Anda di halaman 1dari 17

SERI TULISAN CONFUCIUS [2] - AJARAN CONFUCIUS AUTHOR // Hengki Suryadi 0 Comments 6Share Budaya-Tionghoa.

Net| Lebih tepat disebut sebagai ajaran daripada tulisan, karena banyak sekali buah karya Confucius terutama "Buku Kumpulan Ujaran [The Analects = Lun Yu]" yang ditulis kembali oleh murid-muridnya setelah Beliau meninggal dunia. Berbagai terjemahan atas ajaran Confucius telah dilakukan ke dalam berbagai bahasa. Ajaran-ajaran Confucius tersebar ke negara-negara di luar Tiongkok, bahkan tidak sedikit yang mempengaruhi kebudayaan mereka. Pengaruh ajaran Confucius berkembang pesat di Eropa dan Amerika, dimana dapat dilihat semboyan revolusi Perancis yang terkenal, yaitu Liberty (kebebasan), Equality (persamaan) dan Fraternity (persaudaraan), yang berasal dari ajarankemanusiaan (Humanism) Confucius. Demikian juga Piagam Kemerdekaan Amerika Serikat (Declaration of Independence) sangat terpengaruh oleh ajaran Confucius, dimana dalam diskusi pembahasan naskah tersebut, Thomas Jefferson sendiri mengakuinya. Negara-negara Asia paling banyak menerima pengaruh ajaran Confucius, terutama negara Korea, Jepang, Vietnam, Singapura, dan Taiwan. Secara garis besar, Confucius membagi proses ajarannya melalui 4 tahapan, yaitu : 1. Mengarahkan pikiran kepada cara 2. Mendasarkan diri pada kebajikan 3. Mengandalkan kebajikan untuk mendapat dukungan 4. Mencari rekreasi dalam seni. Beliau menyusun 8 prinsip belajar, mendidik diri sendiri dan hubungan sosial, yaitu : 1. Menyelidiki hakekat segala sesuatu (Ke'-wu) 2. Bersikap Jujur 3. 4. 5. 6. 7. Mengubah pikiran kita Membina diri sendiri (Hsiu-shen) Mengatur keluarga sendiri Mengelola negara Membawa perdamaian di dunia.

Confucius membuat suatu daftar prioritas dalam menjalani kehidupan bermasyarakat, yaitu : 1. 2. 3. 4. Kelakuan adalah syarat utama, Berbicara adalah prioritas kedua, Memahami soal-soal Pemerintahan adalah prioritas ketiga Kesusasteraan adalah prioritas keempat.

Ajaran-ajaran Confucius telah mempengaruhi kehidupan sebagian besar kebudayaan China baik kehidupan berumah-tangga, sosial ataupun politik. Walaupun ajaran Confucius telah menjadi suatu ideologi resmi di Tiongkok, namun ajaran Beliau tidaklah dapat dianggap sebagai suatu organisasi keagamaan dengan gereja dan pendeta sebagaimana yang terdapat dalam agama-agama resmi lainnya. Para cendekiawan China menghormati Confucius sebagai seorang Guru Agung dan Orang Suci tetapi tidak menyembahnya sebagai dewa. Demikian juga Confucius tidak pernah menyatakan dirinya sebagai utusan Ilahi. Namun dalam perkembangannya lebih lanjut, yang dipengaruhi oleh ajaran Taoisme saat itu, Confucius juga dipuja sebagai salah satu Dewa Pendidikan dalam vihara para Taois. Di Indonesia, para umat Confucius sampai saat ini masih berjuang agar dapat diakui sebagai salah satu agama resmi negara dengan alasan bahwa ajaran Confucius menegaskan dan mengakui adanya keberadaan Tuhan Yang Maha Esa. Namun di negara Barat, ajaran Confucius lebih dipandang sebagai suatu ajaran moralitas yang menekankan kebangkitan diri sejati dalam bertingkah laku secara sopan dan berkepatutan sertapencurahan rasa bhakti yang tinggi terhadap orang tua, istri, anak, saudara, teman, atasan, dan pemerintahan. Prinsip ajaran Confucius tertuang dalam sembilan karya kuno China yang diturunkan oleh Confucius dan pengikutnya yang hidup pada masa pengajaran Beliau. Karya tersebut dapat dikelompokkan dalam dua bagian utama, yaitu Empat Buku (Shih Shu) dan Lima Kitab (Wu Cing). Kata kunci utama etika para pengikut Confucius adalah JEN, yang dapat diterjemahkan secara bervariasi sebagai Cinta Kasih, Moralitas, Kebajikan, Kebenaran, dan Kemanusiaan. Jen merupakan

perwujudan akal budi luhur dari seseorang yang mana dalam hubungan antar manusia, Jen diwujudkan dalam cung, atau sikap menghormati terhadap seseorang (tertentu) ataupun orang lain (pada umumnya), dan shu, atau sikap mementingkan orang lain (altruisme) dimana terkenal dari ucapan Confucius sendiri, "Janganlah engkau lakukan kepada orang lain apa yang tidak ingin engkau lakukan terhadap dirimu sendiri." Ajaran Confucius lainnya yang penting adalah Kebenaran, Budi Pekerti, Kebijaksanaan, Kepercayaan, Bhakti, Persaudaraan, Kesetiaan, dan Kesadaran Diri. Seseorang yang telah menguasai keseluruhan sifat luhur tersebut maka layak disebut Budiman (C'un-Zi). Ajaran politik yang dikembangkan oleh Confucius mengarah kepada suatu pemerintahan yang bersifat paternalistik (kebapakan), dimana terjalin sikap saling menghormati dan menghargai antara pemerintahan dan rakyat. Pemimpin negara haruslah menciptakan kesempurnaan moral dengan cara memberikan contoh yang benar kepada rakyat. Dalam ajaran pendidikan, Confucius berpegang pada teori, yang diakui selama periode pemerintahan selama Beliau masih hidup, bahwa "Dalam pendidikan, tidak ada perbedaan kelas." SERI TULISAN CONFUCIUS [7] - HUKUM KEJADIAN SEBAB AKIBAT AUTHOR // Hengki Suryadi 0 Comments Share Budaya-Tionghoa.Net | Hukum kejadian sebab akibat dalam pengertian Confucianisme ditekankan dari sisi etika moral yang menggemilangkan kebajikan. Seseorang sebelum mampu mengatur dunia haruslah mampu mengatur diri sendiri dimana dia harus mampu mengolah jati diri sejatinya dengan meluruskan atau mengendalikan pikirannya. Dengan membulatkan tekad maka dia akan mampu meluruskan atau mengendalikan pikirannya secara baik yang kesemuanya dimulai dari meneliti inti dari setiap kejadian [Ke'wu]. Perenungan yang demikian akan membawa seseorang

berusaha mengolah dirinya dan mengharmonisasikan kehidupan rumah tangganya, sehingga mampu mengatur negerinya menuju tercapainya perdamaian dunia. " Manusia jaman dulu yang hendak mewujudkan kebajikan mereka yang bercahaya kepada setiap kehidupan di dunia, terlebih dahulu dia berusaha mengatur negerinya; Untuk mengatur negerinya, terlebih dahulu dia mengharmonisasikan kehidupan rumah tangganya; Untuk mengharmonisasikan kehidupan rumah tangganya, terlebih dahulu dia mengolah dirinya; Untuk mengolah dirinya, terlebih dahulu dia meluruskan pikirannya; Untuk meluruskan pikirannya, terlebih dahulu ia membulatkan tekadnya secara baik; Untuk membulatkan tekadnya secara baik, terlebih dahulu dia menambah pengetahuannya; dan Untuk menambah pengetahuannya, dia harus meneliti inti dari setiap kejadian. Dengan meneliti inti dari setiap kejadian akan menambah pengetahuannya; Dengan bertambah pengetahuannya akan dapatlah membulatkan tekadnya secara baik; Dengan tekad yang baik akan dapatlah meluruskan pikirannya; Dengan pikiran yang lurus akan dapatlah mengolah dirinya; Dengan diri yang terolah akan dapat mengharmonisasikan rumah tangganya; Dengan rumah tangga yang harmonis akan dapat mengatur negerinya; dan Dengan negeri yang teratur akan dapat dicapai kedamaian di dunia." (Da Xue , the Text) Lima Norma Kesopanan [Wu Lun ]

Confucius mengajarkan bahwa terdapat lima hubungan norma kesopanan [Wu Lun] dalam kehidupan bermasyarakat, dimana secara bersama membentuk suatu dasar interaksi manusia yang diwujudkan dalam lima sifat mulia [Wu Chang], yaitu Jen, I, Li, Chih, dan Hsin. Dengan menjalani kehidupan secara berkesesuaian terhadap lima hubungan norma kesopanan tersebut, maka seseorang akan memiliki kehidupan moralitas yang tinggi terhadap hubungan pribadinya maupun terhadap komunitas sebagai suatu eksistensi bersama yang harmonis. Hubungan Wu Lun yang dipaparkan secara berpasangan dapatlah dilihat sebagai suatu paduan keharmonisan unsur Yin-Yang dimana

nama awal sebagai dominan bertindak selaku Yang dan nama yang kedua sebagai pengikut bertindak selaku Yin. Lima hubungan tersebut terdiri dari : Ayah dan anak Suami dan isteri Saudara yang lebih tua dan saudara yang lebih muda Teman yang lebih tua dan teman yang lebih muda Pemimpin dan bawahannya. Sehingga seseorang dalam hubungan tersebut di atas dapat menunjukkan kedua sifat Yin dan Yang. Sebagai contoh, seorang ayah, bersifat Yang dalam hubungan dengan istri dan anaknya, dan bersifat Yin dalam hubungan dengan pimpinannya ataupun terhadap teman dan saudaranya yang lebih tua. Seorang anak adalah bersifat Yin dalan hubungan dengan ayahnya dan Yang dalam hubungan dengan saudara atau temannya yang lebih muda. Confucius tidak menjelaskan masalah yang kemungkinan dapat terjadi apabila suatu keluarga dimana anak kedua (dalam pengertian China) memiliki keunggulan yang lebih dominan daripada saudara tuanya; juga tidak ditegaskannya apakah seorang perempuan layak memiliki sifat selain Yin.APR SERI TULISAN CONFUCIUS [8] - TENTANG PEMERINTAHAN YANG BAIK AUTHOR // Hengky Suryadi 0 Comments Share Budaya-Tionghoa.Net| Terdapat tiga hal yang dapat kita jadikan pedoman dalam instropeksi diri setiap harinya. Yang pertama adalah, apakah kita telah berusaha secara optimal untuk orang lain; kedua, apakah kita telah membina suatu hubungan kepercayaan yang baik dengan teman kita; dan yang ketiga adalah, apakah kita telah melaksanakan dengan baik apa yang telah diajarkan oleh guru kita? Ketiga pertanyaan instropeksi tersebut berkaitan dengan sifat Kesetiaan [Cung], Kepercayaan [Hsin], dan Bhakti [Hsiao]. Murid Confucius, Zeng Zi berkata," Tiap hari saya memeriksa diri dalam tiga hal: Apakah saya sudah berusaha sebaik-baiknya dalam mengerjakan sesuatu untuk orang lain? Apakah saya bisa dipercaya

dalam hubungan saya dengan teman-teman ? Apakah saya gagal mengubah apa yang diajarkan guru kepada saya ? " (Lun Yu I/4). Pengetahuan yang kita pelajari haruslah dapat kita manfaatkan untuk menambahpengetahuan orang lain. Pengetahuan adalah sumber kebijaksanaan, dan dengan kebijaksanaan kita akan memperoleh kebahagiaan. Guru Khung Fu Zi bersabda, " Apakah bukan sesuatu yang membahagiakan, berpengetahuan dan bisa menggunakannya ? " (Lun Yu I/1) Ajaran dalam Buddhisme juga sependapat bahwa proses belajar itu sangatlah penting adanya. Dimana keinginan untuk belajar, akan meningkatkan pengetahuan, dan dengan pengetahuan akan meningkatkan kebijaksanaan. Kebijaksanaan akan membuka tabir tujuan hidup, dan dengan mengetahui tujuan hidup akan membawa kita kepada kebahagiaan. Ungkapan tersebut dapat kita temui dalam Theragatha syair 141, " Keinginan untuk belajar akan meningkatkan pengetahuan; pengetahuan meningkatkan kebijaksanaan. Dengan kebijaksanaan, tujuan dapat diketahui; mengetahui tujuan akan membawa kebahagiaan." Pemerintahan Confucius yang pernah memegang berbagai jabatan dalam pemerintahan, terkenal sangat arief dan bijaksana, sehingga rakyat setempat banyak yang menyukainya, dan Beliaupun sering mendapatkan promosi jabatan. Beliau aktif dalam pemerintahan sejak berusia 35 tahun sampai 60 tahun. Kemudian pada usia 60 tahun ke atas, Beliau mengundurkan diri, kembali ke tempat kelahirannya dimana Beliau lebih berkonsentrasi dalam memberikan pengajaran kepada murid-muridnya, serta menghasilkan berbagai karya tradisi klasik, baik dengan cara menulis sendiri ataupun mengolah kembali berbagai bentuk karya klasik yang telah ada. Beliau tidak pernah membedakan status sosial seseorang, semua orang adalah saudara, demikian sikap Confucius dalam memandang setiap orang yang ditemuinya.

Pemerintahan yang baik, haruslah dapat memiliki legitimasi dan kepercayaan dari rakyatnya. Tanpa kepercayaan rakyat tersebut, maka suatu pemerintahan tidak berarti apa-apa lagi. Kita sering melihat berbagai pemberontakan, gerakan reformasi, gerakan separatisme, dan berbagai gerakan demonstrasi melanda suatu negara, dimana pemerintahnya sudah tidak memiliki kepercayaan dari rakyatnya lagi. Kekuatan rakyat yang tergabung dalam suatu gerakan, merupakan gelombang dasyat yang dapat meruntuhkan berbagai rangkap tembok kekuasaan. Zi Kung menanyakan mengenai pemerintahan kepada Guru Khung Fu Zi yang dijawab," Yang diperlukan dalam suatu pemerintahan adalah makanan yang cukup, senjata yang memadai dan kepercayaan rakyat kepada pemerintahannya." Lalu Zi Kung menanyakan lebih lanjut, bahwa jika terpaksa harus menyerahkan salah satu dari tiga hal tersebut, maka mana yang harus didahulukan ?, yang dijawab oleh Guru Khung Fu Zi," Serahkan senjatanya." Kemudian Zi Kung menanyakan lagi, bahwa apabila kita tidak mempunyai pilihan selain menyerahkan yang dua tersisa tersebut, maka mana yang harus didahulukan, dan Guru Khung Fu Zi bersabda, " Serahkanlah makanannya. Sejak dulu, kematian tidak bisa dihindarkan, namun bila rakyat tidak mempunyai kepercayaan terhadap pemerintahannya, maka akan tidak ada apa-apa lagi yang bisa dipegang." (Lun Yu XII/7). Seorang pemimpin harus bisa menjadi contoh keteladanan bagi rakyatnya, dan senantiasa giat dalam melaksanakan segala kebajikan. Zi Lu bertanya tentang pemerintahan, Guru Khung Fu Zi bersabda, "Berlakukan dirimu sebagai seorang suri teladan dalam melaksanakan tugas pemerintahan." Zi Lu minta penjelasan lebih lanjut, Guru Khung Fu Zi bersabda, "Tidak pernah berputus asa." (Lun Yu XIII/1) 'The right man in the right place' (orang yang tepat pada tempat yang tepat), merupakan suatu semboyan yang sering didengungkan dalam manajemen modern saat ini, khususnya oleh suatu divisi seleksi penerimaan karyawan dalam suatu perusahaan. Demikian juga prinsip yang sama, sepantasnya diterapkan oleh seorang pemimpin

pemerintahan, haruslah senantiasa menempatkan seseorang sesuai kecakapan yang dimilikinya, dimana telah diketahui secara benar. Seorang pemimpin juga harus berlaku arief dengan senantiasa memaafkan kesalahan kecil dan mempromosikan seseorang yang dinilai bijaksana. Guru Khung Fu Zi bersabda, "Tempatkanlah seseorang sesuai dengan keahlian yang dimilikinya; maafkanlah kesalahan kecil, dan promosikan orang yang bijaksana, dimana telah kita ketahui." (Lun Yu XIII/2). Memerintah tidaklah sulit bagi seseorang yang telah meluruskan diri sesuai dengan susila, sehingga tidak akan mengalami kesulitan untuk meluruskan bawahannya. Guru Khung Fu Zi bersabda, "Seandainya seseorang telah meluruskan dirinya, maka apalah sulitnya mengatur suatu pemerintahan? Kalau seseorang tidak dapat meluruskan dirinya, bagaimana mungkin dapat meluruskan orang lain pula?" (Lun Yu XIII/13). Pada saat seseorang baru menduduki suatu posisi yang tinggi, sering terlarut oleh ambisi untuk mendapatkan keuntungan dengan menyelesaikan suatu pekerjaan secara terburu-buru, dimana pada akhirnya hanyalah akan menghasilkan keuntungan kecil saja. Sering karena sifat ambisi tersebut, seseorang malah terperosok dalam kegagalan. Seorang pemimpin yang bijaksana, akan senantiasa menghilangkan sifat ambisi tersebut, dengan melakukan berbagai persiapan dan perhitungan sebelum bertindak. Dengan demikian berbagai perkara yang besar akan dapat diselesaikan secara sempurna. Sangat ditekankan oleh Confucius, bahwa dalam berbagai posisi apakah sebagai seorang pemimpin atau kepala negara, bawahan atau menteri, ayah dan anak, haruslah mampu menyadari akan fungsi dan tanggungjawabnya masing-masing sehingga terbentuk keharmonisan dalam kehidupan bermasyarakat. Guru Khung Fu Zi bersabda, " Raja berfungsi sebagai raja, menteri berfungsi sebagai menteri, ayah berfungsi sebagai ayah, dan anak berfungsi sebagai anak." (Lun Yu XII/11).

Seorang pemimpin yang terlalu malas untuk menyelesaikan suatu perkara di daerah kekuasannya, akan menciptakan penyelewengan para bawahannya atau menterinya dalam melayani rakyat, seorang ayah yang mengabaikan tanggungjawab sebagai orangtua terhadap anaknya akan menciptakan tanggungjawab yang tidak berbeda dari seorang anak kepada orangtuanya. Kesemuanya itu akan menyebabkan ketidakteraturan. Dapatkan nama (kedudukan) yang tepat, demikian saran dari Confucius, sehingga akan timbullah kemungkinan keadilan dan keteraturan di dalam negeri; mengabaikan nama, maka pintu akan terbuka untuk penyusupan, ketidakharmonisan, dan kerusuhan. Setiap nama (kedudukan) berhubungan terhadap suatu esensi dari apapun atau siapapun yang berkaitan dengan nama (kedudukan) tersebut. Jika seorang pemimpin, menteri, ayah atau anak mengikuti Jalan Kebenaran [Tao] dalam laku hidupnya sesuai dengan nama (jabatan) yang melekat pada dirinya, maka akan timbul keharmonisan antara nama (jabatan) tersebut dan pernyataan sikap yang ditunjukkannya. Seorang Budiman [C'un Zi] tidak akan terburu-buru mengeluarkan pendapatnya apabila belum memahami sesuatu sesuai dengan nama (kedudukan) yang benar. SERI TULISAN CONFUCIUS [5] - MANUSIA TERLAHIR DI DUNIA DENGAN SIFATNYA YANG SALEH AUTHOR // Hengki Suryadi 0 Comments Share Budaya-Tionghoa.Net |Manusia terlahir di dunia dengan sifatnya yang saleh dan luas sehingga tugas mereka dapat dilaksanakan dengan memanfaatkan fungsi dari badan, kekuatan dan pikiran. " Yang Maha Esa menciptakan umat manusia dan merancangkannya dengan sifat yang saleh dan luas. Dengan fungsi-fungsi dari badan, kekuatan dan pikiran; tugas-tugas mereka untuk dilaksanakan." (Shi Cing IV/ Thang VI/1)Pengertian Ketuhanan Yang Maha Esa dalam Shi Cing dan Shu Cing disebut berulang kali, demikian juga catatan

Confucius dalam Lun Yu. Dikatakan bahwa seseorang yang menentang Yang Maha Kuasa maka tidak akan memiliki apapun walaupun dia berdoa. Guru Khung Fu Zi bersabda , " Dia yang menentang Yang Maha Kuasa tidaklah akan memiliki apa-apa, walaupun dia berdoa." (Lun Yu III/13). Menjauhi makanan terlarang, bersikap sederhana, memiliki moralitas dan menjunjung tinggi sifat Cinta Kasih [Jen] yang merupakan nilai sejati seorang Budiman serta mempelajari kesenian adalah merupakan beberapa faktor utama yang mutlak dikembangkan oleh seseorang dalam menapak Jalan Ketuhanan atau Jalan Kebenaran. Guru Khung Fu Zi bersabda, "Jika seseorang berbudi telah berketetapan hati untuk mencari Jalan Ketuhanan, namun masih malu memakai pakaian compang-camping dan makan makanan terlarang, maka tidak ada tempat untuk berbicara tentang Jalan Ketuhanan dengan dia." (Lun Yu IV/9). " Seseorang harus mengarahkan aspirasinya terhadap Jalan Ketuhanan, memegang tinggi moralitas, bergantung kepada nilai-nilai sejati seorang Budiman dan mempelajari kesenian." (Lun Yu VII/6). Confucius mengakui bahwa diriNya sulit dimengerti oleh orang lain, tetapi Beliaupun tidak menyalahkan Yang Maha Kuasa ataupun orang lain, karena Beliau menyadari akan kekuasaan Yang Maha Kuasa, sehingga membuat Beliau mengerti akan semua hal yang dimulai dari belajar di tingkat yang paling sederhana. Guru Khung Fu Zi bersabda, " Tidak ada seorangpun yang bisa mengerti saya ! Saya tidak mengeluh terhadap Yang Maha Kuasa, dan saya juga tidak menyalahkan manusia. Dalam belajar, saya mulai dari tingkat yang paling sederhana dan sedikit demi sedikit bergerak ke yang berada di atas. Jika saya mengerti, semua hanyalah oleh kekuasaan Tuhan saja." (Lun Yu XIV/37). Terdapat tiga hal yang harus dijaga oleh seorang Budiman, yaitu memuliakan firman Yang Maha Esa, memuliakan orang yang berbudi luhur dan memuliakan apa yang diucapkan orang yang berbudi

luhur. Guru Khung Fu Zi bersabda, " Seorang Budiman yang berwatak luhur memuliakan tiga hal, yaitu memuliakan firman Tuhan Yang Maha Esa, memuliakan orang-orang besar yang berbudi luhur dan memuliakan kata-kata yang diucapkan oleh orang-orang besar yang berbudi luhur. " (Lun Yu XVI/8). SERI TULISAN CONFUCIUS [6] - MANUSIA HARUS MENGERTI KAPAN HARUS DIAM AUTHOR // Hengki Suryadi 0 Comments 15Share Budaya-Tionghoa.Net | Manusia harus mengerti kapan dia harus diam dan kapan harus bicara. Baik dalam ajaran Buddhisme maupun Taoisme mengenal prinsip diam yang masing-masing memiliki konsep pengertian yang hampir dapat disamakan. Adakalanya kita memerlukan waktu untuk lebih banyak diam, lebih banyak mendengarkan. Kita terlalu disibukkan dengan berbagai permasalahan duniawi, masalah rumah tangga yang rumit, pekerjaan di kantor yang tidak berkesudahan, bisnis usaha yang tidak stabil, teman yang menyebalkan, dan berbagai permasalahan lainnya. Permasalahan inipun sering kita bawa pada saat menghadap di depan Yang Maha Agung, dan kitapun mengeluhkan berbagai permasalahan tersebut dengan harapan akan menemukan suatu jalan keluar. Namun tanpa kita sadari, justru kita tidak mencoba untuk mendengarkan solusi yang diberikan oleh Yang Maha Agung. Karena kita selalu mengeluh, dan tidak pernah mendiamkan diri untuk mendengarkan. Lakukan meditasi dan pusatkanpikiran, maka disanalah akan kita temukan solusinya. Guru Khung Fu Zi bersabda, " Saya lebih baik tidak berbicara. " Zi Kung (salah satu muridnya) menanyakan lebih lanjut, bahwa kalau Guru tidak mau bicara, maka bagaimana mereka sebagai murid-muridnya harus mencatat. Yang dijawab oleh Guru Khung Fu Zi : " Apakah Yang Maha Kuasa berbicara ? Empat musim bergantian dan segenap makhluk tumbuh dan hidup. Apakah Yang Maha Kuasa berbicara ? "

(Lun Th'ien Li

Yu suatu

XVII/19). Kebenaran

Th'ien Li adalah suatu Kebenaran berupa ketentuan-ketentuan hukum alam yang berasal dari Yang Maha Esa. Setiap manusia harus berusaha untuk mengolah batinnya dan memperbaiki sifat-sifat buruknya, agar dapat menjalani kehidupan selaras dengan Th'ien Li. Confucius menjelaskan suatu konsep kesamaan hak azasi yang melihat bahwa tingkat pendidikan dan situasi lingkungan merupakan faktor yang menciptakan perbedaan antar tingkat sosial dalam kehidupan umat manusia, dimana pada dasarnya secara alami adalah sama. Th'ien Li atau ketentuan hukum alam ini dapat kita samakan dengan pengertian karma yang secara alami akan berbuah sesuai dengan kondisi kematangannya. Walaupun demikian, tidaklah berarti bahwa kita harus mengeluh dan berputus asa dalam menerima kondisi kelahiran kita yang kurang menyenangkan dibandingkan dengan orang lain yang kita rasakan lebih berbahagia. Justru dengan menerima konsep persamaan awal yang tanpa perbedaan tersebut, maka akan memacu kita untuk lebih giat merubah kondisi yang kurang menyenangkan tersebut dengan mengolah batin dan hidup secara selaras melalui belajar dan senantiasa berada di Jalan Kebenaran. Guru Khung Fu Zi bersabda : " Secara alami, semua manusia itu adalah sama. Namun karena ada perbedaan dalam pendidikan dan lingkungan, sehingga menimbulkan perbedaan yang mana makin lama makin jelas perbedaan tersebut ." (Yun Lu XVII/2). Th'ien Ming Hakekat Sejati Th'ien Ming adalah segala sesuatu di alam ini, yang telah ada atau yang telah terjadi, dimana erat kaitannya dengan Th'ien Li. Th'ien yang absolut sebagai sumbernya, sedangkan alam semesta bergerak menurut hukum-hukumnya. Manusia di dalam kehidupannya menghadapi penderitaan, kematian, kesenangan, kekayaan dan kemiskinan, yang semuanya berasal dari Yang Maha Esa [Th'ien],

sesuatu yang tidak berawal dan tidak berakhir. Sesuatu yang kita bawa serta dari kehidupan-kehidupan sebelumnya, benih-benih perbuatan kita sendiri yang didorong oleh nafsu keinginan untuk menjalani kehidupan ini dalam lingkaran kehidupan dan kematian. Hanya dengan pengolahan batin yang mendalam dan pengertian yang benar atas hukum sebab-akibat, maka manusia akan dapat terbebas dari lingkaran kehidupan dan kematian tersebut. Confucius menawarkan suatu jalan untuk mengolah batin agar dapat hidup secara berbudi luhur dan berkesadaran tinggi dalam melaksanakan tugas dan tanggungjawabnya kepada masyarakat maupun dalam menjaga keharmonisan kehidupannya dengan alam semesta. Proses pengolahan diri ini dijelaskan sebagai berikut : Dalam menjalani kehidupan, setiap orang harus mengolah batinnya dan mengubah sifat buruknya, serta berusaha mengolah diri, agar dapat menuju pada sifat budi yang luhur dan berakhlak sebagai manusia Budiman yang berbudi luhur [C'un Zi]. Peningkatan kesejahteraan hidup setiap orang dapat dilakukan dengan carabelajar, agar dapat menguasai suatu ilmu atau kepandaian. Oleh karena itu, pendidikan dan nama baik dalam kehidupan bermasyarakat memainkan peranan yang penting bagi kehidupan seseorang. Kesadaran yang tinggi atas tugas dan tanggungjawab setiap orang dalam kehidupan bermasyarakat, dimanapun dia berada sangatlah ditekankan untuk senantiasa menjaga kehidupan yang selaras dengan hukum alam. Seseorang haruslah mampu mengenal firman dari Yang Maha Kuasa. Firman yang disampaikan melalui Para Guru Agung yang telah datang ke dunia ini yang dalam bahasa lainnya dikenal sebagai Wahyu, Dharma, Sabda, Tao, ataupun Alunan Surgawi. Tanpa mengenal firman tersebut, maka kita tidaklah mungkin dapat menjadi seorang Budiman, sehingga kita tidaklah mungkin dapat mengenal sifat jati diri kita sebenarnya sebagai seorang manusia. Guru Khung Fu Zi bersabda : " Tanpa mengenal firman dari Yang

Maha Esa, tidaklah mungkin menjadi seorang Budiman yang berbudi luhur. Tanpa menguasai ketentuan-ketentuan budi pekerti, tidaklah mungkin mengembangkan suatu kepribadian. Tanpa mengetahui makna kandungan dari kata-kata, tidaklah mungkin dapat mengenal manusia." (Lun Yu XX/3 = alinea terakhir dari Lun Yu). SERI TULISAN CONFUCIUS [9] - HUBUNGAN AYAH DAN ANAK AUTHOR // Hengki Suryadi 0 Comments Share Budaya-Tionghoa.Net| Sangat ditekankan oleh Confucius, bahwa dalam berbagai posisi apakah sebagai seorang pemimpin atau kepala negara, bawahan atau menteri, ayah dan anak, haruslah mampu menyadari akan fungsi dan tanggungjawabnya masingmasing sehingga terbentuk keharmonisan dalam kehidupan bermasyarakat. Guru Khung Fu Zi bersabda, " Raja berfungsi sebagai raja, menteri berfungsi sebagai menteri, ayah berfungsi sebagai ayah, dan anak berfungsi sebagai anak." (Lun Yu XII/11). Seorang pemimpin yang terlalu malas untuk menyelesaikan suatu perkara di daerah kekuasannya, akan menciptakan penyelewengan para bawahannya atau menterinya dalam melayani rakyat, seorang ayah yang mengabaikan tanggungjawab sebagai orangtua terhadap anaknya akan menciptakan tanggungjawab yang tidak berbeda dari seorang anak kepada orangtuanya. Kesemuanya itu akan menyebabkan ketidakteraturan. Dapatkan nama (kedudukan) yang tepat, demikian saran dari Confucius, sehingga akan timbullah kemungkinan keadilan dan keteraturan di dalam negeri; mengabaikan nama, maka pintu akan terbuka untuk penyusupan, ketidakharmonisan, dan kerusuhan. Setiap nama (kedudukan) berhubungan terhadap suatu esensi dari apapun atau siapapun yang berkaitan dengan nama (kedudukan) tersebut. Jika seorang pemimpin, menteri, ayah atau anak mengikuti

Jalan Kebenaran [Tao] dalam laku hidupnya sesuai dengan nama (jabatan) yang melekat pada dirinya, maka akan timbul keharmonisan antara nama (jabatan) tersebut dan pernyataan sikap yang ditunjukkannya. Seorang Budiman [C'un Zi] tidak akan terburu-buru mengeluarkan pendapatnya apabila belum memahami sesuatu sesuai dengan nama (kedudukan) yang benar. Guru Khung Fu Zi bersabda, "Seorang Budiman [C'un Zi] bila belum memahami sesuatu tidak akan terburu-buru mengeluarkan pendapat. Bilamana nama-nama (kedudukan-kedudukan) tidak benar, maka pembicaraan tidak akan sesuai dengan hal yang sebenarnya, sehingga segala urusan tidak akan dapat diselesaikan secara baik." (Lun Yu) Dengan demikian setiap hubungan, adalah penting untuk diperhatikan posisi atau kedudukan dari nama ataupun jabatan yang melekat pada dirinya, sehingga setiap orang dapat menjalani fungsinya sesuai dengan Jalan Kebenaran (Tao). 1. Hubungan Ayah dan Anak Hubungan ayah dengan anak dapat ditafsirkan sebagai hubungan anak-anak terhadap orang tua mereka. Seorang anak haruslah berbhakti terhadap orang tua mereka dengan melayani mereka secara sopan santun dan berbudi pekerti luhur, baik pada saat mereka masih hidup ataupun sesudah meninggal. Guru Khung Fu Zi bersabda, "Apabila orangtua masih hidup, layanilah mereka dengan sopan santun / budi pekerti. Pada saat mereka meninggal, makamkanlah dengan sopan santun / budi pekerti dan sembahyangilah dengan sopan santun / budi pekerti." (Lun Yu II/5). Pengertian bhakti terhadap orangtua juga sangat ditekankan dalam Buddhisme sebagaimana dapat dilihat dari Sutra Kasih Yang Mendalam Dari Orangtua dan Kesulitan Membalasnya (Filial Piety Sutra) dan sutra-sutra lainnya. Dalam sutra tersebut disabdakan oleh Sang Buddha : "Bila ada seseorang yang mengangkat ayahnya dengan bahu kirinya, dan ibunya dengan bahu kanannya, dan oleh

karena beratnya menembus tulang sumsumnya, sehingga tulangtulangnya hancur menjadi debu, dan orang tersebut mengelilingi Puncak Sumeru seratus ribu kalpa lamanya, sehingga darah yang keluar dari kakinya membasahi pergelangan kakinya, orang tersebut belumlah cukup membalas kebaikan yang mendalam dari orang tuanya." Orangtua senantiasa mengkhawatirkan keberadaan dan kesehatan anak-anaknya. Sungguh berbahagia bagi kita yang dapat hidup di dekat orangtua sehingga dapat menghilangkan kekhawatiran mereka. Namun dalam kehidupan jaman sekarang sulit dapat dihindari untuk hidup berjauhan dari orangtua karena tuntutan pendidikan ataupun pekerjaan. Kemampuan teknologi komunikasi sangat membantu untuk membolehkan kita menghubungi orangtua secara rutin apabila kita berada jauh dari tempat tinggal mereka, hanya untuk mengabarkan keberadaan kita. Guru Khung Fu Zi bersabda, "Bila orangtua Anda masih hidup, janganlah berpergian jauh. Jika Anda harus berpergian jauh, Anda harus memberitahu mereka di mana Anda berada, supaya mereka tidak merasa khawatir mengenai keadaan Anda ." (Lun Yu IV/19). Orangtua senantiasa mengharapkan kemajuan dan kesejahteraan anak-anaknya. Apabila anaknya laki-laki, tentunya mereka mengharapkan agar kelak akan memperoleh seorang isteri yang setia. Demikian juga kalau anaknya perempuan, maka mereka mengharapkan agar kelak akan memperoleh seorang suami yang baik.

Guru Meng Zi bersabda, "Begitu seorang laki-laki lahir, orangtuanya tentu berharap kelak dia akan memperoleh seorang isteri. Dan begitu seorang anak perempuan lahir, orangtuanya tentu berharap kelak dia akan memperoleh seorang suami. Semua orang memiliki pikiran yang demikian." (Meng Zi IIIB,3) Hukum karma senantiasa berlaku bagi kita yang durhaka terhadap orangtua. Berbagai cerita sudah sering menghiasi benak kita

mengenai kedurhakaan seorang anak terhadap orangtuanya. Cerita seperti Malin Kundang yang durhaka kepada ibunya sehingga akhirnya Malin Kundang menjadi batu, sudah sering menjadi inspirasi banyak orangtua untuk ditanamkan kepada anak-anaknya semasa kecil. Demikian juga cerita di bawah ini. Wasiat Keranjang Terdapat seorang anak yang pada awalnya sangat berbhakti terhadap orangtuanya. Hingga sesudah berumah-tangga dan memiliki seorang anak, kedua orangtuanya masih tinggal bersamanya. Istrinya yang pencemburu dan selalu memiliki prasangka buruk akan rasa bhakti suaminya terhadap mertuanya yang sudah tua tersebut, berulang-kali mempengaruhi suaminya agar dapat menyingkirkan orangtuanya tersebut dari rumah tempat tinggal mereka. Hingga suatu hari, istrinya mengancam akan menceraikannya apabila tidak memenuhi keinginannya untuk menyingkirkan mertuanya tersebut dari rumah tempat tinggal mereka. Karena sayangnya suami ini terhadap istrinya, akhirnya mereka bersepakat untuk mengantar kedua orangtua mereka ke panti jompo. Merekapun menyiapkan keranjang besar untuk membawa kedua orangtua mereka. Keranjang besar yang dibeli dari pasar tersebut, dibawa pulang ke rumah dan menjadi perhatian anak lelaki mereka yang berumur 10 tahun, sehingga diapun bertanya kepada kedua orangtuanya. "Papa dan Mama, buat apa keranjang besar ini? Ayahnya menjawab, "Keranjang ini dibutuhkan untuk mengangkut Kakek dan Nenek ke tempat yang banyak temannya (maksudnya panti jompo). Karena Kakek dan Nenek akan lebih bahagia tinggal di sana." Anaknya yang cukup cerdik dan berbhakti inipun berpikir panjang, dan dengan polos disampaikan permintaanya, "Papa dan Mama, tolong nanti sesudah keranjang ini dipakai jangan dibuang yah!"

Ibunya menjadi heran dan menanyakan lebih lanjut, "Buat apa keranjang ini nak?" "Akan saya pakai untuk mengangkut Papa dan Mama ke tempat yang bahagia tersebut apabila sudah tua nantinya, sehingga Papa dan Mama dapat hidup lebih bahagia juga." Seperti halilintar yang menyambar di siang bolong, ayah dan ibunya menjadi sadar akan perbuatannya. Akhirnya merekapun membatalkan niat untuk memindahkan orangtuanya ke panti jompo. Dan kemudian hidup bahagia bersama sampai orangtua mereka meninggal dunia. SERI TULISAN CONFUCIUS [10] - HUBUNGAN SUAMI DAN ISTRI AUTHOR // Hengki Suryadi View Comments 13Share Budaya-Tionghoa.Net| Keharmonisan hubungan suami dan istri sangatlah ditekankan dalam ajaran Confucius. Kedudukan seorang perempuan kelihatannya menduduki sifat Yin yang mana lebih bersifat menuruti seorang Suami. Tentunya dalam era kehidupan saat ini, telah tercatat banyak sekali perempuan yang menunjukkan emansipasinya dalam ikut berperan serta memajukan kehidupan suatu negara. Perlu juga kita sadari, di sisi lainnya, bahwa sebagai seorang perempuan yang melahirkan anak-anaknya, kiranya peran sebagai seorang ibu rumah tangga juga tidak begitu saja dapat diabaikan. Kedekatan seorang ibu terhadap anak-anaknya sangatlah memegang peranan dalam perkembangan moralitas anaknya tersebut. Dalam Kitab tentang Puisi (The Book of Poetry / Odes = Shi Cing) disebutkan : " Buah Pohon Peach sungguh matang, daunnya sungguh segar. Gadis itu akan ke rumah suaminya, dan dia akan menciptakan kehidupan yang harmonis dalam rumah tangganya."

dengan demikian akan terbinalah keharmonisan dalam rumah tangga. Apabila rumah tangga telah harmonis, maka seluruh rakyat dalam suatu negara akan dapat diajarkan keharmonisan hidup. Dengan demikian kemampuan untuk memerintah dalam suatu negara tergantung dari keharmonisan rumah tangga. Keharmonisan dalam rumah tangga juga sangat ditekankan dalam Buddhisme sebagaimana sabda Sang Buddha, "Sebuah keluarga adalah tempat dimana pikiran-pikiran bergabung dan bersentuhan satu dengan lain . Bila pikiran-pikiran ini saling mencintai satu sama lain, rumah itu akan seindah taman bunga yang asri. Namun bila pikiran-pikiran itu tidak harmonis yang satu dengan yang lain, keadaannya adalah bagaikan topan badai yang memporak porandakan isi taman itu. " (Anguttara Nikaya III, 31) Hubungan suami dengan isteri juga berdasarkan pengertian yang baik dan saling menghormati. Seorang calon isteri selalu dinasehati oleh ibunya untuk dapat menghormati suaminya dan senantiasa menghindari perselihan paham. Seorang isteri dituntut dapat menurut secara patut . Guru Mencius bersabda, " Apabila seorang lelaki telah dewasa, ayahnya memberikan nasehat-nasehat kepadanya. Pada waktu pernikahan seorang wanita akan dinasehati oleh ibunya dengan memberikan pesan, supaya kalau telah berada di rumah sang suami, haruslah menghormatinya dan jangan sampai berselisih paham. Isteri haruslah menurut secara patut." (Meng Zi III B/2). Pengertian isteri yang menurut secara patut adalah bahwa isteri harus menurut pada suami jika hal itu adalah benar dan wajar. Bukan berarti seorang isteri harus secara mutlak menuruti kehendak dari suami. Hubungan suami dengan isteri menurut padangan Confucianis adalah hubungan yang berdasarkan keharmonisan, dimana suami menjalankan tugas sebagai suami yang bertanggung jawab sebagai kepala rumah tangga menjaga nama baik keluarga. Begitu pula isteri juga harus menjalankan tugas sebagai isteri yang baik sebagai ibu rumah tangga, dan kedua belah pihak saling menghormati, sehingga Hubungan suami dan isteri dalam menciptakan kehidupan yang harmonis juga sangat ditekankan dalam Buddhisme dimana sang isteri juga diingatkan untuk secara hati-hati menjaga kekayaan suaminya sebagaimana sabda Sang Buddha, "Cekatan dan cakap dalam pekerjaannya, harmoni dengan orang lain, demikian seorang isteri menyenangkan suaminya , dan dengan hati-hati menjaga kekayaan suaminya." (Anguttara Nikaya IV, 271). SERI TULISAN CONFUCIUS [11] - HUBUNGAN ANTAR SAUDARA AUTHOR // Hengki Suryadi 0 Comments 4Share Budaya-Tionghoa.Net | Hubungan antar saudara lebih ditekankan kepada sikap dan sopan santun yang lebih bersusila antara saudara yang lebih muda kepada saudaranya yang lebih tua. Bagaimanapun seorang saudara yang sama-sama berasal dari satu kandungan, serta dilahirkan dalam satu keluarga yang sama, tentunya memiliki lebih banyak waktu untuk saling mengenal dari semenjak kecil, tanpa adanya suatu sikap mendendam sebagaimana seorang musuh bebujutan. Sikap saling menghormati ini dituntut dari kedua belah pihak, baik dari saudara yang lebih muda ataupun saudara yang lebih tua. "Dia memperlakukan saudara tuanya dengan benar, memperlakukan saudara mudanya dengan benar. " (Shi Cing) dia

Confucius sangat menekankan agar seseorang yang masih muda lebih bersikap sopan terhadap yang lebih tua baik di dalam rumah ataupun di luar rumah. Etika ini kelihatan secara nyata sudah mengendur dalam era kehidupan saat ini. Sudah sering kita menyaksikan dalam kehidupan kita sehari-hari dimana terdapat banyak anak-anak muda yang sudah tidak menghormati orang lain yang lebih tua bahkan saudara kandungnya sendiripun tidak dihormati sama sekali.

Sikap demikian sering terbentuk karena pengaruh pergaulan di luar, ataupun tindakan orangtua yang kurang menciptakan kondisi kerukunan hubungan anak-anaknya selagi masih muda, akhirnya tanpa disadari akan menghancurkan benih cinta kasih terhadap sesamanya. Guru Khung Fu Zi bersabda, " Seorang yang masih muda, di rumah hendaklah berlaku bhakti, dan di luar rumah hendaklah bersikap sopan terhadap yang lebih tua. Dia haruslah bersungguh-sungguh dan dapat dipercaya. Dia haruslah memperhatikan cinta kasih terhadap sesama, dan menjalin hubungan persahabatan dengan orang yang memahami cinta kasih." (Lun Yu I/6) Hubungan antara saudara, menurut pandangan Confucius, merupakan bagian dari terciptanya keharmonisan antara manusia dan kemudian berpadu dengan hukum Ketuhanan (Th'ien Li), dimana saudara lebih tua harus menyayangi yang lebih muda; saudara yang lebih muda harus menghormati yang lebih tua. SERI TULISAN CONFUCIUS [12] - HUBUNGAN ANTAR TEMAN AUTHOR // Hengki Suryadi 0 Comments 18Share Budaya-Tionghoa.Net | Pergaulan di luar sangat menentukan dalam membentuk karakter seseorang. Bergaul dengan teman yang tidak baik tentunya akan mempengaruhi perkembangan batin kita juga. Sebagaimana layaknya seekor anak harimau yang semenjak kecil diasuh dan bergaul dengan kelompok anjing, maka harimau tersebut sesudah besar akan bertingkah laku seperti anjing. Kebijaksanaan dalam bergaul sangat menentukan dimana kita mampu membedakan teman yang baik sebagai seorang sahabat sejati dan yang jahat sebagai koreksi kepribadian kita sendiri yang lemah. Keharmonisan dalam kehidupan di dunia ini harus dibina secara bersama oleh seluruh masyarakat. Karena itu menjaga hubunganantar teman merupakan suatu peranan yang sangat penting.

Confucius menilai hubungan dengan seorang sahabat sebagai suatu hubungan yang menyenangkan, sehingga apabila ada seorang sahabat yang dari jauh mengunjungi kita, maka selayaknya kita perlakukan dengan baik. Guru Khung Fu Zi bersabda, " Apakah bukan sesuatu yang menyenangkan mempunyai teman yang datang mengunjungi dari jauh ? " (Lun Yu I/1 = awal kumpulan dari Lun Yu). Orang yang bijak senantiasa berusaha melihat kelemahan temannya untuk mengoreksi dirinya sendiri demikian juga sebaliknya kelebihan temannya akan dipakai untuk memperbaiki kelemahan yang ada dalam dirinya. Guru Khung Fu Zi bersabda, " Bila saya berjalan dengan dua orang lain, selalu ada sesuatu yang dapat saya pelajari dari mereka. Kekuatan mereka saya ambil, sedangkan kelemahan mereka saya pakai untuk mengoreksi diri saya sendiri." (Lun YU VII/21).

Bergaul dengan sahabat yang sejati tentunya akan memberikan manfaat yang positif, namun bergaul hanya dengan sahabat yang picik akan membawa celaka pada diri kita sendiri. Guru Khung Fu Zi bersabda, " Ada tiga sifat sahabat yang membawa faedah dan ada tiga sifat sahabat yang membawa celaka. Seorang sahabat yang baik, jujur dan berpandangan luas akan membawa faedah. Seorang sahabat yang licik, yang lemah dalam hal-hal yang baik dan hanya pandai bersilat-lidah akan membawa celaka." (Lun Yu XVI/4).

Sang Buddha juga sangat menekankan agar kita senantiasa bergaul dengan sahabat sejati yang berbudi luhur, malahan diminta agar kita tidak bergaul dengan orang jahat yang berbudi rendah. "Bergaul hanya dengan mereka yang baik, berkumpul hanya dengan

mereka yang baik, mempelajari ajaran mereka yang baik, akan memberikan kebijaksanaan yang tak dapat diberikan oleh yang lainnya." (Samyutta Nikaya Vol.I, 17) "Jangan bergaul dengan orang jahat, jangan bergaul dengan orang yang berbudi rendah; tetapi bergaullah dengan sahabat yang baik, bergaullah dengan orang yang berbudi luhur." (Dhammapada, 78) Adakalanya kita mengeluh bahwa sulit sekali untuk memperoleh seorang teman yang sejati, tanpa berusaha melihat ke dalam diri kita sendiri. Tingkah laku kita dalam bergaul juga sangat menentukan bagaimana seseorang itu akan menjadi sahabat kita. Untuk itu kita haruslah melatih kebajikan dalam diri kita sendiri, dan kemudian kebajikan tersebut dapat kita refleksikan dalam tingkah-laku kita terhadap teman. Murid Confucius, Zeng Zi berkata : " Seseorang yang berbudi mendapat teman dengan membudayakan diri sendiri. Dan melihat kepada temannya untuk membantu mereka melatih kebajikan."

saat ini mereka setiap hari bertemu, namun bukan sebagai sahabat karib karena Derma telah menjadi seorang pengusaha yang kaya, sedangkan Kelana adalah seorang tunawisma yang pemabuk dan pemalas. Derma telah mengenal pengemis Kelana ini jauh hari sebelum dia berhasil menjadi seorang pengusaha yang kaya. Pada waktu itu hidupnya masih tidak menentu dan sering bermabukmabukan, tetapi setelah bertemu dengan Kelana yang waktu itu meminta sedekah dalam keadaan yang menyedihkan dan sedang dilanda mabuk minuman keras, maka membuat dia tersadar untuk tidak menjadi seorang pemabuk dan pemalas. Sehingga diapun menjadi bersemangat sekali dalam bekerja, dimana setiap kali semangat kerjanya mulai runtuh, Kelana akan muncul dan dalam keadaan mabuk meminta sedekah yang tentunya diberikan oleh Derma. Hubungan Pimpinan dan Bawahan Seorang pimpinan yang bijak akan senantiasa melihat kesejahteraan bawahannya dengan layak. Demikian juga sebaliknya seorang bawahan yang baik akan senantiasa melaksanakan kewajiban tugasnya dengan penuh tanggungjawab. Dalam era yang serba kompetitif ini, sering kita jumpai adanya seorang karyawan yang berpindah-pindah tempat kerja hanya mengeluh karena kurang mendapatkan perhatian dari atasannya. Tanpa disadari oleh karyawan bersangkutan, sifat berpindah-pindah kerjaan tersebut malah menciptakan suatu citra yang kurang baik bagi dirinya sendiri, sehingga sampai suatu saat dia menemui kesulitan untuk menemukan suatu pekerjaan yang sesuai . Sifat berpindah-pindah pekerjaan tersebut biasanya timbul karena kurangnya sifat kesetiaan dalam diri orang tersebut. Adakalanya seorang pimpinan menuntut hasil terlebih dahulu dari karyawannya, namun ini merupakan kesalahan yang besar dari tipe pimpinan seperti ini. Karena mestinya seleksi awal dalam penempatan karyawan sudah semestinya ditentukan posisi yang tepat untuk calon karyawan bersangkutan. Kedudukan dan jabatan yang diberikan terhadap seorang karyawan adalah menunjukkan fungsi dan tanggungjawabnya, demikian juga nama atau kedudukan yang

Adakalanya seorang pengemis ataupun seseorang yang menunjukkan sifat yang kurang baik, dapat saja merupakan sahabat kita pada kehidupan sebelumnya. Mereka yang sering dianggap sampah masyarakat, malah kalau kita pandang dari aspek positif, justru mengingatkan kita untuk senantiasa menjaga moralitas yang baik dalam menjalani kehidupan ini. SERI TULISAN CONFUCIUS [13] - HUBUNGAN PEMIMPIN DAN BAWAHAN AUTHOR // Hengki Suryadi 0 Comments 3Share Budaya-Tionghoa.Net | Pada suatu kehidupan sebelumnya, Kelana dan Derma merupakan dua orang sahabat yang sangat setia dimana masing-masing telah berjanji bahwa pada kehidupan berikutnya mereka akan saling mengingatkan agar dapat menjalani kehidupan yang lebih baik. Tanpa mereka sadari, dalam kehidupan

disandang oleh seorang pimpinan, menunjukkan luasnya cakupan tanggungjawab yang harus dipikulnya. Seorang pimpinan haruslah memperlakukan bawahannya dengan budi pekerti, demikian juga seorang bawahan haruslah dapat mengabdi kepada atasannya dengan penuh kesetiaan. Dengan demikian keharmonisan hubungan antara pimpinan dan bawahan akan terjalin dengan baik. Pimpinan dalam pengertian yang lebih luas mencakup kepala negara ataupun seorang raja, sedangkan bawahan mencakup menteri dan para pembantunya. Guru Khung Fu Zi bersabda : " Seorang raja memperlakukan menterinya dengan Li (kesopanan / tata krama / budi pekerti). Seorang menteri mengabdi kepada raja dengan kesetiaannya." (Lun Yu III/19). Confucius sangat menekankan mengenai pentingnya pemilihan seorang kepala negara, dan juga gaya pemerintahan yang ditunjukkannya. Pandangan Beliau bahwa cara pemerintahan seorang kepala negara akan mempengaruhi juga sikap rakyatnya. Misalnya seorang raja yang memerintah dengan penuh kesusilaan, maka rakyatnya juga akan mengikuti caranya. Guru Khung Fu Zi bersabda, "Jika kamu berbuat baik, maka rakyat juga akan berbuat baik. Karakter seorang kepala negara seperti angin dan rakyatnya seperti rumput. Ke arah manapun angin bertiup, maka rumput akan mengikuti arahnya." (Lun Yu XII, 19) Beliau mengakui bahwa para pemimpin negara memperoleh posisinya karena mendapatkan mandat dari Yang Maha Kuasa, tetapi Beliau juga mengargumentasikan bahwa situasi tersebut bukannya tidak bisa berubah. Seandainya seorang pemimpin negara memerintah dengan tangan besi dan penuh ketamakan, maka dia mengkhianati kepercayaan yang telah dilimpahkan kepadanya. Sehingga tepat baginya untuk diturunkan tahtanya dan digantikan pemimpin lainnya. Cara pemerintahan seorang kepala negara atau pemimpin akan mempengaruhi sikap pandang rakyat atau bawahannya.

Guru Meng Zi bersabda, "Bila seorang pemimpin negara memperlakukan menterinya sebagai tangan dan kakinya, maka menterinya akan memperlakukan pemimpin negaranya sebagai jantung dan pikirannya. Jika seorang pemimpin negara memperlakukan menterinya sebagai anjing dan kuda, maka menterinya akan memperlakukan pemimpin negaranya sebagai orang kebanyakan. Jika seorang pemimpin negara memperlakukan menterinya sebagai lumpur dan rumput, maka menterinya akan memperlakukan pemimpin negaranya sebagai perampok dan musuh." (Meng Zi IVB, 3) Lima Norma Kesopanan [Wu Lun] yang telah diuraikan tersebut di atas, dapat dilihat memiliki banyak kesamaannya dengan pengertian Buddhisme sebagaimana sabda Sang Buddha dalam Sigalovada Sutra yang menjelaskan kesopanan dalam kehidupan dengan melakukan kewajiban-kewajiban, seperti kewajiban antara orang tua dan anak, guru dan murid, suami dan istri, sahabat dan kenalan, atasan dan bawahan yang ditambahkan dengan umat biasa dan para orang suci. Pergaulan di luar sangat menentukan dalam membentuk karakter seseorang. Bergaul dengan teman yang tidak baik tentunya akan mempengaruhi perkembangan batin kita juga. Sebagaimana layaknya seekor anak harimau yang semenjak kecil diasuh dan bergaul dengan kelompok anjing, maka harimau tersebut sesudah besar akan bertingkah laku seperti anjing. Kebijaksanaan dalam bergaul sangat menentukan dimana kita mampu membedakan teman yang baik sebagai seorang sahabat sejati dan yang jahat sebagai koreksi kepribadian kita sendiri yang lemah. Keharmonisan dalam kehidupan di dunia ini harus dibina secara bersama oleh seluruh masyarakat. Karena itu menjaga hubunganantar teman merupakan suatu peranan yang sangat penting. SERI TULISAN CONFUCIUS [14] - LIMA SIFAT MULIA [ WU CHANG] AUTHOR // Hengki Suryadi View Comments Share

Budaya-Tionghoa.Net | Lima Norma Kesopanan [Wu Lun] erat berkaitan dengan Lima Sifat Mulia [Wu Chang], dimana dinyatakan bahwa seorang Budiman [C'un Zi] harus mengolah dirinya sehingga memiliki Lima Sifat Mulia [Wu Chang] untuk dapat menjalin hubungan dalam Wu Lun secara harmonis baik secara pribadi ataupun bagi keseluruhan masyarakat. Wu Chang terdiri dari lima sifat luhur atau mulia berikut : Jen : sifat mulia pribadi seseorang terhadap moralitas, cinta kasih, kebajikan, kebenaran, tahu diri, halus budi pekerti, tenggang rasa serta dapat memahami perasaan orang lain, kemanusiaan. I : sifat mulia pribadi seseorang dalam solidaritas, senasib dan sepenanggungan, serta senantiasa membela kebenaran. Li : sifat mulia pribadi seseorang dalam bersusila, bersopan-santun, bertata-krama, dan berbudi pekerti. Chih : sifat mulia pribadi seseorang mengenai kebijaksanaan, pengertian, dan kearifan. Hsin : sifat mulia pribadi seseorang terhadap kepercayaan,dapat dipercaya oleh orang lain, serta dapat memegang janji dan senantiasa menepati janji. 1. Jen (Cinta Kasih) Jen merupakan sifat mulia yang paling mendasar di antara lima sifat mulia lainnya, yang mana dapat diterjemahkan sebagai suatu sifat kemanusiaan yang paling hakiki berupa cinta kasih, tenggang rasa, ramah tamah, kebajikan, kebenaran, ataupun sifat moralitas manusia yang termulia atau terluhur. Sebelum era Confucius, Jen dipahami sebagai suatu sifat kemuliaan yang hanya dapat diungkapkan oleh seorang kaisar terhadap rakyatnya. Kemudian makna kata tersebut diperluas sebagai suatu sifat kesusilaan, yang masih merupakan suatu sifat kemuliaan tetapi tidak terbatas penggunaanya oleh kaisar saja. Confucius mengubahnya dan mengkonotasikan dengan kesempurnaan susila atau moralitas, mencakup semua bentuk

kesusilaan yang dijalani oleh manusia. Mencius dalam Chung Yung mengatakan bahwa 'Jen adalah Jen', yaitu Jen merupakan suatu ciri pembeda khusus manusia. Selama dinasti Han, arti kata Jen pada umumnya diinterpretasikan sebagai cinta kasih, dan oleh Han Yu, seorang cendekiawan semasa dinasti T'ang, ditegaskan maknanya sebagai cinta kasih terhadap sesama manusia. Karena pengaruh ajaran Buddhisme, dimana sifat cinta kasih mencakup semua makhluk, maka oleh para Neo-Confucianis di era dinasti Sung dan Ming, memperluas pengertian Jen dengan pengertian yang sama dengan Buddhisme, dan menjadikannya sebagai suatu kesatuan cinta kasih dengan Yang Maha Esa [Th'ien], dunia, dan seluruh makhluk hidup. Pemikiran ini pada umumnya dikenal dalam sekte Ch'eng Chu yang beraliran rasionalistik dan Lu Wang yang beraliran idealistik. Namun terdapat juga, beberapa cendekiawan Neo-Confunicanis dalam dinasti Sung yang mengartikan Jen sebagai suatu tingkat kesadaran. Chu Hsi menyebutnya sebagai 'suatu ciri pikiran dan prinsip cinta kasih', dan Wang Yang Ming menyamakannya dengan 'ciri yang suci' dari pengetahuan alami. Semua itu mencerminkan suatu kedamaian pikiran dan terkesan terlalu Buddhistik untuk para Neo-Confucianis pada abad ke-17 dan ke-18, yang kemudian menarik kembali komentar karya kuno pada awal dinasti Han dimana mendefinisikan Jen sebagai 'masyarakat yang hidup bersama'. Penekanan baru ini lebih ditujukan kepada suatu kehidupan sosial dan aspek yang aktif dari Jen. Bagaimanapun, para Neo-Confucianis setuju, bahwa Jen atau sifat kemanusiaan merupakan suatu sifat moral yang dianugerahi oleh Yang Maha Esa [Th'ien], dan karena ciri utama dari Yang Maha Esa dan dunia adalah menghasilkan secara berkesinambungan, sehingga Jen dicirikan dengan suatu kegiatan yang berlangsung secara terus menerus, yang dapat diartikan dengan suatu ketegasan kehidupan dan pemberian kehidupan, tidak saja aktif tetapi juga kreatif. Atas pengaruh ilmu pengetahuan Barat di penghujung akhir abad ke-19 dan awal abad ke-20, para Confucianis modern menyamakan sifat Jen dengan suatu sifat dari arus listrik dan eter, suatu kekuatan dinamik dan suatu inti yang menyebar.

Confucius mencirikan seseorang yang memiliki sifat Jen sebagai suatu ciri manusia yang dapat memiliki sifat kasih dan benci. Guru Khung Fu Zi bersabda, " Hanya orang yang memiliki Jen yang dapat mengasihi seseorang atau membenci seseorang." (Lun Yu IV/3). Jen menjadi tolak ukur di dalam tingkah laku dan etika moral para Confucianis. Jen adalah sifat luhur yang bersifat kemanusiaan. Pengertian Jen tidak berpangkal pada kesucian yang semu, tetapi kebaikan yang luhur dari pribadi manusia. Ketika seseorang bertanya bagaimana pendapat Guru Khung Fu Zi tentang membalas hinaan dengan kebaikan hati ? Guru Khung Fu Zi bersabda, " Dengan apa kita membalas kebaikan hati ? Suatu hinaan dibalas dengan sikap jujur, dan kebaikan hati dibalas dengan kebaikan hati." (Lun Yu XIV/36). Jen dapat diperoleh apabila kita senantiasa belajar giat, memiliki tekad dan tujuan yang baik, jujur, dan senantiasa merenung diri atau berkonsentrasi ke dalam diri (bermeditasi). Jen menjadi standar tingkah laku bagi setiap manusia yang bijaksana, sehingga orang yang demikian akan dapat hidup tanpa penderitaan baik dalam kemiskinan, kesukaran ataupun kesenangan. Ketenangan hidup akan diperoleh apabila Jen telah ditanamkan dalam kebijaksanaan seseorang, karena orang tersebut telah terbebas dari keragu-raguan dan ketakutan. Guru Khung Fu Zi bersabda, " Mereka yang tidak memiliki Jen, tidaklah akan dapat hidup lama, baik dalam kondisi kemiskinan dan kesukaran, maupun dalam kondisi kesenangan. Orang yang memiliki Jen, hidup dengan tenang dalam Jen; orang yang bijaksana menekankan Jen." (Lun Yu IV/2). " Orang bijaksana tidak pernah bingung; orang yang memiliki Jen tidak pernah ragu-ragu, dan orang yang berani tidak pernah takut." (Lun Yu IX/28). Dalam kehidupan bermasyarakat serta untuk meningkatkan

kesejahteraan hidup secara berkecukupan dan memiliki reputasi, pengertian Jen juga ditekankan. Jen merupakan suatu harkat martabat tertinggi dari sifat kemanusian, sehinggi seseorang tidak akan segan-segan untuk mempertahankan nama baiknya demi keutuhan Jen-nya. Guru Khung Fu Zi bersabda, " Orang-orang terpelajar dan orang-orang yang memiliki Jen tidak akan hidup dengan merusak Jen-nya. Mereka akan mengorbankan dirinya untuk menjaga keutuhan Jen-nya." (Lun Yu XV/9). Orang yang memiliki Jen adalah orang yang ideal menurut pandangan Confucius. Dia tidak saja memberikan contoh yang baik kepada orang lain, tetapi juga bertugas untuk membimbing orang lain. Guru Khung Fu Zi bersabda, " Orang yang memiliki Jen, pada waktu ingin menegakkan dirinya juga berusaha untuk menegakkan orang lain. Pada waktu ingin memajukan dirinya juga berusaha untuk memajukan orang lain, maka dapat dipanggil Jen yang sempurna." (Lun Yu VI/30). Seseorang yang telah memiliki kesempurnaan Jen akan senantiasa berusaha menunjukkan lima sifat utama, yaitu memiliki kehormatan, berlapang dada dan berpandangan luas, senantiasa dapat dipercaya, cekatan dan giat dalam bekerja dan selalu menaruh belas kasihan . Murid Khung Fu Zi, Zi Chang menanyakan mengenai Jen yang sempurna, yang dijawab oleh Guru Khung Fu Zi, " Kalau seseorang dapat melaksanakan lima hal di manapun di dunia ini dapatlah disebut memiliki Jen yang sempurna.," kemudian ditanyakan lebih lanjut apa kelima hal tersebut dan dijawab oleh Guru Khung Fu Zi : Kelima hal itu ialah : rasa hormat (Gravity = Kung), lapang dada dan berpandangan jauh (generosity of soul = Khuan), dapat dipercaya (Sincerity = Hsin),

cekatan dan giat bekerja (Earnestness = Min), menaruh belas kasihan dan berpengertian (Kindness = Hui). Orang yang memiliki rasa hormat tidak akan dihina. Orang yang lapang dada, mendapatkan simpati umum. Orang yang dapat dipercaya, mendapat kepercayaan orang. Orang yang cekatan dan giat, berhasil dalam pekerjaannya. Orang yang menaruh belas kasihan, dapat dituruti perintahnya." (Lun Yu XVII/6). SERI TULISAN CONFUCIUS [18] - MANUSIA YANG BUDIMAN [C'UN ZI] AUTHOR // Hengki Suryadi 0 Comments 3Share Budaya-Tionghoa.Net | Pengertian manusia yang ideal menurut paham ajaran Confucius adalah; apabila orang tersebut telah pantas disebut C'un Zi (manusia yang Budiman). Manusia yang Budiman menurut pengertian ini adalah seseorang yang telah dapat melaksanakan Lima Sifat Mulia [Wu Chang], dan Delapan Sifat Mulia Kebajikan [Pa Te'] serta menunaikan tanggung jawab terhadap kehidupan pribadinya dan kehidupan bermasyarakat. Seorang Budiman tidaklah pernah bersikap picik ataupun berpikiran sempit, dia senantiasa berpikiran luas dan berpengertian pasrah secara positif. Guru Khung Fu Zi bersabda , " Seorang Budiman berhati longgar dan lapang dada; seorang yang picik budi pekertinya berhati sempit dan berbelit-belit." (Lun Yu VII/37). Kemanapun seorang Budiman melangkahkan kakinya, maka dia akan dapat segera menyesuaikan dirinya, karena cita-citanya telah teguh, dan sulit untuk dipengaruhi oleh berbagai hal-hal tampak luar. Sedangkan seorang yang picik, sulit bergaul dan mudah dipengaruhi oleh faktor tampak luar. Guru Khung Fu Zi bersabda, " Seorang Budiman mudah bergaul, tetapi tidak dapat dibelokkan cita-citanya. Seorang yang picik budi

pekertinya dapat dibelokkan cita-citanya tetapi tidak mudah bergaul " (Lun Yu XIII/26). Seorang Budiman senantiasa berpikiran positif sehingga sifat perbuatannya senantiasa menuju ke atas (menjunjung tinggi Kebenaran), sedangkan seorang yang picik budi pekertinya, pikirannya selalu negatif, dan perbuatannya senantiasa menuju ke bawah (berlandaskan kemaksiatan).

Guru Khung Fu Zi bersabda, " Majunya seorang Budiman itu menuju ke atas, dan majunya seorang yang picik budi pekertinya menuju ke bawah. " (Lun Yu XIV/23).

Menurut ajaran Confucius, seorang Budiman haruslah senantiasa menjunjung tinggi Kebenaran, sabar, dapat dipercaya, memiliki kecakapan, pasrah terhadap kematian, mengolah diri sendiri tanpa tergantung pada orang lain, tidak pernah mau berlomba, selalu menjaga ucapannya. Hal ini dapat disimpulkan, bahwa seorang Budiman, senantiasa menjaga pikiran, ucapan dan perbuatannya terhadap hal-hal yang melanggar sila moralitas atau susila. Guru Khung Fu Zi bersabda," Seorang Budiman berpedoman pada Kebenaran sebagai dasar pendiriannya. Moralitas sebagai dasar perbuatannya, senantiasa mengalah dalam pergaulan, dan selalu berusaha menyempurnakan diri dengan perbuatan yang dapat dipercaya. Dia akan risau apabila tidak memiliki kecakapan, tetapi tidak risau apabila tidak ada orang yang mau mengenalnya. Diapun tidak pernah risau kalau sesudah mati, namanya tidak dikenang oleh orang lagi. Seorang Budiman menuntut pada dirinya sendiri, seorang yang picik budi pekertinya menuntut pada orang lain. Dia mau memacu dirinya untuk menuju kebajikan, tetapi tidak mau berebut dengan orang lain. Dia mau berkumpul untuk membicarakan kebajikan, tetapi tidak mau membentuk komplotan untuk tujuan pertentangan. Seorang Budiman tidak pernah mau memuji orang lain

hanya karena ucapannya, dan juga tidak berbicara sembarangan " (Lun Yu XV/18 - 23).

Bila marah, dia harus ingat akan akibatnya, Bila melihat adanya keuntungan, dia harus merenungkan apakah dia berhak mendapatkannya." (Lun Yu XVI/10).

Seorang Budiman haruslah senantiasa mengendalikan hawa nafsu keinginan rendah dimana dapat merosotkan kemajuan batinnya. Pengendalian Chi' (komponen dasar dari alam semesta yang mengisi tubuh manusia dan bersikulasi dengan darah), dengan cara lebih banyak merenung, berdiam diri atau bermeditasi, merupakan langkah terbaik untuk mengekang hawa nafsu tersebut.

" Tiga hal yang harus diwaspadai oleh seorang Budiman dalam menjalani kehidupan ini : Bila dia masih muda, darah dan Chi' tidak stabil, untuk itu dia harus menjaga dirinya terhadap hawa nafsu. Pada usia muda, darah dan Chi'-nya memuncak, untuk itu dia harus menjaga diri terhadap keinginan melawan alam. Pada usia tua, darah dan Chi'-nya berkurang, maka dia harus menjaga dirinya." (Lun Yu XVI/7).

Seorang Budiman harus menjaga tingkah-lakunya secara benar, baik pada saat melihat, mendengar, menunjukkan perasaan hatinya, bertingkah laku, berbicara, dan bekerja. Demikian juga pada saat dia merasa raguragu, marah ataupun melihat suatu keuntungan, maka dia harus senantiasa menjaga sikapnya supaya tidak melanggar sila moralitas atau susila (Li). Guru Khung Fu Cu bersabda, " Ada sembilan hal yang harus direnungkan seorang Budiman: Bila melihat, dia harus melihat dengan jelas. Bila mendengar, dia harus mendengar dengan jelas, Bila menunjukkan perasaan hatinya, dia harus kelihatan ramah, Bila bertingkah laku, dia harus kelihatan sopan, Bila berbicara, dia harus ingat akan kejujuran, Bila bekerja, dia harus berusaha sebaik-baiknya, Bila ragu-ragu, dia harus bertanya,

Anda mungkin juga menyukai