Anda di halaman 1dari 9

LAPORAN PRAKTIKUM MIKROBIOLOGI FARMASI STERILISASI

Oleh: Nama Nim Kelompok : Anggy Anggraeni Wahyudhie : 0808505002 : II

Tanggal Praktikum : 29 Maret 2010 Asisten : Ainur Rofiq

JURUSAN FARMASI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS UDAYANA 2010

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Steril artinya bebas dari segala mikroba baik patogen maupun tidak patogen (Entjang, 2003). Sterilisasi merupakan suatu proses membebaskan peralatan atau bahan dari mikroorganisme yang tidak dikehendaki (Ramona dkk., 2007). Secara lengkap pengertian dari sterilisasi adalah suatu proses fisika atau kimia yang merusak atau menghentikan semua kehidupan mikrobia termasuk spora (Melnick dan Adelbergs, 2005). Untuk mencapai tujuan sterilisasi ini, ada beberapa macam sterilisasi yang dapat dipilih dan disesuaikan dengan sifat bahan yang akan disterilkan (Ramona dkk., 2007). Sterilisasi dapat dilakukan dengan melakukan pembersihan. Pembersihan bendabenda atau permukaan tubuh dilakukan untuk mengurangi jumlah mikroba sehingga memperkecil kemungkinan terjadinya infeksi (Entjang, 2003). Cara-cara sterilisasi yang dapat dilakukan dikelompokkan menjadi tiga, yaitu sterilisasi secara fisik yaitu sterilisasi dengan menggunakan pemanasan, menggunakan sinar UV, sinar X, dan sinar-sinar dengan panjang gelombang pendek. Sterilisasi dengan bahan-bahan kimia, seperti alkohol, desinfektan, formalin, dan sebagainya. Dan yang ketiga adalah sterilisasi secara mekanik yaitu sterilisasi dengan menggunakan filter atau saringan (Ramona dkk., 2007). Sterilisasi secara kimia adalah sterilisasi menggunakan bahan kimia sebagai alat untuk membunuh dan membersihkan suatu objek dari mikroorganisme. Bahan kimia yang digunakan sebagai bahan pensteril biasanya dikenal dengan nama desinfektan atau antiseptik. Bahan kimia yang baik adalah yang memiliki kemampuan membunuh mikroba secara cepat dengan dosis rendah tanpa merusak bahan atau alat yang disterilkan. Sterilisasi dengan swab dilakukan untuk mengetahui jumlah mikroba pada permukaan tubuh (Waluyo, 2004).

1.2 Tujuan 1. Untuk mengetahui fungsi dari sterilisasi. 2. Untuk mengetahui metode-metode yang digunakan untuk sterilisasi. 3. Untuk mengetahui pengaruh sterilisasi terhadap pertumbuhan mikroba. 4. Untuk mengetahui ada tidaknya mikroba pada tubuh dengan swab.

II. MATERI DAN METODE

Metode sterilisasi pertama yang dilakukan adalah sterilisasi dengan sinar UV.Mula-mula medium NA tegak dicairkan kemudian dituang ke dalam cawan petri yang telah disterilkan. Penuangan medium NA ke dalam cawan petri dilakukan dekat dengan nyala api dari lampu spiritus untuk meminimalisasi kontak dengan mikroba dari lingkungan. Medium NA dibiarkan membeku pada suhu kamar. Kemudian tutup cawan petri dibuka agar kontak dengan lingkungan selama 1 menit. Setelah itu ditutup kembali. Untuk cawan petri pertama dijadikan kontrol. Cawan petri kedua disinari dengan UV selama 1 menit dan cawan ketiga disinari selama 3 menit. Ketiga cawan petri kemudian diinkubasi selama 24 jam pada suhu 370 C dalam keadaan terbalik. Diamati ada tidaknya pertumbuhan mikroba di sekitar media. Pada sterilisasi secara kimia, digunakan bahan-bahan antibakterial seperti alkohol dengan konsentrasi 40%, 70% dan 96%, karbol, obat kumur dan detol. Pertama disiapkan dua buah cawan petri yang masing-masing dibagi menjadi empat bagian ditandai dengan spidol pada bagian bawah cawan. Kemudian medium NA yang telah dicairkan, dituangkan ke dalam cawan dan dibiarkan membeku pada suhu kamar. Siapkan beberapa jarum yang telah dibiarkan di udara terbuka agar terkontaminasi dengan mikroba. Rendam jarum ke dalam larutan alkohol selama 1 menit kemudian diletakkan pada permukaan medium menggunakan pinset. Dari empat jarum yang digunakan pada tiap cawan, terdapat satu jarum yang tidak direndam di dalam alkohol berfungsi sebagai kontrol. Kemudian diinkubasi selama 24 jam pada suhu 28-300 C. Diamati ada atau tidaknya pertumbuhan mikroba di sekitar media. Untuk sterilisasi secara kimia dengan sabun, medium NA tegak dicairkan kemudian dituang ke dalam tiga buah cawan petri dan dibiarkan membeku pada suhu kamar. Pada cawan pertama, diapuskan jari tangan yang belum dicuci pada medium NA. Pada cawan kedua, medium diapuskan dengan jari tangan dari orang yang berbeda yang sebelumnya telah mencuci tangannya menggunakan sabun nuvo (sabun A) dan dibiarkan mengering tanpa di lap. Hal serupa diulang kembali untuk cawan petri ketiga, hanya sabunnya diganti menjadi sabun lifeboy (sabun B). Pola pengapusan tangan pada medium membentuk garis zigzag agar terlihat bakteri yang ada pada medium.

Terakhir untuk pemeriksaan dengan metode swab, digunakan medium NA tegak, air steril, tiga buah cawan petri, cotton bud dan lampu spiritus. Mula-mula medium NA tegak dicairkan kemudian dituangkan ke dalam cawan petri yang telah disterilkan terlebih dahulu. Medium NA dibiarkan membeku pada suhu kamar. Setelah itu cotton bud dicelupkan ke dalam air steril selama 1 menit kemudian diapuskan pada permukaan kulit tangan dan apuskan kembali pada medium di dalam cawan petri membentuk pola garis zigzag. Hal serupa diulang kembali dengan cotton bud diapuskan masing-masing ke bagian pipi dan belakang telinga. Pada saat cotton bud diapuskan pada permukaan medium dalam cawan petri, cawan petri dibuka pelan-pelan dan didekatkan pada nyala api agar tidak terkontaminasi mikroba. Ketiga cawan kemudian diinkubasi pada suhu 28300 C. Mikroba yang tumbuh dalam cawan petri diperhatikan setelah 24 jam.

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1 Hasil Pengamatan Tabel Hasil Pengamatan Sterilisasi No. Sterilisasi Perlakuan I 1 UV Kontrol 1 Menit 3 Menit 2 Zat Kimia Kontrol 40 % Alkohol 3 Bahan Kimia Kontrol Karbol Detol Obat Kumur 4 Sabun Kontrol Sabun A (Nuvo) Sabun B (Lifeboy) 5 Mikroba Tubuh Pipi Tangan Telinga Belakang 70 % 96 % _ + + +++ _ _ _ + +++ +++ + +++ ++ ++ +++ + + +++ ++ + +++ ++ ++ _ ++ + + _ +++ ++ ++ ++ + +++ Pertumbuhan Mikroba II +++ ++ + +++ _ _ + +++ _ _ + +++ ++ + + ++ +++ III

Keterangan: + ++ +++

= Tidak ditemukannya mikroba = Sedikit ditemukannya mikroba = Sedang ditemukannya mikroba = Banyak ditemukannya mikroba

3.2 Pembahasan Pada praktikum kali ini, pengamatan terhadap pertumbuhan bakteri dilakukan sekali yaitu setelah 24 jam diinkubasi. Metode sterilisasi pertama yang dilakukan adalah sterilisasi dengan sinar UV. Keefektifan sinar UV bisa hilang jika digunakan terlalu berlebihan dan tidak dikontrol. Oleh karena itu lama penyinaran harus sesuai dengan alat atau bahan yang akan disterilkan. Sinar Semakin lama disinari dengan UV maka jumlah bakteri akan semakin sedikit karena sinar UV menghambat proses replikasi dengan cara merusak DNA bakteri sehingga pertumbuhan bakteri terhambat (Melnick dan Adelbergs, 2005). Dari pengamatan pertumbuhan bakteri pada tiga kali pengulangan metode didapatkan hasil bahwa pada dua data pengulangan telah menunjukkan bahwa sinar UV dapat menghambat pertumbuhan mikroba karena jumlah bakteri yang tumbuh paling banyak terdapat pada kontrol (alat atau bahan yang tidak mendapatkan perlakuan khusus dan digunakan sebagai pembanding) bila dibandingkan dengan bakteri yang tumbuh pada medium yang disinari dengan sinar UV. Jumlah bakteri paling sedikit ditemukan pada medium yang disinari selama 3 menit. Namun pada satu pengulangan data terjadi penyimpangan, karena pada kontrol sama sekali tidak ditemukan bakteri sedangkan pada medium yang disinari UV selama 1 menit dan 3 menit terdapat bakteri yang tumbuh dengan jumlah yang sama. Hal ini dapat disebabkan karena walaupun sinar UV ganas terhadap mikroba tetapi daya tembusnya kurang sehingga hanya dapat mematikan mikroba pada permukaan dan sinar UV membutuhkan waktu yang lebih lama untuk membunuh spora yang terdapat pada medium (Entjang, 2003). Selain itu dapat juga disebabkan oleh karena kesalahan saat membuat medium pada kontrol yang terlalu dekat dengan nyala api, sehingga tidak ada bakteri yang mengkontaminasi medium. Hasil pengamatan dari tiga kali pengulangan metode sterilisasi menggunakan alkohol dengan konsentrasi berbeda-beda (40%, 70% dan 90%), didapatkan hasil pada dua data pengulangan menunjukkan bahwa jumlah bakteri yang paling banyak tumbuh terdapat pada jarum tanpa direndam alkohol (kontrol), sedangkan pada jarum yang direndam pada alkohol 40%dan 70% tidak ditemukan bakteri dan sedikit bakteri tumbuh pada jarum yang direndam dengan alkohol 96%. Hal ini telah sesuai dengan pustaka yang menyebutkan bahwa konsentrasi optimal alkohol sebagai desinfektan adalah kurang dari 70% dan konsentrasi alkohol antara 80-90% terlihat lebih cepat membunuh mikroorganisme namun tidak efektif sebagai desinfektan (Pratiwi, 2008). Mekanisme aksi alkohol adalah dengan mendenaturasi protein mikroorganisme, melarutkan lipid dari

membran mikroorganisme termasuk lipid pada virus bersampul (enveloped virus) (Pratiwi, 2008). Terjadi penyimpangan pada satu data pengamatan, yang menunjukkan jumlah bakteri terbanyak tetap terdapat pada kontrol, namun pada jarum yang direndam dalam alkohol 40% dan 70% ditemukan sedikit bakteri yang tumbuh pada medium. Hal ini dapat disebabkan karena alkohol walaupun efektif membunuh kuman dan fungi namun tidak dapat membunuh endospora dan virus non-developed (Pratiwi, 2008). Sehingga alkohol hanya dapat mengurangi mikroba yang tumbuh tetapi tidak dapat mensterilkan kulit (Dwidjoseputro, 2003). Untuk praktikum sterilisasi menggunakan karbol, obat kumur betadine dan detol, didapatkan hasil pada dua data pengulangan menunjukkan bahwa jumlah bakteri paling banyak tumbuh pada jarum yang menjadi kontrol, sedangkan pada jarum yang direndam di dalam ketiga larutan antibakterial menunjukkan hasil yang sama yaitu hanya sedikit bakteri yang dapat tumbuh di dalam medium. Hasil percobaan pada dua pengulangan tersebut telah sesuai karena menunjukkan bahwa larutan-larutan antibakterial tersebut terbukti dapat mencegah pertumbuhan bakteri dalam medium. Tetapi pada data pengulangan pertama menunjukkan ketidaksesuaian dengan literatur yaitu pada kontrol hanya ditumbuhi sedikit bakteri, sedangkan pada larutan antibakterial ditemukan banyak bakteri yang tumbuh. Padahal pada karbol bermerk whipol mengandung senyawa aktif berupa pine oil 2,5%. Pine oil mengandung minyak atsiri turunan fenol yang bersifat germisida yang prinsip kerjanya dapat mendenaturasi protein (Entjang, 2003). Detol mengandung chloroxylenol (C8H9C1) dan isopropanol yang aktif 98% efektif membunuh bakteri gram positif dan gram negatif dalam waktu 15 detik dengan merusak membran sel dan menghambat pembentukan adenosine triphosphate dari jaringan hidup

mikroorganisme. Pada obat kumur betadine mengandung povidone iodine 1% yang memiliki fungsi sebagai antiseptik. Penyimpangan ini dapat terjadi disebabkan pada saat pemindahan jarum ke medium terlalu dekat dengan api dari lampu spiritus, sehingga sedikit tidaknya bakteri yang ada telah mati. Pada sterilisasi menggunakan sabun, digunakan sabun bermerk nuvo dan lifeboy. Dari hasil percobaan didapatkan data bahwa kedua sabun tersebut memiliki keefektifan yang sama dalam membunuh kuman karena pada sabun terdapat ikatan antara natrium atau kalium dengan asam lemak tinggi dan bersifat germisida sehingga dapat menyebabkan penurunan tegangan permukaan yang membuat mikroba mudah terlepas

dari kulit (Entjang, 2003). Apalagi pada sabun nuvo terdapat bahan aktif TCC dan Triclosan dan pada sabun lifeboy terkandung Piper betle Leaf Oil yang semua senyawa aktif tersebut bersifat antiseptik yaitu zat-zat yang dapat membunuh atau mencegah pertumbuhan mikroorganisme pada jaringan hidup (Anonim, 1979). Prosedur kerja terakhir dari praktikum sterilisasi ini adalah pemeriksaan mikroba tubuh dengan swab. Pengujian ini dilakukan pada kulit tangan, pipi, dan telinga belakang. Dari hasil dua data pengulangan pengujian diperoleh hasil bahwa bakteri paling banyak tumbuh pada bagian belakang telinga. Hal ini disebabkan karena bagian belakang telinga merupakan daerah yang tersembunyi sehingga sulit dijangkau dan jarang terkena sinar matahari yang menyebabkan suhu lebih lembab akibat dari berkumpulnya keringat. Namun pada satu data pengulangan menghasilkan penyimpangan, karena bakteri tumbuh paling banyak pada kulit pipi. Ini bisa terjadi karena kondisi kulit tiap-tiap orang berbeda sehingga tidak dapat menentukan dengan pasti daerah mana yang seharusnya pertumbuhan bakteri lebih banyak.

IV. KESIMPULAN

1. Sterilisasi berfungsi untuk membebaskan peralatan atau bahan dari mikroorganisme yang tidak dikehendaki. 2. Metode-metode sterilisasi yang digunakan yaitu sterilisasi secara fisika (sinar UV), secara kimia (dengan menggunakan alkohol, antibakterial,sabun) dan sterilisasi dengan swab. 3. Pengaruh sterilisasi secara keseluruhan yang dilakukan pada praktikum terhadap pertumbuhan mikroba yaitu dapat menghentikan pertumbuhan mikroba atau dapat membunuhnya, sehingga mikroba tidak dapat berkembang biak. 4. Sterilisasi dengan swab menunjukkan bahwa jumlah mikroba paling banyak pada belakang telinga. Hal ini disebabkan bagian tubuh tersebut jarang terkena sinar matahari, sehingga suhu bagian tubuh tersebut lebih lembab dibandingkan bagian tubuh yang lain dan tempatnya yang tersembunyi.

DAFTAR PUSTAKA

Anonim, 1979. Farmakope Indonesia Edisi III. Departemen Kesehatan Republik Indonesia.Jakarta. Dwidjoseputro, D. 2003. Dasar-dasar Mikrobiologi. Djambatan. Jakarta. Entjang, I. 2003. Mikrobiologi dan Parasitologi untuk Akademi Keperawatan. Citra Aditya Bakti. Bandung. Jawetz, E., J. L. Melnick, dan E.A. Adelberg. 2005. Mikrobiologi Kedokteran. Salemba Medika. Jakarta. Pratiwi, Silvia T. 2008. Mikrobiologi Farmasi. Erlangga. Jakarta. Ramona, Y., R. Kawuri, I.B.G Darmayasa. 2007. Penuntun Praktikum Mikrobiologi Umum Program Studi Farmasi. Laboratorium Mikrobiologi Jurusan Biologi F. MIPA UNUD. Bukit Jimbaran. Waluyo, Lud. 2004. Mikrobiologi Umum. Universitas Muhammadiyah Malang. Malang.

Anda mungkin juga menyukai