Anda di halaman 1dari 72

BAB II ISI

2.1

Jaringan Periodontal Normal Jaringan periodontal merupakan jaringan pendukung gigi yang terdiri

dari gingiva, ligamen periodontal, cementum, dan tulang alveolar. Menurut fungsinya jaringan periodontal terbagi menjadi dua bagian, yang pertama adalah gingiva yang fungsi utamanya adalah untuk melindungi jaringan dibawahnya dan yang kedua adalah ligamen periodontal, cementum, dan tulang alveolar yang berfungsi sebagai appartus untuk perlekatan (attachment apparatus). Cementum termasuk ke dalam jaringan periodontal karena bersama tulang alveolar berfungsi sebagai dukungan untuk serat-serat ligamen periodontal. Jaringan periodontal yang normal penting untuk diketahui agar lebih memahami penyakit periodontal. (Michael G. Newman)

2.1.1

Anatomi Jaringan Periodontal

2.1.1.1 Gingiva Pada orang dewasa, gingiva normal menutupi tulang alveolar dan akar gigi dari mahkota ke CEJ. Berdasarkan anatomisnya gingiva dibagi menjadi marginal, attached, dan interdental. Walaupun setiap gingiva menunjukan banyak variasi dalam difirensiasi, histologi, dan ketebalan yang disesuaikan dengan fungsinya, semua jenis gingiva terstruktur secara spesifik untuk berfungsi tepat

jika terdapat kerusakan mekanis maupun mikroba. Artinya jika ada struktur spesifik dari gingiva yang berbeda maka hal tersebut menunjukan keefektivannya sebagai penghalang untuk penetrasi mikroba dan gen berbahaya ke dalam jaringan yang lebih dalam. 1. Marginal Gingiva Marginal, atau unattached, gingiva merupakan tepi terminal atau batas gingiva yang mengelilingi gigi dengan bentuk seperti kerah. Marginal gingiva dan attached gingiva dipisahkan oleh free gingival groove. Marginal gingiva juga membentuk gingival sulcus dengan lebar 1mm dan dipisahkan dengan permukaan gigi oleh periodontal probe.

Gambar 2-1 Anatomi dari gingiva. Sumber: Carranzas Clinical Periodontology 11th ed

Gingival sulcus merupakan celah dangkal atau ruang disekitar gigi yang dibatasi oleh permukaan gigi pada satu sisi dan epitel dari free margin gingiva pada sisi yang lain. Bentuk dari gingival sulcus adalah V shaped yang merupakan tempat masuk dari periodontal probe. Pada kondisi normal kedalamannya adalah 0 mm atau mendekati 0.5 mm, yang

dapat ditemukan di rongga mulut bebas kuman dan setelah kontrol plak yang intensif dan berkepanjangan. 2. Attached Gingiva Attached gingiva merupakan kelanjutan dari marginal gingiva. Sifatnya kuat, resilien, dan terikat kuat pada periosteum dari tulang alveolar di bawahnya. Attached gingiva meluas ke mukosa alveolar yang relatif kendur dapat bergerak. Mukosa alveolar dan attached gingiva dipisahkan oleh mucogingival junction.

Gambar 2-2 Gingiva normal pada dewasa muda. Terlihat mucogingival line (panah) diantara attached gingiva dan mukosa alveolar. Sumber: Carranzas Clinical Periodontology 11th ed

Lebar dari attached gingiva terbesar terdapat di regio incisor (3.5 4.5 pada RA dan 3.3 -3.9 pada RB) dan menyempit di bagian posterior (1.9 mm pada RA dan 1.8 mm pada premolar satu RB). Perubahan lebar yang terjadi pada attached gingiva disebabkan adanya modifikasi pada posisi bagian koronalnya. Lebar attached gingiva bertambah sesuai umur dan pada adanya kasus supraerupted tooth. Pada rahang bawah di aspek lingual, attached gingiva berakhir di pertemuan mukosa alveolar lingual yang terus berlanjut dengan membrane mukosa yang melapisi dasar mulut.

Sedangkan pada rahang atas di aspek palatal, attached gingiva menyatu dengan batas yang tidak jelas di mukosa palatal yang kuat dan resilien. 3. Interdental Gingiva Interdental gingiva terletak di gingival embrasure, yang merupakan ruang interproksimal di bawah area kontak gigi. Interdental dingiva dapat berbentuk pyramid, apabila ujung papilla tepat di bawah poin kontak, dan dapat juga berbentuk col atau valleylike depression, yang

menghubungkan papilla fasial dan lingual dan menyesuaikan bentuk dari kontak interproksimal.

Gambar 2-3 Tempat terjadinya ekstraksi yang menunjukan interdental papilla dan intervening col Sumber: Carranzas Clinical Periodontology 11th ed

Bentuk dari gingiva pada ruang interdental tergantung dari poin kontak dari kedua gigi dan ada atau tidaknya derajat resesi. Interdental gingiva terdiri atas marginal gingiva dan attached gingiva. Bila terdapat diastema, maka interdental papilla melekat dengan processus alveolaris sehingga tidak ada marginal gingiva.

Gambar 2-4 Diagram perbedaan dari anatomi interdental col dalam dingiva normal (kiri; A,C) dan setelah terjadi resesi gingiva (kanan; B,D) Sumber: Carranzas Clinical Periodontology 11th ed

Gambaran Histologis Gingiva: 1. Epitel Gingival Gingiva terdiri atas jaringan ikat yang dilapisi oleh epitel gepeng berlapis. Tipe sel yang umum ada pada epitel gingival dan pada epitel gepeng berlapis lainnya adalah keratinocyte dan nonkeratinocyte (Langerhans cells, Merkel cells, melanocyte). Fungsi utama epitel gingival adalah: 1) Melindungi struktur di dalamnya 2) Pergantian selektif seiring dengan berubahnya lingkungan oral (dicapai dengan proliferasi dan diferensiasi keratinocyte) Proliferasi keratinocyte terjadi dengan cara mitosis di lapisan basal atau lapisan suprabasal(lebih jarang). Sedangkan diferensiasi terjadi dengan adanya proses keratinisasi. Proses keratinisasi yang sempurna akan menghasilkan

orthokeratinized superficial horny layer yang sama seperti pada permukaan kulit dimana tidak ada nuklei pada stratum corneum dan stratum granulosum yang dapat dibedakan. Beberapa area gingiva adalah orthokeratinized, dan yang lain adalah parakeratinized atau nonkeratinized ephithelium.

Parakeratinized epithelial terjadi apabila pada stratum corneum tetap terdapat pyknotic nuclei dan keratohyalin granules terdispersi, sehingga tidak terdapat stratum granulosum. Sedangkan nonkeratized epithelium memiliki cytokeratin sebagai komponen utama, tetapi stratum granulosum dan stratum corneum memiliki nuclei yang aktif.

Gambar 2-5 Variasi dalam epitel gingiva A, Keratinized. B, Nonkeratinized. C, Parakeratinized. Horny layer (H), granular layer (G), prickle cell layer (P), basal cell layer (Ba), flattened surface cells (S), parakeratotic layer (Pk). Sumber: Carranzas Clinical Periodontology 11th ed

Melanosit merupakan sel dendritik pada lapisan basal dan spinosus dari epitel gingiva yang mensintesis melanin di dalam melanosome atao

premelanosome. Sel langerhans merupakan sel dendritik yang terletak sepanjang keratinocyte pada lapisan suprabasa yang merupakan fagosit mononuclear (hasil modifikasi monosit). Sel langerhans berfungsi seperti makrofag dengan sifat antigenik yang penting dalam reaksi imun. Dapat ditemukan pada epitel gingiva normal, sedikit pada sulcular epithelium, dan tidak ditemukan pada junctional epithelium gingiva normal.

Sel Merkel terdapat pada lapisan terdalam epithelium dan berfungsi sebagai reseptor sentuhan. Epithelium dihubungkan dengan jaringan ikat oleh lamina basalis. Epitel gingiva dibedakan sesuai morfologi dan fungsinya menjadi: 1) Oral/Outer Epithelium Epitel yang menutupi merginal gingiva dan attached gingiva. Terdiri atas keratinized atau parakeratinized epithelia atau campuran keduanya, namun lebih sering parakeratinized epithelia. Derajat keratinisasinya berkurang seiring bertambahnya usia dan karena menopause pada wanita. Keratinisasi pada mucosa oral berbeda-beda. Pada palatum derajat keratinisasinya paling besar, sedangkan pada gingiva, bagian ventral lidah, dan pipi paling kecil. 2) Sulcular Epithelium Merupakan bagian epithelium yang mengelilingi gingival sulcus. Terdiri atas epitel yang nonkeratinized, sehingga tidak mengandung sel merkel. Dapat mengalami keratinisasi apabila ter-exposed dalam rongga mulut (tidak tertutup) dan apabila bacterial flora pada rongga mulut benar-benar tereliminasi. Sebaliknya, dapat juga kehilangan keratin apabila terjadi kontak dengan gigi. Sulcular epithelium penting sebagai membrane semipermeable terhadap jalan masuk bakteri. 3) Junctional Epithelium Berbentuk seperti kerah, dan terdiri atas nonkeratinized epithelia. Terbentuk dari pertemuan oral epithelium dan reduced enamel epithelium

10

selama erupsi gigi. Selain itu dapat juga terbentuk di sekitar implant dan setelah pembedahan (jadi reduced enamel epithelium bukan kunci utama pembentukan junctional epithelium) 2. Renewal pada Epitel Gingiva Epitel gingival terus menerus mengalami perbaharuan. Ketebalannya dipertahankan antara pembentukan sel baru di lapisan basal dan spinosus, juga pengikisan di permukaan. Mitosis terjadi selama 24 jam, dimana aktifitas tertinggi terjadi pada pagi hari dan terendah di sore hari. Kecepatan mitosis lebih besar pada nonkeratinized epithelium dan pada keadaan gingivitis. 3. Gingival Fluid (Sulcular Fluid) Gingival sulcus mengandung cairan yang berfungsi untuk: 1) Membersihkan material pada sulcus 2) Mengandung plasma protein untuk meningkatkan adhesi epithelium pada gigi 3) Memiliki properti antimicrobial 4) Mengaktifkan aktifitas antibodi sebagai pertahanan gingiva 4. Jaringan Ikat Gingiva Dikenal dengan nama lamina propria, terdiri dari papillary layer yang berada di bawah epitel dan reticular layer yang bersentuhan dgn periosteum pada tulang alveolar. Jaringan ikat dibentuk oleh fibers dan substansi dasar. Substansi dasar yang amorf dan mengandung banyak air mengisi ruang antara fibers dan sel. Penyusunnya adalah proteoglycans (terutama hyaluronic acid dan chondroitin sulfate) dan glycoprotein (terutama fibronectin).

11

Fibers pada jaringan ikat terdiri atas sarat kolagen, reticular, dan elastic. Penyusun utama pada lamina propria adalah collagen tipe I yang menyediakan tensile strength bagi jaringan gingiva. 5. Gingival Fibers Terdapat pada marginal gingiva dan terdiri dari collagen type I. Fungsi dari gingival fibers adalah: 1) Menyokong marginal gingiva terhadap gigi. 2) Menyediakan kekakuan yang diperlukan dalam menahan gaya mastikasi. 3) Menghubungkan free marginal gingiva dengan sementum dan attached gingiva yang berdekatan. Gingival fibers disusun menjadi 3 grup: 1) Gingivodental group di permukaan facial, lingual, dan interproximal. 2) Circular group sepanjang jaringan ikat di marginal dan interdental gingiva dan mengelilingi gigi dengan bentuk cincin. 3) Transseptal group pada interproximal, membentuk horizontal bundle antara cementum gigi yang bersebelahan menuju tempat dimana ia tertanam. 6. Elemen Selular Terdiri atas: 1) Fibroblast paling banyak (menyusun fibers dan substansi dasar) 2) Mast cell reaksi inflamasi

12

3) Fixed macrophages dan histiocytes sebagai mononuclear phagocyte system, turunan dari monosit 4) Adipose cell dan eosinofil jarang 5) Cell plasma dan limfosit 6) Neutrofil

7.

Blood Supply, Lymphatic Drainage, dan Nerve Supply Vaskularisasi berasal dari Cabang dari arteri alveolar superior dan inferior: 1) Arteri supraperiosteal: pada permukaan fasial, palatal, dan lingual dari tulang alveolar 2) Arteri interdenta 3) Arteri ligamen periodontal Lymphatic drainage membawa cairan limfe dari jaringan ikat papillae dan

mengumpulkan cairan dari periosteum di processus alveolaris menuju limfe nodus regional, biasanya pada submaxillary group. Persarafan dari gingiva berasal dari cabang trigeminus divisi maxilla dan mandibula, yaitu: 1) Buccal gingiva RA: n. alveolaris superior 2) Fasial gingiva RA cabang labial dari n. infraorbital 3) Palatal gingiva (bag gigi anterior): n. nasopalatinus

13

4) Buccal gingiva RB: n. buccal 5) Fasial gingiva RB: n. mentalis 6) Lingual gingiva RB: n. lingualis

2.1.1.2 Ligamen Periodontal Merupakan struktur jaringan ikat yang mengelilingi akar gigi dan melekat erat pada tulang alveolar. Terdiri atas serabut kolagen yang tersusun secara teratur yang menghubungkan antara gigi dan tulang alveolar. Ligamen periodontal terdiri dari serat periodontal, elemen seluler, dan substansi dasar. Serat periodontal terbagi menjadi beberapa grup: 1. Transeptal group: 1) Terdapat interproximally di atas alveolar bone crest dan tertanam di kedua cementum gigi yang berdekatan 2) Konstan dan dapat diperbaiki bila ada kerusakan di tulang alveolar 3) Menjaga titik kontak 2. Alveolar crest group: 1) Terdapat secara oblique dari cementum di bawah juntional epithelium menuju alveolar crest 2) Mencegah ekstruksi gigi, dan mengurangi pergeseran gigi ke lateral 3. Horizontal group menahan daya lateral

14

4. Oblique group: 1) Dari cementum dengan arah oblique dari arah corona ke tulang alveolar 2) Grup terbesar 3) Menahan tekanan vertikal dari gaya mastikasi 5. Apical group mencegah gigi tiping dan ekstruksi, melindungi pembuluh darah dan saraf 6. Interradicular fibers pada gigi dengan lebi dari satu akar, mencegah ekstruksi Tedapat 4 macam sel pada ligamen periodontal: 1. Sel jaringan ikat Banyak mengandung fibroblast (mengatur sintesis dan pergantian kolagen), sementoblas (di daerah sementum), osteoblas (di permukaan tulang), osteoklas dan odontoblas 2. Sel epithelial rest of malassez Sisa dari hertwigs root sheath, dekat dengan cementum, paling banyak di bagian apical dan serbikal, berkurang seiring bertambhanya usia dengan kalsifikasi menjadi cementicle 3. Sel sistem imun Terdiri dari neutrofil, limfosit, makrofag, mast sel, dan eosinofil 4. Sel-sel yang bergabung dengan elemen neurovaskuler 5. Substansi dasar ligamen periodontal berada antasa fiber dan sel serta mengandung 2 komponen utama, yaitu:

15

1) Glikosaminoglikan: asam hialuronik dan proteoglikan 2) Glikoprotein: fibronektin dan laminin

Fungsi ligamen periodontal dibagi menjadi 2: 1. Fungsi fisik 1) Menyediakan jaringan lunak untuk melindungi pembuluh darah dan nervus atau saraf dari kerusakan akibat daya mekanik 2) Menyalurkan daya oklusal ke tulang 3) Sebagai perlekatan gigi pada tulang 4) Menjaga hubungan gigi dan gusi 5) Resistensi daya oklusal (shock absorption) 2. Fungsi formatif dan remodeling 1) Sel-sel ligamen periodontal berperan dalam pembentukan dan resorpsi sementum dan tulang 2) Ligamen periodontal mengalami remodeling terus menerus 3) Sel dan serabut tua yang rusak akan menjadi baru kembali dengan mengalami mitosis fibroblas dan sel endotel. Mitosis fibroblas akan menghasilkan serabut kolagen dan sel endotel akan menghasilkan osteoblas dan sementoblas.

2.1.1.3 Cementum Merupakan jaringan mesenkim yang terkalsifikasi dan menutupi akar gigi. Terdiri dari sementum aselular (primer) dan sementum selular (sekunder). Cementum melekat pada serat-serat ligamen periodontal gigi dan dibentuk secara berkesinambungan pada permukaan akar gigi yang berkontak dengan ligamen

16

periodontal atau serat gingiva. Sementum memiliki kandungan anorganik hidroksiapatit 45-50%. Cementum diklasifikasi menjadi: 1. Cementum aselular (primer) Mengandung matriks interfibril dan fibril kolagen terkalsifikasi. tersebar tidak teratur atau paralel. Pembentukan terjadi pertama dan menutupi 2/3 servikal akar. Sementum aselular ini dibentuk sebelum gigi mecapai oklusal. Memiliki tebal antara 30-230 mm. memiliki banyak serat sharpeys 2. Cementum selular (sekunder) Pembentukannya setelah gigi mencapai oklusal. Tersebar teratur dan terdiri dari sementosit pada lacuna berhubungan dengan daerah lain melalui system anastomosis kanalikuli. Memiliki sedikit serat sharpeys. Cementum memiliki fungsi: 1. 2. 3. Sebagai media pelengkap dari serat ligament periodontal Untuk menyokong stabilitas gigi pada rongganya Sementum juga memiliki kapasitas regeneratif dan mengalami proses perbaikan dan deposisi yang terjadi setelah resorpsi akar dan gigi susu untuk memungkinkan terjadinya erupsi gigi permanen 4. Memberikan makanan (fosfor) untuk gigi khususnya pada umur yang sudah lanjut karena rongga pulpa sudah menyempit

17

2.1.1.4 Tulang Alveolar Merupakan bagian dari maxila dan mandibula yang membentuk dan menyangga soket gigi (alveoli). Terbentuk saat gigi erupsi untuk menyediakan perlekatan ligamen periodontal pada tulang dan akan mengalami resorpsi saat gigi hilang. Processus alveolar terdiri dari: 1. Permukaan eksternal dari tulang cortical dibentuk oleh tulang havers dan lamella tulang kompak 2. Dinding rongga dalam dari tulang pipih dan kompak yang disebut alveolar bone proper 3. Cancellous trabeculae, diantara kedua lapisan kompak, yang bertindak sebagai pendukung tulang alveolar. Interdental septum terdiri dari tulang spons yang tertutup dengan tulang kompak Tulang rahang mengandung basal bone yang terletak di apikal tapi tidak berhubungan dengan gigi. Procesus alveolaris dibagi menjadi beberapa bagian berdasarkan hubungan anatomi pada gigi yang dikelilinginya: 1. Interproximal bone/ interdental septum:terletak pada akar gigi yang berdekatan 2. Interradicular bone: terletak antara akar gigi yang multirooted 3. Radicular bone: terletak pada permukaan fasial atau lingual akar Komposisi tulang: 1. 2/3 matriks anorganik (kalsium dan fosfat, hidroksil, karbonat, sitrat, dan sejumlah kecil ion Na, Mg, F)

18

2. 1/3 matrix organik ( 90% collagen tipe I dan protein nonkolagen seperti glikoprotein, fosfoglikan, fosfoprotein) 3. 65-75% struktur tulang dalam bentuk hidroksiapatit (untuk memperbaiki tulang yang mengalami kerusakan) Bentuk processus alveolaris konstan dengan adanya remodelling tulang: aposisi tulang di bagian luar oleh osteoblast dan resorpsi bagian dalam oleh osteoklas. Remodelling tulang dipengaruhi oleh: 1. Pengaruh local ada tidaknya gigi 2. Pengaruh systemic hormonal (parathyroid hormone, calcitonin, atau vitamin D3) Permukaan tulang dilapisi lapisan: 1. Periosteum Bagian luar prosesus alveolaris, terdiri dari suatu lapisan dalam yang dibentuk sel-sel pembentuk tulang (osteoblas). Banyak mengandung pembuluh darah, saraf, serat kolagen, fibroblast. 2. Endosteum Bagian tulang yang dekat dengan soket (bagian dalam). Terdiri dari lapisan tunggal sel-sel osteoprogenitor dan sedikit jaringan ikat.

19

2.2 2.2.1

Periodontitis Definisi Jaringan periodontal adalah jaringan yang mengelilingi gigi dan

berfungsi sebagai penyangga gigi, terdiri dari gingiva, sementum, ligamen periodontal dan tulang alveolar. Sebelum memahami kerusakan jaringan periodontal, sebaiknya dimulai dengan gingiva yang sehat dan tulang pendukung yang normal. Gingiva yang sehat dapat menyesuaikan diri dengan keadaan gigi. Penyakit periodontal merupakan suatu penyakit jaringan penyangga gigi yaitu yang melibatkan gingiva,ligamen periodontal, sementum, dan tulang alveolar karena suatu proses inflamasi. Inflamasi berasal dari gingiva (gingivitis) yang tidak dirawat, dan bila proses berlanjut maka akan menginvasi struktur di bawahnya sehingga akan terbentuk poket yang menyebabkan peradangan berlanjut dan merusak tulang serta jaringan penyangga gigi, akibatnya gigi menjadi goyang dan akhirnya harus dicabut. Permulaan terjadinya kerusakan biasanya timbul pada saat plak bakterial terbentuk pada mahkota gigi, meluas disekitarnya dan menerobos sulkus gingiva yang nantinya akan merusak gingiva disekitarnya. Plak menghasilkan sejumlah zat yang secara langsung atau tidak langsung terlibat dalam perkembangan penyakit periodontal. Peradangan pada gingiva dan perkembangannya pada bagian tepi permukaan gigi terjadi ketika koloni mikroorganisme berkembang. Penyakit periodontal dibagi atas dua golongan yaitu gingivitis dan periodontitis. Bentuk penyakit periodontal yang paling sering dijumpai adalah proses inflamasi dan mempengaruhi jaringan lunak yang mengelilingi gigi tanpa

20

adanya kerusakan tulang, keadaan ini dikenal dengan Gingivitis. Apabila penyakit gingiva tidak ditanggulangi sedini mungkin maka proses penyakit akan terus berkembang mempengaruhi tulang alveolar, ligamen periodontal atau sementum, keadaan ini disebut dengan Periodontitis. Karekteristik periodontitis dapat dilihat dengan adanya inflamasi gingiva, pembentukan poket periodontal, kerusakan ligamen periodontal dan tulang alveolar sampai hilangnya sebagian atau seluruh gigi. Suatu keadaan dapat disebut periodontitis bila perlekatan antara jaringan periodontal dengan gigi mengalami kerusakan. Selain itu tulang alveolar juga mengalami kerusakan.

2.2.2

Patogenesis Penyakit periodontal yang disebabkan karena reaksi inflamasi lokal

terhadap infeksi bakteri gigi, dan dimanifestasikan oleh rusaknya jaringan pendukung gigi. Gingivitis merupakan bentuk dari penyakit periodontal dimana terjadi inflamasi gingiva, tetapi kerusakan jaringan ringan dan dapat kembali normal. Periodontitis merupakan respon inflamasi kronis terhadap bakteri subgingiva, mengakibatkan kerusakan jaringan periodontal irreversible sehingga dapat berakibat kehilangan gigi. Pada tahap perkembangan awal, keadaan periodontitis sering

menunjukkan gejala yang tidak dirasakan oleh pasien. Periodontitis didiagnosis karena adanya kehilangan perlekatan antara gigi dan jaringan pendukung (kehilangan perlekatan klinis) ditunjukkan dengan adanya poket dan pada pemeriksaan radiografis terdapat penurunan tulang alveolar. Penyebab

21

periodontitis adalah multifaktor, karena adanya bakteri patogen yang berperan saja tidak cukup menyebabkan terjadi kelainan. Respon imun dan inflamasi pejamu terhadap mikroba merupakan hal yang juga penting dalam perkembangan penyakit periodontal yang destruktif dan juga dipengaruhi oleh pola hidup, lingkungan dan faktor genetik dari penderita. Pada periodontitis, terdapat plak mikroba negative gram yang

berkolonisasi dalam sulkus gingiva (plak subgingiva) dan memicu respon inflamasi kronis. Sejalan dengan bertambah matangnya plak, plak menjadi lebih patogen dan respon inflamasi pejamu berubah dari keadaan akut menjadi keadaan kronik. Apabila kerusakan jaringan periodontal, akan ditandai dengan terdapatnya poket. Semakin dalamnya poket, semakin banyak terdapatnya bakteri subgingiva yang matang. Hal ini dikarenakan poket yang dalam terlindungi dari pembersih mekanik (penyikatan gigi) juga terdapat aliran cairan sulkus gingiva yang lebih konstan pada poket yang dalam dari pada poket yang diangkat.

2.2.3

Klasifikasi

2.2.3.1 Chronic Periodontitis Periodontitis kronis, sebelumnya dikenal sebagai periodontitis dewasa atau periodontitis kronis dewasa, adalah bentuk paling umum dari periodontitis. Hal ini umumnya dianggap sebagai penyakit perlahan-lahan berkembang. Namun, dengan adanya faktor sistemik atau lingkungan yang dapat mengubah respon host terhadap akumulasi plak, seperti: diabetes, merokok, atau stres, perkembangan penyakit dapat menjadi lebih agresif. Meskipun periodontitis kronis yang paling

22

sering ditemukan pada orang dewasa, dapat terjadi pada anak-anak dan remaja dalam bentuk plak kronis dan akumulasi kalkulus. Periodontitis kronis telah didefinisikan sebagai "penyakit menular yang mengakibatkan peradangan dalam jaringan pendukung gigi, kehilangan perlekatan progresif, dan bone loss". Definisi ini menguraikan karakteristik klinis dan etiologi utama penyakit: 1) pembentukan plak mikroba, 2) inflamasi periodontal, dan 3) kehilangan perlekatan dan tulang alveolar. Pembentukan poket periodontal biasanya sekuele dari proses penyakit kecuali resesi gingiva menyertai kehilangan perlekatan, di mana kedalaman saku kasus mungkin tetap dangkal, bahkan di hadapan kehilangan perlekatan yang sedang berlangsung dan bone loss.

Karakteristik umum Temuan klinis yang khas pada pasien dengan periodontitis kronis yang tidak diobati dapat mengakibatkan akumulasi plak supragingiva dan subgingiva (sering dikaitkan dengan pembentukan kalkulus), inflamasi gingiva, pembentukan pocket, kehilangan perlekatan periodontal, kehiangan tulang alveolar, dan sesekali nanah.

Gambar 2-6 Gambaran Klinis Periodontitis Kronis Sumber: Carranzas Clinical Periodontology 11th Ed

23

Pada pasien dengan kebersihan mulut yang buruk, gingiva biasanya bengkak dan menunjukkan perubahan warna mulai dari merah pucat sampai magenta. Hilangnya stippling gingiva dan perubahan topografi permukaan. Pada banyak pasien, perubahan warna, kontur, dan konsistensi sering dikaitkan dengan inflamasi gingiva mungkin tidak terlihat pada pemeriksaan, dan peradangan yang dapat dideteksi hanya pendarahan gingiva dalam pemeriksaan saku periodontal dengan probe periodontal.

Gambar 2-7 Periodontitis Kronis Lokal. A. Gambaran klinis gigi anterior yang menunjukan sedikit plak dan inflamasai, B. Radiografis yang menunjukan hilangnya tulang angular di sisi distal M1 kiri RA, C. Surgical exposure pada periodontitis kronis Sumber: Carranzas Clinical Periodontology 11th Ed

Perdarahan gingiva, baik spontan atau sebagai respons terhadap probing, adalah hal biasa, dan eksudat peradangan terkait dari cairan sulkus dan nanah dari saku juga dapat ditemukan. Dalam beberapa kasus, mungkin sebagai akibat dari lama, peradangan ringan, penebalan, jaringan marginal fibrosis dapat

24

mengaburkan perubahan inflamasi yang mendasari. Pocket kedalaman bervariasi, dan keduanya dapat ditemukan dengan kehilangan tulang horizontal dan vertikal. Kegoyangan gigi sering muncul dalam kasus-kasus lanjutan dengan kehilangan perlekatan yang luas dan bone loss. Periodontitis kronis dapat secara klinis didiagnosis dengan mendeteksi perubahan inflamasi kronis pada gingiva marginal, keberadaan pocket-pocket periodontal, dan kehilangan perlekatan klinis. Hal ini didiagnosis radiografi dengan adanya bone loss. Temuan ini mungkin mirip dengan yang terlihat pada penyakit agresif. Diagnosis diferensial didasarkan pada usia pasien, laju perkembangan penyakit dari waktu ke waktu, sifat familial penyakit agresif, dan tidak adanya relatif faktor-faktor lokal dalam penyakit agresif dibandingkan dengan kehadiran plak yang melimpah dan kalkulus dalam periodontitis kronis.

Epidemiologi Tanda-tanda klinis dari peradangan kronis periodontitis yaitu:

pembentukan pocket, kehilangan perlekatan, dan bone loss yang diyakini disebabkan oleh efek langsung dan lokasi spesifik akumulasi plak subgingiva. Sebagai akibat dari efek lokal ini, pembentukan pocket dan perlekatan serta bone loss dapat terjadi pada salah satu permukaan gigi, sementara permukaan lain mempertahankan perlekatan normal. Misalnya, permukaan proksimal dengan akumulasi plak kronis mungkin memiliki kehilangan perlekatan, sedangkan permukaan wajah plak bebas dari gigi yang sama mungkin bebas dari penyakit. Selain menjadi situs tertentu, periodontitis kronis dapat digambarkan sebagai

25

lokal, ketika beberapa situs menunjukkan perlekatan dan bone loss, atau general, ketika banyak situs di sekitar mulut yang terkena. Periodontitis dianggap lokal (localized) bila kurang dari 30% dari situs dalam mulut menunjukkan kehilangan perlekatan dan bone loss sedangkan periodontitis dianggap umum (generalized) ketika 30% atau lebih dari situs dalam mulut menunjukkan kehilangan perlekatan dan bone loss

Gambar 2-8 Periodontitis Kronis Umum. A. Gambaran klinis gigi anterior yang menunjukan sedikit plak dan inflamasi, B. Radiografis yang menunjukan hilangnya tulang secara horizontal Sumber: Carranzas Clinical Periodontology 11th Ed

Pola bone loss pada periodontitis kronis mungkin vertikal (sudut), ketika attachment dan bone loss pada salah satu permukaan gigi lebih besar daripada permukaan yang berdekatan (Gambar 16-2, C), atau horizontal, ketika attachment dan bone loss pada tingkat yang seragam pada sebagian besar permukaan gigi (lihat Gambar 16-3, Vertical bone loss dikaitkan dengan pembentukan pocket intrabony. Horizontal bone loss biasanya berhubungan dengan pocket suprabony.

26

Tingkat Keparahan Penyakit Tingkat keparahan kerusakan periodonsium seiring dengan

bertambahnya usia, kehilangan perlekatan dan bone loss menjadi lebih umum dan lebih parah karena akumulasi kehancuran. Keparahan penyakit dapat digambarkan sebagai mild, moderate, dan severe. Istilah-istilah ini dapat digunakan untuk menggambarkan tingkat keparahan penyakit dari seluruh mulut atau bagian dari mulut (misalnya, kuadran, sekstan) atau status penyakit dari gigi individual, sebagai berikut:
1.

Mild periodontitis: kerusakan periodontal umumnya dianggap ringan ketika tidak lebih dari 1 sampai 2 mm kehilangan perlekatan klinis telah terjadi

2.

Moderate periodontitis: kerusakan periodontal umumnya dianggap moderat ketika 3 sampai 4 mm kehilangan perlekatan klinis telah terjadi

3.

Severe periodontitis: kerusakan periodontal dianggap parah ketika 5 mm atau lebih kehilangan perlekatan klinis

Gejala Pasien pertama mungkin menyadari bahwa mereka memiliki

periodontitis kronis ketika mereka melihat bahwa gusi berdarah ketika menyikat gigi atau makan; terdapat ruang antara gigi mereka sebagai akibat dari perpindahan gigi; atau gigi yang telah menjadi longgar. Karena periodontitis kronis biasanya tidak menimbulkan rasa sakit sehingga pasien mungkin kurang inisiatif untuk mencari pengobatan dan menerima rekomendasi pengobatan. Kadang-kadang, nyeri dapat hadir karena tidak adanya karies yang disebabkan oleh akar yang sensitif terhadap panas, dingin, atau keduanya. Area nyeri lokal

27

tumpul, kadang-kadang memancar jauh ke rahang, telah dikaitkan dengan periodontitis. Kehadiran daerah impaksi makanan dapat menambah

ketidaknyamanan pasien. "Gatal" pada gingiva juga dapat ditemukan.

Disease Progression Tingkat perkembangan umumnya lambat tetapi dipengaruhi oleh sistemik atau lingkungan dan faktor kebiasaan. Serangan periodontitis kronik dapat terjadi kapan saja dengan gejala pertama saat remaja berupa plak kronis dan penumpukan kalkulus. Walaupun berjalan lambat dapat mengakibatkan keparahan 6 tahun kemudian. Pada umumnya Periodontitis kronis tidak berkembang di seluruh mulut. Beberapa area bersifat statis untuk beberapa waktu yang lama, tetapi ada juga yang cepat. Perkembangan proggresif umumnya terjadi di area interproksimal area, daerah yang banyak plaknya, dan daerah gigi yang tidak terjangkau ( furcation areas, overhanging margins of restorations, sites of malposed teeth, or areas of food impaction). Beberapa model bertujuan untuk menjelaskan tingkat keparahan ini. Di dalam model ini, tingkat keparahan diukur berdasarkan jaringan yang hilang selama periode: 1. The continuous model. Penyakit ini bersifat lambat, berkelanjutan, dan kerusakan bersifat konstan.

28

2.

The random of episodic- burst model. Penyakit periodontal ini ditandai dengan ledakan kerusakan yang pendek lalu diikuti periode tanpa kerusakan. Pola penyakit ini random.

3. The asynchronous, multiple- burst model. Kerusakan periodontal di sekitar gigi. kronologi penyakit ini tidak sinkron antara gigi yan g satu dengan yang lain. Prevalensi Prevalensinya akan meningkat oleh oleh faktor umur, jenis kelamin. Faktor umur di sini adalah durasi lamanya jaringan periodontal terkena plak kronis.

Risk Factor For Disease 1. Prior History of Periodontal Disease Walaupun bukan faktor resiko utama, sejarah penyakit periodontal pasien berpengaruh besar terhadap kehilangan jaringan dan tulang. Hal ini berarti pasien gingivitis atau periodontitis dapat kehilangan jaringan periodontal apabila tidak medapat perawatan. Pasien pascaperiodontitis kronis dapat terkena kembali, oleh karena itu dibutuhkan perawatan dan pemeliharaan untuk pecegahan. 2. Local Factor Penumpukan plak di gigi dan permukaan gingival di dentogingival junction adalah agen penyebab utama gingivitis dan periodontitis kronik. Porphyromonas gingivalis, Tannerella forsythia, Treponema denticola yang

29

dikenal red complex berperan dalam attachment yang terus menerus dan kehilangan tulang pada periodontitis kronik. Penyakit genetik seperti interleukin- 1 (IL-1) dan perokok menambah resiko kehilangan gigi. Diabetes adalah faktor lain yang berperan besar dalam kerusakan periodontal. Karena kumpulan plak merupakan penyebab utama dari inflammation dan kerusakan, plak harus dibersihkan periodontal dengan cara

membersihkan mulut. Kalkulus adalah kumpulan plak yang keras sebagai tempat tinggal bakteri. 3. Systemic Factors Diabetes adalah kondisi sistemik yang dapat menambah keparahan penyakit periodontal. Tipe diabetes 2 atau diabetes mellitus (NIDDM) adalah diabetes yang paling sering diderita. Diabetes tipe 1 yang diderita anak- anak, remaja, akan menambah kerusakan periodontal ketika diabetesnya tidak terkontrol. Kesimpulannya adalah diabetes tipe 1 dan 2 dapat meningkatkan resiko periodontitis dan dibutuhkan perawatan yang tepat. 4. Environmental and Behavioral Factor Merokok telah teruji dapat meningkatkan keparahan penyakit

periodontal. Akibatnya perokok yang mengalami periodontitis kronis lebih besar kehilangan gigi, jaringan, pocket yang dalam. Calculus lebih banyak di area supragingival dan sedikit subgingival, dan lebih sering gusi berdarah dibandingkan dengan bukan perokok

30

Emosi, stress berhubungan dengan necrotizing ulcerative disease yang berhubungan dengan penurunan fungsi imun. 5. Hereditary Factor Walaupun belum pasti genetik dapat menyebabkan periodontitis kronis tetapi berdasarkan penelitian meningkatkan penumpukan plak dan kalkulus. Contoh penyakit genetiknya adalah IL-1 A dan Il-1B. Pada pasien IL-1 memiliki resiko kehilangan gigi 2,7 kali pada perokok sedangkan IL-1 dan perokok beresiko 7,7 kali lebih tinggi. Penyakit periodontal ini memiliki multifaktor seperti multiple local, sistemik, kondisi lingkkungan, dan genetik.

2.2.3.2 Aggressive Periodontitis Pada umumnya menyerang kesehatan secara sistemik pada pasien dengan usia < 30 tahun. Aggresive periodontitis sendiri dapat dibedakan dari chronic periondotitis dari usia, kecepatan progress penyakit, microflora sub gingiva yang berhubungan, respon imun pasien, dan adanya bawaan penyakit secara keturunan. Di US, berdasarkan penelitian prevalensi terdapat pada African-Americans. Aggressive Periodontitis diklasifikasikan menjadi Aggresive Localized Periondotitis (ALP) atau dulu disebut dengan Aggressive Juvenile Periondotitis dan Aggressive Generalized Periondotitis (AGP).

31

1.

Aggressive Localized Periondotitis

Latar Belakang Pada 1923, Gottlieb melaporkan pasien dengan "diffuse athropy pada tulang alveolar". Dikarakteristikkan dengan kehilangan ikata kolagen pada ligamen periondotal dan digantikan oleh jaringan ikat longgar juga terdapat pelebaran ligamen periondotal. Pada 1928, adanya inhibisi dari pembentukan sementum berlanjut, dinamakan penyakit "deep cementhopia" dan di hipotesis sebagai "penyakit erupsi". 1928 Wannenmacher, menemukan gigi molar pertama dan Insisivus, dan disebut dengan Parodontitis Marginalis Progressiva. Istilah Juvenile periondotitis pertama kali di perkenalkan oleh Chaput 1967 dan Butler 1969. Pada 1971, Baer menyatakan itu adalah " sebuah penyakit periondotium yang terjadi pada remaja yang dikarakteristikan dengan kecepatan lepasnya tulang alveolar di lebih dari 1 gigi pada gigi permanen dengan jumlah kerusakan tidak sebanding dengan jumlah iritan". Pada 1989 World Workshop in Clinical Periondotitis, memberi istilah Localized Juvenile Periondotitis yang sekarang disebut dengan Localized Aggressive Periondotitis. Karakteristik Klinis. Localized Aggressive Periondotitis biasanya terjadi pada saat pubertas. Secara klinis terdapat pada gigi molar pertama atau insisivus dengan gambaran terlepasnya ikatan interproksimal pada sedikitnya 2 gigi dimana salah satunya merupakan molar pertama dan melibatkan tidak lebih dari 2 gigi selain molar

32

pertama dan insisivus. Penyebab yang mungkin menyebabkan kerusakan jaringan periodontal pada gigi tertentu: 1. Adanya inisiasi dari bakteri Aggregatibacter Actynomycetemcomitans, yang membentuk koloni pada gigi permanen pertama yang erupsi yaitu gigi molar pertama dan insisivus. Menginvasi pertahanan host dengan berbagai mekanisme yaitu dengan memproduksi endotoksin, colagenase, leukotoxin, dan faktor lainnya yang dapat membuat bakteri berkolonisasi pada poket dan menginvasi jaringan periodontal. Setelah inisial, pertahanan imun yang adequate akan memproduksi antibodi opsonic yang akan memperbanyak pembersihan dan fagositosis pada bakteri dan menetralkan aktivitas leukotoxic. Membuat kolonisasi pada daerah lain terhindari. Adanya respon kuat dari antibodi pada agen infeksi merupakan karakteristik Localized Aggressive Periondotitis. 2. Terdapat bakteri antagonis A.Actinomycetemcomitans yang dapat mengkolonisasi jaringan periondotitis dan menghambat bakteri

A.Actinomycetemcomitans untuk berkolonisasi lebih jauh ke daerah periondotal di mulut. 3. A. Actinomycetemcomitans dapat berhenti memproduksi leukotoxin tanpa alasan. Jika itu terjadi, menghambatnya kolonisasi di daerah baru. 4. Kelainan pada pembentukan sementum, menyebabkan terlokalisasinya lesi. Pada permukaan akar padai gigi yang diekstraksi pada pasien LAP ditemukan adanya hipoplastic atau aplapastic sementum.

33

Terdapat poket yang dalam dan kehilangan tulang yang parah. Jumlah plak pada pasien LAP, pada gigi yang terinfeksi sangat minimal. Disebut inkosisten dengan kerusakan periondotal yang terjadi. Plaknya sangat tipis pada gusi dan jarang membentuk kalkulus. Namun prevalensi bakteri

A.Actinomycetemcomitans pada gusi tinggi. Seperti dengan namanya Aggressive, progress penyakit ini cepat. Gambaran klinis yang terlihat antara lain: (1) Migrasi distolabial pada maxilla incisor dengan diastema, (2) meningkatnya mobility pada incisor maxilla dan mandibula dan molar pertama, (3) permukaan akar yang tidak terlapisi lagi, sensitif terhadap termal dan stimuli taktil, (4) rasa nyeri yang dalam, dull, dan menyebar saat mastikasi, disebabkan oleh iritasi pada struktus penyangga akibat gigi yang goyang dan impaksi makanan. Dapat terjadi periondotal abses dan pembesaran regional lympanode.

Penampakan Radiography 1) Terlihat hilangnya tulang alveolar secara vertikal di sekeliling M1 dan Insisivus. Terjadi di masa pubertas pada remaja yang sehat. 2) Kehilangan tulang alveolar dengan bentuk arch shape yang memanjang dari permukaan distal P2 hingga permukaan mesial M2. 3) Kecacatan tulang lebih besar dari chronic peiondotitis.

34

Gambar 2-9 Localized Aggressive Periodontitis Sumber: Carranzas Clinical Periodontology 11th ed

Prevalensi dan Predileksi berdasarkan Umur dan Jenis Kelamin Localized Aggressive Periondotitis, prevalensinya terdapat pada remaja usia pubertas atau di bawah 20 tahun. Prevalensinya lebih kepada orang berkulit hitam, dan laki-laki berkulit hitam 2,9 kali lebih besar dari perempuan berkulit hitam sedangkan pada kulit putih perempuan justru prevalensinya lebih besar dari laki-laki berkulit putih.

2.

Generalized Aggressive Periodontitis Agresif periodontitis generalis biasanya menyerang individu dibawah

usia 30 tahun, tetapi orang tua juga bisa terserang. Bedanya dengan local agresif periodontitis pada individu yang menderita agresif periodontitis generalis memproduksi antibodi yang sedikit melawan patogen. Secara klinis agresif periodontitis generalisata dikarakteristikkan dengan kehilangan perlekatan

35

interproksimal secara general sedikitnya 3 gigi permanen selain molar pertama dan insisif. Kerusakan muncul dan tetap terjadi secara bertahap dengan periode kerusakan lanjut diikuti dengan tahapan kepasifan dari variable waktu (minggu sampai bulan bahkan tahun). Gambaran radiologi sering memperlihatkan kerusakan tulangyang progresif sejak evaluasi sebelumnya.Seperti yang terlikhat pada local agresive periodontitis,pasien dengan agresif periodontitis generalisata sering terdapat sejumlah sedikit bakteri plak yang berasosiasi dengan gigi yg terinfeksi. secara kuantitas jumlah dari plak terlihat tidak konsisten dengan jumlah dari kerusakan periodontal. Secara kualitas p.gingivalis, a.actinomycetemcomitans, dan

bacteriodes forsythus terdetekso ada pada plak. Dua respons jaringan gingiva dapat ditemukan pada kasus ini. Pertama adalah parah, yaitu inflamasi jaringan yg akut, adanya proliferasi, ulserasi dan berapi kemerahan. Pendarahan mungkin terjadi secara spontan atau dengan stimulus. Supurasi juga merupakan tanda yang penting yang akan muncul. Respon jaringan dipertimbangkan akan tetap terjadi pada destructive stage, dimana

perlekatan dan tulang akan lepas. Pada kasus lain jaringan gingival berwarna pink, tidak ada inflamasi, dan adakalanya terdapat sedikit banyak tipling meskipun gambaran terakhir tidak menampakkan stipling. Dilihat dari penampakkan klinis poket yang dalam dapat dilihat melalui probing. Respon jaringan telah

dipertimbangkan oleh page dan schroeder bersamaan dengan periode kepasifan dimana level tulang masih tak berubah. Beberapa pasien dengan agresif

36

periodontitis

generalisata

menunjukkan

manifestasi

sistemik

contohnya

kehilangan berat badan, depresi mental, dan malaise secara general.

Gambar 2-10 Severe Generalized Aggressive Periodontitis Sumber: Carranzas Clinical Periodontology 11th ed

Gambar 2-11 Gambaran Radiografis Severe Generalized Aggressive Periodontitis Sumber: Carranzas Clinical Periodontology 11th ed

Prevalensi dan Distrubusi Penyakit Berdasarkan Umur dan Jenis Kelamin Pada penelitian penyakit periodontal yang tidak diobati di sri lanka 8% dari populasi memperlihatkan progres yang cepat dari penyakir periodontal ditandakan dengan kehilangan perlekatan 0,1 sampai 1mm. Pada survey nasional di us usia 0,13 % 14 sampai 17 dilaporkan menderita agresif periodontitis

37

generalisata. Indivu berkulit hitam mempunyai resiko lebih tinggi dari pada kulit putih dan laki-laki lebih banyak daripada perempuan. Faktor Resiko 1. Faktor Mikrobiologi Beberapa organisme spesifik sering ditemukan a.actomycetemcomitans, capnocytophaga sp. Eikenella corrodens, Prevotella intermedia, dan

Campylobacter rectus tetapi A.actinomycetemcomitans adalah patogen primer. Berdasarkan 1. A.actinomycomitans ditemukan dalam frekuensi tinggi

(mendekati 90%) 2. Jumlah a.actinomycomitans bertmbah ditempat terjadinya agresif periodontitis lokalisata. 3. Pada serum pasien sering ditemukan antibody yang menunjukkan a.actinomycetemcomitans, 4. Studi klinis memperlihatkan hubungan antara pengurangan respon yang dari baik. bakteri 5. A.

a.actinomycetemcomitans

memberikan

actinomycetemcomitans memproduksi faktor virulensi yang berkontribusi dalam proses penyakit. Dalam beberapa studi a.actinomycetemcomitans tidak terdeteksi, studi lain melaporkan adanya p.gingivalis, p. Intermedia, fusobacterium nucleatum, c.rectus dan treponema denticola pada agresif periodontitis generalisata. A.actinomycetemcomitans sering ditemukan pada jaringan periodontal yang sehat, menunjukkan bahwa bakteri tersebut merupakan flora normal individu. 2. Faktor imunologi Antigen yang berperan adalah HLA-A9 (human leukocyte antigen) dan B15. Beberapa pasien dengan agresif periodontitis memperlihatkan kerusakan

38

fungsi dari polymorphonuklear leukosit, monosit, atau keduanya. Sehingga tidak terjadi kemotaksis antara PMN dengan sumber infeksi dan kehilangan kemampuan untuk memfagositosis dan membunuh mikroorganisme. 3. Faktor lingkungan Jumlah dan durasi dari merokok merupakan variabel penting yang dapat mengakibatkan dektruksi yang luas selama masa muda. kerusakan gigi dan kehilangan perlekatan pada psien perokok. Memungkinkan

2.2.3.3 Relationship Between Periodontal Disease and Systemic Health 1. Acquired Neutropenia Neutropenia, kadang-kadang disebut sebagai neutropaeniaor

neutropoenia, dari Latin awalan neutro-(tidak, untuk pewarnaan netral) dan Yunani akhiran - (kekurangan), adalah suatu ciri suatu penyakit yang disebabkan karena jumlah neutrophils yang sangat rendah hingga menjadi abnormal. Neutrofil biasanya membuat 50-70% sel darah putih yang beredar dan berfungsi sebagai pertahanan utama terhadap infeksi oleh

destroyingbacteria dalam darah. Oleh karena itu, pasien dengan neutropenia lebih rentan terhadap infeksi bakteri dan, tanpa perhatian medis segera, kondisi dapat menjadi ganas dan mematikan (neutropenia sepsis). Neutropenia dapat menjadi akut atau kronis tergantung dari berapa lama penyakit tersebut. Pasien memiliki neutropenia kronis jika kondisi berlangsung selama lebih dari tiga bulan. Hal ini kadang-kadang digunakan secara bergantian dengan istilah leukopenia ("defisit dalam jumlah sel darah putih"),

39

seperti neutrofil yang leukosit terbanyak, tetapi neutropenia lebih benar dianggap subset dari leukopenia secara keseluruhan. Neutropenia dapat berkembang sebagai akibat dari satu atau lebih mekanisme patologis, termasuk berkurangnya sumsum tulang produksi, eksekusi neutrofil dan perusakan peningkatan neutrofil dengan tingkat keparahan dan durasi neutropenia. Neutropenia ini diklasifikasikan menurut etiologi sebagai bawaan atau faktor didapatkan, dengan yang keduanya akan ditindak lebih lanjut menurut etiologi atau patologi. Manifestasi periodontal neutropenia termasuk edematous gingivitis yang berwarna merah seperti api, yang sering hyperplastic dan disertai dengan hilangnya tulang periodontal. Fitur periodontal meliputi beberapa macam edematous, hyperplastic gingivitis dengan awal keropos tulang, dan kondisi tidak merespond baik untuk perawatan. 2. Leukemia Leukemia adalah suatu kejadian dimana produksi sel darah putih yag berlebihan dan merupakan gangguan pembentukan sel darah putih yang terjadi di sumsum tulang. Sel-sel tersebut tidak berkembang secara normal dan sebagian besar merupakan sel yang masih muda atau belum matang yang tidak jelas fungsinya. Pada pasien leukemia, terjadi pembentukan sel darah putih yang abnormal dan tidak berfungsi seperti sel darah putih yang normal. Sel leukemia yang tedapat dalam sumsum tulang akan terus membelah dan semakin

40

mendesak sel normal, sehingga produksi sel darah normal akan mengalami penurunan. Gejala umum yang terdapat pada penderita leukemia adalah demam atau berkeringat malam, sering mengalami infeksi, merasa lemah atau capek, pucat, sakit kepala, mudah berdarah atau memar, nyeri pada tulang atau sendi, pembengkakan atau rasa tidak nyaman di perut akibat pembesaran limpa, pembesaran kelenjar getah bening terutama di leher dan ketiak, penurunan berat badan. Gambaran klinis pembesaran gingiva pada pasien leukemia antara lain gingiva yang berwarna merah kebiruan, permukaan licin berkilat dan konsistensinya agak padat. Hal ini terjadi karena adanya proliferasi leukosit ke jaringan ikat. Selain itu rasa sakit dan perdarahan gingiva juga dialami pasien leukemia akibat pembuluh darah yang melebar. Penentuan diagnosis leukemia melalui indikator pembesaran gingiva memerlukan pemeriksaan klinis, darah, dan biopsi.

Gambar 2-12 Periodontitis pada penderita leukimia Sumber: http://www.aafp.org/afp/2010/1201/afp20101201p1381-f10.jpg)

41

3.

Familial and Cyclic Neutropenia Neutropenia cyclic adalah gangguan yang menyebabkan infeksi yang

sering dan masalah kesehatan lainnya pada individu yang terkena. Orang dengan kondisi ini memiliki episode berulang dari neutropenia yang terdapat kekurangan neutrofil. Neutrofil adalah jenis sel darah putih yang memainkan peran dalam peradangan dan melawan infeksi. Episode neutropenia jelas pada saat lahir atau segera sesudahnya. Untuk individu yang paling terpengaruh, neutropenia berulang setiap 21 hari dan berlangsung selama sekitar 3 sampai 5 hari. Neutropenia membuatnya lebih sulit bagi tubuh untuk melawan patogen seperti bakteri dan virus, sehingga orang-orang dengan neutropenia cyclic biasanya mengalami infeksi sinus, pernafasan, dan kulit yang berulang. Selain itu, orang-orang dengan kondisi ini sering mengembangkan terbuka radang di mulut dan usus, radang tenggorokan (faringitis) dan gusi (gingivitis), berulang demam atau sakit perut. Orang dengan neutropenia cyclic memiliki masalah kesehatan ini hanya selama episode neutropenia. Kadang-kadang ketika tingkat neutrofil mereka normal, resiko mereka untuk terkena infeksi dan inflamasi berkurang.

42

Gambar 2-13 Familial and Cyclic Neutropenia Sumber: http://classconnection.s3.amazonaws.com/82/flashcards/68082/png/cyclic_neutrop enia.png

4.

Down Syndrome Down Syndrom (Down syndrome) adalah suatu kondisi keterbelakangan

perkembangan fisik dan mental anak yang diakibatkan adanya abnormalitas perkembangan kromosom. Kromosom ini terbentuk akibat kegagalan sepasang kromosom untuk saling memisahkan diri saat terjadi pembelahan. Kelainan genetik yang terjadi pada kromosom 21 pada berkas q22 gen SLC5A3, yang dapat dikenal dengan melihat manifestasi klinis yang cukup khas. Kelainan mayor yang sering berhubungan adalah kelainan jantung 3040%. atresia gastrointestinal, leukimia dan penyakit tiroid. IQ berkisar 2550.Insidensnya pada Wanita yang hamil diatas usia 35 tahun meningkat dengan cepat menjadi 1 diantara 250 kelahiran bayi. Diatas 40 tahun semakin meningkat lagi, 1 diantara 69 kelahiran bayi.

43

Manifestasi pada mulut adalah gangguan mengunyah menelan dan bicara. scrotal tongue, rahang atas kecil (hypoplasia maxilla), keterlambatan pertumbuhan gigi, hypodontia, juvenile periodontitis, dan kadang timbul bibir sumbing

Gambar 2-14 Periodontitis sebagai manifestasi dari penyakit sistemik. Terjadi inflamasi gingiva yang intens pada penderita Down Syndrome Sumber: http://www.perioimplantelsalvador.com/Informacion/bibliografia/diagnostico_clasificacio n_ep_armitage.pdf

5.

Leukocyte Adhesion Deficiency Leukosit adhesi deficiency tipe I (LAD-I) adalah gangguan resesif

autosomal immunodeficiency ditandai dengan cacat dalam integrin reseptor sel darah putih yang menyebabkan gangguan adhesi dan chemotaxis. Pasien yang terkena rentan terhadap bakteri berulang dan infeksi jamur, pembentukan nanah gangguan, penyembuhan luka tertunda, dan periodontitis. Periodontal temuan pada pasien ini meliputi awal-awal penyakit tersebut, yang dipengaruhi gigi primer dan permanen dentitions, warna kemerahan yang sangat intens, peradangan gingiva, dan hilangnya periodontal yang sangat cepat yang tampaknya refrakter terhadap terapi periodontal non-bedah konvensional.

44

Gambar 2-15 Periodontitis pada penderita defesiensi adesi leukosit Sumber: http://mp.bmjjournals.com/content/54/1/1/F4.large.jpg

6.

PapillonLefvre syndrome PapillonLefvre syndrome merupakan kelainan bawaan yang ditandai

dengan hiperkeratosis dari telapak tangan dan telapak kaki dan kerusakan parah periodonsium. Periodontitis menyebabkan hilangnya tulang (resorppsi) dan gigi tanggal. Gigi primer tanggal pada usia 5 atau 6 tahun. Gigi permanen erupsi, tetapi kemudian tanggal karena adanya kerusakan tulang. Pada usia 15 tahun sebagian besar individu yang menderita sindom ini sudah mengalami edentulous dini.

7.

ChediakHigashi syndrome Chediak-HigasM Syndrome merupakan sebuah langka, penyakit

herdeiter yang langka yang melibatkan sistem kekebalan tubuh dan saraf yang ditandai oleh warna rambut, mata, dan kulit yang berwarna pucat. Penurunan neutrofil chemotaxis merupakan karakteristik dari penyakit ini. Periodontitis agresif biasanya terjadi pada individu dengan penyakit ini.

45

8.

Langerhans cell disease (histiocytosis syndromes) Sel Langerhans histiocytosis adalah penyakit langka, etiologi dan

patogenesis yang sebenarnya tidak diketahui. Berbagai faktor etiologi telah diusulkan termasuk reaksi imunologi, virus, bakteri dan pengaruh genetik. Sel Langerhans adalah sel-sel sumsum tulang yang merupakam derivat dendritik terletak suprabasally di sebagian stratified squamous epitel. Mereka bertindak sebagai antigen-presenting sel selama induksi respon imun. Selain memiliki fungsi yang mirip dengan sel dendritik dan makrofag lain, sel Langerhans khusus dan dapat bermigrasi, memainkan peran penting dalam kehadiran antigen kepada limfosit-T. Mereka memainkan peran kunci dalam induksi respon imun dan juga dalam reaksi immunopathological terjadi pada tingkat kulit dan / atau mukosa. Sel-sel Langerhans merupakan " first barrier " sensitisasi dari sistem kekebalan tubuh, yang menyebabkan clearance antigen atau fenomena patologis. Namun hal ini tidak diketahui, apa yang menyebabkan proliferasi sel-sel ini dalam lesi histiocytosis. Manifestasi oral sel Langerhans histiocytosis mungkin yang pertama dan/ atau tanda tunggal dari penyakit. Manifestasi ini menyajikan karakteristik yang berbeda bila dibandingkan dengan yang ditemukan di lokasi lain. Hal ini mungkin karena anatomi yang unik dari struktur gigi-pendukung, dan untuk lingkungan bakteri dari mulut yang merupakan predisposisi infeksi sekunder. Itulah sebabnya lesi histiocytosis telah keliru didiagnosis sebagai penyakit periodontal (Winther et al., 1972). Sejumlah tanda-tanda klinis dapat diamati seperti kehilangan periodontal yang parah, erosi dan ulserasi mukosa,

46

perdarahan gingiva, eksudat purulen, mobilitas dan pengelupasan kulit prematur gigi, erupsi prekoks dari gigi lengkap dan erupsi ektopik gigi molar permanen (Hartman, 1980 ; Moghadam et al, 1991;.. Hanapiah et al, 1993). Fitur radiografi terdiri dari daerah soliter atau beberapa dari radiolusen yang didefinisikan dalam tulang alveolar meniru penyakit periodontal yang parah. Penghancuran lamina dura memberikan penampilan radiografi "floating teeth" (Hartman, 1980;. Bhaskar et al, 1993), yang telah dipertimbangkan, oleh beberapa penulis, sebagai fitur radiografi yang paling representatif dari penyakit. 9. Glycogen storage disease Glycogen storage disease merupakan salah satu dari 14 penyakit yang diakui yang mengganggu penyimpanan karbohidrat dalam bentuk glikogen dalam tubuh. Penyakit ini ditandai dengan neutropenia. Manifestasi periodontal penyakit ini muncul pada usia muda dengan potensi kehilangan gigi awal/ premature loss. 10. Infantile Genetic Agranulocytosis (Kostmann syndrome) Infantile Genetic Agranulocytosis atau yang sering dikenal sebagai Kostmann syndrome merupakan kelainan herediter langka dari neutropenia kronis yang parah biasanya terdeteksi segera setelah lahir. Individu dengan agranulositosis genetik infantil mengalami penyakit periodontal yang parah. 11. Cohen Syndrome Cohen sindrom disebut juga pepper syndrome atau cervenka syndrome adalah gangguan genetik pada kromosom 8 lokus 8q22 dengan karakteristik

47

adanya keterlambatan perkembangan, disabilitas intelektual, ukuran kepala yang kecil (mikrocephaly), dan hipotonia. Biasanya pasien yang mengalami penyakit ini ditandai dengan gejala klinis seperti obesitas, retardasi mental, jari-jari yang pendek dan craniofacial dismorfi juga disertai komplikasi occular. Tanda dan gejala lain dari cohen sindrom pada beberapa pasien adalah tingkat sel darah putih yang rendah (neutropenia). Kerusakan pada jaringan periodontal juga merupakan salah satu manifestasi yang diakibatkan oleh adanya penyakit neutropenia.

Gambar 2-16 Cohen Syndrome Sumber: www.gulfkids.com

12.

Ehler-Danlos Syndrom Tipe IV dan VIII Sindrom ini merupakan gangguan herediter jaringan ikat dikarenakan

kerusakan atau cacat pada struktur, produksi, dan proses kolagenasi atau protein yang berinteraksi dengan kolagen. Pasien yang mengalami sindrom ini pada sendi mengalami hipermobilitas dan pada kulitnya mengalami hiperelastisitas juga jaringan ikat yang lemah. Pada penderita ehler-danlos

48

sinrom ditemukan juga gangguan oral yaitu periodontitis yang pada tahap selanjutnya akan menimbulkan kehilangan gigi secara dini (premature loss of decidious/permanent teeth).

Gambar 2-17 Ehler-Danlos Syndrom Tipe IV dan VIII Sumber: www.wikimedia.com

13.

Hipophosphatasia Merupakan penyakit gangguan metabolik tulang yang diakibatkan oleh

kekurangan fosfat. Gangguan ini bisa menyebabkan hipomineralisasi tulang skeletal, respratory compromise, dan osteomalacia yang progresif. Kekurangan tissue no-specific alcaline phosphatase (TNSALP) pada osteoblast dan chondrocyte akan menimbulkan mineralisasi tulang yang terganggua sehingga menyebabkan osteomalacia. Manifestasi oral dari gangguan defisiensi ini adalah aplasia, hipoplasia, displasia dental cementum, premature loss decidious teeth, exvoliated premature, enlarge pulp chamber and root canals. Odontohypophosphatacia merupakan gangguan gigi pada penderita yang disebabkan adanya ganguan herediter leukosit dan penyakit lainya. Penyakit periodontal ini merupakan early onset untuk odontohypophosphatacia.

49

Gambar 2-18 Hypophosphatacia Sumber: www.ojrd.com

14.

Diabetes dan Penyakit Periodontal Tidak seperti yang dijelaskan diatas, pada pembahasan kali ini diabetes

dapat menyebabkan faktor resiko gingivitis dan periodontitis.Diabetes dihubungkan dengan inflamasi gingival yang meningkat pada respon plak bakteri, tapi control glukemik adalah sebuah variable penting pada hubungan ini. Pada umumnya individu penderita diabetes yang mengontrol dengan baik dan orang nondiabetik mempunyai derajat gingivitis dan level plak yang sama.Conversely, subjek dibetes yang dikontrol buruk mempunyai peningkatan gingivitis yang signifikan , dibandingkan yang dikontrol dengan baik atau pada nondiabetes. Pada studi epidemiologi yang besar, diabetes melitus telah menunjukkan peningkatan resiko secara signifikan dari kehilangan pelekatan dan kehilangan tulang alveolar kira-kira lipat tiga dibandingkan subjek control

nondiabetes.Penemuan ini telah menetapkan meta-analyses dari berbagai studi dalam populasi diabetes.Diabetes tidak hanya prevalensi dan severity

50

periodontitis tetapi juga progresi kehilangan tulang dan kehilangan perlekatan dari waktu ke waktu. Periodontitis adalah serupa dengan komplikasi klasik tentang diabetes dalam variasi nya diantara individu. Sama halnya retinopathy, nephropathy, dan neurophaty lebih mungkin terlihat pada pasien diabetes dengan control glikemik yang buruk, periodontitis destruktif progresif juga lebih umum terlihat pada control yang buruk. Namun demikian beberapa pasien diabetes yang dikontrol dengan buruk tidak berkembang periodontal destruktif secara signifikan, beberapa yang kurang baik mengawasi pasien diabetes tidak dikembangkan pembinasaan periodontal yang penting, sama halnya beberapa tidak berkembang pada komplikasi klasik diabetes. Sebaliknya, diabetes yang terkontrol dengan baik menempatkan orang pada resiko yang rendah penyakit periodontitis, sama resiko pada individu non diabetes. Faktor resiko yang lain untuk periodontitis, oral hygiene yang buruk dan merokok, memainkan suatu peran yang serupa yang mengganggu antara individu diabetes dan yang nondiabetes. Mekanisme diabetes mempengaruhi periodontium sama pada pengakuan banyak orang pada pathophysiology komplikasi klasik diabetes. Ada sedikit perbedaan antara microbiota subgingival pasien diabetes dengan periodontitis dan pasien nondiabetic dengan periodontitis.Perbedaan yang penting di agen bacteriologic utama pada penyakit periodontal menyatakan bahwa perbedaan di respon tuan rumah dapat berperan pada peningkatan prevalensi dan severity pada pasien dengan diabetes melitus.

51

Hyperglycemia mengakibatkan peningkatan level cairan glukosa crevicular gingival, yang dapat mengubah periodontal secara signifikan pada peristiwa penyembuhan-luka dengan mengubah interaksi antara sel dan matriks ekstraselularnya di dalam periodontium.Perubahan vaskuler terlihat pada retina, glomerulus, dan area perineural juga terjadi di

periodontium.Pembentukan AGEs mengakibatkan akumulasi collagen di membran dasar kapiler periodontal, menyebabkan penebalan membrane. Proliferasi AGE-stimulated smooth-muscle meningkatkan ketebalan dinding pembuluh. Perubahan ini menurunkan perfusi dan oxygenasi jaringan. AGEmodified Collagen di dinding pembuluh darah gingival mengikat LDL bersirkulasi, yang sering ditingkatkan pada diabetes, menghasilkan formasi atheroma dan penyempitan lebih lanjut dari lumen pembuluh.Perubahan pada periodontium di periodontium dapat mengubah secara dramatis respon jaringan terhadap pathogen periodontal, menghasilkan peningkatan kerusakan jaringan dan potensi perbaikan yang berkurang. Diabetes mengakibatkan perubahan pada fungsi sel pertahanan tuan

rumah seperti polymorphonuclear leukocytes (PMNS), monocytes, dan macrophages. PMN adheren, chemotaxis, dan phagocytosis adalah impaired. Defek pada garis yang pertama dapat menahan melawan mikroorganisme yang periodontopathic dapat dengan mantap meningkatkan kerusakan periodontal. Monocytes dan macrophages pada individu diabetes sering hiper responsive terhadap antigen bakteri. This up-regulation mengakibatkan peningkatan produksi proinflammatory cytokines dan mediators.Efek dari perubahan

52

pertahanan tuan rumah ini adalah peningkatan inflamasi periodontal, kehilangan perlekatan dan kehilangan tulang. 15. HIV Besar hubungan terkait antara penyakit periodontal dengan gigi pada penderita HIV. Terdapat bukti menunjukkan bahwa penyakit HIV biasanya terjadi pada penggunaan jarum suntik intravena (IV). Hal ini berhubungan dengan buruknya kebersihan mulut dan kurangnya perhatian pada kesehatan rongga mulut sehingga memicu menurunnya jumlah sel CD4. 1. Linear Gingival Erythema Keras, bergaris, mudah terjadi pendarahan, erythematous gingivitis (LGE) merupakan ciri-ciri individu terinfeksi HIV. Hal ini merupakan tanda pertumbuhan terjadinya necrotizing ulcerative periodontitis (NUP) secara cepat. Lesi gingivitis linear mungkin dapat dilokalisir atau merata. Erythematous gingivitis dibatasi sampai marginal tissue, memanjang sampai attached gingiva dengan ciri-ciri diffuse erythema, memanjang sampai ke dalam mukosa alveolar.

Gambar 2-19 Gingival Erythema Sumber: www.quizlet.com

53

2. Necrotizing Ulcerative Gingivitis Insiden peningkatan NUG juga terjadi pada penderita HIV, namun hal ini tidak dibenarkan dalam studi lain.

Gambar 2-20 Necrotizing Ulcerative Gingivitis Sumber: www.hivdent.com

3. Necrotizing Ulcerative Stomatitis Destruksi parah, nyeri akut merupakan gejala dari NUS pada penderita HIV positif. Karakteristik NUS adalah nekrosis area yang signifikan seperti pada jaringan lunak mulut dan jaringan tulang. NUS tidak dapat dipisahkan dari NUP dan sangat erat dengan penurunan sel imunitas CD4. Kondisi ini identik pada cancrum oris (noma), namun jarang terjadi, merupakan proses destruksi karena kurangnya nutrisi pada individu. NUS terjadi karena menurunnya serangan imunodefisiensi.

Gambar 2-21 Necrotizing Ulcerative Stomatitis Sumber: www.hivdent.com

54

4. Necrotizing Ulcerative Periodontitis Nekrosis, ulserasi, merupakan bentuk dari periodontitis yang tumbuh cepat secara progresif pada penderita HIV. NUP dapat digambarkan sebagai pemanjangan proses dari NUG dimana dalam keadaan ini terjadi lepasnya tulang alveolar, kehilangan perlekatan jaringan periodontal. Ciri-ciri NUP: nekrosis jaringan lunak, destruksi jaringan periodontal, dan lepasnya jaringan tulang interproksimal. Pada individu imunokompeten, kerusakan jaringan membutuhkan waktu bertahun-tahun untuk terjadi, namun hanya terjadi dalam beberapa bulan pada penderita yang terinfeksi HIV jika tidak dilakukan perawatan yang tepat. Kehilangan tulang secara cepat ini juga cenderung terjadi pada individu berusia muda. Penderita kadang-kadang langsung mengalami lesi nekrosis, tidak ada rasa nyeri, terdapat lubang dalam yang sulit dibersihkan, yang merupakan tanda terjadinya periodontitis konvensional. Terdapat pembentukan poket karena hilangnya jaringan lunak ataupun jaringan keras. Destruksi jaringan dapat meluas sampai ke muco-gingival junction.

Gambar 2-22 Necrotizing Ulcerative Periodontitis Sumber: www.hivdent.com

55

2.2.3.4 Necrotizing Periodontal Disease Necrotizing periodontal disease terbagi atas dua yaitu necrotizing

gingivitis ulseratif (NUG) dan necrotizing ulcerativeperiodontitis (NUP). Necrotizing Ulcerative Gingivitis sebelumnya diklasifikasikan sebagai "penyakit gingiva" atau "gingivitis", sedangkan Necrotizing Ulcerative

Periodontal sebelumnya diklasifikasikan sebagai bentuk "periodontitis" karena terdapat kehilangan perlekatan. Tinjauan terakhir atas etiologi dan karakteristik klinis dari Necrotizing Ulcerative Gingivitis dan Necrotizing Ulcerative Periodontal telah menyatakan bahwa kedua penyakit tersebut merupakan manifestasi klinis dari penyakit yang sama, kecuali bahwa perbedaan Necrotizing Ulcerative Periodontal adalah hilangnya perlekatan klinis dan tulang. Akibatnya, baik Necrotizing Ulcerative Gingivitis dan Necrotizing Ulcerative Periodontal telah ditetapkan sebagai kelompok yang terpisah dari penyakit yang memiliki nekrosis jaringan sebagai fitur klinis utama. Karakteristik klinis Necrotizing Periodontal Disease tidak terbatas pada ulserasi dan nekrosis papiler dan marginal gingiva yang ditutupi oleh nanah putih atau keabu-abuan atau kekuningan atau pseudomembran, papilla yang menumpul, perdarahan pada provokasi atau perdarahan spontan, nyeri, dan napas berbau busuk. Penyakit ini dapat disertai dengan demam, malaise, dan lymphadenopamu, meskipun karakteristik ini tidak konsisten.

56

1.

Necrotizing Ulcerative Gingivitis Ciri-ciri tertentu dari NUG adalah etiologi bakteri, lesi nekrotik, serta

faktor predisposisi seperti stres psikologis, merokok, dan imunosupresi. Selain itu, kekurangan gizi dapat menjadi faktor di negara berkembang. NUG biasanya terlihat sebagai lesi akut yang merespon baik terhadap terapi antimikroba dikombinasikan dengan penghilangan plak dan kalkulus secara profesional dan meningkatkan kebersihan rongga mulut.

Definisi NUG adalah penyakit microbial pada gingiva yang dikarakteristikan dengan kematian jaringan gingiva dengan nanah dan munculnya tanda-tanda dan gejala.

Etiologi 1. Peran Bakteri Plaut pada tahun 1894 dan Vincent pada tahun 1896 mendalilkan bahwa NUG disebabkan oleh bakteri spesifik: fusiform bacillus dan organisme spirochetal. Pendapat masih berbeda mengenai apakah bakteri adalah faktor penyebab utama dalam NUG. Beberapa pengamatan mendukung konsep ini, termasuk bahwa organisme spirochetal dan basil fusiform selalu ditemukan pada penyakit, dengan organisme lain juga terlibat. Rosebury et al menggambarkan sebuah kompleks yang terdiri dari fusospirochetal T. microdentium, spirochetes intermediate, vibrio, fusiform

57

basil, dan organisme berfilamen, di samping beberapa spesies Borrelia. Loesche et al menjelaskan flora konstan dominan dan flora variabel yang terkait dengan NUG. Flora konstan terdiri dari Prevotella intermedia, selain Fusobacterium, Treponema, dan spesies Selenomonas. Variabel Flora terdiri dari array heterogen bakterijenis. Pengobatan dengan metronidazol menunjukan hasil yang signifikan dalam penurunan dari spesies Treponema, Prevotella intermedia, dan Fusobacterium, dengan resolusi gejala klinis. Spektrum antibakteri obat ini memberikan bukti bahwa flora anaerobic ini sebagai agen etiologi. Temuan bakteriologis telah didukung oleh data imunologi yang melaporkan peningkatan imunoglobulin ( IgG dan IgM ) titer antibodi untuk spirochetes intermediet. dan P. intermedia pada pasien NUG dibandingkan dengan titer pada mereka dengan gingivitis kronis dan kontrol yang sehat.

2.

Peran Respon Inang

Terlepas dari apakah bakteri spesifik yang terlibat dalam etiologi NUG, kehadiran organisme ini tampaknya tidak cukup untuk menyebabkan penyakit. Peran respon inang di NUG telah lama dikenal. Bahkan dalam deskripsi awal penyakit ini, NUG telah dikaitkan dengan stres fisik dan emosional dan penurunan resistensi terhadap infeksi. Selanjutnya, NUG tidak ditemukan pada individu bergizi baik dengan sistem kekebalan tubuh yang berfungsi penuh.

58

Semua faktor predisposisi NUG berhubungan dengan imunosupresi. Hal ini penting bagi dokter untuk mengetahui faktor-faktor predisposisi yang menyebabkan immunodeficiency di NUG dalam rangka mengatasi

kerentanan lanjutan pasien dan untuk menentukan apakah suatu penyakit sistemik hadir. Immunodeficiency mungkin berhubungan dengan berbagai tingkat kekurangan gizi, kelelahan yang disebabkan oleh kekurangan tidur kronis, kebiasaan kesehatan lainnya ( misalnya, penyalahgunaan alkohol atau narkoba ), faktor psikososial, atau penyakit sistemik. NUG dapat menjadi gejala utama untuk pasien dengan imunosupresi berhubungan dengan manusia immunodeficiency virus ( HIV).

Gambar 2-23 Bakteri yang terdapat pada lesin necrotizing ulcerative gingivitis. A. Spirochete; B. Bacillus fusiformis; C. filamentous organism (Actinomyces or Leptotrichia); D. Streptococcus; E. Vibrio; F. Treponema 3. microdentium

4. Faktor Predisposisi Lokal Gingivitis yang sudah ada sebelumnya, luka pada gingiva, dan merokok merupakan faktor predisposisi penting. Pocket periodontal dalam dan flap perikoronal adalah daerah rentan karena mereka menawarkan lingkungan

59

yang menguntungkan bagi perkembangan fusiform anaerobic basil dan spirochetes. Area gingiva trauma yang berlawanan dengan gigi maloklusi, seperti permukaan palatal di belakang gigi seri rahang atas dan permukaan labial gingiva dari gigi seri rahang bawah, mungkin predisposisi NUG. Hubungan antara NUG dan merokok telah sering disebutkan dalam literatur. Pindborg melaporkan bahwa 98 % pasien dengan NUG adalah perokok dan bahwa frekuensi inipenyakit meningkat dengan peningkatan paparan asap tembakau. Efek merokok pada penyakit periodontal secara umum telah menjadi subyek dari banyak penelitian dalam dua dekade terakhir, dan merokok telah ditetapkan sebagai faktor risiko tinggi untuk penyakit. 5. Faktor Predisposisi Sistemik NUG tidak ditemukan dalam individu bergizi baik dengan sistem kekebalan yang berfungsi penuh. Oleh karena itu penting bagi dokter untuk mengetahui faktor-faktor predisposisi yang menyebabkan immunodeficiency. Sekali lagi, immunodeficiency mungkin terkait dengan berbagai tingkat kekurangan gizi; kelelahan yang disebabkan oleh kekurangan tidur kronis; kebiasaan kesehatan lainnya (misalnya, penyalahgunaan alkohol atau narkoba), dan penyakit sistemik (misalnya diabetes).

Epidemiologi dan Prevalensi NUG dapat terjadi di segala usia, insiden tertinggi pada usia 20 hingga 30 tahun dan 15 hingga 20 tahun. Biasa terjadi pada orang dengan social ekonomi rendah dan anak dengan down syndrome.

60

Gejala Klinis NUG biasanya diidentifikasi sebagai penyakit akut. Namun, istilah akut pada kasus ini hanya sebagai gambaran klinis dan tidak boleh digunakan sebagai diagnosis karena tidak ada bentuk kronis dalam penyakit ini. NUG digambarkan sebagai penyakit yang muncul tiba-tiba, terkadang terdapat infeksi akut saluran pernapasan. Perubahan lingkungan hidup, kerja tanpa istirahat yang cukup, gizi buruk, penggunaan tobacco, dan tekanan psikologi merupakan fitur umum pada riwayat pasien.

Gambar 2-24 Necrotizing ulcerative gingivitis. A, Typical punched-out papilla between mandibular canine and lateral incisor, covered by grayish white pseudomembrane. B, More advanced case showing destruction of papillae resulting in irregular marginal contour.

Tanda-tanda Oral Karakterisitik lesi adalah punched-out, craterlike depressions pada interdental papillae, dapat meluas pada marginal gingiva dan jarang hingga attached gingiva serta oral mukosa. Permukaan gingiva ditutupi oleh abu-abu, pseudomembran, batas-batasnya dari sisa mukosa gingiva oleh eritema linier. Dalam beberapa kasus lesi dari permukaan pseudomembran, mengekspos margin gingiva, yang merah, mengkilap, dan hemoragik. Lesi karakteristik dapat semakin merusak gingiva dan jaringan periodontal yang.

61

Perdarahan gingiva spontan atau diucapkan pendarahan setelah stimulasi sedikitpun tanda-tanda tambahan karakteristik klinis. Tanda-tanda lain yang sering ditemukan adalah bau busuk dan air liur meningkat. Namun, NUG atau NUP biasanya tidak menyebabkan pembentukan saku periodontal karena perubahan nekrotik melibatkan epitel junctional yang dibutuhkan untuk pocket deepening. Hal ini jarang terjadi di mulut edentulous, tetapi lesi bulat terisolasi kadang-kadang terjadi di langit-langit lunak.

Gejala Oral Lesi sangat sensitif terhadap sentuhan, dan pasien sering mengeluh, rasa nyeri yang intensif saat mengonsumsi makanan dan mengunyah pedas atau panas. Ada sebuah rasa "metalik" busuk, dan pasien sadar jumlah berlebihan air liur kental. Perlu dicatat bahwa penampilan mikroskopis NUG tidak spesifik. Perubahan Sebanding hasil dari trauma, iritasi kimia, atau penerapan obat kaustik. Diagnosis Diagnosis didasarkan pada temuan klinis nyeri gingiva, ulserasi, dan perdarahan. Pap bakteri tidak diperlukan atau definitif karena gambar bakteri tidak lumayan berbeda dari yang di gingivitis marginal, kantong periodontal, perikoronitis, atau gingivostomatitis herpes primer. Studi bakteri berguna, namun, dalam diagnosis infeksi NUG dan spesifik dari rongga mulut seperti difteri, sariawan, actinomycosis, dan stomatitis streptokokus.

62

Pemeriksaan mikroskopis dari spesimen biopsi tidak cukup spesifik untuk diagnostik. Hal ini dapat digunakan untuk membedakan NUG dari infeksi spesifik tertentu, seperti tuberkulosis, atau dari neoplastik penyakit, tetapi tidak membedakan antara NUG dan kondisi necrotizing lainnya asal nonspesifik seperti yang diproduksi oleh trauma atau obat kaustik.

Differential Diagnosis NUG harus dibedakan dari kondisi lain yang menyerupai, seperti herpetic gingivostomatitis; chronic periodontitis; desquamative gingivitis; streptococcal gingivostomatitis; aphthous stomatitis; gonococcal gingivostomatitis;

diphtheritic andsyphilitic lesions; tuberculous gingival lesions; candidiasis, agranulocytosis, and dermatoses (pemphigus, erythema multiforme, and lichen planus); dan stomatitis venenata. Pilihan pengobatan untuk penyakit ini bervariasi, dan pengobatan yang tidak tepat dapat memperburuk kondisi. Dalam kasus gingivostomatitis herpes primer, diagnosis dini dapat mengakibatkan pengobatan dengan obat antivirus yang akan efektif untuk NUG, sedangkan pengobatan kasus herpes dengan debridement diperlukan untuk NUG bisa memperburuk herpes. Gingivostomatitis streptokokus adalah suatu kondisi langka yang ditandai dengan eritema difus gingiva dan daerah lain oralmucosa tersebut. Dalam beberapa kasus, hal ini terbatas sebagai eritema marginal dengan perdarahan marginal. Nekrosis margin gingiva bukan merupakan fitur dari penyakit ini, dan tidak ada bau busuk. Smear bakteri menunjukkan dominan bentuk

63

streptokokus, yang diidentifikasi sebagai Streptococcus viridans, tetapi penelitian lain melaporkan untuk menjadi grup A - hemolitik streptokokus. Agranulositosis ditandai dengan penurunan tajam dalam jumlah PMN yang beredar, lesi tenggorokan serta selaput lendir lainnya, ulserasi, dan nekrosis gingiva, yang dapat menyerupai NUG, juga terjadi paling sering setelah kemoterapi pada pasien kanker atau pada pasien dengan leukemia. Kondisi lidah dengan granulositosis terjadi necrotizing tetapi tidak memiliki reaksi inflamasi parah terlihat di NUG. Studi darah berfungsi untuk membedakan antara NUG dan nekrosis gingiva di agranulositosis. Angina Vincent adalah infeksi fusospirochetal dari orofaring dan tenggorokan, yang dibedakan dari NUG, yang mempengaruhi gingiva marginal. Pasien dengan angina Vincent memiliki ulserasi membran yang menyakitkan pada tenggorokan, dengan edema dan hyperemic patch untuk membentuk ulkus ditutupi dengan pseudomembran. Proses ini dapat diperluas ke laring dan telinga tengah.

2.

Necrotizing Ulcerative Periodontitis NUP berbeda dari NUG dalam hal hilangnya perlekatan klinis dan tulang

alveolar, yang merupakan fitur yang konsisten. Semua karakteristik lain tampaknya sama antara dua bentuk penyakit necrotizing. NUP dapat diamati di antara pasien dengan infeksi HIV dan bermanifestasi sebagai ulserasi lokal dan nekrosis jaringan gingiva dengan paparan dan kerusakan yang cepat dari tulang, perdarahan spontan, dan nyeri

64

parah. Pasien terinfeksi HIV dengan NUP 20,8 kali lebih mungkin untuk memiliki jumlah CD4 + di bawah 200 sel/mm3 darah perifer dari pasien terinfeksi HIV tanpa NUP, menunjukkan imunosupresi yang merupakan faktor utama. Selain itu, nilai prediktif NUP untuk pasien terinfeksi HIV dengan jumlah CD4 di bawah 200 sel/mm3 adalah 95,1 %, dan kemungkinan

kumulatif kematian dalam waktu 24 bulan dari diagnosis NUP pada orang terinfeksi HIV adalah 72,9 %. Di negara berkembang, NUP juga telah dikaitkan dengan gizi buruk, yang dapat menyebabkan imunosupresi pada beberapa pasien. Istilah "necrotizing ulcerative periodontitis" pertama kali diadopsi pada tahun 1989 dalam Dunia Workshop Periodontik klinis. Hal itu berubah pada tahun 1986 menjdai istilah " necrotizing gingivoperiodontitis ulseratif, " yang mewakili kondisi berulang NUG yang maju ke bentuk kronis periodontitis dengan keropos tulang. Secara khusus, lebih banyak kasus NUP sedang dijelaskan pada pasien immunocompromised, terutama mereka yang human immunodeficiency virus ( HIV ) positif atau telah acquired immunodeficiency syndrome ( AIDS ). Pada tahun 1999 para sub-klasifikasi dari NUG dan NUP dimasukkan sebagai diagnosis terpisah di bawah klasifikasi yang lebih luas " necrotizing penyakit periodontal ulseratif. " Sekali lagi, perbedaan antara dua kondisi sebagai penyakit yang terpisah belum dijelaskan, namun mereka dibedakan oleh ada atau tidak adanya attachment dan keropos tulang.

65

Gejala Klinis Mirip dengan NUG, kasus klinis NUP didefinisikan oleh nekrosis dan ulserasi dari bagian koronal dari papila interdental dan margin gingiva yang menyakitkan, marginal gingiva merah terang yang mudah berdarah. Fitur yang membedakan NUP adalah perkembangan yang merusak dari penyakit yang meliputi perlekatan periodontal dan tulang. Namun, kantong-kantong periodontal dengan kedalaman probing yang mendalam tidak ditemukan karena sifat colitis dan necrotizing dari lesi gingiva menghancurkan epitel marginal dan jaringan ikat, sehingga terjadi resesi gingiva. Nekrosis epitel junctional di NUG dan NUP menciptakan ulser yang mencegah migrasi epitel ini, dan saku tidak dapat terbentuk. Lesi Advanced NUP menyebabkan hilangnya tulang yang parah, mobilitas gigi, dan akhirnya kehilangan gigi. Selain manifestasi ini, seperti yang disebutkan sebelumnya, pasien NUP dapat hadir dengan malodor oral, demam, malaise, atau limfadenopati.

Gambar 2-25 Necrotizing ulcerative periodontitis pada pasien pria berumur 45 tahun, A, Aspek buccal dari area cuspid-bicuspid maksilla. B, Aspek palatal dari area cuspidEtiologi bicuspid maksilla. C, Aspek buccal dari gigi anterior mandibula Sumber: Carranzas Clinical Peiodontology 11th ed

66

Etiologi NUP belum dapat dipastikan, meskipun campuran flora bakteri fusiform-spirochete tampaknya memainkan peran kunci. Karena bakteri patogen tidak bertanggung jawab untuk menyebabkan penyakit ini, beberapa predisposisi "host" faktor (s) mungkin diperlukan. Banyak faktor predisposisi telah dikaitkan dengan NUG, termasuk kebersihan mulut yang buruk, penyakit periodontal yang sudah ada sebelumnya, merokok, infeksi virus, status immunocompromised, psikososial stres, dan malnutrisi. NUP sering dikaitkan dengan diagnosis AIDS atau status HIV positif. Oleh karena itu dokter harus memeriksa semua pasien menyajikan dengan NUP untuk memastikan status HIV mereka. NUP dapat maju secara pesat dan menyebabkan eksfoliasi gigi, sehingga pengobatan harus termasuk

debridement lokal, agen antiplak lokal, dan sistemik antibiotik. Diagnosis dini dan pengobatan NUP sangat penting karena cacat tulang yang terjadi pada tahap akhir dari penyakit ini sangat sulit untuk disembuhkan, bahkan dengan prosedur bedah regeneratif luas. Jika seorang anak menyajikan dengan NUP, kelainan sistemik yang berat, seperti kekurangan gizi sering hadir.

2.2.3.5 Periodontitis Associated with Endodonic Lessions Klasifikasi ini berdasarkan lesi yang mempengaruhi periodontium dan pulpa berdasarkan rangkaian dari proses penyakit. Pada lesi endodontic periodontal, terjadi nekrosis pulpa terlebih lalu perubahan periodontal. Lesi periapikal yang berasal dari infeksi pulpa dan nekrosis dapat mengalir ke kavitas oral melalui ligament periodontal, mengakibatkan destruksi ligament periodontal

67

dan tulang alveolar yang terdekat. Secara klinis tampak local, deep, kedalaman periodontal probing meluas hingga apeks gigi. Infeksi pulpa juga dapat mengalir melalui kanal aksesorius, terutama pada daerah furkasi, dapat mengakibatkan keterlibatan furkal melalui kehilangan pengikatan klinis dan tulang alveolar. Pada lesi periodontal endodontic, infeksi bakteri berasal dari poket periodontal yang berhubungan dengan hilangnya attachment dan akar yang terlihat yang tersebar melalui kanal aksesorius ke pulpa, menghasilkan nekrosis pulpa. Pada kasus penyakit periodontal parah, infeksi dapat mencapai pulpa melalui foramen apikal.

Diagnosis Infeksi yang terus menerus pada jaringan pulpa dapat mengakibatkan infeksi sekunder dan kerusakan pada jaringan periodontal. Hilangnya tulang periradicular berkerlanjutan dan lesi yang meluas hingga permukaan mucosal dapat membentuk sinus tract. Sebaliknya, penyakit periodontal yang parah dapat menginisiasi atau meng-eksaserbasi perubahan inflammatory jaringan pulpa. Pulpitis yang parah dapat mengakibatkan pulpa nekrosis, dimana sering disertai dengan inflammatory resorpsi tulang pada apex, sebagaimana ditemukan pada kasus chronic periradicular periodontitis (CPP) atau chronic radicular abcess (CPA). Ini juga diketahui sebagai retrograde periodontitis karena

menggambarkan jaringan periodontal yang rusak dari apikal ke servikal dan belawanan dengan orthograde periodontitis yang merupakan hasil dari infeksi sulkular. Hal ini biasanya diidentifikasi sebagai radiolusensi periapical. Sejauh ini,

68

retrograde periodontitis merupakan contoh paling umum penyakit pulpa yang mengakibatkan kerusakan sekunder pada jaringan periodontal.Apical foramina juga dapat berubah menjadi pulpa inflammatory sekunder menjadi periodontitis parah pada kasus kerusakan periodontal telah mencapai apical foramina.

Efek Biologis Infeksi Pulpa pada Jaringan Periodontal Pada saat infeksi endodontic tidak dirawat, akan menjadi salah satu factor resiko terjadinya penyakit periodontal. Infeksi tersebut dapat menambat pembentukan poket, meningkatkan bone loss, dan gangguan penyembuhan luka, dan dapat memperburuk perkembangan dan progresi dari penyakit periodontal setelah treatment periodontal telak dilaksanakan.

Efek Biologis Infeksi Periodontal pada Dental Pulpa Efek penyakit periodontal pada pulpa terlihat lebih controversial dibandingkan dengan efek penyakit pulpa pada jaringan periodontal. Walaupun inflamasi dan nekrosis pulpa yang terlokalisasi telah diteliti disamping lateral canal yang terekspos penyakit periodontal. Teatapi penelitian lain belum mengkongirmasi kan korelasi antara penyakit periodontal dan perubahan pada pulpa.

Differntial Diagnosis pada Infeksi Pulpa dan Periodontal Membuat perbedaan secara akurat antara lesi pulpa dan periodontal merupakan tantangan. Jika lesi berasal dari infeksi pulpa dan di rawat dengan

69

therapy untuk periodontal, tidak akan sembuh. Sebaliknya, melakukan endodontic therapy pada gigi yang kerusakan periodontal sudah meluas dan pada pulpa yang masih vital akan membuat infeksi periodontal tetap ada. Maka dari itu diagnosis ditegakkan dengan cara yang akan disebutkan dibawah.

Gejala Subjektif Pasien Pasien yang menderita fase akut dari infeksi pulpa akan mengalami gejala yang secara umum tidak ada pada infeksi kronis periodontal. Pada stage awal pulpitis, pasien akan mengeluh sensistivitas dan sakit yang dieksaserbasi oleh stimuli tertentu, termasuk perubahan suhu, tekanan, gigitan. Jika gejala hasil dari reversible pulpitis, maka biasanya akan sembuh secata spontan. Inflamasi yang tetap akan menjadi irreversible pulpitis, yang sering dihubungkan dengan rasa sakit yang tajam dan tidak dipicu, walaupun bisa juga terjadi asimptomatik pulpitis. Rasa sakit akut terhadap stimuli akan mereda setelah beberapa hari sebagai mana pulpa menjadi nekrosi, dan bakteri dan produknya akan bermigrasi secara apikal ke system kanal kompleks. Sebagaimana infeksi meluass dan melewari foramen apical atau kanal periradikular lateral, gigi akan menjadi sensitive terhadap tekanan gigi dan perkusi. Setelah beberapa hari, nekrosi igig akan membuat periradikular abses yang membuat peninggian gigi dari dentoalveolar complex. Pasen sering mengeluh adanya peninggian pada saat okulis. Bagaimanapun pasien dengan irreversible pulpitis atau infeksi kronis pulpa (contoh nekrosis) dapat sepenuhnya asimptomatik. Maka dari itu diagnosis infeksi pulpa primer harus dibuat denga

70

penemuan objektif, seperti perkusi, palpaso, biting, periodontal probing, dan test vitalitas. Pada abses periodontal dan periradikular, perluasan rasa nyeri bervariasi. Secara umum, abses periradikular akut akan membuat rasa nyeri yang ekstrim terhadap tekanan, gigitan, perkusi, dan palpasi jika infeksi telah mencapai plate bony cortical. Abses periodontal diperkirakan mengakibatkan rasa nyeri yag lebih sedikit karean tidak ada atau hanya sedikit peninggian pada periosteum. Edema dan pembengkakan adalah cirri khas pada kedua kondisi tersebut. Pembengkakan dan edema umumnya terbatas hingga servikal gigi. Abses periradikular biasnanya lebih sensitive terhadap palpasi sekitar apeks gigi jika infeksi telah melewati bony cortical plate. Kemerahan dan tampilan halus pada jaringan marginal gingival lebih umum pada abses yang berasal dari periodontal, dimana kemerahan dapat dideteksi lebih secara apikal jika abses pulpa mulai membengkkak dan membuat tonjolan pada jaringan disekitar. Penemuan objektif pada abses periodontal termasuk perdarahan pada probing, supurasi, peningkatan kedalaman poket, perningkatan kegoyangan gigi, dan kadang-kadang limfadenopathy. Abses endodontic biasanya probe normal tapi juga dapat menampilkan kegoyangan,tergantung jumlah dari bone loss. Pasien dapat mendeskripsikan gigi terasa lebih panjang atau lebih tinggi dari gigi sekitar.

71

Intergritas Coronal Infeksi periodontal tanpa keterlibatan pulpa tampak hadir dengan intact crown struktur dan tanpa kecacatan pada koronal. Disisi lain, infeksi endodontic hampir selalu berhubungan dnegan hilangnya integritas coronal, seperti adanya karies, restorasi gagal, restorasi yang meluas, dan adanya crack atau fraktur yang meluas hingga pulpa. Tentu saja, lesi periodontal primer dapat berkembang pada gigi tanpa kerusakan pada korona. Lesi kombinasi sejati (endo-perio) dapat hadir dengan infeksi periodontal dengan perluasan destruksi koronal. Bagaimanapun pemeriksaan secara teliti pada status korona pada pemeriksaan intraoral ataupun radiografis dan atensi teliti pada gejala pasien akan memberikan informasi yang mendukung apakan lesi ini berasal dari infeksi endodontic atau periodontal.

Tampilan Radiografis Radiograph periapikal akan memberikan informasi yang membedakan lesi berasal dari pulpa atau periodontal. Walaupun temuan radiographis merupakan data objektif, interpretasi radiograf sepenuhnya subjektif, tergantung siapa yang membaca data tersebut. Maka dari itu, penting untuk mengetahui coronal status, tinggi dan bentuk crestal bone, adanya radiolusensi periapikal atau lateral, bony trabekulasi, integritas lamina dura, pemeriksaan teliti pada status obturas dari space kanal akar jika enndodontik terapi telah dicoba. Coronal status dapat membantu membuat perbedaan telah dijelaskan sebelumnya. Lesi berasal dari periradikular dari infeksi primer pulpa akan mengarah ke retrograde periodontitis, dimana migrasi berasal dari apeks ke servikal. Sebaliknya, infeksi

72

periodontal akan mengarah pada hilangnya tulang crestal dariarah servikal apikal. Maka dari itu pada radiografis, lesi tampil berbeda secara endodontic dibandingkan dengan lesi periodontal, dan perubahan lesi bony dapat membantu membedakan.

Test Vitalitas Tes vitalitas pada gigi sering menjadi tes yang paling penting yang dapat membedakan infeksi periodontal dan periradikular. Gigi dengan infeksi periodontal biasanya pada tes termal akan vital, kecuali jikka kondisi akut dan lesi kombinasi. Gigi dengan infeksi periradikular dan periodontal abses biasanya akan nonvital. Pengecualian jika terjadi canal yang terkalsifikasi secara ekstrem, gigi yang telah direstorasi secara ekstrem, dan gigi dengan multi akar dimana beberapa kanal mungkin telah nekrotik karena infeksi pulpa atau periodontal. Tes termal merupakan tes yang paling bisa diandalkan untuk mengetahui status pulpa. Pasien dengan irreversible pulpitis sering melaporkan rasa nyeri karna respon dari stimuli thermal. Pada stage selanjutnya dari pulpitis, panas mengeksaserbasi gejala lebih daripada dingin.

Penatalaksanaan Infeksi primer pulpa dengan kerusakan periodontal sekunder akan sembuh dengan root canal therapy. RCT sendiri akan merawat periradikular periodontitis dengan kerusakan furkal. Tipe lesi ini dan pola kesemubahn pada hampir semuua kerusakan periodontal berasal dari ifeksi primer pulpa dan bone

73

loss cepat pada jaringan periodontal. Lesi yang berasal dari infeksi pulpa memerlukan terapi endodntik tapi tidak akan menyembuhkan lesi yang berasal dari infeksi periodontal primer. Lesi endodontic-periodontik membutuhkan perawatan endododntik maupun periodontik untuk menyembuhkan secara total. Pertimbangan penting lain ialah urutan dari terapi: terapi mana yang harus dilakukan terlebih dahulu? Seperti yang didiskusikan sebelumnya, lesi endodontic sering berhubungan dengan gejala daripada lesi periodontal. Lebih penting lagim pada kasus endodontic-periodontik kombinsasi, kerusakan pada periodontal akan sembuh jika perawatan endodontic telah selesai, dimana sebaliknya terjadi. Pada kasus dengan adanya abses, periodontal dan periradikular abses ditangani dengan berbeda. Penelitian sebelumnnya menunjukan perawatan pasien dengan periodontal akut abses harus dilakukan dengan dua tahapan. Pada tahapan pertama, penanganan lesi akut dilakukan, dan pada tahapan kedua, pengobatan lebih menyeluruh dan residual lesi dirawat. Penanganan periodontal abses akut melibatkan drainase via periodontal poket dan subgingival scaling dan root planning. Kuretase lapisan epithelium, poket, dan jaringan ikat yang mengelilingi lalu dilakukan, diikuti dengan kompresi dinding poket. Jika pembengkakan besar dan fluktuasi, insisi atau drainase dapat diperlukan. Pada kasus dimana bone loss terjadi, dan prognosis gigi tidak dapat diharapkan, ekstrasi diperlukan. Penggunaan antibiotic harus dipertimbangakn pada kasus abses akut periodontal. Penggunaan antibiotic sistemk diindikasikan jika pasien mengalami

74

peningkatan

temperature,

selulitis,

dan

penyakit

sistemik

dan

juga

immunocompromised. Penisilin V atau amoxicillin merupakan antibiotic pilihan untuk bakteri yang diisolasi dari infeksi endodontic akut. Penanganan nyeri yang berhubungan dengan periodontitis apikal akut dapat dikontrol dengan meresepkan NSAIDs.

2.2.4

Pencegahan Periodontitis Selain kunjungan rutin ke dokter gigi, pencegahan penyakit periodontal

yang terbaik adalah menjaga kebersihan rongga mulut di rumah. Kebiasaan hidup sehat dan menjaga kebersihan mulut, termasuk menyikat gigi dan flossing, sangat penting dalam mencegah penyakit gusi dan menjaga kebersihan mulut yang baik setelah perawatan periodontal. Menyikat gigi dengan benar adalah cara pertama untuk mencegah penyakit periodontal. Sikatlah gigi minimal dua kali dalam sehari saat pagi hari dan sebelum tidur, dibarengi dengan penggunaan dental floss, tongue swab, dan juga obat kumur. Selain itu juga dengan meminum air putih yang banyak untuk meningkatkan kadar saliva sehingga proses self cleansing meningkat, diet nutrisi yang seimbang, dan menghindari kebiasaan merokok.

Anda mungkin juga menyukai