Anda di halaman 1dari 5

UPAYA MENINGKATKAN PEMAKAIAN ALAT KONTRASEPSI (KB) PASCA PERSALINAN DAN PASCA KEGUGURAN DI RUMAH SAKIT

RINGKASAN
erdasarkan sensus Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2010, jumlah penduduk Indonesia berjumlah 237,641,326 jiwa.yang mengalami peningkatan sebesar 5,32% dari tahun 2007. Dengan Laju Pertumbuhan Penduduk (LPP) sebesar 1,28% yang diperkirakan jumlah kelahiran di Indonesia sebesar 5 Juta jiwa per tahun dan perkiraan angka keguguran sebesar 3,5 juta per tahun. Sedangkan perkiraan persalinan yang terjadi di Rumah Sakit 20%,Bidan praktek swasta 30% dan Puskesmas/Bidan Pedesaan 50%.Mengingat besarnya jumlah kelahiran per tahun maka diperlukan upaya untuk mengendalikan kelahiran melalui perencanaan keluarga dengan menggunakan kontrasepsi terutama setelah melahirkan atau mengalami keguguran. Penggunaan kontrasepsi pasca persalinan dan pasca keguguran memberikan kontribusi terhadap penurunan Angka Kematian Ibu (AKI) dan pencapaian peserta KB Baru (PB) yang menjadi sasaran program KB. Berdasarkan hasil pemantauan BKKBN terhadap pelayanan Keluarga Berencana (KB) Pascapersalinan dan Pascakeguguran di 22 Rumah Sakit (14 Provinsi) tahun 2008-2009,rata-rata yang ber-KB setelah bersalin dan keguguran hanya 5-10%. Dengan kondisi tersebut perlu dilakukan upaya terpadu untuk meningkatkan cakupan Keluarga Berencana Pascapersalinan dan Pascakeguguran oleh para pengambil kebijakan, pengelola dan pelaksana program baik di tingkat Provinsi maupun tingkat Kabupaten dan Kota.

Latar Belakang Permasalahan Dalam upaya untuk meningkatkan pelayanan Keluarga Berencana Paska persalinan dan Pasca keguguran telah diterbit Peraturan Kepala BKKBN Nomor 146/HK-10/B5/2009 tentang Pedoman Pelayanan Keluarga Berencana Pasca Persalinan dan Pasca Keguguran untuk Kelangsungan Hidup Ibu,Bayi dan Anak. Untuk menindaklanjuti NSPK tersebut, maka perlu adanya Petunjuk Pelaksanaan (Juklak) Peningkatan Akses dan Kualitas Pelayanan Keluarga Berencana Pasca Persalinan dan Pasca Keguguran agar pelaksanaan program tersebut berjalan dengan baik. Setiap kehamilan seyogyanya adalah kehamilan yang direncanakan dan pelayanan kontrasepsi saat ini menjadi fokus pemerintah Republik Indonesia berkaitan dengan kekhawatiran adanya ledakan penduduk di masa depan. Pasangan Usia Subur merupakan target pelayanan kontrasepsi yang utama. Jumlah PUS yang ingin menunda kehamilan atau tidak ingin punya anak lagi namun tidak menggunakan kontrasepsi (unmet need) mencapai angka 9% menurut SDKI 2007 dan 12,1% menurut Mini Survey 2009. Unmet Need tersebut berdasarkan data SDKI 2007 disebabkan antara lain karena belum optimalnya konseling sebagai sarana komunikasi informasi dan edukasi pelayanan keluarga berencana (KB), ketakutan akan efek samping, serta missed opportunities pelayanan KB pada Paska Persalinan atau Paska Keguguran.

Permasalahan Berdasarkan hasil panel LSM dan Organisasi Profesi, angka kelahiran di Indonesia diperkirakan sebesar 5 juta/tahun dan Keguguran sebesar 3,5 juta/tahun. Hasil SDKI tahun 1991 sampai dengan tahun 2007, menunjukan trend wanita yang melahirkan di rumah sakit pemerintah dan swasta mengalami peningkatan seperti terlihat pada gambar 1 dan gambar 2. Namun jumlah persalinan yang meningkat ini tidak diimbangi dengan peningkatan pelayanan KB Paska persalinan, sehingga banyak terjadi missed opportunity.
9.2 9.7

9.1

7.9

8.7

SDKI 1991

SDKI 1994

SDKI 1997

SDKI 20022003

SDKI 2007

Gambar 1. Trend kelahiran yang terjadi di R.S Pemerintah SDKI 1991-2007

36.4 30.5 19.0 11.8 15.1

(RS. Bhayangkara, RSU Bhakti Rahayu, Maluku RSU.Tulehu). Provinsi Kepulauan Riau (RS.Rumkitban AD, RSUD Anambas, RSUD Bintan). Sedangkan Provinsi Riau (RSUD Dumai).Provinsi Sulawesi Tengah (RSUD Undata Palu, RS.Bhayangkara, RSU. Mokopido, RSU.Sinar Kasih Tentena, RSIA.Nasanapura RSU.Kolonodale, RS. Bungku, RS. Banggai). Perlu kajian/studi lebih lanjut untuk mengetahui hal-hal yang dapat meningkatkan kesertaan pasien Pasca Persalinan dan Pasca Keguguran yang tinggi dengan Peserta Baru KB yang juga tinggi.

SDKI 1991

SDKI 1994

SDKI 1997 SDKI 2002-2003 SDKI 2007

Trend dan Proyeksi Angka Kematian Ibu Tahun 1991-2015


600
Kematian ibu per 100.000 kh
Tren AKI SDKI

Gambar 2. Trend kelahiran yang terjadi di R.S Swasta


Sumber SDKI 1991-2007

Tabel berikut menunjukan jumlah pasien Pasca Persalinan dan Paska Keguguran dalam 3 (tiga) bulan terakhir di beberapa Rumah Sakit Pemerintah di beberapa provinsi. Pelayanan terhadap pasien Paska persalinan dan Paska Keguguran cukup tinggi. Hal ini terlihat pada Gambar 3 dibawah ini.

450

390 334 307 228 226

MDG target Target RPJM 2009

300

150

102

0 1990 1995 2000 2005 2010 2015

Sumber SDKI

Data SDKI dari tahun 1991 terlihat trend Angka Kematian Ibu [AKI] semakin menurun, data terakhir menunjukan Angka Kematian Ibu saat ini 228 kematian ibu setiap 100.000 kelahiran hidup. Terdapat beberapa cara untuk memperkecil AKI,salah satunya adalah dengan menggunakan alat kontrasepsi pasca kelahiran ataupun pasca keguguran.Hal ini merupakan cara yang baik dimana usia ibu yang rentan melahirkan di usia diatas 31 tahun. Penggunaan alat kontrasepsi jangka panjang [MKJP] IUD, Implant dan MOW Pasca Kelahiran dan Pasca Keguguran dapat memberikan solusi untuk mengurangi resiko kematian pada ibu saat melahirkan maupun Pasca Keguguran. Pelayanan KB di Rumah Sakit Hal yang menarik untuk dicermati adalah data PKBRS Triwulan diatas, terlihat pasien Pasca Persalinan dan PB yang relatif cukup tinggi di beberapa provinsi antara lain: provinsi Riau (RSUD,Rokan Hulu,RSUD Siak). Provinsi Sulawesi Tengah (RS. Bhayangkara, RS Buol, RSU Sinar Kasih Tentena, RSIA Nasanapura dan RS Bungku). Provinsi Pelayanan KB yang diselenggarakan di RS mencakup semua jenis alat/obat kontrasepsi baik jangka pendek maupun jangka panjang, penanganan efeksamping, komplikasi, kegagalan, rakanisasi dan penanganan masalah kesehatan reproduksi. Pelayanan KB terbagi menjadi beberapa klasifikasi layanan

Jumlah Pasien Paska Persalinan dan Paska Keguguran di Rumah Sakit Pemerintah
Sumber : PKBRS Triwulan (Januari-Maret) BkkbN Ditkespro 2011

yaitu: 1. Pelayanan KB Lengkap adalah pelayanan KB yang meliputi pelayanan kontrasepsi kondom,pil KB,suntik KB,Alat Kontrasepsi Dalam Rahim (AKDR/IUD),pemasangan atau pencabutan implant,MOP (bagi yang memenuhi persyaratan), serta penanganan efek samping dan komplikasi pada tingkat tertentu sesuai kemampuan dan fasiltas/sarana yang tersedia. 2. Pelayanan KB Sempurna adalah pelayanan KB yang meliputi pelayanan KB lengkap dengan MOW (bagi fasilitas yang memenuhi persyaratan),penanganan kegagalan,dan pelayanan rujukan.3.Pelayanan KB Peripurna adalah pelayanan KB yang meliputi pelayanan kontrasepsi sempurna ditambah pelayanan rakanalisasi,penanganan masalah kesehatan reproduksi dan sebagai pusat rujukan. Ibu Pasca Persalinan yang tidak segera menggunakan kontrasepsi dapat memberikan kontribusi cukup besar terhadap tingginya unmeet need (12,1% berdasarkan mini survei 2009) dan meningkatnya resiko kehamilan tidak diinginkan (KTD). Pelayanan KB di Rumah Sakit sangat potensial memberikan sumbangan pencapaian target program KB nasional, dan menurunkan Angka Kematian Ibu (AKI). Adapun cakupan pelayanan KB di RS Pemerintah dan Swasta terlihat pada gambar dibawah ini

Untuk Itu perlu kerjasama dengan rumah sakit dalam bentuk komitmen untuk menyediakan dan memberikan pelayanan KB dan Konseling KB mulai dari perawatan kehamilan (ANC), sehingga setiap Ibu pascapersalinan dan pasca keguguran sudah menggunakan salah satu metode kontrasepsi sebelum pulang dari rumah sakit. Selama ini yang menjadi permasalahan adalah belum semua RS melakukan pemantauan terhadap pelayanan KB pasca persalinan dan pasca keguguran, laporan yang diterima belum mencakup semua RS yang sudah melakukan pelayanan KB pasca persalinan dan pasca keguguran, dan belum dilakukan evaluasi terhadap teknik-teknik pemasangan mana yang paling efektif Kontrasepsi Keguguran : periode Pasca Persalinan dan Pasca

Metode Amenorea Laktasi (MAL) Implan (susuk KB) IUD atau AKDR Suntik KB (DMPA) Minipil (Pil progestin) MOW

Kebijakan yang sudah ada Adapun beberapa kebijakan yang sudah berhubungan dengan persoalan diatas adalah ada dan

Inpres no.3 tahun 2010 tentang program pembangunan untuk mencapai sasaran MDGs butir 5b tahun 2015 yaitu meningkatkan CPR dari 57% menjadi 65%, menurunkan Unmet need dari 9,1% menjadi 5%.
Gambar 3. Trend pelayanan KB di !ma" Sa#i$ %emerin$a" dan S&a'$a

Peraturan Menteri kesehatan republik Indonesia nomor 631/Menkes/Per/III/2011 tentang petunjuk teknis jaminan persalinan. SK Menkes No.590/Menkes/SK/VII/2009/tanggal 28 Juli 2009 twntang pedoman PKBRS Surat Dirjen Bina Pelayanan Medik, Depkes RI No. BM.01.04/III/451/2009 tanggal 16 Februari 2009 tentang Himbauan untuk meningkatkan layanan KB di Rumah Sakit.

Terlihat dari gambar 3 menunjukan adanya penurunan jumlah pelayanan KB baik di rumah sakit pemerintah maupun swasta dari SDKI 2002-2003 sampai SDKI 2007. Rendahnya pelayanan KB di Rumah Sakit disebabkan terbatasnya tenaga yang kompeten dalam pelayanan KB, biaya untuk kontrasepsi mantap yang disediakan pemerintah melalui BKKBN lebih rendah dari pada Perda yang berlaku di rumah sakit. Terbatas atau tidak adanya tenaga pencatatan dan pelaporan hasil pelayanan KB serta pelaksanaan pencatatan dan pelaporan yang belum optimal.

Peraturan Kepala BKKBN Nomor 146/HK-10/B5/2009 tentang Pedoman Pelayanan Keluarga Berencana Paska Persalinan dan Paska Keguguran. Peraturan Kepala Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional nomor 151/Per/E1/2011 tentang pelayanan keluarga berencana dalam jaminan persalinan. Kebijakan Kemenkes mengenai persentase PUS peserta KB aktif sebesar 65%, cakupan KB Pasca persalinan 60%, dan perkiraan persalinan di RS 20% Kebijakan dari KHIBA (Direktorat Kelangsungan Hidup Ibu, Bayi, dan Anak) bahwa 60% wanita pasca melahirkan di rumah sakit menjadi akseptor KB Pemberian konseling tentang KB Pascapersalinan pada ibu hamil saat ANC Dan sebagai sasaran dari kebijakan tersebut adalah para pengelola dan pelaksana pelayanan KB di rumah sakit pemerintah, rumah sakit swasta, dan rumah sakit TNI/Polri. REKOMENDASI

yang ada. Brosur dan Leaflet ini diharapkan bisa disediakan di Poli KB maupun di Puskesmas. 7. Perlunya penelitian lebih lanjut di beberapa provinsi seperti Riau,Sulawesi Tengah mengenai tingginya jumlah pasien paska persalinan dan keguguran walaupun sudah diikuti dengan tingginya Peserta KB baru. Implikasi Kebijakan dari rekomendasi Oleh karena itu perlu ada implikasi kebijakan yang mendetail dari rekomendasi yang disampaikan dan tentunya yang mampu menjawab temuan-temuan yang didapat dari hasilhasil studi dan penelitian diantaranya sebagai berikut: 1. Adanya Koordinasi BKKBN setempat dengan RS pemberi pelayanan IUD Post Partum untuk follow up akseptor setelah pulang dari rumah sakit. 2. Konseling tentang KB sangat penting diberikan kepada ibu-ibu hamil mulai dari perawatan kehamilan pada waktu ANC (Antenatal Care) dan PNC (Postnatal Care). Sehingga setiap Ibu pasca persallnan sudah menggunakan salah satu metode kontrasepsi sebelum pulang dari rumah sakit 3. Pelatihan konseling dan medis teknis untuk provider tentang KB PP (Pasca Persalinan) & KB PK (Pasca keguguran) khususnya Insersi IUD Post Partum. 4. Menyediakan IUD dan IUD KIT di Rumah sakit 5. Menyediakan Formulir K-IV; K-1; dan Informed Concent. 6. Menyediakan materi KIE tentang KB (Lembar balik, APBK dll) di rumah sakit. 7. Pencatatan/register akseptor IUD Post Partum perlu diperhatikan kelengkapan alamatnya supaya mudah di follow up. 8. Peran aktif petugas lapangan dari masing-masing wilayah diperlukan dalam pemantauan setelah klien kembali dari rumah sakit. 9. Perlu dilakukan evaluasi tentang teknik pemasangan IUD Post Partum untuk mendapatkan teknik yang efektif dan efisien.

1. 2.

3. 4.

5.

6.

Setiap Rumah Sakit dipastikan tersedia pelayanan PKBRS. Pemenuhan sarana pelayanan PKBRS dipastikan tersedia dukungan logistik yang memadai seperti: Alat Kontrasepsi Lembar balik untuk konseling dan media KIE (seperti leaflet, brosur, poster, dan lain-lain. Kelengkapan formulir untuk pencatatan pelaporan, dan Informed Consent. Sistem pencatatan pelaporan Perlu pelatihan KIE/konseling pentingnya KB pascapersalinan dan pascakeguguran. Pencatatan perlu dilakukan secara terpisah dan selengkap mungkin sehingga dapat dilakukan monitoring ke lapangan, jika pasien tidak melakukan kontrol (kerjasama petugas dari lapangan sangat diperlukan) Pengetahuan klien tentang KB masih sangat rendah, Oleh karena itu sosialisasi KB kepada masyarakat sangat diperlukan. Brosur dan leaflet , sangat diperlukan untuk bacaan klien sebagai lembar KIE untuk menambah pengetahuan masyarakat mengenai alat/cara KB

DAFTAR PUSTAKA Affandi B, Suryono S.I. Santoso, Ivanna Theresia S: Pelayanan IUD Pascaplasenta di RSUP Cipto Mangunkusumo. Disampaikan pada workshop Peningkatan Manajemen Pelayanan KB di Rumah Sakit, BKKBN, Bandung,6-8 Mei 2010 Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Kesehatan RI. Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) 2007. Jakarta: Depkes RI. 2008 Draft Kajian HTA: KB Periode Menyusui, Januari 2010 Hulman, L, Kaunitz, A. Postpartum contraception. Glob. Libr. Womans med. (ISSN: 1756-2228) 2008; DOI 10.3843/GLOWM. 10383 Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2007 Direktorat Jenderal Bina Pelayanan Medik. Pelayanan Keluarga Berencana di Rumah Sakit. Jakarta: DEPKES dan BKKBN 2010 Pedoman

Policy Brief ini ditulis oleh Mario Ekoriano,S.Si dibantu oleh Dra. Maria Anggraeni, MS dan dr. Popy . Policy Brief ini ditulis berdasarkan hasil penelitian dan studi-studi mengenai Pelayanan KB IUD Pascapersalinan (Post Partum),PKBRS di rumah sakit dan SDKI. Isi sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis.

Anda mungkin juga menyukai