Anda di halaman 1dari 18

Dispepsia Organik

Alitha Rachma Oktavia* NIM 102010278 Mahasiswi Fakultas Kedokteran Ukrida


*Alamat korespondensi Alitha Rachma Oktavia Fakultas kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana Jl. Arjuna Utara No.6, Jakarta Barat 11510 No. Telp (021) 5694-2061, e-mail :alitharachma@hotmail.com

Pendahuluan
Dispepsia berasal dari bahasa Yunani (Dys) berarti sulit dan Pepse berarti pencernaan. Dispepsia merupakan kumpulan keluhan/gejala klinisyang terdiri dari rasa tidak enak/sakit di perut bagian atas yang menetap atau mengalamikekambuhan. Keluhan refluks gastroesofagus klasik berupa rasa panas di dada (heartburn) dan regurgitasi asam lambung, kini tidak lagi termasuk dispepsia. Pengertian dispepsia terbagi dua, yaitu : 1. Dispepsia organik, bila telah diketahui adanya kelainan organik sebagai

penyebabnya.Sindroma dispepsi organik terdapat kelainan yang nyata terhadap organ tubuh misalnyatukak (luka) lambung, usus dua belas jari, radang pankreas, radang empedu, dan lain-lain. 2. Dispepsia nonorganik atau dispepsia fungsional, atau dispesia nonulkus (DNU), bila tidak jelas penyebabnya. Dispepsi fungsional tanpa disertai kelainan atau gangguan struktur organberdasarkan pemeriksaan klinis, laboratorium, radiologi, dan endoskopi (teropong saluranpencernaan). Dispepsia atau sakit maag adalah sekumpulan gejala (sindrom) yang terdiri dari nyeri atau rasa tidak nyaman di epigastrium, mual, muntah, kembung, rasa penuh atau cepat kenyang, dan sering bersendawa. Biasanya berhubungan dengan pola makan yang tidak

teratur, makanan yang pedas, asam, minuman bersoda, kopi, obat-obatan tertentu, ataupun kondisi emosional tertentu misalnya stress. Dispepsia merupakan kumpulan keluhan/gejala klinis yang terdiri dari rasa tidak enak/sakit di perut bagian atas yang menetap atau mengalami kekambuhan keluhan refluks gastroesofagus klasik berupa rasa panas di dada (heartburn) dan regurgitasi asam lambung kini tidak lagi termasuk dispepsia. Dispepsia merupakan kumpulan keluhan/gejala klinis (sindrom) yang terdiri dari rasa tidak enak/sakit diperut bagian atas yang dapat pula disertai dengan keluhan lain, perasaan panas di dada daerah jantung (heartburn), regurgitasi, kembung, perut terasa penuh, cepat kenyang, sendawa, anoreksia, mual, muntah, dan beberapa keluhan lainnya

Anamnesis

Menanyakan identitas pasien ? (nama, alamat, TTL, status sosial, pekerjaan, agama) Menanyakan keluhan utama yang dirasakan pasien ? Menanyakan riwayat penyakit sekarang ? Menanyakan riwayat terdahulu ? Menanyakan riwayat kesehatan keluarga ? Menanyakan riwayat minum obat ? (termasuk minuman yang mengandung alkohol dan jamu yang dijual bebas di masyarakat). Menanyakan apakah ada tanda dan gejala alarm (peringatan) ? (mual muntah, anemia, hematemesis melena, penurunan BB, disfagia).1

Pemeriksaan Fisik
Tujuan pemeriksaan fisik umum adalah untuk mengidentifikasi keadaan umum pasien saat pemeriksaan dengan penekanan pada tanda-tanda vital, keadaan sakit, gizi dan aktivitasnya baik dalam keadaan berbaring atau berjalan. Setelah anamnesis selesai dilakukan, maka pemeriksaan fisik biasanya dimulai dengan pemeriksaan objektif yaitu tekanan darah, denyut nadi, pernapasan, suhu dan tingkat kesadaran, serta pemeriksaan tanda-tanda vital dengan inspeksi, palpasi, perkusi dan auskultasi.

Pemeriksaan fisik abdomen merupakan bagian dari pemeriksaan fisis umum secara keseluruhan. Secara umum tujuan pemeriksaan abdomen yaitu untuk mencari atau mengidentifikasi kelainan di sistem gastrointestinal atau sistem ginjal dan saluran kemih atau genitalia maupun perineum namun jarang. Inspeksi, pada pemeriksaan ini yaitu melihat perut bagian depan dan belakang sehingga didapatkan keadaan abdomen seperti simetris atau tidak,bentuk atau kontur,ukuran,kondisi dinding perut (kulit, vena, umbilikus, striae alba) dan pergerakan dinding perut. Selain itu juga perhatikan kelainan-kelainan yang terlihat pada perut seperti jaringan parut karena pembedahan,asimetri perut yang menujukkan adanya massa tumor, stria, vena yang berdilatasi, kaput medusa, atau obstruksi vena kava inferior, peristalsi usus, distensi dan hernia. Setelah inspeksi, pemeriksaan dilanjutkan dengan palpasi, yaitu pemeriksaan dengan meraba, mempergunakan telapak tangan dan memanfaatkan alat peraba yang terdapat pada telapak dan jari tangan. Dengan palpasi kita dapat menentukan bentuk, besar, tepi, permukaan serta konsistensi organ. Permukaan organ dinyatakan apakah rata atau berbenjol-benjol; konsistensi lunak, keras, kenyal, kistik atau berfluktuasi; sedangkan tepi organ dinyatakan dengan tumpul atau tajam. Sebisa mungkin seluruh bagian perut terpalpasi,kemudia cari apakah ada pembesaran massa tumor,apakah hati,limpa,dan kandung empedu membesar atau teraba. Periksa apakah ginjal,ballotement positif atau negatif. Palpasi dilakukan dalam 2 tahap yaitu palpasi permukaan(superficial) dan palpasi dalam (deep palpaltion). Palpasi dapat dilakukan dengan 1 tangan atau 2 tangan(bimanual) terutama pada pasien gemuk. Perinci nyeri tekan abdomen antara lain berat ringannya,lokasi nyeri yang maksimal apakah ada tahanan (peritonitis), apakah ada nyeri rebound bila tak ada tahanan. Setelah palpasi, biasanya dilanjutkan dengan tindakan perkusi. Tujuan perkusi adalah untuk mengetahui perbedaan suara ketuk, sehingga dapat ditentukan batas-batas suatu organ maupun massa yang abnormal di bagian tubuh tertentu. Perkusi abdomen dilakukan dengan cara tidak langsung sama seperti pada perkusi di rongga toraks tetapi dengan penenkanan yang lebih ringan dan ketokan yang lebih perlahan. Pemeriksaan ini digunakan untuk mendeteksi kandung empedu/vesika urinaria dimana suaranya redup, pekak, menentukan ukuran hati dan limpa secara kasar, menentukan penyebab distensi abdomen : penuh gas (timpani), masa tumor (redup-pekak) dan asites. Perkusi abdomen sangat membantu dalam menentukan apakah rongga abdomen berisi

lebih banyak cairan atau udara. Dalam keadaan normal suara perkusi abdomen yaitu timpani,kecuali di daerah hati suara perkusinya adalah pekak. Hilangnya sama sekali daerah pekak hati dan bertambahnya bunyi timpani di seluruh abdomen harus dipikirkan akan kemungkinan adanyaudara bebas di rongga perut misal pada perforasi usus. Selanjutnya adalah auskultasi, dimana auskultasi adalah pemeriksaan dengan menggunakan stetoskop untuk mendengar suara pernapasan, bunyi dan bising jantung, peristaltik usus, dan aliran darah dalam pembuluh darah. Pemeriksaan ini untuk memeriksa : Suara/bunyi usus : frekuensi dan pitch meningkat pada obstruksi ,menghilang pada ileus paralitik Succussion splash- untuk mendeteksi obstruksi pada tingkat lambung Bruit arterial Venous hum pada kaput medusa Dalam keadaan normal bising usus terdengar lebih kurang 3x permenit. Jika terdapat obstruksi usus,suara peristaltik usus ini akan meningkat,lebih lagi pada saat timbul rasa sakit yang bersifat kolik. Peningkatan suara usus ini disebut borborigmi. Untuk kasus dispepsia pemeriksaan fisik yang dilakukan untuk mengidentifikasi kelainan intra abdomen atau intra lumen yang padat (misalnya tumor), organomegali, atau nyeri tekan yang sesuai dengan adanya rangsang peritoneal/peritonitis.1

Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan untuk penanganan dispepsia terbagi beberapa bagian, yaitu: a. Pemeriksaan laboratorium biasanya meliputi hitung jenis sel darah yang lengkap dan pemeriksaan darah dalam tinja, dan urine. Dari hasil pemeriksaan darah bila ditemukan lekositosis berarti ada tanda-tanda infeksi. Pada pemeriksaan tinja, jika tampak cair berlendir atau banyak mengandung lemak berarti kemungkinan menderita malabsorpsi. Seseorang yang diduga menderita dispepsia tukak, sebaiknya diperiksa asam lambung. Pada karsinoma saluran pencernaan perlu diperiksa petanda tumor, misalnya dugaan

karsinoma kolon perlu diperiksa CEA, dugaan karsinoma pankreas perlu diperiksa CA 19-9. b. Barium enema untuk memeriksa kerongkongan, lambung atau usus halus dapat dilakukan pada orang yang mengalami kesulitan menelan atau muntah, penurunan berat badan atau mengalami nyeri yang membaik atau memburuk bila penderita makan. c. Endoskopi bisa digunakan untuk memeriksa kerongkongan, lambung atau usus kecil dan untuk mendapatkan contoh jaringan untuk biopsi dari lapisan lambung. Contoh tersebut kemudian diperiksa dibawah mikroskop untuk mengetahui apakah lambung terinfeksi oleh Helicobacter pylori. Endoskopi merupakan pemeriksaan baku emas, selain sebagai diagnostik sekaligus terapeutik. Pemeriksaan yang dapat dilakukan dengan endoskopi adalah: a. CLO (rapid urea test). b. Patologi anatomi (PA). c. Kultur mikroorgsanisme (MO) jaringan. d. PCR (polymerase chain reaction), hanya dalam rangka penelitian.

d.

Pemeriksaan penunjang meliputi pemeriksaan radiologi, yaitu OMD (oesophagus maag duodenum) dengan kontras ganda, serologi Helicobacter pylori, dan urea breath test . Pemeriksaan radiologis dilakukan terhadap saluran makan bagian atas dan sebaiknya dengan kontras ganda. Pada refluks gastroesofageal akan tampak peristaltik di

esofagusnyang menurun terutama di bagian distal, tampak anti-peristaltik di antrum yang meninggi serta sering menutupnya pilorus, sehingga sedikit barium yang masuk ke intestin. Pada tukak baik di lambung, maupun di duodenum akan terlihat gambar yang disebut niche, yaitu suatu kawah dari tukak yang terisi kontras media. Bentuk niche dari tukak yang jinak umumnya reguler, semisirkuler, dengan dasar licin. Kanker di lambung secara radiologis, akan tampak massa yang ireguler tidak terlihat peristaltik di daerah kanker, bentuk dari lambung berubah. Pankreatitis akuta perlu dibuat foto polos abdomen, yang akan terlihat tanda seperti terpotongnya usus besar (colon cut off sign), atau tampak dilatasi dari intestin terutama di jejunum yang disebut sentinal loops. Kadang dilakukan pemeriksaan lain, seperti pengukuran kontraksi kerongkongan atau respon kerongkongan terhadap asam.2

Differential Diagnosis
1. Dispepsia Fungsional a. Definisi : Konsensus Roma III (2007) mendefinisikan kriteria diagnostik untuk dispepsia fungsional sebagai berikut : Setidaknya selama 3 bulan, mulainya paling tidak sudah 6 bulan, dengan satu atau lebih keluhan ini : nyeri epigastrik, cepat kenyang, rasa penuh, dan rasa terbakar di epigastriumserta tidak ditemukan kelainan structural-biokimiawi, termasuk setelah dilakukan pemeriksaan Esofagogastroduodenoskopi (EGD). Keluhan klinis utama untuk dispepsia fungsional menurut Rome III, adalah nyeri epigastrik, cepat kenyang, rasa penuh dan rasa terbakar di epigastrium. Lokasi epigastrium adalah area antara umbilikus dan ujung inferior sternum, di linea midklavikular. Yang dimaksud dengan nyeri adalah rasa tidak nyaman, dengan atau tanpa rasa terbakar, walau sebagian pasien tidak menginterpretasikan sebagai nyeri. Rasa penuh adalah rasa tidak nyaman seakan-akan makanan dilambung menetap lebih lama. Cepat kenyang adalah rasa lambung langsung penuh walaupun baru makan sedikit. Rasa terbakar di epigastrium adalah rasa panas yang tidak menyenangkan di epigastrium. b. Klasifikasi : Di masa lalu, dispepsia fungsional dibedakan menjadi 4 subgrup yaitu tipe ulkus, tipe dismotalitas, tipe refluks, dan tipe non spesifik. Namun dispepsia tipe refluks ternyata dapat berlanjut menjadi penyakit organik, yaitu GERD, sehingga dispepsia tipe refluks tidak lagi dimasukkan kedalam dispepsia fungsional. Klasifikasi dispepsia fungsional yang lebih banyak digunakan saat ini adalah : Dispepsia tipe ulkus, keluhan nyeri epigastrium dominan Dispepsia tipe dismotilitas, keluhan kembung dan mual lebih dominan Dispepsia tipe non spesifik

Klasifikasi lain dari dispepsia fungsional adalah pembagian menurut Rome III, yaitu diklasifikasikan dalam 2 subgrup yaitu : Dispepsia yang dicetuskan oleh makan, disebut Postprandial Distress Syndrome (PDS), dimana simptom utama adalam rasa penuh dan cepat kenyang Dispepsia yang tidak berhubungan dengan makan, disebut Epigastric Pain Syndrome (EPS), dimana simptom utama adalah nyeri epigastrium dan rasa terbakar di epigastrium c. Patofisiologi : Dispepsia fungsional hingga kini belum jelas, namun beberapa teori pernah diajukan, antara lain : Meningkatkan sensitifitas mukosa lambung terhadap asam Ambang rangsang persepsi lebih rendah Adanya disfungsi saraf autonom yaitu neuropati vagal sehingga ada rasa cepat kenyang Adanya stress psikologik Sedangkan pengaruh aktivitas mioelektrik lambung, pengaruh hormonal, pengaruh infeksi Helicobacter pylori, hubungan dengan dismotilitas gastrointestinal, pengaruh diet dan factor lingkungan terhadap dispepsia fungsional masih belum jelas.3 2. Dispepsia Organik Dispepsia organik adalah Dispepsia yang telah diketahui adanya kelainan organik sebagai penyebabnya. Dispepsia organik jarang ditemukan pada usia muda, tetapi banyak ditemukan pada usia lebih dari 40 tahun.12 Dispepsia organik dapat digolongkan menjadi :

Gastritis Definisi gastritis adalah proses inflamasi pada mukosa dan submukosa lambung. Infeksi kuman Helicobacter pylori dan OAINS merupakan kausa gastritis yang sangat penting. Perjalanan alamiah gastritis kronik akibat infeksi kuman Helicobacter pylori secara garis besar dibagi menjadi gastritis kronik non atropi predominasi antrum dan gastritis kronik atropi multifokal. Ciri khas gastritis kronik non atropi predominasi antrum adalah inflamasi moderat sampai berat mukosa antrum, sedangkan inflamasi di korpus ringan atau tidak sama sekali. Antrum tidak mengalami atropi atau metaplasia. Pasien-pasien seperti ini biasanya asimptomatis, tetapi mempunyai resiko menjadi tukak duodenum. Gastritis kronik atrofi multifokal mempunyai ciri-ciri khusus sebagai berikut : terjadi inflamasi pada hampir seluruh mukosa, seringkali sangat berat berupa atropi atau metaplasia setempat-setempat pada daerah antrum dan korpus. Gastritis kronik atropi multifokal merupakan faktor resiko terpenting displasia epitel mukosa dan karsinoma gaster. Infeksi Helicobacter pylori juga sering dihubungkan dengan limfoma MALT. Gastritis kronik atrofi predominasi korpus atau sering disebut gastritis kronik autoimun setelah beberapa dekade kemudian akan dikuti anemia pernisiosa dan defisiensi besi. Kebanyakan gastritis tanpa gejala. Mereka yang mempunyai keluhan biasanya berupa keluhan yang tidak khas. Keluhan yang sering dihubung-hubungkan dengan gastritis adalah nyeri panas dan pedih di ulu hati disertai mual kadang-kadang sampai muntah. Keluhan-keluhan tersebut sebenarnya tidak berkorelasi baik dengan gastritis. Keluhan-keluhan tersebut juga tidak dapat digunakan sebagai alat evaluasi keberasilan pengobatan. Pemeriksaan fisik juga tidak dapat memberikan informasi yang dibutuhkan untuk menegakkan diagnosis. Diagnosis ditegakkan berdasarkan pemeriksaan endoskopi dan histopatologi. Sebaiknya biopsi dilakukan dengan sistematis sesuai dengan update Sydney System yang mengharuskan mencantumkan topografi. Gambaran endoskopi yang dapat dijumpai adalah eritema, eksudatif, flaterosion, raised erosion, perdarahan, edematous rugae. Perubahan-perubahan histopatologi selain menggambarkan perubahan morfologi sering juga dapat menggambarkan proses yang mendasari, misalnya autoimun atau respon adaptif

mukosa lambung. Perubahan perubahan yang terjadi berupa degradasi epitel, hyperplasia foveolar, infiltrasi neutrofil, inflamsai sel mononuklear, folikel limpoid, atropi, intestinal metaplasia, hyperplasia sel endokrin, kerusakan sel parietal. Pemeriksaan histopatologi sebaiknya juga menyertakan pemeriksaan kuman Helicobacter pylori. Ulkus Peptik Ulkus peptik adalah defek berukuran diatas 5mm, kedalaman mencapai lapisan submukosa. Ulkus peptik berbatas tegas, dapat menembus muskularis mukosa sampai lapisan serosa sehingga dapat terjadi perforasi. Ulkus peptik terdiri dari ulkus lambung dan ulkus duodenum. Ulkus duodenum ditemukan pada 6-15% populasi barat. Angka kematian dan komplikasi usus duodeni menurun sejak ditemukannya eradikasi Hp. Ulkus gaster muncul pada usia lebih tua, umumnya pada dekade ke-6. Lebih dari 50% ditemukan pada laki-laki, dan lebih jarang didapatkan dibanding ulkus duodenum. Rendahnya angka ulkus gaster kemungkinan karena sering muncul tanpa keluhan, dan keluhan yang timbul adalah komplikasinya. Angka kejadian ulkus peptik menurun sejak ditemukannya terapi eradikasi HP. Ulkus peptik banyak ditemukan pada gender pria, golongan usia lanjut dan sekelompok sosial ekonomi rendah. Ulkus duodenum jarang berhubungan dengan keganasan, sebaliknya ulkus gaster dapat berhubungan dengan keganasan. Dimana ulkus peptik dipengaruhi oleh faktor agresif dan defensif, yaitu : a. Faktor agresif yang paling utama adalah H. Pylori dan OAINS. Selain itu, pengaruh rokok, stres, malnutrisi, diet tinggi garam, defisiensi vitamin, genetik juga turut berperan. b. Faktor defisiensif terdiri dari preepitel, epitel dan subepitel. Preepitel ditentukan oleh ketebalan mukus dan kadar bikarbonat. Epitel ditentukan oleh kecepatan perbaikan mukosa yang rusak, dimana sel sehat bermigrasi ke ulkus. Subepitel ditentukan oleh mikrosirkulasi dan PG endogen yang menekan ekstravasasi leukosit yang merangsang reaksi inflamasi jaringan.3

Working Diagnosis
1. Dispepsia Organik 2. Anemia Defisiensi Besi

Dispepsia Organik Etiologi


Beberapa perubahan dapat terjadi pada saluran cerna atas akibat proses penuaan, terutama pada ketahanan mukosa lambung (Wibawa, 2006). Kadar asam lambung lansia biasanya mengalami penuruna hingga 85%. Dispepsia dapat disebabkan oleh kelainan organik, yaitu : a. Gangguan penyakit dalam lumen saluran cerna: tukak gaster atau duodenum, gastritis, tumor, infeksi bakteri Helicobacter pylori. b. Obat-obatan: anti inflamasi non steroid (OAINS), aspirin, beberapa jenis antibiotik, digitalis, teofilin dan sebagainya. c. Penyakit pada hati, pankreas, maupun pada sistem bilier seperti hepatitis, pankreatitis, kolesistitis kronik. d. Penyakit sistemik seperti diabetes melitus, penyakit tiroid, penyakit jantung koroner.4

Epidemiologi
Keluhan dispepsia merupakan keadaan klinis yang sering dijumpai dalam praktek praktis sehari-hari. Di Indonesia diperkirakan 30% kasus pada praktek umum dan 60% pada praktek spesialis merupakan kasus dispepsia. Di Amerika, prevalensi dispepsia sekitar 25%, tidak termasuk pasien dengan keluhan refluks. Insiden pastinya tidaklah terdokumentasidengan baik, tetapi penelitian di Skandinavia menunjukkan dalam 3 bulan, dispepsia berkembang pada 0,8% pada subyek tanpa keluhan dispepsia sebelumnya. Prevalensi keluhan saluran cerna menurut suatu pengkajian sistematik atas berbagai penelitian berbasis populasi ( systematic review of populationbased study) menyimpulkan angka bervariasi dari 11-41%. Jika keluhan terbakar di ulu hati dikeluarkan maka angkanya berkisar 4-14%. Dispepsia masih menimbulkan masalah kesehatan karena merupakan masalah kesehatan yang kronik dan memerlukan pengobatan jangka panjang sehingga meningkatkan biaya

perobatannya. Walaupun gejalanya hanya singkat dan dapat diobati sendiri oleh pasien tanpa berobat ke dokter. Dispepsia terjadi pada hampir 25% (dengan rentang 13%-40%) populasi tiap tahun tetapi tidak semua pasien yang terkena dispepsia akan mencari pengobatan medis.4

Patofisiologi
Perubahan pola makan yang tidak teratur, obat-obatan yang tidak jelas, zat-zat seperti nikotin dan alkohol serta adanya kondisi kejiwaan stres, pemasukan makanan menjadi kurang sehingga lambung akan kosong, kekosongan lambung dapat mengakibatkan erosi pada lambung akibat gesekan antara dinding-dinding lambung, kondisi demikian dapat mengakibatkan peningkatan produksi HCL yang akan merangsang terjadinya kondisi asam pada lambung, sehingga rangsangan di medulla oblongata membawa impuls muntah sehingga intake tidak adekuat baik makanan maupun cairan.4

Manifestasi Klinik
a. Nyeri perut (abdominal discomfort), b. Rasa perih di ulu hati, c. Mual, kadang-kadang sampai muntah, d. Nafsu makan berkurang, e. Rasa lekas kenyang, f. Perut kembung, g. Rasa panas di dada dan perut, h. Regurgitasi (keluar cairan dari lambung secara tiba-tiba).4

Penatalaksanaan
Berdasarkan Konsensus Nasional Penanggulangan Helicobacter pylori 1996, ditetapkan skema penatalaksanaan dispepsia yang dibedakan bagi sentra kesehatan dengan tenaga ahli (gastroenterolog atau internis) yang disertai fasilitas endoskopi dengan penatalaksanaan dispepsia di masyarakat. Pengobatan dispepsia mengenal beberapa golongan obat, yaitu:

1. Antasid 20-150 ml/hari Golongan obat ini mudah didapat dan murah. Antasid akan menetralisir sekresi asam lambung. Antasid biasanya mengandung Na bikarbonat, Al(OH)3, Mg(OH)2, dan Mg triksilat. Pemberian antasid jangan terus-menerus, sifatnya hanya simtomatis, unutk mengurangi rasa nyeri. Mg triksilat dapat dipakai dalam waktu lebih lama, juga berkhasiat sebagai adsorben sehingga bersifat nontoksik, namun dalam dosis besar akan menyebabkan diare karena terbentuk senyawa MgCl2. 2. Antikolinergik Perlu diperhatikan, karena kerja obat ini tidak spesifik. Obat yang agak selektif yaitu pirenzepin bekerja sebagai anti reseptor muskarinik yang dapat menekan seksresi asama lambung sekitar 28-43%. Pirenzepin juga memiliki efek sitoprotektif. 3. Antagonis reseptor H2 Golongan obat ini banyak digunakan untuk mengobati dispepsia organik atau esensial seperti tukak peptik. Obat yang termasuk golongan antagonis respetor H2 antara lain simetidin, roksatidin, ranitidin, dan famotidin. 4. Penghambat pompa asam (proton pump inhibitor = PPI) Golongan obat ini mengatur sekresi asam lambung pada stadium akhir dari proses sekresi asam lambung. Obat-obat yang termasuk golongan PPI adalah omeperazol, lansoprazol, dan pantoprazol. 5. Sitoprotektif Prostoglandin sintetik seperti misoprostol (PGE1) dan enprostil (PGE2). Selain bersifat sitoprotektif, juga menekan sekresi asam lambung oleh sel parietal. Sukralfat berfungsi meningkatkan sekresi prostoglandin endogen, yang

selanjutnya memperbaiki mikrosirkulasi, meningkatkan produksi mukus dan meningkatkan sekresi bikarbonat mukosa, serta membentuk lapisan protektif (site protective), yang bersenyawa dengan protein sekitar lesi mukosa saluran cerna bagian atas (SCBA). 6. Golongan prokinetik Obat yang termasuk golongan ini, yaitu sisaprid, domperidon, dan metoklopramid. Golongan ini cukup efektif untuk mengobati dispepsia fungsional dan refluks esofagitis dengan mencegah refluks dan memperbaiki bersihan asam lambung (acid clearance) 7. Kadang kala juga dibutuhkan psikoterapi dan psikofarmaka (obat anti- depresi dan cemas) pada pasien dengan dispepsia fungsional, karena tidak jarang keluhan yang muncul berhubungan dengan faktor kejiwaan seperti cemas dan depresi.5

Pencegahan
Pola makan yang normal, dan teratur, pilih makanan yang seimbang dengan kebutuhan dan jadwal makan yang teratur, sebaiknya tidak mengkonsumsi makanan yang berkadar asam tinggi, cabai, alkohol dan, pantang rokok, bila harus makan obat karena sesuatu penyakit, misalnya sakit kepala, gunakan obat secara wajar dan tidak mengganggu fungsi lambung.5

Anemia Defisiensi Besi


Anemia defisiensi fe adalah anemia yang timbul akibat berkurangnya penyediaan besi untuk eritropoesis, karena cadangan besi kosong (depleted iron store) yang pada akhirnya mengakibatkan pembentukan hemoglobin berkurang. Ditandai dengan anemia hipokromik mikrositer dan hasil laboratorium yang menunjukkan cadangan besi kosong. Menurut WHO dikatakan anemia bila :Pada orang dewasa Hb < 12,5 g/dl.

Kebutuhan Fe dalam makanan sekitar 20 mg sehari, dari jumlah ini hanya kira-kira 2 mg yang diserap. Jumlah total Fe dalam tubuh berkisar 2-4 gram. Kira-kira 50 mg/Kgbb pada pria dan 35 mg/Kgbb pada wanita.3

Epidemiologi
Anemia ini merupakan kelainan hematologi yang paling sering terjadi pada bayi dan anak. Sekitar 30% penduduk dunia menderita anemia defisiensi besi dan >50% kasus mengenai bayi, anak sekolah, ibu hamil dan menyusui. Prevalens ADB pada anak balita di Indonesia sekitar 30-40% dan pada anak sekolah 25-35%.3

Etiologi
Perdarahan kronik misalnya riwayat perdarahan saluran cerna sebelumnya. Di Indonesia paling banyak disebabkan oleh infestasi cacing tambang

(ankilostomiasis). Gejala yang timbul biasanya ada kemerahan dan gatal (ground itch) pada kulit tempat larva menembus. Migrasi larva yang banyak melalui paru-paru dapat menimbulkan gangguan seperti di atas yang dinamakan Loefflers Syndrome. Pada fase akut cacing tambang dewasa dapat menimbulkan nyeri kolik ulu hati, anoreksia, diare dan penurunan berat badan. Infeksi yang kronis dapat menimbulkan anemia defisiensi besi dan hiponatremia, sehingga menyebabkan pucat, sesak nafas dan lemas. Diet yang tidak mencukupi Pada wanita karena perdarahan menstruasi dan kehamilan Kebutuhan yang meningkat pada kehamilan, laktasi Absorpsi yang menurun Hemoglobinuria Penyimpanan besi yang berkurang seperti pada hemosiderosis paru.3

Patofisiologi
Zat besi diperlukan untuk hemopoesis (pembentukan darah) dan juga diperlukan oleh berbagai enzim sebagai faktor penggiat. Zat besi yang terdapat dalam enzim juga diperlukan untuk mengangkut elektro (sitokrom), untuk mengaktifkan oksigen (oksidase dan oksigenase). Defisiensi zat besi tidak menunjukkan gejala yang khas (asymptomatik) sehingga anemia pada balita sukar untuk dideteksi.

Tanda-tanda dari anemia gizi dimulai dengan menipisnya simpanan zat besi (feritin) dan bertambahnya absorbsi zat besi yang digambarkan dengan meningkatnya kapasitas pengikatan besi. Pada tahap yang lebih lanjut berupa habisnya simpanan zat besi, berkurangnya kejenuhan transferin, berkurangnya jumlah protoporpirin yang diubah menjadi heme, dan akan diikuti dengan menurunnya kadar feritin serum. Akhirnya terjadi anemia dengan cirinya yang khas yaitu rendahnya kadar Rb. Bila sebagian dari feritin jaringan meninggalkan sel akan mengakibatkan konsentrasi feritin serum rendah. Kadar feritin serum dapat menggambarkan keadaan simpanan zat besi dalam jaringan. Dengan demikian kadar feritin serum yang rendah akan menunjukkan orang tersebut dalam keadaan anemia gizi bila kadar feritin serumnya <12 ng/ml. Hal yang perlu diperhatikan adalah bila kadar feritin serum normal tidak selalu menunjukkan status besi dalam keadaan normal. Karena status besi yang berkurang lebih dahulu baru diikuti dengan kadar feritin. Diagnosis anemia zat gizi ditentukan dengan tes skrining dengan cara mengukur kadar Hb, hematokrit (Ht), volume sel darah merah (MCV), konsentrasi Hb dalam sel darah merah (MCH) dengan batasan terendah 95% acuan.6

Manifestasi Klinik
Gejala anemia defisiensi pada umumnya adalah : cepat lelah jantung berdebar-debar takikardi sakit kepala mata berkunang-kunang letih lesu

Manifestasi yang paling menonjol pada anemia defisiensi besi adalah : Pucat Glossitis (lidah tampak pucat, licin, mengkilap, atrofi papil lidah) Stomatitis dan keilitis angular

Koilonikia (kuku menjadi cekung ke dalam seperti sendok), ditemukan pada 18% anemia defisiensi besi Perdarahan dan eksudat pada retina bisa terlihat pada anemia berat (Hb 5 gram% atau kurang) Gejala Plummer-Vinson yaitu sukar menelan (disfagia) merupakan gejala yang khas pada anemia defisiensi besi menahun.6

Penatalaksanaan
Prinsip penatalaksanaan ADB adalah mengetahui faktor penyebab dan mengatasinya serta memberikan terapi penggantian dengan preparat besi. Sekitar 80-85% penyebab ADB dapat diketahui sehingga penanganannya dapat dilakukan dengan tepat. Pemberian preparat Fe dapat secara peroral atau parenteral. Pemberian peroral lebih aman, murah dan sama efektifnya dengan pemberian parenteral, pemberian secara parentertral dilakukan pada pendertita yang tidak dapat memakan obat peroral atau kebutuhan besinya tidak dapat terpenuhi secara peroral karena ada gangguan pencernaan.

Pemberian preparat besi peroral Garam ferrous diabsorpsi sekitar 3 kali lebih baik dibandingkan garam feri, preparat yang tersedia berupa ferous glukonat, fumarat dan suksinat, yang sering dipakai adalah ferrous sulfat karena harganya yang lebih murah, ferrous glukonat, ferrous fumarat dan ferrous suksiant diabsorpsi sama baiknya tetapi lebih mahal. Untuk bayi preparat besi berupa tetes (drop). Untuk dapat mendapatkan respons pengobatan dosis besi yang dipakai 4-6 mg besi elemental/kgBB/hari. Dosis yang diajurkan untuk remaja dan orang dewasa adalah 60 mg elemen zat besi perhari pada kasus anemia ringan, dan 120 mg/hari (2 60 mg) pad a anemia sedang sampai berat. Dosis yang dianjurkan untuk bayi dan anak-anak adalah 3 mg/kgBB/hari. Efek samping pemberian zat besi peroral dapat menimbulkan keluhan gastrointestinal berupa rasa tidak enak di ulu hati, mual, muntah dan diare.Sebagai tambahan zat besi yang dimakan bersama dengan makanan akan ditolelir lebih baik dari pada ditelan pada saat peut kosong, meskipun jumlah zat besi yang diserap berkurang.2

Pemberian preparat besi parenteral Pemberian besi secara intra muscular menimbulkan rasa sakit dan harganya mahal. Dapat menyebabkan limfadenopati regional dan reaksi alergi. Oleh karena itu, besi parenteral diberikan hanya bila dianggap perlu, misalnya : pada kehamilan tua, malabsorpsi berat, radang pada lambung. Kemampuan untuk menaikan kadar Hb tidak lebih baik dibandingkan peroral. Preparat yang sering dipakai adalah dekstran besi. Larutan ini mengandung 50 mg besi/ml. Dosis dapat dihitung berdasarkan: Dosis besi (mg) = BB (kg) kadar Hb yang diinginkan (g/dl ) 2,5 Transfusi darah Transfusi darah jarang diperlukan. Transfusi darah hanya diberikan pada keadaan anemia yang sangat berat atau yang disertai infeksi yang dapat mempengaruhi respons terapi. Koreksi anemia berat dengan transfusi tidak perlu secepatnya, lebih akan membahayakan kerana dapat menyebabkan hipovolemia dan dilatasi jantung. Pemberian PRC dilakukan secara perlahan dalam jumlah yang cukup untuk menaikan kadar Hb sampai tingkat aman sampai menunggu respons terapi besi. Secara umum, untuk penderita anemia berat dengan kadar Hb <4 g/dl hanya diberi PRC dengan dosis 2-3 ml/kgBB persatu kali pemberian disertai pemberian diuretic seperti furesemid. Jika terdapat gagal jantung yang nyata dapat dipertimbangkan pemberian transfusi tukar mengguanakan PRC yang segar.5

Pencegahan
Untuk mempertahankan keseimbangan Fe yang positif selama masa anak diperlukan 0,81,5 mg Fe yang harus diabsorbsi setiap hari dari makanan. Banyaknya Fe yang diabsorpsi dari makanan kurang dari 10%, sehingga diperlukan 8-15 mg Fe perhari untuk nutrisi yang optimal. Fe yang berasal dari susu ibu diabsorpsi secara lebih efisien daripada yang berasal dari susu sapi sehingga bayi yang mendapat ASI lebih sedikit membutuhkan Fe dari makanan lain. Sedikitnya macam makanan yang kaya Fe yang dicerna selama tahun pertama kehidupan menyebabkan sulitnya memenuhi jumlah yang diharapkan, oleh karena itu diet bayi harus mengandung makanan yang diperkaya dengan Fe sejak usia 6 bulan.5

Kesimpulan
Wanita 55 tahun mengeluh neyri ulu hati 3 hari sebelum masuk rumah sakit, dan hilang timbul sejak 1 tahun yang lalu. Disertai dengan anemia dan mengkonsumsi obat nyeri setiap hari, disebabkan oleh dispepsia organik dan anemia defisiensi besi.

Daftar Pustaka
1. Welsby PD. Pemeriksaan fisik dan anamnesis klinis. Jakarta : EGC, 2009.h.83-8. 2. Kowalak JP, Welsh W, Editor. Buku pegangan uji diagnostic. Ed. 3.jakarta : EGC, 2009.h.651-745. 3. Sudoyono A W, Setiyohadi B, Alwi I dkk. Buku ajar ilmu penyakit dalam. Jilid I. Edisi V. Jakarta : Interna Publishing; 2009.h.591-97. 4. Corwin E J. buku saku patofisiologi. Edisi ke 3. Jakarta : EGC; 2009.h.614-15. 5. Gunawan SG, Nafriaidi RS, Elysabeth. Farmakologi dan terapi. Jakarta : Balai Penerbit FKUI; 2011 h.633-4. 6. Isselbacher,dkk. Harrison prinsip-prinsip ilmu penyakit dalam. Vol 4. Jakarta : EGC;2000.H.1577-82

Anda mungkin juga menyukai