Islam dengan misinya yang diumumkan sejak Rosulullah SAW berada di Mekah sebagai “
RAHMATAN LIL’ALAMIN” QS Al-Anbiya (21):107
Artinya: Dan kami mengutusMu (Hai Muhammad) hanyalah sebagai Rahmat bagi sekalian alam.
Dan pernyataan beliau bahwa ; beliau adalah utusan Allah kepada seluruh manusia, merupakan
suatu pencanangan dimulainya era globalisasi berdasarkan konsep Islam yang bersifat universal,
walaupun pada saat pengumuman itu, ajaran Islam belum sempurna.
Kini zaman menampakkan dirinya melalui istilah Milenium ketiga/ zaman globalisasi bersama
konsep universal buatan manusia merupakan rahmat/ karunia Allah SWT bagi kaum muslimin
pengemban misi Rahmatan Lil’alamin ; yang wajib disyukuri dan harus terus diantisipasi demi
upaya mewujudkan kejayaan Islam, teraplikasinya sistem Islam dalam kehidupan nyata dan
terbentuknya masyarakat yang cinta damai serta sejahtera lahir & batin.
Alam semesta beserta segala isinya adalah milik Allah : Dia pencipta tunggal bagi keseluruhan
yang ada, yang kita ketahui ataupun yang tidak kita ketahui: maka hanya dengan menuruti segala
kehendak-Nya lah, keadilan kesejahterahan terwujud serta kedzaliman dan kerusakan tercegah.
Misi “RAHMATAN LIL ‘ALAMIN” telah terbukti di masa lampau mengakhiri segala
kebejatan moral manusia melalui penetapan ajaran Allah dan Rosul-Nya secara menyeluruh.
Sejarah membuktikan bahwa kepemimpinan Rosulullah saw selama + 23 (duapuluh tiga tahun)
dari Mekah ke Madinah Al Munawaroh adalah kepemimpinan terbaik paling sukses yang pernah
ada dipermukaan bumi ini; kepemimpinan Islam, yang mewajibkan seluruh kaum Muslimin
tunduk di bawah satu kepemimpinan dan mengharamkan perpecahan dalam berbagai sekte dan
golongan.
من الذين فرقوا دينهم وكانوا شيعا كل حزب بما لديهم فرحون
Dan janganlah kalian menjadi orang-orang musyrik ; yaitu orang-orang yang memecah-belah
agama mereka lalu mereka menjadi bergolongan-golongan setiap golongan hanya bangga
dengan apa yang ada pada golongannya sendiri.
Oleh karena itu semua golongan Islam yang pada saat ini berjumlah 1001 macam, wajib berupaya
agar dapat dipersatukan di bawah satu kepemimpinan Islam di tingkat Internasional.
Tanpa upaya kearah tersebut, maka potensi umat Islam hilang dan merupakan dosa.
Sesungguhnya bibit-bibit perpecahan dalam Islam sudah ada semenjak Rosulullah saw masih
hidup melalui provokasi orang-orang munafik namun dapat diatasi.
Setelah Rosulullah saw wafat, kepemimpinan beralih kepada Khalifah Abu Bakar As-Siddik
sebagai Khalifatur Rosul kemudian diteruskan oleh Kholifah yang kedua, ketiga dan keempat
perpecahan ummat Islam masih dapat diatasi dan potensi ummat Islam tetap terjamin dalam
mempertahankan kewibawaan kaum Muslimin. Keempat Khalifah tersebut selama kurang labih
30 tahun adalah para pemimpin dalam sistem Islam yang melanjutkan kepemimpinan Rosulullah
saw yang disebut sistem Khilafah Islamiyah. Kepemimpinan sistem Khilafah inilah merupakan
satu-satunya sistem yang mungkin mampu menjaga keutuhan ummat Islam dalam satu Wihdatul
Ummah, di bawah seorang Imam/ Khalifah/ Amirulmu’minin; sedang sistem-sistem lainnya
adalah mustahil dapat mempersatukan ummat Islam.
Islam telah menentukan istilah kepemimpinannya sendiri bagi kepemimpinan seluruh kaum
Muslimin diatas permukaan bumi ini sesuai firman Allah: (QS. 4 : 59 )
يا أيها الذين آمنوا أطيعوا ال وأطيعوا الرسول وأولي المر منكم فإن تنازعتم في شيء فردوه إلى ال والرسول إن كنتم تؤمنون
بال واليوم الخر ذلك خير وأحسن تأويل
Artinya : Hai orang-orang yang beriman ! Tho’atilah Allah dan Rosululloh serta Ulil Amri
diantara kalian. Kemudian jika kalian berselisih pendapat tentang sesuatu hendaknya kalian
kembalikan kepada Allah dan Rosul-Nya, jika kalian benar-benar beriman kepada Allah dan hari
kemudian, yang demikian itu adalah ( cara ) yang lebih utama dalam mengambil keputusan.
Tentunya semua kaum muslimin dapat memahami, bahwa jika Allah telah mewajibkan tho’at
Allah, Rosul dan Ulil Amri, maka di manapun kelompok orang yang beriman berada, mereka
tidak dapat membuat ketentuan sendiri untuk tidak mentaati Ulil Amri; sebab jika seorang
mu’min meninggal, maka ia tidak boleh menjawab bahwa ia tidak butuh pada Ulil Amri ataupun
tidak mentaati Ulil Amri, padahal Allah telah mewajibkanya. Akankah kaum muslimin menjawab
bahwa belum saatnya mentaati Ulil Amri?! Sebagai Imam/ Kholifah/ Amirul Mu’minin? Demi
keutuhan Jamaah dan tercegahnya perpecahan?
Memang sudah menjadi sunatullah bahwa suatu misi ummat hanya akan meraih kemenangan jika
misi tersebut mendapatkan dukungan umatnya, dan selama belum mendapatkan dukungan dari
mayoritas ummat, maka kemenangan belum dapat diharapkan di atas dunia. Perlu mendapat
perhatiaan khusus bahwasanya yang menjadi fokus hijrahnya Rasululloh saw bersama shohabat
beliau ke Madinah bukan masalah pelaksanaan syari’ah, akan tetapi yang menjadi persoalan
pokoknya adalah untuk mendapatkan dukungan masyarakat/ dukungan mayoritas ummat yang
ada pada saat itu, sementara syari’ah baru sempurna setelah + 10 tahun kemudian. Upaya untuk
mendapatkan dukungan mayoritas ummat itulah yang harus di maksimalkan dengan terlebih
dahulu menunjuk seorang pemimpin sebagai Imam/ Kholifah ummat Islam. Maka Khilafah
Islamiyah milik kaum muslimin atau Khalifatul Muslimin berkewajiban membentuk perwakilan-
perwakilannya di seluruh dunia, terutama di setiap kampung di negeri ini sebagi sponsor
Madinah, sehingga terbentuk masyarakat Madani yang kita cita-citakan bersama kebebasan dan
kemerdekaan ummat non muslim melaksanakan peribadatan masing-masing.
Sungguh kejayaan yang dicapai kaum muslimin di masa dahulu hanyalah karena mereka mampu
mempertahankan keutuhan ummat di bawah sistem khilafah dengan membuktikan sam’an wa
tho’atan kepeda Ulil Amri mereka. Apabila sistem kepemimpinan Islam tidak lagi
mempertahankan kesatuan kaum muslimin maka di saat itu pulalah potensi ummat Islam mulai
melemah, wibawa mereka mulai memudar dan ummat terpecah belah menjadi berkeping-keping
dan bergolong-golongan menuju kehancuran. Semestinya hal tersebut tidak boleh terjadi; di mana
ancaman Allah dan Rosul terhadap perpecahan itu sudah cukup jelas; dan secara rasionil dapat
dipahami bahwa perpecahan suatu ummat tak mungkin menghasilkan kekuatan kecuali hanya
akan menghasilkan kelemahan dan kehancuran. Poin inilah yang seharusnya terlebih dahulu
diupayakan oleh orang-orang yang tulus ikhlas, agar taasshub golongan, kebanggaan suku/ ras
dan watak-watak jahiliah lainnya dapat ditekan, demi terciptanya kembali Wihdatul Ummah
meraih kejayaan Islam. Untuk hal tersebut tidak ada jalan lain kecuali timbul kesadaran kaum
muslimin tersendiri untuk mempersatukan diri di bawah satu sistem kepemimpinan Islam yaitu
Sistem Khilafah Islamiyah sebagai khilafatul muslimin tanpa menyebut-nyebut golongan apapun.
Apabila ummat Islam tidak hidup di bawah sistem Khilafah, maka kaum muslimin berarti hidup
di bawah sistem non Islami. Demi menghindari hal tersebut, konon khabarnya Almarhum Imam
S.M Kartosuwiryo telah memproklamirkan berdirinya Negara Islam Indonesia pada tanggal 7
Agustus 1949, dengan cita-cita berdirinya kekhalidi muka bumi ini/ Kholifah fil ardi, di mana
pada kenyataannya saat ini kekholifahan kaum muslimin atau Khilafatul Muslimin telah hancur
Kiranya perlu kesadaran kaum Muslimin mensponsori kembali kepemimpinan Islam yakni
tegaknya Khilafatul Muslimin, guna meneruskan apa yang telah dicita-citakan oleh para
pendahulu kita di negeri ini, tanpa melupakan mereka sebagai Assabiquna Awwalun agar
mendapat do’a restu dari orang-orang terdahulu yang tulus ikhlas, sehingga terwujud kesatuan
kaum muslimin Internasional di bawah satu kepemimpinan ulil amri orang-orang yang beriman
yang wajib mereka dengar dan mereka taati. Dengan demikian pelaksanaan zakat dan pembagian
tugas lain-lainnya dapat dikoordinir secara benar dan baik sesuai ajaran.
Berlanjutnya perpecahan secara berlarut-larut yang membawa kehancuran Islam adalah suatu
kenyataan yang sangat di-idam-idamkan oleh syetan musuh kebenaran/ Alhaq. Untuk hal tersebut
maka sudah pernah diadakan kongres Khilafah di Kairo Mesir selama satu pekan dari tanggal 1-7
Dzulkaidah 1344 H dan juga pernah diadakan kongres ummat Islam sedunia di Mekkah, pada
tahun 1926 namun mereka tak sampai kepada memutuskan adanya seorang Kholifah/Amirul
Mu’minin sebagai Ulil Amri ummat Islam sedunia. Kiranya kegagalan tersebut tidak perlu
terulang lagi untuk ke sekian kalinya.
Maukah dan mampukah ummat Islam mendukung “KHILAFATUL MUSLIMIN” yang melalui
kongres Mujahidin kali ini akan kita tingkatkan kegiatannya keseluruh dunia? Jawabannya adalah
terletak pada kesadaran kaum muslimin sendiri yang akan menentukan kemudian apakah
khilafatul muslimin akan meraih kesuksesan ataupun tidak sebab tanpa dukungan ummat maka
kerja para pengurus khilafatul muslimin hanya akan sukses dalam pikiran dan ucapan belaka.
Mungkin masih banyak orang yang berpendapat, bahwa kepemimpinan Islam (Ulil Amri) hanya
sah kalau sudah menang dan jika kalah maka kepemimpinannya tidak sah lagi. Pendapat
sedemikian ini adalah pendapat yang keliru, karena benar dan salah itu tidak diukur dengan
kemenangan ataupun kekalahan, sedang kenyataaan, …..jelas bukan standar kebenaran.
Perwakilan khilafatul muslimin harus dibentuk di seluruh dunia dan untuk mewujudkannya secara
dan damai dan legitimet perlu terlebih dahulu kita meraih dukungan mayoritas ummat,
sebagaimana dicontohkan oleh Rosulullah saw sebelum beliau hijrah ke Madinah, ya’ni ketika
Bai’at Aqobah yang kedua Rosulullah meminta dari setiap bani yang ada agar menentukan
seorang mas’ul yang akan mewakili anggota/ ummatnya masing-masing, sehingga terdapat 12
orang orang mas’ul saat itu yang harus bertanggung jawab terhadap ummatnya masing-masing,
jadi bukan Rosulullah sendiri yang menentukan mas’ulul ummahnya.
Maka hendaklah para warga di setiap perwakialn khilafatul muslimin bermusyawarah untuk
menunjuk seorang mas’ulnya yang mereka percayai sehingga setiap mas’ul benar-benar mewakili
ummatnya.
Jika sekiranya dalam satu kabupaten/ kotamadya terdapat 50 ataupun 100 mas’ul, maka 50 atau
100 orang mas’ul itulah yang berkewajiban memilih satu di antara mereka menjadi seorang Amir
Ummil Quro’ yang akan bertanggung jawab terhadap seluruh mas’ul yang terdapat dalam
wilayahnya. Selanjutnya, jika terdapat umpamanya 20 ataupun 30 Amir Ummil Quro’ dalam satu
propinsi, maka mereka pulalah yang berhak dan berkewajiban menunjuk salah seorang di antara
Demikianlah kekholifaan Islam terbentuk secara alami atas kehendak ummatnya sendiri; maka
Khilafatul Muslimin memiliki ahlul hilli wal aqdi di tingkat masing-masing maka merekalah yang
berhak menentukan kapan seharusnya kepemimpinan diganti secara damai. Oleh karena itu,
Khilafatul Muslimin tidak merasa perlu berbicara tentang kepolisian/ ketentaraan dan rencana
peperangan dalam mensponsori terwujudnya seorang Kholifah/ Amirul Mu’minin/ Imam umat
Islam sedunia sebagai Ulil Amri mereka ; kecuali hanya memikirkan bagaimana caranya agar
umat Islam memahami tanggung-jawabnya dalam merealisir ajaran Allah dan Rosul-Nya benar-
benar menjamin kebebasan ummat lain untuk melaksanakan peribadatan agama mereka masing-
masing, sesuai ajaran Al-Kitab yang mereka miliki.
Legitimasi yang didapatkan oleh seorang pemimpin dari ummatnya melalui perwakilan-
perwakilan yang mereka pilih sendiri; tentu akan dapat mempertahankan keutuhan ummat Islam
dan mencegah perpecahan yang telah diharamkan Allah dan Rosul-Nya, serta akan mampu pula
mencegah pertikaian ummat beragama dan kerusuhan-kerusuhan lainnya Insya Allah.
Sungguh ; ….. perpecahan di kalangan kaum muslimin adalah sesuatu yang sangat melelahkan
dan membosankan ; tidak akan pernah menyelesaikan persoalan ummat, tidak akan mampu
mempererat Ukhuwah dan tidak akan mungkin menurunkan keberkahan baik dari langit maupun
dalam perut bumi serta mustahil dapat mewujudkan kedamaian dan kesejahterahan ummat
manusia ; dimana dengan terealisirnya kembali kekhalifahan Islam yang membawa misi
Rahmatan lil’alamin/ misi yang akan membuktikan kasih sayangnya terhadap alam semesta, kita
mungkin dapat berharap dan optimis terhadap terealisirnya keadilan dan kesejahteraan bersama
ummat manusia, dengan membuktikan tunduk kepada Yang Maha Pencipta Robbul’alamin.…
maka “ PERPECAHAN “harus segera diakhiri !!!
Rosulullah saw pernah mensinyalir bahwa sistem kepemimpinan Islam ( Khilafah Islamiyah )
atau Khilafah ala minhajun Nubuwwah itu akan mengalami pasang surut dengan berbagai
kebijaksanaan yang dilancarkan oleh para khilafahnya, sehingga walaupun mereka mengaku
sebagai Khalifah / Amirul Mu’minin sebenarnya mereka telah menyimpangkan sistem
kekhalifahan menjadi sistem kerajaan sebagaimana telah disabdakan dalam hadis beliau sbb:
Artinya :
Kenabian di tengah-tengah kalian akan terjadi menurut kehendak Allah kemudian Allah
mengangkatnya jika ia kehendaki untuk mengangkatnya, lalu terjadilah masa kekhalifahan yang
Menurut hadits tersebut di atas dapat kita pahami bahwa zaman kenabian telah berlalu, mereka
telah menyelesaikan tugas mereka masing-masing dalam mengemban misi yang haq sebagai
utusan Allah, di samping mereka juga adalah hamba Allah : mereka telah memimpin ummat
untuk hanya menyembah Allah SWT/ mentho’ati-Nya tanpa reserve dan masa merekapun telah
berlalu atas kehendak Allah jua, setelah diakhiri oleh Rosulullah terakhir Nabi Muhammad saw
sebagai pemimpin ummat manusia seluruhnya selama + 23 tahun. Adapun kaum muslimin selama
Rosulullah saw masih hidup tetap berada dalam satu kesatuan jama’ah berujud wihdatul ummah
di bawah satu kepemimpinan yaitu beliau sendiri sebagai pemimpinnya.
Untuk selanjutnya kepemimpinan yang telah dicontohkan oleh Rosulullah saw selama 23 tahun
itulah, maka perlu adanya seorang khalifah yang kita kenal sebagai Khalifah yang pertama adalah
Khalifah Abu Bakar As-Shidiq r.a dan selanjutnya khalifah kedua , ketiga , keempat selama 30
tahun, sebagaimdisabdakan oleh beliau saw ;
Artinya :
Kekhalifahan pada ummatku adalah selama 30 tahun, kemudian setelah itu adalah kerajaan.
Menurut tarikh setelah khalifah yang keempat ( Ali bin Abi Thalib r.a ) wafat ; maka Muawiyah
bin Abi Shofyan melanjutkan kepemimpinan ummat dengan sistem kerajaan dengan menunjuk
anaknya sendiri ( Yazid ) sebagai putra Mahkota pengganti ayahnya.
Berlanjutlah sistem kerajaan ini secara turun temurun sehingga sampai pada kekhalifahan Turki
Utsmani tahun 1924 M sesuai dengan apa yang telah diramalkan oleh Rosulullah sebagai Mulkan
Aadlon dan Mulkan Jabariyyatan. Ummat Islam pun semakin berpecah belah dan pemimpin-
pemimpin Islam telah terbiasa mengambil bagiannya sendiri-sendiri dalam batas-batas wilayah
yang sempit, sehingga tidak lagi merupakan satu kesatuan yang utuh di bawah satu
kepemimpinan ummat ( Imam, Kholifah, Amirul Mu’minin) sebagaimana mustinya sesuai
dengan contoh Nabi Muhammad saw, di mana beliau sendiri sebagai Imamnya selama 23 tahun;
kemudian dilanjutkan oleh Al-Khulafa’ur Rasyidin Al Mahdiyyun sebagai Ulil Amri mereka.
Kepemimpinan sedemikian inilah yang wajib hukumnya diteruskan dan tidak boleh hilang dari
kalangan kaum muslimin di manapun mereka berada dilihat dari kacamata Ad-Dien sesuai
Aqidah Islamiyyah dan bukan hanya dilihat dari kacamata politik semata.
Oleh karena itu Islam dengan misinya Rahmatan lil Alamin tidak boleh dirahasiakan; wajib
didzohirkan dipermukaan bumi di bawah satu kepemimpinan dalam satu Jama’ah sebagai wadah
Kiranya cukup jelas, bahwa yang disebut satu kesatuan dalam Islam (menurut Syari’at) ialah
adanya seorang Imam? Kholifah bagi keseluruhan ummat Islam di muka bumi ini dengan sistem
yang dikenal yaitu sistem Khilafah bukan sistem-sistem yang lainnya, dan bukan pula
berkumpulnya berbagai golongan dalam satu aliansi untuk membagi tugas tanpa adanya seorang
pemimpin/ Kholifah/ Imam dalam wadah wihdatul ummah. QS Ali-Imran(3):103
واعتصموا بحبل ال جميعا ول تفرقوا واذكروا نعمت ال عليكم إذ كنتم أعداء فألف بين قلوبكم فأصبحتم بنعمته إخوانا وكنتم
على شفا حفرة من النار فأنقذكم منها كذلك يبين ال لكم آياته لعلكم تهتدون
Artinya :
Dan berpegang teguhlah kalian semua kepada tali Allah dan jangan kalian bercerai berai.
Artinya :
Aku perintahkan kalian dengan lima perkara yang Allah telah memerintahkannya kepadaku
(yaitu); berjama’ah, mendengar, tho’at, hijrah dan berjuang di jalan Allah. Maka barang siapa
yang keluar dari AL- JAMA’AH sekedar sejengkal berarti benar-benar ia telah melepaskan
ikatan Islam dari lehernya sampai ia kembali bertaubat. Dan barang siapa yang menyeru dengan
seruan jahiliyah maka ia tergolong orang-orang yang berlutut di nereka Jahanam. Para sahabat
bertanya: Wahai Rasulullah ! Bagaimana jika ia tetap berpuasa dan sholat ? Rasulullah
menjawab : Sekalipun dia shoum dan mengaku bahwa ia adalah seorang muslim. Maka
panggilah oleh kalian kaum muslimin itu sebagaimana Allah telah menamakan mereka Al-
Muslimin almu’minin; ibadallohi Azza Wa Jalla. (Riwayat Ahmad)
Artinya :
Sesungguhnya ummat Islam ini adalah ummat yang satu dan Aku adalah Rabb kalian, maka
sembahlah oleh kalian akan daKu (Allah).
Bukankah sangat mengherankan, jika ummat Islam yang telah diwajibkan bersatu justru memilih
alternatif lain untuk tetap mempertahankan faksinya masing-masing sehingga sukar dan tidak
dapat dipersatukan ?
Semoga kesadaran kaum Muslimin/ Muslimat di-era globalisasi dewasa ini dapat mewujudkan
kembali kesatuan mereka di bawah sistem Islam ya’ni sistem Khilafah Islamiyyah yang akan
membawa misi RAHMATAN LIL’ALAMIN agar setiap makhluk di permukaan bumi ini
mendapatkan keadilan dan kesejahterahan lahir & batin atas rahmat kasih sayang Allah SWT …
……..Amin.
Apabila sebagian kaum muslimin berpendapat bahwa sponsor Khilafatul muslimin ini termasuk
salah seorang yang berambisi menjadi pemimpin, maka orang yang ambisius tidak boleh lagi
diberi kesempatan memimpin dan haruslah diganti dengan orang-orang yang jujur dan tulus
ikhlas dan telah membuktikan komitmennya terhadap perjuangan tegaknya Syari’ah Islam ; bukan
orang yang hanya pandai ngomong dan berteori di depan meja. Adapun saya secara pribadi benar-
benar merasa belum pantas menjadi pemimpin ummat sebagai Khalifah / Amirul Mu’minin.
Melalui konferensi ini, saya saya hanya berharap kiranya kaum muslimin/ muslimat dapat
menghindari diri dari sifat-sifat ta’as-shub golongan apapun alasannya untuk dapat
mengutamakan AL-JAMA’AH WAL JAMA’AH dengan tulus ikhlas dan penuh kerelaan hati.
إل من رحم ربك ولذلك خلقهم وتمت كلمة ربك لملن جهنم من الجنة والناس أجمعين
Artinya :
Sungguh,….. Maha benar Alloh ; bahwasanya hanya orang-orang yang mendapatkan rohmat-Nya
semata, yang dapat menjadi satu ummat (ummatan wahidatan) bersatu dalam wadah wihdatul
ummah yang tidak membesar-besarkan perselisihan penyebab perpecahan antara orang-orang
yang sama beriman kepada Allah dan hari kemudian. Karena itulah maka Allah telah
memerintahkan, agar orang-orang yang mengaku beriman, benar-benar memegang teguh tali
Allah secara keseluruhan tanpa dibenarkan untuk berpecah-belah dalam menegakan Ad-Dien
mengemban misi “RAHMATAN LIL ‘ALAMIN. (As-Syura : 13)
Sekiranya ada sebuah pertanyaan dalam diri kita. Adakah kita ingin bersatu ?
Memang itulah kewajiban kita sebagai muslim. Maka bersatu itu tidak sukar bagi orang yang mau
bersatu dan tulus ikhlas; sebab bersatu itu hanya sukar bagi orang yang tidak bersedia bersatu dan
tetap membanggakan golongan. Jadi seponsor perpecahan adalah orang yang berkata bahwa kita
belum dapat bersatu dan sebaliknya sponsor persatuan itu adalah mereka yang berkata bahwa kita
saat ini juga wajib bersatu untuk dapat menta’ati Allah, Rasul dan Ulil Amri dari orang-orang
yang beriman. Allahu Akbar, Allahu Akbar.
شرع لكم من الدين ما وصى به نوحا والذي أوحينا إليك وما وصينا به إبراهيم وموسى وعيسى أن أقيموا الدين ول تتفرقوا فيه
كبر على المشركين ما تدعوهم إليه ال يجتبي إليه من يشاء ويهدي إليه من ينيب
Artinya :
Dia telah mensyari’atkan bagi kamu tentang agama, apa yang telah diwasiatkan-Nya kepada
Nuh dan apa yang telah kami wahyukan kepadamu dan apa yang telah kami wasiatkan kepada
Ibrahim,Musa dan Isa yaitu : Tegakkanlah agama dan janganlah kamu berpecah belah di
dalamnya. Amat berat bagi orang-orang musyrik agama yang kamu seru mereka kepadanya.
Allah memilih kepada agama itu orang yang dikehendaki-Nya dan memberi petunjuk kepadanya
siapa yang kembali (bertaubat). (QS. Asy-Syura(42):13)
JAMA’AH / KHILAFATUL MUSLIMIN ini cinta akan kedamaian dan tidak akan
melancarkan permusuhan apalagi peperangan terhadap golongan manapun; kecuali hanya
berkewajiban membela diri dari serangan kelompok / golongan yang memerangi.
Setiap AMIR dalam satu wilayah perwakilan / negara harus bersedia bila
dicalonkan sebagai pemimpin di negerinya sendiri; dengan tetap mempertahankan
PRINSIP DASAR JAMA”AH dan pelestarian norma-norma/ hukum yang tidak
bertentangan dengan ajaran agama.
Diharapakan kepada seluruh cendikiawan muslim dan para pakar serta ummat
manusia di manapun berada, baik secara pribadi ataupun atas nama kelompok/ golongan
untuk dapat kiranya berpartisipasi dan menyampaikan tanggapan ke alamat Kantor Pusat
sementara :
Untuk Informasi lebih lanjut saudara bisa menghubungi No. Telpon berikut: