Anda di halaman 1dari 4

NAMA NPM

: NAGUSMAN DANIL : 1102009199

Hubungan antara Anemia Defisiensi Besi dan PreEklamsia Berat. Anemia dalam kehamilan:
Anemia dalam kehamilan adalah suatu kondisi dimana ibu dengan kadar nilai hemoglobin di bawah 11 gr% pada trimester satu dan tiga, atau kadar nilai hemoglobin kurang dari 10,5 gr% pada trimester dua, kurang dari kondisi hemoglobin normal. Anemia defisiensi besi merupakan tahap defisiensi besi yang paling parah, yang ditandai oleh penurunan cadangan besi, konsentrasi besi serum, dan saturasi transferin yang rendah, dan konsentrasi hemoglobin atau nilai hematokrit yang menurun. Anemia defisiensi besi dapat disebabkan oleh karena rendahnya asupan besi selama kehamilan yang mengalami peningkatan, serta gangguan absorbsi serta berkurangnya penyediaan besi untuk eritropoesis, karena cadangan besi kosong (depleted iron store) yang pada akhirnya mengakibatkan pembentukan hemoglobin berkurang Besarnya angka kejadia anemia ibu hamil pada trimester I kehamilan adalah 20%, trimester II sebesar 70%, dan trimester III sebesar 70%. 4Hal ini disebabkan karena pada trimester pertama kehamilan, zat besi yang dibutuhkan sedikit karena tidak terjadi menstruasi dan pertumbuhan janin masih lambat. Menginjak trimester kedua hingga ketiga, volume darah dalam tubuh wanita akan meningkat sampai 35%, ini ekuivalen dengan 450 mg zat besi untuk memproduksi sel-sel darah merah. Sel darah merah harus mengangkut oksigen lebih banyak untuk janin. Sedangkan saat melahirkan, perlu tambahan besi 300 350 mg akibat kehilangan darah. Sampai saat melahirkan, wanita hamil butuh zat besi sekitar 40 mg per hari atau dua kali lipat kebutuhan kondisi tidak hamil Dampak Anemia defisiensi besi pada wanita hamil bervariasi dari keluhan yang sangat ringan hingga terjadinya gangguan kelangsungan kehamilan : abortus, partus imatur atau prematur dan gangguan pada janin dismaturitas, mikrosomi, BBLR, kematian perinatal. Anemia juga menyebabkan rendahnya kemampuan jasmani karena sel-sel tubuh tidak cukup mendapat pasokan oksigen. Mengingat besarnya dampak buruk dari anemia defisiensi zat besi pada wanita hamil dan janin, oleh karena itu perlu kiranya perhatian yang cukup. Pencegahan anemia : dengan mengonsumsi makanan bergizi seimbang dengan asupan zat besi yang cukup untuk memenuhi kebutuhan tubuh. Zat besi dapat diperoleh dengan cara mengonsumsi daging (terutama daging merah) seperti sapi. Zat besi juga dapat ditemukan pada sayuran berwarna hijau gelap seperti bayam dan kangkung, buncis, kacang polong, serta kacang kacangan. Perlu diperhatikan bahwa zat besi yang terdapat pada daging lebih mudah

diserap tubuh daripada zat besi pada sayuran atau pada makanan olahan seperti sereal yang diperkuat dengan zat besi. Anemia juga bisa dicegah dengan mengatur jarak kehamilan atau kelahiran bayi. Makin sering seorang wanita mengalami kehamilan dan melahirkan, akan makin bany ak kehilangan zat besi dan menjadi makin anemis. Jika persediaan cadangan Fe minimal, maka setiap kehamilan akan menguras persediaan Fe tubuh dan akhirnya menimbulkan anemia pada kehamilan berikutnya. Oleh karena itu, perlu di upayakan agar jarak antar kehamilan tidak terlalu pendek, minimal lebih dari 2 tahun.

Preeklamsia dalam kehamilan :


Preeklampsia adalah timbulnya hipertensi disertai proteinuria dan edema akibat kehamilan setelah usia kehamilan 20 minggu atau segera setelah persalinan. Preeklampsia adalah hipertensi (140/90 mmHg) dan proteinuria ( > 300/24 jam urin) yang terjadi setelah kehamilan 20 minggu pada perempuan yang sebelumnya normotensi. Preeklampsia berat Preeklampsia berat adalah suatu komplikasi kehamilan yang ditandai dengan timbulnya hipertensi 160/110 mmHg atau lebih disertai proteinuria dan atau edema pada kehamilan 20 minggu atau lebih. Gejala klinis preeklampsia berat meliputi: 1) Tekanan darah sistolik 160 mmHg atau lebih dan atau diastolik 110 mmHg atau lebih, di ukur 2 kali dengan jarak waktu sekurang-kurangnya 6 jam dan pasien dalam keadaan istirahat rebah. 2) Proteinuri 5 gr atau lebih dalam 24 jam. 3) Oliguri yaitu produksi urine 400 cc atau kurang dalam 24 jam. 4) Gangguan serebral atau gangguan penglihatan. 5) Edema paru atau sianosis. Patofisiologi Hipoksia plasenta yang terjadi karena berkurangnya aliran darah dalam arteri spiralis. Hal ini terjadi karena kegagalan invasi sel tropoblast pada dinding arteri spiralis pada awal kehamilan dan awal trimester kedua kehamilan sehingga arteri spiralis tidak dapat melebar dengan sempurna dengan akibat penurunan aliran darah dalam ruangan intervilus diplasenta sehingga terjadilah hipoksia plasenta. Hipoksia plasenta yang berkelanjutan ini akan membebaskan zat-zat toksis seperti sitokin, radikal bebas dalam bentuk lipid peroksidase dalam sirkulasi darah ibu, dan akan menyebabkan terjadinya oxidatif stress yaitu suatu keadaan di mana radikal bebas jumlahnya lebih dominan dibandingkan antioksidan Oxidatif stress pada tahap berikutnya bersama dengan zat toksis yang beredar dapat merangsang terjadinya kerusakan pada sel endothel pembuluh darah yang disebut disfungsi endothel yang dapat terjadi pada seluruh permukaan endothel pembuluh darah pada organ-organ penderita preeklampsia.

Pada disfungsi endothel terjadi ketidakseimbangan produksi zat-zat yang bertindak sebagai vasodilator seperti prostasiklin dan nitrat oksida, dibandingkan dengan vasokonstriktor seperti endothelium I, tromboxan, dan angiotensin II sehingga akan terjadi vasokonstriksi yang luas dan terjadilah hipertensi. Peningkatan kadar lipid peroksidase juga akan mengaktifkan sistem koagulasi, sehingga terjadi agregasi trombosit dan pembentukan thrombus. Secara keseluruhan setelah terjadi disfungsi endothel di dalam tubuh penderita preeklampsia jika prosesnya berlanjut dapat terjadi disfungsi dan kegagalan organ seperti: 1. Pada ginjal: hiperuricemia, proteinuria, dan gagal ginjal. 2. Penyempitan pembuluh darah sistemik ditandai dengan hipertensi. 3. Perubahan permeabilitas pembuluh darah ditandai dengan oedema paru dan oedema menyeluruh. 4. Pada darah dapat terjadi trombositopenia dan coagulopathi. 5. Pada hepar dapat terjadi pendarahan dan gangguan fungsi hati. 6. Pada susunan syaraf pusat dan mata dapat menyebabkan kejang, kebutaan, pelepasan retina, dan pendarahan. 7. Pada plasenta dapat menyebabkan gangguan pertumbuhan janin, hipoksia janin, dan solusio plasenta.

Jadi dapat disimpulkan bahwa anemia defisiensi besi dan PEB Anemia dapat menyebabkan hipertensi karena kurangnya kadar Haemoglobin (Hb) dan/atau kurangnya jumlah sel darah merah (eritrosit). Kurang darah membuat jantung harus memompa lebih keras/kuat, sehingga menyebabkan hipertensi disfungsi endotel PEB Anemia def besi paling banyak di sebabkan oleh intake Fe dan nutrisi yang kurang, Malabsorpsi,pendarahan,dan Penyakit-penyakit kronik seperti TBC paru, cacing usus, malaria yang akan dampaknya menyebabkan abortus, partus imatur atau prematur dan gangguan pada janin dismaturitas, mikrosomi, BBLR, kematian perinatal karena gangguan perfusi nutrisi ke janin. Sedangkan PEB disebabkan oleh kegagalan invasi sel-sel tropoblast pada dinding arteri spiralis yang menyebabkan a.spiralis tidak melebar dengan sempurna aliran darah dalam a.spiralis berkurang hipoksia plasenta. Hipoksia plasenta yang berkelanjutan ini akan mengakibatkan terbebasnya zat-zat toksik (sitokin dan radikal bebas) Oxidatif stres kerusakan endotel,terutama endotel di plasenta yang mengakibatkan terjadi gangguan vaskularisasi uteroplasenta IUGR, prematur karena tatalaksana dari PEB adalah terminasi kehamilan apabila tekanan darah tidak terkontrol yang dapat membahayakan ibu dan janin

DAFTAR PUSTAKA 1. Obstetri Williams, Ed :23 cetakan 2013. Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta 2. Yatim,Faisal. 2008. Penyakit Kandungan. Pustaka Populer Obor. Jakarta 3. Benson, Ralph. Obstetri dan Ginekologi, Ed :9. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta. 4. Hercberg G, Galan P, Preziosi P, et al. Consequences of iron deficiency in pregnant women. Clin Drug Invest 2000

Anda mungkin juga menyukai