prosedur, sehingga lebih besar manfaat daripada satu-satunya efek samping negatif (kram sebelum insersi), hasil ini menunjukkan bahwa penggunaan misoprostol harus menjadi praktek standar untuk memfasilitasi pemasangan IUD pada nulligravida. Desain penelitian, durasi ukuran : dilakukan penelitian klinis, acak, doubleblind. Peserta / bahan, metode setting: wanita nulligravida usia reproduksi yang hadir untuk pemasangan IUD antara Juli 2009 dan November 2011 di Instituto de Medicina Integral Prof Fernando Figueira di Recife, Pernambuco, Brasil. Sebanyak 179 wanita secara acak dialokasikan ke dalam dua kelompok : 86 menerima 400 g misoprostol vagina 4 jam sebelum pemasangan IUD dan 93 menerima plasebo. Rasio resiko (RR) dihitung sebagai ukuran risiko relatif, bersama-sama dengan interval kepercayaan 95 % mereka (95 % CI). Jumlah needed to treat (NNT) dan jumlah needed to harm (NNH) juga dihitung. Hasil utama dan peran peluang : Perbedaan signifikan ditemukan antara kelompok-kelompok untuk semua titik akhir yang diteliti, dengan lebih sedikit

kesulitan dalam memasukkan IUD [RR = 0,49 (23/86 vs 51/93), 95 % CI : 0.33 0,72 ; P = 0,00005], lebih rendahnya risiko dilatasi, <4 mm [RR = 0,48 (24/86 vs 54/93), 95 % CI : 0,33-0,70, P = 0,0001], penurunan moderat sampai berat dari nyeri pada pemasangan IUD [RR = 0,56 (32/86 vs 62/93], 95 % CI : 0,41-0,76, P = 0,00008), serta kemungkinan lebih rendah mengalami sensasi tidak menyenangkan atau sangat tidak menyenangkan [RR = 0,49 (29/86 vs 64/93), 95 % CI : 0,35-0,68, P = 0,000004] pada kelompok yang menerima misoprostol dibandingkan dengan kelompok yang menerima plasebo. Tidak ada perbedaan yang signifikan antara kelompok dalam kaitannya dengan komplikasi selama pemasangan IUD. Tidak ada kasus perforasi uterus pada kedua kelompok. Frekuensi kram adalah 40 % lebih tinggi pada kelompok misoprostol. Keterbatasan, alasan untuk diperhatikan : Penelitian ini menunjukkan keseimbangan positif antara manfaat dan risiko penggunaan misoprostol, namun tidak cukup untuk menyimpulkan bahwa penggunaannya sangat penting sebelum pemasangan IUD pada nulligravida dan pemasangan IUD harus tidak dapat dibatalkan bila obat tidak tersedia. Implikasi temuan : Dari sudut efeknya dalam memicu dilatasi serviks, misoprostol mungkin digunakan sebelum pemasangan IUD baik pada nulligravida dan pada setiap wanita dengan stenosis serviks tanpa memandang paritas. Dana penelitian : Penelitian ini didanai oleh Instituto de Medicina Integral Prof Fernando Figueira. Konflik Kepentingan: Tidak ada. Kata kunci : intrauterine device / misoprostol / nuligravida / kontrasepsi.

PENDAHULUAN Intrauterine device (IUD) adalah jenis kontrasepsi yang aman, sangat efektif dan reversibel jangka panjang (LARC). Namun demikian, hanya 15% dari wanita usia reproduksi di negara berkembang dan 8% di negara maju yangmenggunakannya sebagai metode kontrasepsi (d'Arcangues, 2007). Ada kemungkinan bahwa kesulitan dalam memasukkan perangkat ini membatasi penggunaannya pada nuligravida (Grimes dan Schulz, 2001).

Sampai beberapa waktu yang lalu, diasumsikan bahwa IUD tidak boleh digunakan pada nuligravida, karena metode kontrasepsi ini diyakini terkait dengan peningkatan risiko penyakit radang pelvis (PID) yang dapat mengakibatkan infertilitas (Hubacher et al., 2001). Walaupun studi terbaru telah melakukan evaluasi yang lebih menyeluruh dari keterkaitan ini, dan telah menyimpulkan bahwa risiko infeksi sangat kecil sehingga nulipara tidak lagi menjadi kontraindikasi untuk penggunaan metode ini, banyak profesional kesehatan (HCP) masih membatasi penggunaannya dalam kelompok wanita ini, mengklaim bahwa insersi perangkat cukup sulit (Grimes dan Schulz, 2001). Dalam upaya untuk meningkatkan kemudahan pemasangan IUD pada nuligravida, beberapa peneliti menguji penggunaan misoprostol sebelum prosedur (Schaefer et al, 2010; Dijkhuizen et al, 2011). Sebuah uji klinis baru-baru ini mengevaluasi penggunaan 400 g misoprostol sublingual 90 menit sebelum pemasangan IUD di 40 nuligravida. Tidak ada perbedaan yang signifikan dalam rasa nyeri yang dilaporkan oleh wanita bila dibandingkan dengan kontrol (Edelman et al., 2011). Dua studi juga gagal menunjukkan pengurangan rasa nyeri atau tidak mengurangi tingkat kesulitan dalam memasukkan IUD (Scavuzzi et al, 2009; Heikinheimo et al, 2010). Namun demikian, desain protokol dalam tiga studi mungkin mempengaruhi hasil. Tidak ada konsensus yang diperoleh dari literatur sehubungan dengan kemanjuran, dosis, waktu dan cara pemberian misoprostol sebelum pemasangan IUD. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menentukan apakah penggunaan misoprostol vaginal sebelum pemasangan IUD dapat memfasilitasi prosedur dan mengurangi persepsi wanita dari rasa nyeri, serta efek samping langsung dan lambat.

BAHAN DAN METODE Sebuah penelitian klinis, acak, double-blind dilakukan dengan melibatkan wanita nulligravida usia reproduksi yang datang untuk dilakukan insersi IUD (TCU 380 A, Optima, Injeflex, Sao Paulo, Brazil) dengan penggunaan misoprostol vaginal (400 g) atau plasebo sebelum pada Instituto de Medicina Integral Prof Fernando

Figueira (IMIP), Recife, Pernambuco, Brasil antara Januari 2009 dan November 2011. Protokol penelitian telah disetujui oleh dewan peninjau institusional dan semua wanita menandatangani informed consent sebelum masuk dalam penelitian. Protokol penelitian telah didaftarkan pada ClinicalTrials.gov dengan nomor referensi NCT01383889. Protokol penelitian dan Consort checklist tersedia sebagai data tambahan. Ukuran sampel dihitung dengan menggunakan program software OpenEpi, versi 2.3.1, mengingat frekuensi kesulitan dalam memasukkan IUD secara subyektif sebesar 45 % pada kelompok plasebo dan penurunan 50 % jumlah tersebut dengan penggunaan misoprostol (Saav et al., 2007). Menurut perhitungan, akan diperlukan 152 wanita (76 wanita dalam setiap kelompok). Memprediksi kehilangan/drop out atau kasus pelanggaran protokol hingga 20%, angka ini dapat meningkat dan, sebagai ukuran keamanan, 190 kotak obat studi yang berisi misoprostol atau plasebo disiapkan. Wanita nuligravida usia reproduksi yang tidak pernah mendapat operasi dari serviks uterus dan yang telah diminta untuk menggunakan IUD sebagai metode kontrasepsi dimasukkan dalam studi. Wanita dengan kontraindikasi untuk penggunaan IUD sebagaimana didefinisikan dalam kategori 3 dan 4 dari (2004) kriteria kelayakan medis Organisasi Kesehatan Dunia (2004) untuk penggunaan kontrasepsi dikeluarkan dari penelitian. Para wanita awalnya diidentifikasi di klinik keluarga berencana dari IMIPs Womens Healthcare Center (CAM). Selama pemasangan IUD, semua wanita masih menstruasi. Hari siklus menstruasi untuk pemasangan IUD berkisar dari hari pertama hingga kesembilan. Pada saat itu, para wanita secara acak dibagi ke dalam kelompok misoprostol vaginal (400 g) atau kelompok plasebo. Tablet ini dimasukkan oleh peneliti utama ke dalam forniks vagina posterior wanita 4 jam sebelum pemasangan IUD. Semua insersi dilakukan oleh peneliti utama menggunakan teknik standar (Edelman et al., 2011). IUD yang digunakan adalah Cu T380A (Optima) dan semua insersi yang dilakukan oleh peneliti utama, menggunakan teknik standar untuk pemasangan IUD (Edelman et al., 2011).

Setiap wanita diidentifikasi oleh nomor urut berurutan sesuai dengan kotak tertutup yang berisi baik dua tablet plasebo maupun dua tablet masing-masing berisi 200 g misoprostol. Selain nomor urut, masing-masing kotak diidentifikasi dengan nama wanita dan nomor registrasi, dan hanya dibuka ketika tablet harus dimasukkan ke dalam vagina. Baik peneliti maupun wanita itu tidak mengetahui apakah misoprostol atau plasebo yang diberikan. Pengacakan dilakukan (1:1) sesuai dengan daftar yang dibuat menggunakan metode pengacakan blok dan berisi nomor urut 1-190 (jumlah wanita yang akan acak). Daftar ini disusun oleh seorang ahli statistik yang tidak terlibat langsung dalam penelitian ini, menggunakan Program Random Allocation Software, versi 1.0 (Isfahan, Iran) dan hanya menggunakan huruf A dan B, tanpa menyadari maknanya. Daftar ini dikirim ke perusahaan farmasi, dimana coding (misiprostol atau plasebo) dari setiap huruf, A dan B, dipilih secara acak. Kotak disiapkan oleh apoteker sesuai dengan pengacakan ditetapkan oleh ahli statistik. Para peneliti baru menyadari isi kotak A dan B, hanya setelah analisis statistik itu selesai ketika kode pengacakan dibuka dan coding dari setiap huruf terungkap. Tablet misoprostol vaginal dengan dosis masing-masing 200 g, dosis total per wanita dari 400 g, dikomersialisasikan dan dikembangkan secara khusus untuk penggunaan vaginal oleh Hebron Industria Farmaceutica (Caruaru, Pernambuco, Brazil), yang juga menyiapkan tablet plasebo, yang identik dengan obat aktif dalam bentuk, ukuran, warna dan berat, dan dibuat khusus untuk penelitian ini. Titik akhir primer adalah kesulitan subyektif (seperti yang dilaporkan oleh penyidik) dalam memasang IUD. Titik akhir sekunder adalah frekuensi wanita dengan dilatasi serviks 4 mm (diukur dengan memasukkan dilator Hegar #4 melalui orificium interna serviks uteri segera sebelum pemasangan IUD) dan nyeri pada insersi, karena dinilai secara subjektif oleh wanita dan dievaluasi oleh penyidik menggunakan skala analog visual (Saav et al., 2007). Skala berkisar dari 0 sampai 10, dimana 0 adalah tidak adanya rasa nyeri dan 10 adalah nyeri terburuk yang bisa dibayangkan. Skor itu kemudian dibagi ke menjadi tidak ada/ringan (0-5) dan sedang/berat (6-10). Sebuah titik akhir sekunder lebih lanjut

adalah evaluasi subyektif para wanita dari prosedur (pemasangan IUD), yang diklasifikasikan dapat diterima, sedikit tidak menyenangkan, tidak menyenangkan atau sangat tidak menyenangkan. Frekuensi efek samping langsung (yang terjadi sebelum pemasangan IUD) dan efek samping lambat (yang terjadi 24 jam setelah pemasangan IUD) (kram, mual, muntah, diare dan hipertermia) juga dievaluasi, misalnya efek samping yang terjadi selama pemasangan IUD seperti kram, mual, muntah, reaksi vasovagal, perforasi uterus dan kegagalan untuk memasukkan alat. Kami meminta informasi tentang peristiwa 24 jam melalui telepon. Kami menjelaskan bagaimana mereka harus mengukur suhu dan kami menyediakan termometer jika mereka tidak memilikinya. Tiga puluh hari setelah pemasangan IUD, wanita dihubungi melalui telepon dan diminta untuk datang ke klinik ginekologi untuk mengevaluasi komplikasi seperti perdarahan berat menstruasi, perdarahan intermenstrual, spotting, kram yang sering, kandidiasis, vaginosis bakterial dan ekspulsi IUD. Setiap kali komplikasi diidentifikasi, penanganan yang tepat diberikan. Analisis dilakukan dengan prinsip intention-to-treat. Awalnya, tabel distribusi frekuensi dibuat untuk variabel kategorikal, dan ukuran tendensi sentral dan dispersi dihitung untuk variabel numerik. Uji X2 dan uji Fisher digunakan sebagaimana mestinya, untuk menentukan hubungan antara variabel dan penggunaan misoprostol atau plasebo. Nilai two-tailed digunakan untuk semua tes. Rasio resiko (RR) dihitung sebagai ukuran risiko relatif, bersama-sama dengan interval kepercayaan 95% mereka yang relevan. Jumlah needed to treat (NNT) dan jumlah needed to harm (NNH) juga dihitung, bersama-sama dengan masing-masing interval kepercayaan 95%.

HASIL Awalnya, IUD ditawarkan sebagai metode kontrasepsi untuk 220 wanita nulligravida, 30 di antaranya dikeluarkan dari penelitian. Dari jumlah tersebut, 16 tidak memenuhi kriteria inklusi (pernah hamil dan pernah mengalami prosedur bedah serviks uterus) dan 14 dikeluarkan karena alasan lain (adanya cervicitis

purulen, perdarahan vagina dari penyebab yang tidak diketahui dan mioma submukosa deformasi rongga uterus). Sepuluh wanita menolak untuk

berpartisipasi dalam penelitian ini. Oleh karena itu, 190 wanita diacak, 95 pada kelompok plasebo dan 95 pada kelompok misoprostol vaginal. Setelah pengacakan, delapan kotak yang berisi misoprostol dan dua yang mengandung plasebo tidak sengaja rusak dan tidak bisa digunakan lagi. Dari 87 wanita yang tersisa dalam kelompok misoprostol, 1 wanita berhenti dari studi setelah diberi obat, karena itu, 179 wanita nuligravida tetap dalam studi, 86 pada kelompok misoprostol vaginal dan 93 pada kelompok plasebo (Gambar 1). Tidak ada perbedaan yang signifikan antara kedua kelompok sehubungan dengan karakteristik wanita dalam sampel (Tabel I). Perbedaan signifikan yang ditemukan antara kelompok untuk semua titik akhir segera dievaluasi, dengan lebih sedikit kesulitan dalam memasukkan IUD (RR = 0,49, 95 % CI : 0,33-0,72 ; NNT = 3, P = 0,00001) dan lebih sedikit risiko dilatasi serviks 4 mm (RR = 0,49, 95 % CI : 0,33-0,70 ; NNT = 4, P = 0,00005) ketika misoprostol digunakan sebelum insersi. Kelompok wanita dengan penggunaan misoprostol sebelumnya juga mengalami penurunan 44 % pada nyeri moderat sampai berat selama pemasangan IUD dibandingkan dengan kelompok plasebo (RR = 0,56, 95 % CI : 0,41-0,76 ; NNT = 3 ; P = 0.00004). Demikian juga, wanita lebih sedikit melaporkan sensasi subjektif dari pengalaman tidak menyenangkan atau sangat tidak menyenangkan dengan penggunaan misoprostol (RR = 0,49, 95 % CI : 0,350,68 ; NNT = 3, P = 0,000004) (Tabel II). Tidak ada perbedaan yang signifikan antarkelompok dalam kaitannya dengan komplikasi selama insersi IUD. Frekuensi perdarahan, reaksi vasovagal, kram, mual, muntah dan kegagalan insersi hampir sama pada kedua kelompok. Tidak ada kasus perforasi uterus yang terjadi pada kedua kelompok (Tabel III). Tidak ada perbedaan yang signifikan dalam frekuensi mayoritas efek samping langsung seperti mual, muntah, hipertermia dan diare, yang dievaluasi sebelum pemasangan IUD. Namun demikian, ada peningkatan yang signifikan untuk kram dengan penggunaan misoprostol sebelumnya dibandingkan dengan plasebo (RR = 1,40, 95 % CI : 1,05-1,86 ; NNH = 6, P = 0,002). Sehubungan dengan efek

samping yang dievaluasi 24 jam setelah pemasangan IUD, tidak ada perbedaan signifikan yang ditemukan antara kelompok misoprostol dan plasebo (Tabel IV). Karena insersi IUD gagal pada beberapa kasus, evaluasi dilakukan 30 hari kemudian termasuk pada 82 wanita pada kelompok misoprostol dan 90 pada kelompok plasebo. Tidak ada perbedaan signifikan yang ditemukan ketika frekuensi perdarahan menstruasi yang berat, perdarahan intermenstrual, spotting, kram, PID atau tingkat ekspulsi dibandingkan antara kedua kelompok (Tabel V).

PEMBAHASAN Dalam penelitian ini, penggunaan misoprostol dengan dosis 400 g terkait dengan berkurangnya kesulitan subyektif dalam memasang IUD pada wanita nuligravida, berkurangnya risiko dilatasi serviks 4 mm dan berkurangnya rasa nyeri, seperti yang dilaporkan oleh wanita, namun, terdapat insiden kram yang lebih besar. Efek misoprostol pada matriks seluler dari serviks uterus menyebabkan perombakan serat kolagen, meningkatkan jumlah cairan dalam stroma dan akibatnya menyebabkan penipisan serviks. Efek ini membuat penggunaan obat ini memiliki proposisi yang baik untuk kondisi ginekologi dan obstetri tertentu (Fiala et al, 2007; Tang et al, 2002; Tang et al, 2007.). Beberapa penelitian telah dilakukan untuk mencari bukti-bukti ilmiah untuk mendukung penggunaan misoprostol sebelum pemasangan IUD pada nuligravida, namun variasi dalam dosis, waktu pemberian dan rute pemberian membuat pembandingan hasil ini menjadi sulit (Li et al, 2005. ; Saav et al, 2007; Dijkhuizen et al, 2011). Selain itu, ukuran sampel yang kecil mungkin telah bertanggung jawab atas tidak adanya efek signifikan yang ditemukan dalam beberapa studi. Meskipun waktu dan rute pemberian yang berbeda, hasil dari temuan ini sejalan dengan hasil yang dipublikasikan oleh peneliti lain berkenaan dengan tingkat kesulitan pada insersi (Li et al, 2005;. Saav et al, 2007.). Namun, beberapa studi gagal menemukan pengurangan nyeri selama prosedur dan tidak menemukan peningkatan kemungkinan keberhasilan insersi (Schaefer et al, 2010; Dijkhuizen et al, 2011).

Dua temuan utama dari penelitian ini adalah lebih mudahnya insersi dari IUD dan kemungkinan lebih besar untuk dilatasi serviks >4 mm dengan penggunaan misoprostol sebelumnya. Peneliti lain telah melaporkan hasil yang sama (Li et al, 2005; Saav et al, 2007). Dalam satu percobaan klinis, para penulis melaporkan bahwa pemberian sublingual dari 400 g misoprostol 1 jam sebelum pemasangan IUD pada 47 nuligravida wanita membuat insersi lebih mudah dan mengurangi tingkat kegagalan insersi (Saav et al., 2007). Dalam studi lain yang melibatkan serangkaian kecil kasus dimana insersi gagal karena stenosis serviks, penggunaan 400 g misoprostol vagina menghasilkan keberhasilan insersi pada semua wanita yang terlibat, menunjukkan lebih mudah dari insersi IUD dengan penggunaan misoprostol sebelumnya (Li et al., 2005). Sebuah uji klinis baru-baru ini diterbitkan dimana 400 g misoprostol digunakan peroral 90 menit sebelum pemasangan IUD pada 35 nuligravida tidak menemukan perbedaan signifikan dalam nyeri yang dilaporkan oleh wanita (Edelman et al., 2011). Dalam penelitian tersebut, frekuensi yang lebih besar dari efek samping, terutama kram dan mual, ditemukan pada kelompok misoprostol. Temuan frekuensi kram yang lebih besar tidak mengherankan, karena efek samping ini disebabkan oleh peningkatan kontraktilitas uterus yang diprovokasi oleh misoprostol, yang merupakan prostaglandin poten (Arias, 2000;. Tang et al, 2007). Dalam penelitian ini, frekuensi yang lebih besar dari kram juga ditemukan pada kelompok wanita yang menerima misoprostol, meskipun tidak ada perbedaan signifikan yang ditemukan dalam kaitannya dengan efek samping lain (mual, muntah, diare dan hipertermia). Pertanyaan dari beberapa peneliti adalah apakah peningkatan kontraksi uterus ini menyebabkan peningkatan risiko ekspulsi IUD dan hal ini masih harus diklarifikasi (Edelman et al., 2011). Tidak ada bukti mengenai hal ini yang ditemukan dalam penelitian ini, namun, sampel tidak cukup bertenaga untuk mengungkapkan perbedaan dalam tingkat ekspulsi antara kelompok. IUD adalah metode LARC yang aman, efektif, dan saat ini dianggap sebagai kontrasepsi yang ideal bagi kaum muda, wanita nulligravida, dari saat dimana mereka memulai kehidupan seksual mereka sampai mereka memutuskan

untuk memiliki anak pertama mereka (American College of Obstetricians dan Gynecologists 2007). Di masa lalu, IUD diindikasikan hanya untuk multipara, rekomendasi ini mungkin berasal dari kekhawatiran tentang kemungkinan peningkatan kejadian akut PID dan hubungan antara kondisi ini dan infertilitas. Meskipun semua penelitian selanjutnya membuktikan bahwa risiko ini sangat rendah, banyak HCP masih tidak menganjurkan wanita yang belum pernah hamil menggunakan metode kontrasepsi ini (Hubacher et al, 2001; Morgan, 2006; Stanback dan Shelton, 2008). Faktor lain yang membatasi penggunaan IUD pada nuligravida adalah bahwa insersi bisa secara teknis lebih sulit dan lebih menyakitkan dalam kelompok ini. Meskipun kurangnya bukti ilmiah, misoprostol telah digunakan dan direkomendasikan oleh banyak HCP untuk memfasilitasi prosedur ini. Satu studi terbaru yang diterbitkan di Amerika Serikat mengevaluasi pendapat 2.211 dokter yang bekerja di bidang kedokteran reproduksi. Secara keseluruhan, 1.905 (86 %) dari individu-individu yang diwawancarai melaporkan memasukkan IUD di nuligravida dan 947 (42,7%) menggunakan misoprostol sebelum prosedur, dengan mayoritas (n = 515 ; 54 %) percaya bahwa penggunaan obat ini sangat memudahkan insersi perangkat (Ward et al., 2011). Sepengetahuan kami tidak ada studi lain yang telah diterbitkan mengenai 400 g misoprostol yang digunakan vaginal 4 jam sebelum pemasangan IUD. Dalam penelitian lain, dosis berkisar 100-800 g, sedangkan obat telah diberikan secara sublingual, oral, vagina dan rektal, dan waktu pemberian berkisar 1 sampai 12 jam sebelum prosedur (Scavuzzi et al., 2009 ; Schaefer et al, 2010; Dijkhuizen et al, 2011;. Edelman et al, 2011). Ketika memilih rute pervaginal dan saat pemberian sebelum pemasangan IUD, farmakokinetik dari obat dipertimbangkan karena fungsi dari rute yang pemberian yang berbeda, dengan selang waktu 4 jam yang dianggap paling tepat. Konsentrasi puncak misoprostol terjadi 30 menit ketika obat ini digunakan secara oral atau sublingual dan menurun dengan cepat sejak saat ini. Di sisi lain, ketika rute vaginal digunakan, konsentrasi plasma puncak terjadi setelah 1 jam dan penurunan terjadi bertahap, dengan tingkat yang tetap tinggi selama minimal

6 jam, pada tingkat yang jauh lebih tinggi daripada ketika diberikan dengan rute oral atau sublingual (el-Refaey et al, 1995; Aronsson et al, 2004). Ketika diberikan melalui rute vaginal, efek samping misoprostol lebih ringan dan lebih dapat mereda dibandingkan dengan rute oral, dengan sedikit mual, kram dan hipertermia (Hamoda et al, 2004; Fiala et al, 2007). Studi percontohan yang dilakukan di lembaga ini dengan menggunakan dosis yang sama yaitu 400 g 1 jam sebelum pemasangan IUD pada 30 wanita nuligravida tidak menemukan perbedaan yang signifikan antara kelompok misoprostol dan plasebo, dan temuan yang juga dipertimbangkan dalam merancang protokol dari penelitian ini. Oleh karena itu, mengenai waktu pemberian, diputuskan untuk meningkatkan interval 4 jam dalam upaya untuk mencapai keseimbangan antara mencapai efek maksimum misoprostol dengan efek samping sekecil mungkin (Scavuzzi et al., 2009). Selain itu, terdapat ada perbedaan yang signifikan antara kelompok yang berkaitan dengan komplikasi selama pemasangan IUD. Pertanyaan utama yang harus dibahas adalah apakah manfaat dari penggunaan obat ini lebih besar daripada efek samping yang muncul, karena pemasangan IUD, seperti yang telah dievaluasi oleh para profesional, yang umumnya merupakan prosedur sederhana, dengan beberapa wanita yang membutuhkan dilatasi serviks, blok paraservikal atau menggunakan prosedur yang dipandu USG (Allen et al., 2009). Di sisi lain, harus dipertimbangkan bahwa meskipun pemasangan IUD merupakan prosedur yang sederhana, murah, cepat dilakukan pada setting rawat jalan dan dengan tingkat komplikasi yang rendah, bahkan pada nuligravida (Bahamondes et al., 2011), banyak wanita melaporkan nyeri selama insersi dan untuk alasan ini sering memilih metode lain yang kurang efektif atau irreversibel (Forthofer, 2009). Dalam upaya untuk mengevaluasi manfaat sebenarnya dari penggunaan misoprostol dalam praktek klinis, NNT dihitung pada titik akhir yang menguntungkan dalam penelitian ini. Ditemukan bahwa untuk setiap tiga insersi IUD, dengan penggunaan misoprostol sebelumnya, satu wanita akan mengalami

prosedur yang mudah dan untuk setiap empat insersi IUD seorang wanita akan akan merasakan sensasi subjektif yang masih dapat diterima atau hanya sedikit tidak menyenangkan. Selain itu, NNH untuk kram adalah 6, yaitu meskipun ini adalah efek samping yang umum, ada penyeimbang yang menguntungkan. Karena penggunaan misoprostol di Brasil hanya terbatas pada rumah sakit adalah mungkin bahwa merekomendasikan penggunaan misoprostol sebelum pemasangan IUD di nuligravida memang akan merugikan penggunaan keseluruhan dari perangkat. Kami menyadari bahwa dalam keluarga berencana atau kontrasepsi dewasa muda itu penting untuk memulai metode kontrasepsi pada konsultasi awal jika wanita memenuhi kriteria kelayakan untuk metode yang dipilih. Oleh karena itu, karena misoprostol murah, aman, mudah diberikan obat dengan sedikit efek samping, maka akan baik jika pihak yang berwenang memungkinkan penggunaannya pada setting rawat jalan. HCP kemudian akan dapat menggunakan obat ini pada kelompok wanita dimana dianggap perlu, sehingga mengurangi sensasi rasa nyeri yang dilaporkan oleh wanita dan memfasilitasi pemasangan IUD. Bahkan bila penggunaan misoprostol ditolak, namun, wanita nullipara tidak mewakili kontraindikasi untuk penggunaan IUD dan pemasangan IUD tidak harus bergantung pada penggunaan obat ini.

Tabel 1. Karakteristik wanita nuligravida Karakteristik Usia (tahun) Kisaran Mean + SD Tingkat pendidikan (lama tahun pendidikan) Kisaran Median Hari siklus menstruasi saat insersi IUD (kisaran) Posisi corpus uteri (n; %) Anteversi/anteeksi Midposition Retroversi/retroeksi 71; 82.6% 6; 7% 9; 10.5% 73; 78.5% 12; 12.9% 8; 8.6% 4 18 12 19 4 16 12 19 16 44 25.4 + 5.5 18 45 25.2 + 5.5 Misoprostol (n = 86) Placebo (n=93)

Tabel 2. Prinsip pengukuran selama insersi IUD pada wanita nuligravida Titik akhir Dilatasi serviks 4 mm .4 mm Kesulitan dalam memasang IUD Sulit Mudah Nyeri saat insersi Moderat/berat Tidak ada/ringan Sensasi subjektif dari wanita Tidak menyenangkan 29 (33.7) 64 (68.8) 29 (31.2) 0.49 1.00 0.35 0.68 0.000004 32 (37.2) 54 (62.8) 62 (66.7) 31 (33.3) 0.56 1.00 0.41 0.76 0.00008 23 (26.7) 63 (73.3) 51 (54.8) 42 (45.2) 0.49 1.00 0.33 0.72 0.0001 24 (27.9) 62 (72.1) 54 (58.1) 39 (41.9) 0.48 1.00 0.33 0.70 0.00005 Misoprostol (n = 86) n (%) Placebo (n = 93) n (%) RR 95% CI Nilai P

Sedikit tidak menyengkan / tidak 57 (66.3) ada masalah

Tabel 3. Efek samping selama insersi IUD Variabel Perdarahan Reaksi vasovagal Kram Mual Mual Kegagalan insersi Misoprostol (n = 86) n (%) 0 (0) 6 (7.0) 82 (95.3) 18 (20.9) 0 (0) 4 (4.7) Placebo (n = 93) n (%) 1 (1.1) 7 (7.5) 87 (93.5) 28 (30.1) 4 (4.3) 3 (3.2) RR NC 0.93 1.02 0.69 NC 1.44 95% CI NC 0.32 2.65 0.95 1.09 0.42 1.16 NC 0.33 6.26 Nilai P .0.99b 0.89a 0.85b 0.16a 0.14b 0.91b

Tabel IV. Efek samping langsung sebelum insersi IUD dan 24 jam setelah insersi IUD Efek samping Langsung Mual Kram Muntah Diare 24 jam kemudian Mual 1 (1.2) 1 (1.1) 1.08 0.07 17.02 .0.99b 6 (7) 53 (61.6) 5 (5.8) 4 (4.7) 2 (2.2) 41 (44.1) 2 (2.2) 6 (6.5) 3.24 1.40 2.70 0.72 0.67 15.64 1.05 1.86 0.54 13.57 0.21 2.47 0.23b 0.002a 0.38b 0.85b Misoprostol (n = 86) n (%) Placebo (n = 93) n (%) RR 95% CI Nilai P

Kram Muntah Hiperthermia Diare

32 (37.2) 1 (1.2) 1 (1.2) 2 (2.3)

30 (32.3) 1 (1.1) 5 (5.4) 0 (0)

1.15 1.08 0.22 NC

0.77 1.73 0.07 17.02 0.003 1.81 NC

0.49a .0.99b 0.25b 0.46b

Tabel 5. Efek samping 30 hari setelah insersi IUD Keluhan Perdarahan menstruasi berat Perdarahan intermenstrual Spotting Kram PID akut Ekspulsi Misoprostol (n = 86) n (%) 34 (41.5) 20 (24.4) 29 (35.4) 62 (75.6) 1 (1.2) 3 (3.7) Placebo (n = 93) n (%) 43 (47.8) 25 (27.8) 37 (41.1) 72 (80) 1 (1.1) 1 (1.1) RR 0.87 0.88 0.86 0.95 1.10 3.29 95% CI 0.62 1.21 0.53 1.46 0.59 1.26 0.81 1.11 0.07 17.27 0.35 31.03 Nilai P 0.41b 0.61b 0.44b 0.49b .0.99c 0.55c

Anda mungkin juga menyukai