Anda di halaman 1dari 4

Dapatkah anda ceritakan tentang diri anda?

Apakah lebih penting untuk menjadi beruntung atau terampil?


Saya pikir itu lebih penting untuk menjadi beruntung, meskipun menjadi sangat terampil dapat membantu untuk menciptakan
lebih banyak peluang.
5. Kapan Anda berpikir Anda akan mencapai puncaknya dalam karir Anda?
Saya seorang yang sehat, kuat, bermental untuk selalu aktif, jadi saya tidak pernah berpikir soal mencapai puncak dalam karir
saya. Saya pikir yang penting adalah seberapa pengetahuan yang ada dalam diri saya.
Apakah Anda menganggap diri seorang pemimpin?
Oh, ya, tentu saja. Saya memiliki semua kualitas seorang kepemimpinan. Saya seorang yang ekstrover, tapi saya juga bisa
menjadi pendengar yang hebat. Saya menganggap diri saya sebagai seorang yang mempunyai ide yang besar, tetapi saya juga
bisa keras kepala dan praktis bila diperlukan.
Apakah Anda fleksibel?
Persiapkan cerita yang menunjukkan bahwa Anda dapat beradaptasi dengan perubahan lingkungan dan kebutuhan.

Apakah Anda ambisius?
Hanya sedikit orang yang dapat benar-benar memprediksikan apa yang akan mereka lakukan lima tahun dari sekarang.
Simpelnya, persiapkan jawaban yang menjadi visi tentang apa yang ingin Anda capai dalam pekerjaan yang sedang Anda lamar
dan di luar lingkup khusus tersebut.

Seberapa baik Anda berkomunikasi?
Kemampuan komunikasi sudah menjadi persyaratan utama dalam setiap lowongan pekerjaan. Kebanyakan interviewer akan
menilai tingkat kecerdasan dan perilaku Anda dari cara Anda berbicara dan menyampaikan cerita pribadi Anda.
Sering kali, pertanyaan pada sesi interview kerja dirancang sedemikian rupa untuk melihat bagaimana Anda merespons suatu
tantangan. Apakah Anda menyarikan fakta-fakta yang relevan dengan cerita pengalaman Anda, atau Anda hanya mengarang
jawaban ngalor-ngidul tanpa mempedulikan sang interviewer? Apakah Anda juga terikat dalam dialog, memperlihatkan bahasa
tubuh sebagai pribadi yang terbuka dan memiliki kejelasan pikiran? Apakah Anda tahu kapan waktunya untuk berhenti
berbicara?
Ketika Anda mengambil waktu untuk memahami proses interview kerja dan berpikir tentang masalah mendasar yang dialami
tiap perekrut karyawan, Anda akan mendapatkan perspektif yang berharga. Kemudian, Anda akan mampu membuat cerita
terkait masalah tersebut yang efektif menjawab setiap pertanyaan. Siapa tahu, di akhir sesi sang interviewer akan menjabat
tangan Anda dan berkata, "Anda diterima.
Prestasi apa yang yang pernah anda raih dan banggakan dalam hidup anda??
Pariwisata
Teluk Oka yang memiliki garis pantai yang panjang, indah, dan sejuk cukup menarik minat wisatawan lokal untuk berkunjung ke
sana. Air terjun Waibelen, yang juga menjadi sumber air bagi penduduk Lewoloba, sangat menarik untuk dikunjungi.
Budaya
Lewoloba merupakan satu bagian dari rumpun masyarakat adat Lamaholot. Kegiatan adatnya berpusat di sebuah korke, yang
berada di tengah kampung. Ada beberapa suku besar yang menetap di Lewoloba, yaitu Lewo Doren, Lewo Nuhan, Mela Hurint,
Ama Koten, dan Ama Kelen. Masing-masing suku telah memiliki perannya sendiri dalam setiap acara adat yang diadakan. Setiap
dua tahun sekali diadakan sebuah acara adat yang dikhususkan bagi penghormatan nenek moyang, yaitu Helok Korke. Adat juga
tampak sangat menonjol dalam acara perkawinan dan kematian.
BUDAYA FLORES TIMUR


Flotim merupakan wilayah kepulauan dengan luas 3079,23 km2, berbatasan dengan kabupaten Alor
di timur, kabupaten Sikka di barat utara dengan laut Flores dan selatan, laut Sawu.

Orang yang berasal dari Flores Timur sering disebut orang Lamaholot, karena bahasa yang
digunakan bahasa suku Lamaholot.

Konsep rumah adat orang Flotim selalu dianggap sebagai pusat kegiatan ritual suku. Rumah adat
dijadikan tempat untuk menghormati Lera Wulan Tana Ekan (wujud tertinggi yang mengciptakan
dan yang empunya bumi).

Pelapisan social masyarakat tergantung pada awal mula kedatangan penduduk pertama, karena itu
dikenal adanya tuan tanah yang memutuskan segala sesuatu, membagi tanah kepada suku Mehen
yang tiba kemudian, disusul suku Ketawo yang memperoleh hak tinggal dan mengolah tanah dari
suku Mehen.
Suku Mehen mempertahankan eksistensinya yang dinilainya sebagai tuan tanah, jadilah mereka
pendekar-pendekar perang, yang dibantu suku Ketawo.

Mata pencaharian orang Flotim/Lamaholot yang utama terlihat dalam ungkapan sebagai berikut:

Ola tugu,here happen, lLua watana,
Gere Kiwan, Pau kewa heka ana,
Geleka lewo gewayan, toran murin laran.

Artinya:

Bekerja di ladang, Mengiris tuak, berkerang (mencari siput dilaut), berkarya di gunung,
melayani/memberi hidup keluarga (istri dan anak-anak) mengabdi kepada pertiwi/tanah air,
menerima tamu asing.

Sejarah Flores
Nama Pulau Flores berasal dari Bahasa Portugis "Cabo de Flores" yang berarti "Tanjung Bunga". Nama ini semula
diberikan oleh S. M. Cabot untuk menyebut wilayah paling timur dari Pulau Flores. Nama ini kemudian dipakai secara resmi
sejak tahun 1636 oleh Gubenur J enderal Hindia Belanda Hendrik Brouwer. Nama Flores yang sudah hidup hampir empat
abad ini sesungguhnya tidak mencerminkan kekayaan Flora yang dikandung oleh pulau ini. Karena itu, lewat sebuah studi
yang cukup mendalam Orinbao (1969) mengungkapkan bahwa nama asli Pulau Flores adalah Nusa Nipa (yang artinya
Pulau Ular). Dari sudut Antropologi, istilah ini lebih bermanfaat karena mengandung berbagai makna filosofis, kultural
dan ritual masyarakat Flores.
Pulau Flores, Alor dan Pantar merupakan lanjutan dari rangkaian Sunda System yang bergunung api. Flores memiliki
musim penghujan yang pendek dan musim kemarau yang panjang. Daerah Pulau Flores meliputi delapan kabupaten, yakni
Kabupaten Manggarai Barat, Manggarai, Ngadha, Nagekeo, Ende, Sikka, Flores Timur, dan Lembata.
Uniknya Tradisi Budaya "Semana Santa" di Larantuka

Salah satu bagian prosesi dari tradisi Semana Santa di Larantuka, Flores Timur, NTT. (sumber: SP/Yoseph Kelen)
Larantuka - Samana Santa merupakan sebuah budaya rohani yang dilakukan oleh masyarakat Larantuka yang terletak di
wilayah timur Pulau Flores, Nusa Tenggara Timur (NTT), yang dilakukan setiap tahun, seminggu sebelum perayaan Paskah.
Larantuka dikenal pula dengan nama Kota Reinha (Bahasa Portugis) yang artinya Kota Ratu atau Kota Maria. Makanya, semua
umat katolik di Larantuka dan sekitarnya dengan khidmat merayakan Pekan Suci yang dikenal sebagai Semana Santa itu.
Perayaan itu dimulai pada hari Rabu, yang dikenal dengan istilah Rabu Trewa, yaitu kegiatan persiapan prosesi dengan
memasangan lilin-lilin di seluruh Kota Larantuka, tepatnya di kiri-kanan jalan raya yang akan dijadikan rute prosesi. Saat itu pula
dilakukan persiapan dan penyelesaian pekerjaan delapan buah Armida yaitu tempat perhentian kontemplatif. Sejak Rabu Trewa
itulah, Kota Larantuka berubah menjadi kota berkabung, untuk mengenang kisah sengasara Yesus, wafat dan bangkitan.
Puncak perayaan Semana Santa sendiri adalah Jumat Agung atau Sesta Vera. Pagi hari, diadakan arak-arakan bahari,
mengantarkan Tuan Menino (patung kanak-kanak Yesus) dari kapela Tuan Menino (Kota Sau) ke Kapela Pohon Sirih
(Larantuka).
Siang hari, dari Kapela Tuan Ma, dilakukan perarakan patung Bunda Maria (Tuan Ma dalam bahasa Nagi) yang menjemput
patung Yesus Kristus (Tuan Ana) di kapela Tuan Ana, untuk diarak bersama-sama menuju Katedral Larantuka. Sore dan malam
hari, setelah Misa Jumat Agung dan upacara penghormatan salib, dari Katedral Larantuka dimulailah perarakan patung Tuan Ana
dan Tuan Ma mengelilingi Kota Larantuka, melalui delapan titik perhentian kehidupan (Armida).
Ribuan lilin di sepanjang rute prosesi dan di tangan para peziarah menjadikan Larantuka sebagai kota perkabungan suci. Makna
religi prosesi yang kental dengan gaya Portugis ini sesungguhnya adalah menempatkan Yesus sebagai pusat ritual, serta
menempatkan Bunda Maria sebagai ibu yang berkabung (Mater Dolorosa) karena menyaksikan penderitaan Yesus anaknya,
sebelum dan saat disalibkan di Bukit Golgota pada saat itu.
Prosesi Samana Santa itu berlangsung hingga dini hari Sabtu Santo. Makna prosesi religius ini hanya satu-satunya di dunia dan
telah berusia 5 abad, yang menjadi daya pikat banyak peziarah Katolik yang tergerak untuk mengikuti prosesi rohani. Menurut
data Bupati Flores Timur, Yoseph Lagadoni Herin, jumlah peziarah pada tahun 2012 tercatat sebanyak 11.253 orang dari
nusantara dan mancanegara, belum termasuk peziarah lokal NTT serta penduduk lokal yang mengikuti prosesi Semana Santa.
Angka ini terus meningkat dari tahun ke tahun. Untuk 2013, yang terdata sudah mencapai 15.300 peziarah. Jumlah tersebut
bukan saja dari umat katolik, melainkan juga umat dari lima agama yang ada di Indonesia.
Tradisi lain dalam Semana Santa adalah "esmola", yakni sedekah amal. Esmola ini dilakukan oleh ibu-ibu yang selamat saat
melahirkan. Ibu-ibu ini didampingi beberapa "kebara" (anak masih gadis), mengenakan sarung dan mendatangi rumah-rumah
warga untuk meminta sedekah.
Dengan membawa tongkat dan ditemani gadis-gadis yang membawa "nera" (bakul), sesampai di rumah yang ditujui, tongkat
diketukkan pada pintu rumah sambil berujar, "Jemola de Deo (sedekah demi Allah)!" Tuan rumah akan menjawab, "Custura de
Deo (petunjuk Allah), maso ke mari!" Sedekah yang terkumpul kemudian diletakkan di kapela yang nantinya akan dibagikan
kepada fakir miskin dan orang sakit.
Upacara mengaji Semana Santa berakhir hari Rabu Trewa, oleh Suku Kapitan Jentera, suku yang berkedudukan sebagai panglima
perang Kerajaan Larantuka. Usai mengaji, Suku Kapitan Jentera melapor kepada Raja Larantuka, bahwa ritus mengaji semana
telah selesai dan siap dilanjutkan dengan prosesi Jumat Agung.
Pada malam mengaji semana berakhir, diadakan pula liturgi lamentasi (nyanyian ratapan Yeremia). Setelah selesai lamentasi,
umat membunyikan benda-benda seperti kaleng, seng ataupun benda lain, sambil berteriak "Trewa... trewa..!", sebagai tanda bagi
seluruh umat untuk tidak melakukan aktivitas berat. Umat Katolik di Larantuka dilarang bepergian ke luar wilayah Larantuka,
agar sama-sama memasuki masa perkabungan agung.
Padam malam Rabu Trewa, di Istana Raja Larantuka dilaksanakan pula upacara untuk menentukan siapa yang membawakan
ovos (nyanyian ratapan) pada salah satu armida. Di Istana Raja itu juga dilakukan persiapan terakhir di mana para confreria
melatih koor yang akan dinyanyikan pada prosesi Jumat Agung.
Keesokan harinya, Kamis, dalam liturgi Gereja Katolik disebut sebagai hari Kamis Putih. Di hari itu, semua umat Katolik
Larantuka melakukan "tikam turo", yaitu memancang tiang-tiang kecil di sisi kiri dan kanan jalan yang akan dilalui saat prosesi
Jumat Agung keesokan harinya. Pada tiang-tiang kayu itu dipasang pula belahan kecil bambu yang akan dipakai sebagai tempat
untuk menjejerkan lilin-lilin yang dinyalakan pada malam Jumat Agung.
Tidak sembarang kayu yang dipakai untuk "tikam turo" tersebut, melainkan harus kayu "kukung". Pihak yang mengambil peran
dalam tradisi "tikam turo" disebut Mardomu. Kata "mardomu" sendiri berasal dari bahasa Latin, "maior" dan "domus", yang
berarti rumah besar. Mardomu disebut juga tuan pesta. Mardomu atau nazar agung (permesa) ini, dilakukan oleh seseorang atau
sebuah keluarga yang dengan segala wujudnya, menanggung tanpa pamrih segala kebutuhan untuk keperluan prosesi sebagai
wujud melayani Tuhan.
Bahasa
Di Flores, ada banyak bahasa yang dipergunakan, kebanyakan menggunakan bahasa keluarga Austronesia.
Di tengah pulau, di Kabupaten Ngada dan Ende, bahasa yang digunakan merupakan rantai dialek Flores atau pusat perhubungan
Flores. Dalam wilayah ini kita dapat menemukan perbedaan pengucapan bahasa, yang hampir berbeda dari desa ke desa.
Setidaknya terdapat enam bahasa terpisah yang berbeda. Yaitu dari barat ke timur: Ngadha, Nage, Ke'o, Ende, Lio, dan Palue.
Bahasa Palu adalah bahasa yang digunakan di Pulau Palu yang terletak di Pantai Utara Flores. Warga setempat juga mungkin
akan menambahkan So'a dan Bajawa dalam daftar bahasa, namun antropolog membaginya sebagai bagian dari dialek Ngadha. Di
bagian timur pulau, populasi penduduk berbicara bahasa Lamoholot. Bagian lain, khususnya di Larantuka berbahasa Melayu,
tetapi dengan varian yang disebut sebagai "Lazy Melayu. Secara keseluruhan, di Pulau Flores sendiri terdapat sembilan belas
bahasa yang dipergunakan (tidak termasuk Bahasa Indonesia), semua campuran dari Bahasa Melayu, Polinesia, dan Austronesia.
Mengenai banyaknya penggunaan bahasa, maka Bahasa Manggarai, Lio, dan Sikka adalah bahasa yang berlaku secara umum.

Anda mungkin juga menyukai