Anda di halaman 1dari 23

CORAK SENI RUPA TRADISIONAL DAN SENI RUPA MODERN / KONTEMPORER

eni rupa merupakan salah satu cabang seni yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia baik secara langsung maupun tidak langsung. Setiap orang menghendaki memiliki rumah, perabotan rumah, dan busana atau pakaian yang bagus yang memerlukan unsurunsur seni rupa. Dekorasi rumah baik interior maupun eksteior tidak bisa lepas dari

sentuhan seni rupa. Lukisan, relief, patung dan seni terapan dapat digunakan untuk memperindah bangunan rumah atau gedung baik interior maupun eksteriornya. Seni rupa telah berkembang sejak zaman lampau hingga masa kini yang melahirkan beraneka ragam corak serta mempunyai bermacam fungsi. A. Corak Seni Rupa Murni Corak atau gaya dalam seni rupa murni yang digunakan para perupa dalam menciptakan karya seni baik yang ada di Nusantara maupun Mancanegara, hampir tidak memiliki perbedaan, terutama pada corak seni rupa murni modern dan kontemporer. 1. Corak Seni Rupa Murni Tradisional Seni rupa tradisi adalah seni rupa yang dibuat dengan mengikuti pola-pola atau norma-norma tertentu yang berlaku disuatu daerah dan dibuat berulang-ulang tanpa merubah bentuk aslinya. Karya seni rupa murni tradisi diciptakan untuk kepentingan kebutuhan emosi atau rohani dan kepentingan estetis (rasa keindahan). Seni rupa murni tradisi meliputi seni lukis, seni relief (seni ukir), seni patung dan seni kria murni.

a. Corak seni rupa murni tradisi Nusantara Di wilayah Nusantara terdapat beraneka ragam corak seni rupa tradisi, hal ini disebabkan wilayahnya yang luas dan terdapat bermacam-macam tradisi, budaya, lingkungan alam, adat, dan agama. Seni rupa murni Nusantara diawali sejak zaman prasejarah berupa lukisan/relief babi dan cap-cap tangan pada dinding serta patung perlambang dari roh nenek moyang. Berikut ini karya seni rupa murni tradisi Nusantara :

(1) Lukisan Wayang Kamasan di kabupaten Klungkung Bali Lukisan Wayang Kamasan menggunakan obyek batu-batuan, pohon-pohonan, awan wayang parwa dan wayang kanda. Obyek dilukis dengan cara distilasi, diulang dan disusun bertumpuk, kesan garis jelas (garis kontur dan garis cawi), warna-warna monoton, dan bercorak dekoratif.

Lukisan Wayang Kamasan

Patung suku Asmat

(2) Relief dan patung pada bangunan candi di Jawa Tengah Relief dan patung di Jawa tengah berkesan Agamais, yang merupakan pengaruh dari Agama Hindu, Budha dan budaya/seni rupa India. Relief dan patung yang terdapat pada candi Prambanan dan Borobudur menampilkan obyek Dewa, Budha, manusia, fauna dan flora yang bercorak Naturalis. Relief pada dinding candi Prambanan mengisahkan tentang ceritera Ramayana dan pada candi Borobudur mengisahkan tentang perjalanan sang Budha. (3) Seni Patung suku Asmat di Irian Jaya Karya patung suku Asmat bercorak Premitif, dengan bentuk yang kaku dan pahatan yang agak kasar. Karya seni patung tersebut dibuat merupakan simbolis dari roh nenek moyang. b. Corak seni rupa murni tradisi Mancanegara Corak seni rupa murni di Mancanegara diawali dari lukisan dan karya-karya patung orang-orang premitif yang menggambarka tentang binatang dan manusia dalam bentuk sederhana. Berikutnya berkembang karya-karya yang bertemakan unsur keagamaan dan

bercorak relegius. Pada zaman Renaissance para seniman mulai melukis wajah dan seluruh tubuh tanpa ada sesuatu makna agama. (1) Corak seni rupa India Corak seni rupa India merupakan pengaruh agama Hindu dan Budha yang menghasilkan patung-patung Budha, relief riwayat hidup sang Budha, relief pada bangunan kuil tentang ceritera Mahabharata dan Ramayana.

Patung Budha India (2) Corak seni rupa Cina

Patung Mesir Kuno

Seni rupa tradisi Cina diawali dengan lukisan huruf dari tinta bak dan cat air transparan. Ciri-ciri lukisan lembut, halus, tipis, obyeknya umumnya pemandangan alam dan tokoh manusia dalam legenda. (3) Corak seni rupa Mesir Kuno Seni rupa murni Mesir Kuno menghasilkan karya-karya berupa patung, relief dan lukisa. Patung yang dibuat pada zaman Mesir Kuno selalu dihubungkan dengan pembangunan tempat-tempat sacral. Biasanya patung Mesir merupakan tradisi pengulangan (stereotype) bentuk patung yang pernah dibuat. 2. Corak Seni Rupa Murni Modern dan Kontemporer Seni rupa modern adalah mengutamakan kreativitas dalam menciptakan sesuatu yang baru dan belum ada. Perkembangan corak seni rupa murni modern diawalinya dengan memperhatikan kaidah-kaidah seni rupa seperti komposisi, anatomi, proporsi, perspektif, warna, cahaya, dan tema. Tokoh-tokoh perupa pada saat itu adalah Pelukis Leonardo Da Vinci, Michelangelo, Rafael Santi, Titian, Donatello, dan Luca Della Robbia. Pada abad ke-19 mulai tumbuh berbagai aliran, seperti Klasikisme, Romantisme, Impresionisme, Realisme dan Monumentalisme.

Di wilayah Nusantara, seni rupa murni modern diawali sejak Raden Saleh Syarif Bustaman menampilkan karya-karya dengan teknik-teknik cara Barat. Corak seni rupa murni Kontemporer mulai berkembang menjelang berakhirnya abad ke-20. Corak ini mengutamakan kebebasan berekspresi yang lebih dikenal dengan seni masa kini. Karya-karya seni rupa murni kontemporer bersifat sementara karena hanya dapat dinikmat dalam kurun waktu relatif singkat. Contoh karya tersebut, seperti seni instalasi, patung dari es, patung dari buah-buahan, lukisan dengan kanvas berpuluh-puluh meter, patung pasir dipantai, dan relief dari mentega. Seni instalasi merupakan karya seni yang terdiri dari komposisi dan manipulasi obyek untuk kesan baru.

Seni instalasi B. Perbandingan Corak dan Fungsi Seni Rupa Tradisional, Modern dan Kontemporer

Seni rupa murni tradisional, modern dan kontemporer di wilayah Nusantara dan Mancanegara memiliki perbedaan corak dan fungsi. Hal ini dapat kita lihat apabila kita mengamati suatu karya seni rupa murni baik yang berbentuk dua dimensi maupun dalam bentuk tiga dimensi. Walaupun demikian, karya seni tersebut pada umumnya memiliki beberapa persamaan. 1. Persamaan Karya Seni Rupa Murni Tradisional, Modern dan Kontemporer di Wilayah Nusantara dan Mancanegara Adapun persamaannya, antara lain: 1) Semuanya merupakan hasil kreasi dan ekspresi manusia. 2) Karya seni rupa murni tradisi, modern dan kontemporer baik di wilayah Nusantara maupun Mancanegara dapat berwujud dua dimensi dan tiga dimensi melalui penyusunan unsur garis, bidang, bentuk, tekstur, dan warna. 3) Corak seni rupa murni tradisi di wilayah Nusantara dan Mancanegara, pada umumnya dipengaruhi oleh norma-norma, adat, agama, dan budaya daerah setempat.

4) Pada umumnya seni rupa tradisi berfungsi untuk mengangkat nilai-nilai tradisi budaya daerah dan untuk kepentingan ritual. 5) Media untuk pembuatan karya seni rupa murni tradisi baik di wilayah Nusantara maupun Mancanegara, umumnya diambil dari alam setempat yang dikerjakan dengan teknik dan gaya yang sederhana. 6) Seni rupa murni modern dan kontemporer, umumnya memiliki corak yang sama. Hal ini dikarenakan corak yang berkembang di negara-negara lain berasal dari negara-negara Barat. 7) Seni rupa murni tradisi dan modern di semua wilayah, memiliki fungsi sebagai pajangan, media ekspresi bagi perupanya dan media komunikasi bagi perupa dan masyarakat penikmat.

2. Perbedaan Corak dan Fungsi Seni Rupa Tradisional, Modern dan Kontemporer di Wilayah Nusantara dan Mancanegara 1) Perbedaan Corak Seni Rupa Murni Tradisi Seni Rupa Murni Modern/Kontemporer

(1) (2) (3) (4) (5)

jarang diketahui perupanya coraknya umum statis, monoton bahan dan warna sederhana terikat norma-norma tradisi

(1) (2) (3) (4) (5)

identitas perupa dapat diketahui coraknya individual dinamis, cepat berubah bahan dan warna beraneka ragam kebebasan kreasi dan ekspresi

2) Perbedaan Fungsi Seni Rupa Murni Tradisi Seni Rupa Murni Modern/Kontemporer

(1) untuk ritual daerah setempat (2) relief dan patung untuk memperindah candi, pura dan kuil (3) bentuk dan motif hias mengandung makna magis

(1) untuk pribadi dan sosial (2) karya seni sebagai ungkapan ekspresi dan pajangan atau dekorasi ruangan

(3) bentuk obyek makna magis

tidak

mengandung

C. Fungsi Seni Rupa Murni Seni rupa murni tradisional, modern dan kontemporer yang terdapat di wilayah Nusantara dan Mancanegara pada dasarnya memiliki fungsi yang sama. Seni rupa murni mengutamakan keindahan belaka Berbeda dengan seni rupa terapan yang memiliki fungsi praktis dan keindahan. Fungsi-fungsi seni rupa murni antara lain : 1. Fungsi umum, yaitu sebagai keindahan. Karya seni rupa murni diciptakan untuk dipajang agar dapat dinimakti keindahannya (sebagai hiasan) 2. Fungsi pribadi, yaitu sebagai media ekspresi bagi perupanya. Karya tersebut tersirat tentang perasaan batin yang merupakan penafsiran sesuatu yang dihadapinya. 3. Fungsi sosial, yaitu sebagai komunikasi bagi perupa kepada penikmat (masyarakat). Komunikasi tersebut dapat mempengaruhi, mendapat memberi kepuasan atau informasi tentang sesuatu. Seni rupa murni tradisi dapat berfungsi sebagai simbolis dari sesuatu, terutama seni rupa tradisi Nusantara yang bercorak magis atau agamais.

PERKEMBANGAN SENI RUPA TRADISIONAL, MODERN DAN KONTEMPORER DI INDONESIA

eni rupa muncul dan berkembang di mulai sejak manusia dilahirkan di muka bumi. Sejak kecil manusia telah mampu merasakan keindahan karya seni, misalnya merasakan keindahan warna warni (seni rupa), keindahan senandung sang ibu (seni musik), dan keindahan lenggokan gerak (seni tari). Semasa hidup, manusia tidak bisa terlepas dengan

kesenian. Manusia memerlukan rekreasi untuk menyegarkan rohani/jiwa yang dapat dipenuhi dengan berkreasi, berekspresi dan menikmati karya seni. Karya seni rupa merupakan salah satu media ekspresi, kreasi dan rekreasi yang dapat memberi hiburan untuk kepuasan batin. Menikmati karya seni rupa murni merupakan suatu proses untuk menumbuh kemampuan berapresiasi. Pada awalnya keberadaan seni rupa digunakan untuk upacara ritual suatu adat atau agama, karena itulah kebanyakan karya seni rupa yang diciptakan bersifat magis. Hal tersebut dapat dilihat dari perkembangan seni rupa di wilayah Nusantara dan negara-negara lainnya. Di wilayah Nusantara hasil peninggalan karya seni rupa dikelompokan menjadi dua, yaitu : 1. Seni Rupa Murni Tradisi (zaman prasejarah, zaman klasik dan zaman islam). 2. Seni rupa Murni Modern dan Kontemporer.

A. Perkembangan Seni Rupa Murni Tradisi 1. Seni Rupa Zaman Prasejarah Ada tiga faktor yang melatarbelakangi seni rupa di Indonesia, yaitu kepercayaan, kondisi geografis dan pengaruh dari luar. Faktor-faktor tersebutlah yang memberi ciri khusus terhadap seni rupa di Indonesia pada zaman pra-sejarah, ciri-ciri yang dimaksud antara lain : a. Karya seni berfungsi sebagai media atau simbolis dari kegiatan-kegiatan keagamaan dan kepercayaan. b. Seniman berkedudukan sebagai pemimpin agama atau kepercaya yang mengetahui aturanaturan mengenai upacara-upacara dan kegiata-kegiatan keagamaan atau kepercayaan lainnya. c. Memiliki bentuk ungkapan yang berbeda-beda antara daerah yang satu dengan daerah yang lainnya. d. Karya seni rupa menggunakan media batu, perunggu dan kayu.

e. Karya seni rupa bersifat ornamentik-dekoratif yang memperlihatkan motif-motif perlambangan, motif geometri dan motif flora fauna.

Berdasarkan bahan baku yang digunakan untuk membuat karya-karya seni rupa maka dikenal 2 pengelompokan karya, yaitu karya seni rupa zaman batu dan karya seni rupa zaman perunggu. a. Karya Seni Rupa Zaman Batu Karya seni rupa Indonesia yang diketemukan pada zaman batu, yaitu : 1) Karya Seni Bangunan Bangunan yang paling tua diketemukan pada zaman batu menengah (Mesolitikum) berupa gua-gua yang terdapat di daerah pantai seperti di pantai-pantai Sulawesi Selatan. Peninggalan yang berupa bukit kerang diketemukan di daerah Sumatera selatan, berdasarkan bukti-bukti berupa sisa-sisa sampah maka dapat dipastikan pada zaman batu menengah sudah didirikan rumah panggung. Pada zaman Neolitikum kebudayaan masyarakatnya mulai berkembang dengan dibuatnya rumah dari kayu dan bambu yang sampai sekarang masih tersisa di beberapa daerah di wilayah Indonesia. Selain bangunan dari bahan kayu dan bambu, pada zaman batu besar dikenal pula bangunan yang terbuat dari batu untuk keperluan keagamaan dan kepercayaan, seperti : o o o o Dolmen (bangunan makam) Punden (bangunan berundak) Menhir (bangunan tugu) Dalam bentuk perabot seperti : meja batu, kursi batu, tahta batu, dsb.

Dolmen

2) Karya Seni patung Karya seni patung Indonesia pada zaman pra-sejarah mulai dikenal pada zaman Neolitikum berupa patung-patung nenek moyang dan patung penolak bala. Gaya patungnya disesuaikan dengan bahan baku yang digunakan, yaitu batu, kayu serta bahan lainnya, selain itu patungnya juga banyak dipengaruhi seni ornamentik. Hasil-hasil peninggalan di Jawa Barat menunjukan bahwa patung-patung memiliki ukuran besar dengan gaya statis, frontal dan bersifat monumentalis. Sedangkan yang ditemukan di daerah Pasemah (Sumatera Selatan) gayanya lebih dinamis dan fiktural. Di daerah lain seperti di daerah Nias, Toraja dan Dayak pada zaman Megalitikum sampai saat ini masih ditemukan peninggalan karya patung. Contoh seni patung hasil peninggalan zaman batu, seperti Arca Batu Gajah yaitu batu besar yang dihiasi seseorang yang sedang menunggang binatang buruan, contoh lain yaitu Arca batu yang menampakan seseorang laki-laki menegendarai seekor lembu.

Arca Batu Gajah b. Karya Seni Rupa Zaman Perunggu Perkembangan zaman perunggu di Indonesia merupakan pengaruh dari kebudayaan Dongson. Kebudayaan perunggu Dongson yang berasal dari Yunan Indochina masuk ke Indonesia bersama datangnya bangsa Melayu-Muda, merekalah yang yang

memperkenalkan teknik pengecoran dan penuangan perunggu untuk membuat bendabenda seni dan benda-benda pakai sehari-hari.

Karya-karya seni yang terkenal yang terbuat dari perunggu antara lain : 1. Genderang Perunggu. Ada dua jenis genderang perunggu, yaitu berbentuk langseng dinamakan dengan Nekara yang digunakan sebagai genderang dalam upacara keagamaan. Pada bagian badan genderang dipenuhi dengan motif-motif hiasan yang motifnya sama dengan motif hias kebudayaan Dongson. Genderang perunggu yang paling besar yang pernah ditemukan terdapat di Pejeng Bali. Genderang jenis lainnya dinamakan dengan Moko, ukurannya lebih kecil dan langsing dari Nekara. Genderang jenis ini digunakan sebagai bekal kuburan dan mas kawin.

Nekara 2. Kapak Perunggu

Moko

Terdapat beberapa bentuk kapak perunggu, seperti ada yang berbentuk bulan sabit, ada yang mirip sabit rumput dan ada yang sampai pegangannya dicor perunggu. Kapak perunggu sering disebut dengan kapak sepatu, hal ini karena tempat pegangannya yang khas seperti sepatu. Kapak jenis terakhir disebut dengan Candrasa dan kapak ini hanya digunakan sebagai pelengkap upacara. Seperti halnya pada Genderang Perunggu, kapak perunggu juga dikerjakan dengan teknik A Cire Perdue. Benda-benda ini banyak ditemukan di Sumatera Selatan, Jawa, Bali, Sulawesi Tengah dan Selatan, Irian serta di Pulau Selayar. Hiasan yang terdapat pada kapak sama seperti halnya hiasan pada Genderang Perunggu yaitu motif perlambangan dan motif geometri.

Kapak Corong Candrasa 3. Bejana Perunggu Bejana perunggu berbentuk seperti tempat air minum tentara, yang digunakan untuk menyimpan abu sisa pembakaran jenazah atau benda keramat lainnya, bejana inipun menampakan bentuk hiasan dengan motif perlambangan dan motif geometri. 4. Perhiasan Perunggu Yang termasuk ke dalam perhiasan adalah gelang-gelang, cincin, kalung, dan sebagainya. Selain digunakan untuk perhiasan benda-benda ini juga dianggap sebagai benda bertuah yang memiliki kekuatan magis. 2. Seni Rupa Zaman Klasik Zaman ini merupakan awal zaman sejarah di Indonesia. Pada zaman itu sudah ditemukan peninggalan berupa tulisan (prasasti), sehingga secara arkeologi dapat terungkap secara autentik. Zaman ini ditandai munculnya kerajaan-kerajaan di wilayah Nusantara, sehingga berpengaruh terhadap keseniannya yang bersifat istana sentris. Zaman ini juga disebut dengan masa klasik. Di tepi sungai Mahakam (Kutai), ditemukan prasasti peninggalan abad 5 SM. Kerajaan Kutai meninggalkan 7 yupa, yaitu tugu yang bertulis suatu upacara korban. Huruf yang digunakan adalah huruf Pallawa dan Sansekerta. Dalam prasasti itu dijelaskan bahwa adanya pengaruh Hindu dan silsilah raja-raja Kutai. Prasasti inilah yang menandai bahwa telah mulainya peradaban manusia di Indonesia dengan masuknya kebudayaan Hindu India ke dalam kebudayaan bangsa Indonesia.

Peninggalan seni rupa yang menonjol pada zaman Hindu-Budha adalah candi, relief dan arca. Prasasti adalah batu yang berisi tulisan tentang suatu peristiwa atau upacara tertentu yang dilakukan oleh orang-orang di lingkungan kerajaan. Candi adalah tempat melakukan upacara keagamaan pemujaan kepada Dewa-Dewa, candi juga ada yang berfungsi sebagai tempat penghormatan para raja yang diyakini sebagai titisan Dewa. Relief adalah pahatan yang digunakan untuk menghiasi bangunan candi. Dan Arca adalah patung menampakan bentuk binatang, manusia, dan Dewa-Dewa yang ditempatkan di bangunan candi. Candi merupakan peninggalan zaman Hindu-Budha yang paling megah dan agung, karena orang pada zaman klasik membangun candi adalah untuk tujuan yang agung yaitu untuk fungsi spiritual sehingga pembangunannya memperhitungkan batasan-batasan kepercayaan. Istilah candi berasal dari kata Candika Grha yang artinya rumah Dewi Candika. Dewi Candika disebut juga Dewi Durga atau Dewi Maut. Dewi inilah yang menjadi pujaan orang Hindu pada zaman itu. Karena itulah mereka membangun candi dengan harapan mendapat perlindungan dari Dewi Durga dalam kematiannya. Itu sebabnya juga pada zaman itu candi kebanyakan berfungsi sebagai kuburan para raja. Namun pada perkembangan selanjutnya, fungsi candi menjadi bermacam-macam, di antaranya adalah : 1) 2) 3) 4) 5) 6) Sebagai biara, contohnya Candi Sari Sebagai kuburan abu jenazah, contohnya candi-candi Budha Sebagai tempat semadi, contohnya Candi Jalatunda Sebagai tempat pemujaan, contohnya Candi Penataran Sebagai pemandian, contonya Candi Belahan Sebagai Gapura, contohnya Candi Bajangratu.

Pada prinsipnya, struktur bengunan candi terdiri dari bagian-bagian sebagai berikut: a. Kaki Candi (prasada), tempat menyimpan abu jenazah; b. Badan atau tubuh candi (garbhagrha); c. Atap atau kepala candi (sikara) Bagian puncak candi dinamakan Mahkota. Mahkota Candi Hindu berbentuk Utpala lingga, sedangkan Budha berbentuk stupa, ratna dan amalika.

Periodisasi kerajaan-kerajaan di Indonesia pada zaman Hindu-Budha dapat digolongkan menjadi: 1. Seni Rupa Hindu-Budha di Jawa Tengah Candi zaman Wangsa Sanjaya Pada zaman ini kebanyakan candi dibangun diperbukitan Jawa Tengah bagian Utara. Bentuk dan hiasannya umumnya masih sederhana yang menampakkan pengaruh seni India (Pallawa). Candi-candi peninggalan zaman Wangsa Sanjaya, antara lain : 1) Kelompok Candi Dieng, yang terdiri dari candi-candi Syiwa yaitu Candi Bhima, Candi Puntadewa, Candi Dwarawati, Candi Sumbadra, Candi Arjuna, Candi Semar dan Candi Srikandi. 2) Kelompok Candi Gedongsongo, yaitu kelompok candi yang terdiri dari 9 buah candi yang kecil-kecil. Candi ini bercorak Hindu. Kelompok candi ini berada di lereng Gunung Ungaran, Semarang. Kesembilan candi tersebut memiliki struktur bangunan yang sama. 3) Candi Selagriya dan Candi Pringapus. Letak kedua candi ini berjauhan, yaitu Candi Selagriya di Gunung Sindoro dan Candi Pringapus di Gunung Sumbing. Namun keduanya memiliki struktur bangunan dan gaya yang sama seperti Candi gedongsongo.

Candi zaman Wangsa Syailendra Pada masa ini masuknya pengaruh Budha dan bercampur dengan pengaruh Hindu. Aliran Budha Mahayana dan Hindu Syiwa telah mampu berakulturasi dengan kebudayaan Indonesia asli. Pada zaman itu juga telah mampu menghasilkan bangunan candi-candi yang luar biasa. Adapun candi-candi peninggalan Wangsa Syailendra antara lain : 1) Candi Kalasan, yaitu candi yang didirikan pada tahun 778 M untuk menghormati Bodhisatwa Tara sebagai lambang Wangsa Syailendra. Candi ini bercorak Budha. 2) Candi Sari, yaitu candi yang difungsikan sebagai tempat bersemadi para pendeta Budha. Candi ini pada mula disebut sebagai Mutiara candi-candi di Jawa karena kemolekannya. 3) Candi Mendut, yaitu candi yang masih kental dengan pengaruh kebudayaan Gupta dari India. Bentuk dasar candi ini adalah bujursangkar, sedangkan reliefnya menceriterakan tentang Bodhisatwa.

4) Candi Borobudur, yaitu candi terbesar dalam sejarah seni rupa klasik di Indonesia. Struktur bangunannya dibuat bertingkat menyerupai punden berundak-undak yang berjumlah 9 tingkatan. Candi Borobudur dibagi menjadi 3 lorong. Masing-masing lorong (tingkatan) mempunyai nama dan fungsi tersendiri.

Tingkatan-tingkatan tersebut adalah: a. Kamadhatu adalah tingkatan yang paling bawah (kaki) candi. Bagian ini dihiasi ukiran (relief) yang menceriterakan lambang-lambang kehidupan di dunia yang penuh dengan kesengsaraan dan kejahatan. b. Rupadhatu adalah badan candi yang mempunyai hiasan relief yang menceriterakan sejarah kehidupan Sidharta Gautama sebagai Budha. c. Arupadhatu adalah tingkatan candi yang paling atas yang terdiri dari stupa-stupa kecil dan arca Budha dengan sikap mudra. Di tengah-tengah tingkatan ini terdapat stupa besar. Candi Borobudur dilengkapi dengan patung/arca sebanyak 505 buah. Hal inilah yang menunjukan bahwa pada zaman itu seni rupa telah berkembang dengan baik.

Relief pada Candi Borobudur

Arca Budhadi Candi Borobudur

5) Kelompok Candi Plaosan, yaitu gugusan candi Budha yang terdiri dari 2 candi induk dan 58 candi kecil yang mengelilingi seacara bujursangkar. 6) Kelompok Candi Sewu, yaitu kelompok candi Budha yang mempunyai bangunan induk dan 250 buah candi perwara (penjaga) yang mengitari candi induknya. Candi induk mempunyai denah kaki yang berbentuk segi dua puluh. Candi-candi perwara terdiri dari gugusan candi Lumbung, gugusan candi Bubrak, gugusan candi Kulon, gugusan candi Lor, dan gugusan candi Asu.

7) Kelompok Candi Prambanan, yaitu candi yang didirikan pada abad 9 M. Candi Prambanan memiliki satu candi induk yang dinamakan Candi iwa, yang diapit oleh Candi Brahma dan Candi Wisnu. Candi induk memiliki tinggi 47 meter. Candi induk ini dilengkapi dengan candi perwara sebanyak 224 buah yang tingginya rata-rata 14 meter. Candi perwara disusun empat baris secara berundak-undak. Candi Induk mempunyai empat kamar penampil dan satu kamar utama. Masing-masing kamar berisi patung/arca. Patung-patung tersebut adalah Patung Aghastya, Durga, Mahakala dan Nandiswara. Di dalam kamar utama terdapat patung iwa Mahadewa. Di bawah patung itulah abu jenazah raja Balitung dikuburkan. Kaki candi menampakan motif singa dalam relung yang diapit pohon hayat dan kinara-kinari (makhluk setengah manusia setengah burung). Candi ini bernafaskan Hindu iwa. Selain Arca dan motif hias di atas dinding candi Prambanan juga dihias dengan relief yang menceriterakan kisah Ramayana. Pembuatan relief tersebut dipengaruhi oleh seni Ellora dari India dengan corak relief bersifat realistis dan dinamis.

2. Seni Rupa Zaman Hindu Budha di Jawa Timur Seni Rupa Masa Peralihan Setelah berakhirnya kekuasaan raja-raja di Jawa Tengah, maka pusat-pusat kerajaan beralih ke Jawa Timur. Pada Masa Pemerintahan Airlangga, mulailah di Jawa Timur dibangun candicandi. Pada masa ini pembangunan candi-candi masih mendapat pengaruh gaya Jawa Tengah, yang kemudian beralkulturasi dengan kebudayaan asli daerah Jawa Timur. Pada umumnya candi pada masa ini mempunyai gaya campuran. Candi-candi peninggalan zaman ini adalah sebagai berikut : (1) Candi Belahan, yaitu candi yang berfungsi sebagai tempat penghormatan terhadap raja Airlangga. Candi ini berada di pinggir kolam karena itu disebut juga candi Tirta. Disebut candi Belahan karena candi ini dibangun dengan cara memahat dinding karang sehingga bagian belakang candi tidak nampak. Sebagai penghormatan terhadap raja Airlangga maka pada candi ini didirikan patung Dewa Wisnu yang diapit Dewi Laksmi dan Dewi Sri. Patung-patung tersebut merupakan simbolis dari raja Airlangga dan permaisurinya

(2) Candi Tikus, yaitu candi yang tergolong juga candi Tirta karena dibangun di tengahtengah kolam atau disebut juga Bale kambang. Candi berfungsi sebagai tempat peristirahatan raja. (3) Candi Jalatunda, yaitu candi yang memiliki struktur sangat sederhana. Hiasan reliefnya hanya nampak pada relung yang menyerupai gua. Candi ini berfungsi sebagai tempat raja bertapa.

Seni Rupa Zaman Singasari Pada masa ini struktur candi sudah ditemukan bergaya Jawa Timur asli. Candi-candi Jawa Timur memiliki ciri-ciri yang berbeda dengan gaya Jawa Tengah. Perbedaan corak atau gaya tersebut antara lain :

Bentuk candi Jateng CORAK JAWA TENGAH

Bentuk candi Jatim CORAK JAWA TIMUR

a. b. c. d. e. f. g. h. i. j.

Bentuk : tambun Atap : berundak Puncak berbentuk : ratna dan stupa Hiasan pada pintu : kala makara Relief : timbul dan realistis Bagian terpenting dari bangunan berada di tengah candi Bahan : batu andesit Arah depan : kebanyakan menghadap ke Timur Ragam hias pakaian : terpengaruh kebudayan Gupta India Tema Arca : perlambangan DewaDewa

a. b. c. d. e. f. g. h. i. j.

Bentuk : ramping Atap : berundak terpadu Puncak : berbentuk kubus Hiasan pintu : kepala kala Relief : datar, dekoratif menyerupai wayang Bagian terpenting berada di belakang candi Bahan : batu andesit, kayu, terakota Arah candi : kebanyakan menghadap ke barat Ragam hias pakaian : geometris dan gunungan Tema arca : perlambangan raja-raja

Candi-candi peninggalan zaman Singasari antara lain : (1) Candi Kidal, yaitu candi yang berfungsi sebagai penghormatan raja Anusapati. Candi ini berada di kabupaten Malang. Candi ini memiliki satu ruang di bagian atap. Di Bagian kaki dihiasai motif garuda dan bejana amerta. Atapnya bercorak candi Wisnu. (2) Candi Jago, yaitu candi yang berada di kecamatan Tumpang kabupaten Malang. Candi ini berfungsi sebagai penghormatan raja Wisnuwardana. (3) Candi Singasari, yaitu candi yang memiliki tinggi seperti menara. Denah kaki candi berbentuk segi dua puluh. Susunan Candi Singasari sering disebut susunan candi Pancayatna, karena pada persilangan candi terdapat 4 candi kecil. Keseluruhan candi Singasari berjumlah 5 buah. Candi Singasari berada di kecamatan Singasari, Malang. (4) Candi Jabung, yaitu candi yang tergolong unik kerena badan candi berbentuk selinder. Bagian kaki candi berdenah segi dua puluh serta berundak.

Seni Rupa Zaman Majapahit Pada zaman ini pengaruh dari India dan Jawa Tengah tidak nampak lagi sehingga boleh dikatakan bentuk candi bergaya Indonesia asli. Pada pembuatan seni patung pun memiliki corak tersendiri, yaitu : (1) (2) (3) (4) (5) Corak hiasan statis dan kaku berwibawa (tidak realistis). Arcanya berwajah orang Indonesia asli, bukan wajah orang India. Ragam hias pada pakaian arca menggunakan ragam hiasa Indonesia. Terdapat arca menggunakan bahan terracotta (contoh patung wajah Gajah Mada) Untuk relief, tokoh-tokoh yang nampak tidak hanya raja-raja tetapi juga rakyat jelata.

Candi-candi yang dibangun pada masa kerajaan Majapahit antara lain : Candi Penataran, yaitu candi yang dihiasi relief bercerita tentang kidung, Ramayana dan Kresnayana. Candi ini memiliki denah persegi empat yang dibagi atas 3 halaman yaitu halaman depan, tengah dan belakang. Halaman belakang merupakan tempat induk candi. (1) (2) (3) (4) Candi Surawana, yaitu candi yang berceritera tentang Arjuna Wiwaha. Candi Kedaton, yaitu candi yang menceriterakan tentang Kresnayana. Candi Selakelir, yaitu candi yang mengisahkan tentang kisah Panji. Candi sumberjati, yaitu candi yang berada dekat Blitar.

3. Seni Rupa Zaman Islam Dengan terdesaknya kebudayaan Hindu-Budha di Jawa akibat kedatangan kebudayan Islam, maka perkembangan seni rupa bercorak Hindu-Budha di Jawa mengalami kemerosotan, namun seni rupa Hindu-Budha ini tetap bertahan di daerah Bali bahkan lebih berkembang pesat. Karyakarya seni rupa yang berkembang di Bali berupa bangunan Pura, bangunan Gapura Bangunan rumah adat, Patung/Arca, Relief/ukiran, lukisan-lukisan, dan benda-benda kerajinan. Datangnya kebudayaan Islam ke Indonesia sesungguhnya sejak berdirinya kerajaan Perlak, Samudra Pasai dan Aceh. Kebuadayaan Islam yang masuk ke Indonesia bukanlah kebudayaan Islam yang asli dari daerah kelahirannya melainkan merupakan kebudayan Islam yang telah mengalami sinkretisasi dan alkulturasi dengan daerah-daerah yang disinggahinya. Islam mengalami perkembangan yang pesat di Indonesia, karena memiliki beberapa factor yang memudahkan, yaitu :

1) Syarat-syarat memeluk Islam tidak sulit yaitu cukup mengucapkan dua kalimat Syahadat
(ucapan kesaksian bahwa tiada Tuhan melainkan Allah, dan Muhammad SAW adalah utusan Allah. Islam disebarkan dengan pendekatan kompromis yaitu dengan berusaha mengalkulturasikan Islam dengan kebudayaan setempat. Islam tidak mengenal kasta, yaitu semua manusia mempunyai kedudukan tingkatan yang sama (yang membedakan tinggi rendahnya martabat orang adalah ketakwaan, amal dan tingkah laku). Hal itu yang senang diterima oleh masyarakat jelata seperti golongan waisya dan sudra. Cara peribadatan Islam sangat mudah dan fleksibel yaitu cara beribadat yang gampang diikuti dan tidak menuntut biaya yang tinggi. Penyebarannya tidak kentara yaitu melalui proses kegiatan seperti perdagangan, upacara adat, kesenian, perkawinan, dsb. Tokoh-tokoh penyebarnya adalah para wali yang tindakannya dapat menjadi panutan dan teladan orang banyak. Islam yang datang ke Indonesia sudah beralkulturasi dengan kebudayaan India yang juga berkebudayaan Hindu-Budha, sehingga ketika datang ke Indonesia yang juga Hindu-Budha, Islam telah mempunyai banyak kesamaan dan alkulturasi.

2) 3)

4) 5) 6) 7)

Karya seni rupa pada zaman Islam di Indonesia dapat digolongkan menjadi : a. Seni Bangunan (seni arsitektur) Adanya larangan memuja roh nenek moyang dan Dewa-Dewa, maka pada masa itu tidak ada lagi pembangunan candi dan sebagai penggantinya muncul bangunan yang bercirikan Islam.

Masjid, yaitu bangunan yang berfungsi sebagai tempat Islam menjalankan sholat. Para Wali menggunakan kata sholat untuk melakukan sembahyang. Kata sembahyang diambil dari kata sembah dan Hyang yang artinya menyembah Hyang Maha Kuasa yaitu Allah. Bangunan mesjid masih menggunakan ciri-ciri Hindu-Budha agar peralihan ajaran yang mereka sebarkan tidak kontradiktif. Ciri-ciri tersebut nampak pada : 1) Denah dasar berbentuk bujursangkar menyerupai candi 2) Kaki mesjid berbentuk berundak-undak 3) Atap mesjid berbentuk tumpang menyerupai bangunan Meru di Bali, puncak atap berbentuk lingga Hindu dan stupa Budha (kubah) 4) Pintu gerbang dan menara berbentuk seperti candi-candi Jawa Timur. Makam, yaitu bangunan untuk kuburan orang yang telah meninggal. Sebenarnya dalam ajaran Islam ada larangan pembuatan makam secara permanent, hal ini dimaksudkan untuk menghindari pengkultusan terhadap jenazah orang tertentu. Namun karena pada masa itu kebudayaan Hindu-Budha masih hidup, dan Islam yang datang ke Indonesia sudah beralkulturasi dengan kebudayaan India, maka pembangunan seni Islam di Indonesia juga menghasil bangunan makam. Bangunan Makam biasanya terdiri dari pintu gerbang makam, bangunan utama dan Nisan. Contoh bangunan makam yaitu makam Raja Sumenep, dan makam Sunan Bayat. Istana, yaitu bangunan yang merupakan pusat pemerintahan. Istana mempunyai bangunan pelengkap, yaitu bangunan yang mempunyai fungsi-fungsi tertentu. Umumnya kerajaan-kerajaan Islam di Jawa mempunyai istana menghadap ke utara. Di depannya ada alun-alun dan di barat alun-alun berdiri masjid besar. Dalam lingkungan Istana terdapat pendopo, sitinggil, tempat duduk raja, tempat gamelan dsb. Pada bangunan istana pengaruh Hindu-Budha masih terasa, hal ini nampak pada struktur bangunannya, bagian kaki berundak dan atap limasan atau tumpang.

b. Seni Hias Ada beberapa jenis karya seni yang dapat digolongkan ke dalam seni hias, antara lain: 1) Seni Ukir, yaitu merupakan seni pahat atau seni relief yang menggunakan motif-motif hias. Pada masa islam motif hias yang digunakan adalah motif tumbuh-tumbuhan dan terkadang huruf atau tulisan Arab. Motif hewan dan manusia tidak digunakan sebagai motif hias karena adanya larangan dalam ajaran Islam untuk menggambarkannya. 2) Seni Kaligrafi, yaitu seni corak Islam asli yang menggunakan huruf Arab sebagai unsur utama. Seni ini dapat ditemukan pada bangunan masjid, batu nisan, istana/keraton raja, dsb. 3) Seni Wayang, yaitu wayang sebenarnya telah ada pada masa kerajaan Majapahit yang menggunakan bahan kulit kayu waru, dengan bentuk yang bersifat realistis. Wayang pada masa Islam telah mengalami perubahan yang disesuaikan dengan kaidah-kaidah Islam. Pada Masa Sunan Kalijaga, wayang dibuat dengan kulit binatang dan bentuknya diubah menjadi bentuk ornamentik. Bentuk ini masih berlanjut sampai sekarang di Jawa.

B. Perkembangan Seni Rupa Modern dan Kontemporer Perkembangan seni rupa modern di wilayah Nusantara tidak terlepas dari pengaruh perkembangan seni rupa Eropa. Perkembangan ilmu dan teknologi sangat berdampak pada perkembangan seni rupa, yaitu munculnya gagasan-gagasan yang baru yang berbeda dan berciri khusus. Perkembangan ilmu pengetahuan berbeda dengan perkembangan seni rupa. Ilmu pengetahuan berkembang sebagai kelanjutan dari ilmu sebelumnya, sedangkan perkembangan seni rupa merupakan reaksi dari aliran sebelumnya, sehingga antara aliran yang satu dengan yang lainnya berbeda. Penjelasan tentang aliran seni rupa modern telah diulas pada Bab I. Beikut ini akan diulas tentang beberapa karya-karya seni rupa murni modern di Nusantara, yaitu : 1 Masa Perintisan (1826-1880), perkembangannya diawali oleh pelukis Raden Saleh. Berkat pengalamannya belajar menggambar dan melukis di luar negeri seperti di Belanda, Jerman, Perancis, beliau dapat merintis kemunculan seni rupa Modern di Indonesia. Corak lukisannya beraliran Romantis dan Naturalis. Aliran Romantisnya menampilkan karya-karya yang berceritera dahsyat, penuh kegetiran seperti tentang perkelahian dengan binatang buas. Sedangkan gaya naturalisnya sangat jelas nampak dalam melukis potret.

Merapi karya Raden Saleh 2 Masa Indonesia Jelita, masa ini merupakan kelanjutan dari masa perintisan setelah pakum beberapa saat karena meninggalnya Raden Saleh. Kemudian munculah seniman Abdullah Surio Subroto dan diikuti oleh anak-anaknya, Sujono Abdullah, Basuki Abdullah dan Trijoto Abdullah. Pelukis-pelukis Indonesia yang lain seperti Pirngadi, Henk Ngantung, Suyono, Suharyo, Wakidi, dll. Masa ini disebut dengan masa Indonesia Jelita karena pelukisnya melukiskan tentang kemolekan/keindahan obyek alam. Pelukis hanya mengandalkan teknik dan bahan saja. Karya Abdullah SR. (Pemandangan di sekitar Gn. Merapi, Pemandangan di Jawa Tengah, Dataran Tinggi di Bandung), karya Pirngadi (Pelabuhan Ratu), karyaBasuki Abdullah (Telanjang, Pemandangan, Gadis sederhana, Pantai Flores, Gadis Bali, dll.)

Lukisan Karya Dullah

Lukisan karya Heng Ngantung

Masa Cita Nasional, pada masa ini di Indonesia sedang terjadi pergolakan. Bangsa Indonesia berjuang untuk mendapatkan hak yang sejajar dengan bangsa-bangsa lain, terutama hak untuk merdeka dari penjajahan asing. Pergolakan di segala bidang pun terjadi, seperti dalam bidang kesenian yang berusaha mencari ciri khas Indonesia. Pelopor masa ini yang dikenal memilki semangat tinggi adalah S. Sdjojono, ia tidak puas dengan kehidupan seni rupa Jelita yang serba indah, karena dianggap bertolak belakang dengan kejadian yang melanda bangsa Indonesia. Sebagai langkah perjuangannya maka S. Sudjojono dan Agus Jayasuminta bersama kawan-

kawannya mendirikan PERSAGI (Persatuan Ahli-ahli Gambar Indonesia). Persagi bertujuan untuk mengembangkan seni lukis di Indonesia dengan mencari corak Indonesia asli. Konsep persagi itu sendiri adalah semangat dan keberanian, bukan sekedar kecakapan melukis melainkan melukis dengan tumpahan jiwa. Karya-karya S. Sudjojono (Di depan kelambu terbuka, Cap Go Meh, Jongkatan, Bunga kamboja), karya Agus Jayasuminta (Barata Yudha, Arjuna wiwaha, Dalam Taman Nirwana), karya Otto Jaya (Penggodaan, Wanita impian).

Masa Pendudukan Jepang, kegiatan melukis pada masa ini dilakukan dalam kelompok Keimin Bunka Shidoso. Tujuannya adalah untuk propaganda pembentukan kekaisaran Asia Timur Raya. Kelompok ini didirikan oleh tentara Dai Nippon dan diawasi oleh seniman Indonesia, Agus Jayasuminta, Otto Jaya, Subanto, Trubus, dan Henk Ngantung. Untuk kelompok asli Indonesia berdiri kelompok PUTRA (Pusat Tenaga Rakyat), tokoh-tokoh yang mendirikan kelompok ini adalah tokoh empat serangkai yaitu Ir. Sukarno, Moh. Hatta, KH. Dewantara dan KH. Mas Mansyur. Khusus yang menangani bidang seni lukis adalah S. Sudjojono dan Affandi. Pelukis yang ikut bergabung dalam Putra diantaranya Hendra Gunawan, Sudarso, Barli, Wahdi, dll. Pada masa ini para seniman memiliki kesempatan untuk berpameran, seperti pameran karya dari Basuki Abdullah, Affandi, Nyoman Ngedon, Hendra Gunawan, Henk Ngantung, dan Otto Jaya.

Lukisan karya Affandi 5 Masa Sesudah Kemerdekaan, setelah Indonesia merdeka bermunculanlah kelompok-kelompok seniman lukis Indonesia, diantaranya: a) Sanggar Masyarakat (1946) dipimpin Affandi, kemudian diganti nama menjadi SIM (Seniman Indonesia Muda) yang dipimpin oleh S. Sudjojono; b) Pelukis Rakyat (1947), Affandi dan Hendra Gunawan keluar dari SIM dan mendirikan Pelukis Rakyat dipimpin oleh Affandi; c) Perkumpulan Prabangkara (1948); d) ASRI (Akademi Seni Rupa (1948), tokoh-tokoh pendirinya RJ. Katamsi, S.Sudjojono,Hendra Gunawan, Jayengasmoro, Kusnadi dan Sindusisworo;

e) Tahun 1950 di Bandung berdiri Balai Perguruan Tinggi Guru Gambar yang dipelopori oleh Prof. Syafei Sumarya, Mochtar Apin, Ahmad Sadali, Sujoko, Edi Karta Subarna; f) Tahun 1955, berdiri Yin Hua oleh Lee Man Fong ( perkumoulan pelukis Indonesia keturunan Tionghoa); g) Tahun 1958, berdiri Yayasan seni dan desain Indonesia oleh Gaos Harjasumantri dkk; h) Tahun 1959, berdiri Organisasi Seniman Indonesia oleh Nashar dkk.

Masa Pendidikan Formal (1950), Pengembangan seni rupa melalui pendidikan formal. Lembaga Pendidikan yang bernama ASRI yang berdiri tahun 1948 kemudiaan secara formal tahun 1950 Lembaga tersebut mulai membuat rumusan-rumusan untuk mencetak seniman-seniman dan calon guru gambar. Pada tahun 1959 di Bandung dibuka jurusan Seni Rupa ITB, kemudian dibuka jurusan seni rupa disemua IKIP diseluruh Indonesia.

Masa Seni Rupa Baru, pada sekitar tahun 1974 muncul kelompok baru dalam seni lukis. Kelompok ini menampilkan corak baru dalam seni lukis Indonesia yang membebaskan diri dari batasan-batasan seni rupa yang telah ada. Konsep kelompok ini adalah: b) c) d) e) f) Tidak membedakan disiplin seni; Menghilangkan sikap seseorang dalam mengkhususkan penciptaan seni; Mendambakan kreatifitas baru; Membebaskan diri dari batasan-batasan yang sudah mapan; Bersifat eksperimental.

Seniman muda yang mempelopori kelompok ini adalah Jim Supangkat, S. Prinka, dan Eri Supria.

SELESAI

Anda mungkin juga menyukai