Anda di halaman 1dari 2

Rahasia Penyembuhan Sebelum Matahari Terbit

BAGI mereka yang mengalami stres, sedang dilanda penyakit keras atau sakit medis dan nonmedis lainnya, barangkali perlu mencoba mohon doa restu ke Pura Campuhan Windhu Segara, Padanggalak, Kesiman, Denpasar Timur. Ida bhatara di pura yang berada di atas air laut (karena kena gelombang pasang, red) kini makin sidhi karena banyak memberi kesembuhan bagi masyarakat. Mereka pun kini sukarela menjadi pengemong pura. Makanya jangan heran, selain umat Hindu, banyak juga tangkil dari umat lain. Mereka umumnya memohon kesembuhan, keselamatan, rezeki dan jabatan. Tiap hari, puluhan umat makemit di pura itu, apalagi pada purnama-tilem, jumlahnya bisa mencapai ratusan orang. Banyak berita kesembuhan ditemukan di sini. Ada yang sembuh dari penyakit kanker menahun, lumpuh, stroke dan nyaris gila. Ada juga yang memohon taksu dan kelancaran usaha dagang. Makanya, banyak juga dukun alias balian mohon kekuatan di lokasi ini. Di situ tak ada obat khusus, yang penting orang sering tangkil ke situ dan pasrah diri. Jero mangku akan ngalukat, selanjutkan orang disuruh mandi di campuhan, kemudian barulah nunas tirtha kesembuhan. Menurut Jro Mangku Alit Adnyana, rahasia kesembuhan justru terjadi sebelum matahari terbit. Umumnya pemedek mapinunas tengah malam atau menjelang pagi. Disebut campuhan karena lokasi pura ini memang di pinggir pertemuan sungai Ayung dan Pantai Padanggalak. Kini umat sudah dibuatkan jalan khusus lewat bagian timur Taman Festival Bali menuju arah utara.

Sebatang Kayu Jro Mangku Gede Alit Adnyana sendiri mendapat mukjizat bisa sembuh dari menyakit gagal ginjal sebelum ia diperintahkan secara niskala untuk membangun pura ini pada 2005. Ceritanya pun berbau magis. Ketika ia pasrah dan putus asa menderita gagal ginjal, ia mendapat pewisik untuk membangun parahyangan. Ia menemukan sebatang kayu di pinggir Pantai Padanggalak. Ketika itu kayu itu mengeluarkan asap dan api sebagai pertanda adanya kebesaran Tuhan. Makanya di lokasi itu dijadikan tegak pura sekalipun hanya berlantaikan pasir laut. Lantas, sebagian kayu itu diminta oleh seorang warga. Namun belakangan warga itu mengembalikannya berupa patung Durga yang kini berstana di pura ini. "Orang ini mengaku tak berhak memiliki patung itu karena terus mengeluarkan asap dan api," ujar Jro Mangku. Di pura ini banyak manifestasi Tuhan yang dipuja. Paling timur ada palinggih Dewa Baruna (Ratu Kanjeng) sebagai penguasa laut. Makanya jenis sesangi warga di sini serba warna hijau. Di sebelah barat ada padmasana dan batu besar (gunung). Di lokasi ini serang dipakai upacara ngangkid dan nyegara- gunung. Juga ada Ratu Gede Mas Mecaling yang mengajak Jro Mangku "terbang" ke Nusa Penida. Juga ada Dewi Durga, Siwa, Budha dan Dewi Kwam Im. Semuanya aturan karena pemiliknya sadar bukan hak dia menyimpan. Setelah tiga tahun berupa turus lumbung, pura ini kini mau dibangun permanen dengan memohon 14,5 are tanah timbul di campuhan kepada pemerintah. Lahan ini di luar Taman Festival Bali. Anehnya, dari 13 palinggih yang akan dibangun, 12 sudah disumbangkan oleh umat (pengemong), hanya satu yang belum yakni Pancering Jagat. (sue)

Anda mungkin juga menyukai