Anda di halaman 1dari 16

KEARIFAN LOKAL KAB ENDE

OLEH :

NOVITA METE

LUCAS DE SENA MALI

MARTINA JUTI
PENGANTAR
Kota ende merupakan kota
sejarah yang bermula dari Nua Ende
(kampung Ende) yang di sebut seba
Gai kota pancasila,kota pelajar, dan
Bumi danau tiga warna.
Di Kota Ende juga butir-butir
Pancasila dikandung dalam perenungan
Sang Proklamator. Di Ende, BungKarno
memperoleh kesempatan untuk mematangkan
gagasannya tentang dasar perjuangannya
kemerdekaan Indonesia.
pada tanggal 1 juni merupakan hari peringatan lahirnya
pancasila secara nasional di kota ende, tempat Bungkarno duduk
dengan memandang ke laut untuk merenungkan butir- butir
pancasila.
Selain sebagai kota sejarah lahirnya ilham 5 (lima) sila Pancasila,
Kota Ende dikenal juga sebagai kota pendidikan di Pulau Flores.
Karena di kota ini banyak sekolah bermutu dan juga perguruan
tinggi. Salah satunya adalah Universitas Flores. Banyak orang muda
dari kota-kota di Flores, Timor, Sumba hingga Alor dan Lembata
yang datang menimba ilmu. Kehadiran mereka berkontribusi dalam
menggeliatnya perekonomian, juga menambah kaya budaya warga
kota dengan budaya-budaya yang berbeda.
Warga Kota Ende yang pluralis juga heterogen latar belakangnya,
tapi yang sebenarnya ada 3 (tiga) suku yang dominan, ketiganya
memiliki bahasa yang mirip tapi tidak sama.
Wologai sebuah kampung adat dalam rumpun besar Suku Lio,
terletak di Kecamatan Detusoko, Kabupaten Ende, Flores, NTT.
Kampung adat tersebut relatif dekat dan berjarak sekitar 35 km arah
timur Kota. Mengunjungi kampung adat Wologai sangatlah tepat
apabila bersamaan dengan ritual adat yang dilaksanakan
masyarakat adat di kampung tersebut, yang biasanya dilaksanakan
setiap bulan September.
Ritual Adat tersebut merupakan sebuah
bentuk ucapan syukur kepada yang Maha
Kuasa atas berhasilnya panen yang diperoleh
masyarakat. Ritual adat tersebut biasanya juga
diikuti oleh masyarakat dari beberapa kampung
Sekitar.
Hingga saat ini, ritual adat tersebut masih terus dilestarikan
dan merupakan salah satu atraksi wisata yang sangat disukai
oleh para wisatawan nusantara maupun mancanegara.
  Sedangkan pada lokasi ritual yang biasa disebut hanga,
terdapat rumah-rumah adat yang masih asli dan mengelilingi
hanga tersebut. Untuk ritual tersebut biasanya dilakukan di
salah satu rumah adat yang biasanya ditempati oleh mosalaki
puu (kepala suku utama).
Pada saat ini, kampung adat Wologai telah menjadi salah
satu destinasi bagi para wisatawan sebelum atau setelah
menikmati eksotisme Danau Tiga Warna Kelimutu.
 
 
Nggela, sebuah perkampungan adat yang magis dan alami di
Kecamatan Wolojita yang terbangun dari 9 (sembilan) buah rumah
adat (Sa’o Benga Dero, Sa’o Mberi Dala, Sa’o Ame Nggape, Sa’o Tani
Mo’i, Sa’o Siga Bata, Sa’o Benga, Sa’o Labo, Sa’o Tua dan Sa’o Siga).
Nggela juga terkenal dengan kerajinan tenun ikat. Ada beberapa
kelompok pengrajin tenun ikat yang tetap eksis dengan berbagai
motif tenunan yang khas dan menarik. Diantaranya Lawo Butu yang
merupakan sejenis sarung/lawo sebagai kostum para penari Mure
yakni tarian khas Nggela yang merupakan tarian sacral sebagai
symbol penghormatan kepada wujud yang tertinggi (Du’a sai tana
goka, NggaE sai watu dogu). Tarian tersebut dipentaskan pada
kesempatan  tertentu oleh para penari/gadis-gadis dari turunan
kaum bangsawan/ mosalaki. 
Nggela juga terkenal dengan permandian air panas yang
memiliki kadar belerang yang tinggi sehingga berkhasiat
menyembuhkan berbagai penyakit kulit. Aewau,
merupakan potensi yang masih perlu disentuh
dan dikembangkan, Sebuah potensi bagi
pengembangan wisata kesehatan
(Cure/Health tourism). Jarak lokasi Ae Wau
dari Nggela adalah 3 km arah menuju Ende.
Di samping itu terdapat juga air terjun Angga
dengan ketinggian ± 30 meter dan Muru
Nipamera dengan ketinggian ± 40  meter.
Sebuah kenyataan yang membuat Nggela sangat berarti dan
spesifik.
Tempat wisata yang ada di kabupaten Ende
Danau Tiga Warna (kelimutu)
adalah gunung berapi yang terletak di Pulau Flores. Lokasi
gunung ini tepatnya di Desa Pemo, Kecamatan Kelimutu, Kabupaten
Ende. Gunung ini memiliki tiga buah danau kawah di puncaknya.
Danau ini dikenal dengan nama Danau Kelimutu atau Danau Tiga
Warna karena memiliki tiga warna yang berbeda, yaitu merah, biru,
dan putih. Walaupun begitu, warna-warna tersebut selalu berubah-
ubah seiring dengan perjalanan waktu.
Kelimutu merupakan gabungan kata dari “keli” yang berarti
gunung dan kata “mutu” yang berarti mendidih. Menurut
kepercayaan penduduk setempat, warna-warna pada danau
Kelimutu memiliki arti masing-masing dan memiliki kekuatan alam
yang sangat dahsyat.
Danau atau Tiwu Kelimutu di bagi atas tiga bagian yang sesuai
dengan warna – warna yang ada di dalam danau. Danau berwarna
biru atau “Tiwu Nuwa Muri Koo Fai” merupakan tempat
berkumpulnya jiwa-jiwa muda-mudi yang telah meninggal. Danau
yang berwarna merah atau “Tiwu Ata Polo” merupakan tempat
berkumpulnya jiwa-jiwa orang yang telah meninggal dan selama ia
hidup selalu melakukan kejahatan/tenung. Sedangkan danau
berwarna putih atau “Tiwu Ata Mbupu” merupakan tempat
berkumpulnya jiwa-jiwa orang tua yang telah meninggal.
Rumah Bung Karno di Ende
Terletak di jalan Perwira, Kelurahan Kotaraja Kecamatan Ende
Utara (Kota Ende). Bangunan ini merupakan bekas rumah atau
tempat tinggal Bung Karno dan keluarga  semasa pembuangan/
pengasingan di Ende oleh Pemerintah Hindia Belanda tahun 1934-
1938 yang masih dijaga, dirawat dan dipertahankan keasliannya
oleh Pemerintah Kabupaten Ende. Di dalam Situs Rumah Bung
Karno juga terdapat tempat sujud/ruang semedi dan tempat
sembahyang/sholat yang selalu digunakan oleh Bung Karno
bersujud kepada Tuhan Yang Maha Esa untuk memohon bantuan
bagi Perjuangan Kemerdekaan bangsa Indonesia hingga membekas
di lantai.
Pantai Enabara Maurole
Secara kasat mata pantai Enabara
merupakan primadona pantai utara. Hamparan
pasir putih serta air yang tenang dan jernih
sejauh mata memandang, lingkungan yang
alamiah sangat berpotensi sebagai sentra
aktivitas rekreasi bahari di masa mendatang.
Taman Rendo Ende
Taman yang terletak di tengah – tengah
kota ende, di hiasi Pohon sukun bercabang
lima di tengah Taman Rendo hingga kini
tumbuh seakan menjadi saksi bisu sejarah
tercetusnya pokok pikiran Pancasila yang
menjadi dasar negara Republik Indonesia.
MAKANAN LOKAL KABUPATEN ENDE
1. Jagung
2. Onde – onde goreng atau Rebus
3. Pisang beranga kelimutu
4. Beras lokal
5. Pisang kapok ende
6. Ubi Nuabosi
7. Ubi Lio

Semua tanaman tersebut tergolong dalam kelompok tanaman


pangan dan tersebar pada lahan kering seluas 43.700 Ha (sebanyak 
71,54% memiliki kemiringan =40%) dan lahan basah 6.752 Ha.
Banyak kearifan lokal yang dimiliki petani di Ende. Petani selalu
menghubungkan peristiwa menanam, memelihara dan memanen
dengan pranata sosial budaya yang hidup dan berkembang di dalam
masyarakat.  Pranata sosial budaya telah menjadi kearifan lokal
yang dimiliki petani di Kabupaten Ende. Misalnya, menanam padi
lokal atau padi ladang.
Dalam pandangan petani, tanamam padi ladang merupakan inti
dari tata pertanian tradisional yang diwariskan para leluhur dan
diyakini sebagai simbol kehidupan. Sebab, padi diyakini oleh
masyarakat setempat sebagai penjelmaan dari seorang ibu (Ine
Pare) yang mengorbankan dirinya agar dapat 'dimakan' oleh
keluarganya. Oleh karena itu, padi ladang dijadikan inti dari sistem
usahatani di Ende.
Ada kearifan petani yaitu menanam jagung pada  musim
kemarau antara April dan September.  Dalam bahasa Lio disebut
'jawa leja' (artinya jagung panas yaitu jagung yang ditanam pada
musim kemarau). Biasanya produksi 'jawa leja' tidak kalah dengan
jagung yang ditanam pada musim hujan.

POTENSI TERNAK YANG PALING DOMINAN DI


KABUPATEN ENDE
Ada potensi ternak besar dan kecil yang telah 'menyatu'
dengan masyarakat seperti ternak :
1. sapi 11.253 ekor
2. kerbau 1.792 ekor
3. kuda 1.288 ekor
4. kambing 55.474 ekor
5. babi 84.454 ekor
TERIMAH KASIH

Anda mungkin juga menyukai