ITS Undergraduate 13779 Paper 1072748

Anda mungkin juga menyukai

Anda di halaman 1dari 24

1

PERENCANAAN EMBUNG KENDO KECAMATAN RASANAE TIMUR KABUPATEN


BIMA NTB

Oleh :
Mochamad Hasan Wijaya
3107 100 512

Dosen Pembimbing :
Ir. Soekibat Roedy Soesanto
Ir.Abdulah Hidayat SA,MT.

ABSTRAK

Pada musim kemarau sebagian besar wilayah di Propinsi Nusa Tenggara Barat sering mengalami kekeringan.
sungai-sungai yang pada musim penghujan banyak terdapat air, pada musim kemarau menjadi berkurang airnya dan di
sebagian kawasan terkadang menjadi kering. Sungai Sori Lelamase adalah salah satu sungai yang pada musim kemarau
akan mengalami kekeringan. kondisi ini membuat masyarakat di sepanjang sungai Sori Lelamase khususnya masyarakat
desa Kendo dan Desa Nungga kecamatan Resenae Timur mengalami kesulitan untuk mendapatkan air bersih, Terutama
untuk kebutuhan air baku
Perencanaan kapasitas embung ini didasarkan pada data curah hujan. Untuk mendapatkan data debit air yang
masuk ke dalam embung, maka data curah hujan dikonversikan ke data debit air. Perencanaan pelimpah didasarkan pada
analisa debit banjir rencana menggunakan hidrograf satuan sintetik Nakayasu. Tubuh bendungan menggunakan tipe
urugan. Setelah desain konstruksi embung diperoleh, maka dilakukan kontrol stabilitas agar bangunan aman terhadap
kondisi yang berbahaya.
Dari hasil analisa diperoleh debit banjir rencana periode ulang 100 tahun sebesar 38,194 m
3
/dt, volume
tampungan sebesar 474522,25 m
3
berada pada elevasi +136,54 m yang digunakan sebagai elevasi mercu pelimpah ,
elevasi muka air banjir pada ketinggian +138,65 m, elevasi puncak bendungan pada ketinggian +140,65 m, elevasi dasar
sungai pada ketinggian +119,00 m, tinggi jagaan diambil 2,00 m, tinggi bendungan 21,65 m, lebar mercu bendungan 7,00
m,kemiringan lereng up stream 1 : 2,00, kemiringan lereng down stream 1 : 2,00. Konstruksi stabil terhadap gaya-gaya
yang terjadi pada kondisi yang berbahaya. Tampungan yang ada, mampu memenuhi kebutuhan air baku(air minum)
penduduk pada proyeksi tahun 2030 yang berjumlah 3992 jiwa dengan kebutuhan air sebesar 85 l/org/hari


Katakunci:Embung,Kapasitastampungan,Airbaku

BAB I
PENDAHULUAN
I.1. Latar Belakang Masalah
Pada musim kemarau sebagian besar
wilayah di Nusa Tenggara Barat sering
mengalami kekeringan, sungai-sungai yang pada
musim penghujan banyak terdapat air pada
musim kemarau menjadi berkurang airnya dan
di sebagian kawasan terkadang menjadi kering
karena Posisi Muka air tanah di Daerah ini juga
Cukup dalam. Sungai Sori Lelamase adalah
salah satu sungai yang pada musim kemarau
mengalami kekeringan, kondisi ini membuat
masyarakat di sepanjang sungai Sori Lelamase
khususnya masyarakat desa Kendo dan desa
Nungga kecamatan Resanae Timur mengalami
kesulitan dalam mendapatkan air bersih untuk
keperluan air baku. Pada musim kemarau untuk
mendapatkan air baku masyarakat desa Kendo
dan desa Nungga harus berjalan berkilo-kilo
meter untuk mencari air.
Alternatif pemecahan masalah
kekeringan yang melanda desa Kendo dan
sekitarnya maka pemerintah Kabupaten Bima
NTB, dalam hal ini Dinas Pekerjaan Umum
merencanakan pembangunan Embung Kendo di
desa Kendo Kecamatan Rasanae timur
Kabupaten Bima NTB.
Dengan adanya perencanaan Embung
Kendo ini diharapkan dapat memenuhi
kebutuhan air masyarakat setempat untuk
kebutuhan air baku. Untuk itu perlu diketahui
berapa besar kebutuhan air masyarakat setempat
sehingga dapat direncanakan kapasitas
tampungan embung yang sesuai agar supaya
keseimbangan air pada tampungan tetap terjaga.
Agar dapat melimpahkan debit banjir yang
terjadi maka Embung Kendo ini dilengkapi
dengan bangunan pelimpah dan kolam olak.
sebelum mendesain pelimpah terlebih dahulu
harus diketahui debit banjir yang terjadi
sehingga dapat diketahui besarnya kapasitas
pelimpah. Setelah itu barulah dipilih tipe kolam
olak yang sesuai. agar bangunan pelimpah lebih
aman maka diperlukan kontrol kestabilan.
I.2. Perumusan Masalah
1. Berapa kebutuhan air Baku masyarakat
setempat
2. Berapa ketersediaan Air yang ada
3. Berapa debit banjir di sungai Sori
Lelamase
4. Bagaimana tipe bangunan pelimpah
yang akan digunakan
5. Bagaimana Kapasitas Embung dan
Kapasitas bangunan Pelimpah
6. Bagaimana kestabilan tubuh embung
dan pelimpah
1.3 Tujuan
1. Menganalisa kebutuhan air baku
2. Menganalisa debit air yang tersedia
3. Menganalisa debit banjir di sungai
4. Menentukan tipe bangunan pelimpah
5. Menganalisa kapasitas Embung dan
bangunan pelimpah
6. Menganalisa kestabilan tubuh embung
dan pelimpah
1.4 Batasan Masalah
1. Tidak membahas analisa ekonomi
2. Tidak membahas Metode pelaksanaan
3. Perencanaan bendungan ini hanya
untuk memenuhi kebutuhan air baku
desa Kendo dan desa Nungga
4. Tidak melakukan perhitungan
sedimentasi.
1.5 Manfaat
Proposal tugas akhir ini diharapkan
dapat merencanakan detail embung untuk
menampung air sesuai dengan kapasitas yang
ada sehingga kebutuhan air baku di desa Kendo
dan desa Nungga Kecamatan Rasanae Kota
Bima NTB dapat terpenuhi dan taraf hidup
masyarakat didaerah tersebut dapat meningkat.




2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Perhitungan curah hujan rata-rata
Metode Arithmatic Mean
Curah hujan yang diperlukan untuk
penyusunan suatu rancangan pemanfaatan air dan
rancangan pengendalian banjir adalah curah hujan
rata-rata diseluruh daerah yang bersangkutan,
bukan curah hujan pada suatu titik tertentu. Curah
hujan ini disebut curah hujan wilayah/daerah dan
dinyatakan dalam mm.
Cara ini adalah perhitungan rata-rata
secara aljabar curah hujan didalam dan disekitar
daerah yang bersangkutan.
( )
n
R R R
n
R + + + = ...
1
2 1

( soeyono sosrodarsono 2002)
Dimana:
R : curah hujan daerah (mm)
n : jumlah titik-titik pengamatan
R
1
,R
2
,....R
n
:curah hujan ditiap titik pengamatan (mm).

2.2 Uji distribusi data hujan
Sebelum dilakukan perhitungan distribusi
probabilitas dari data yang tersedia, dicoba dahulu
dilakukan penelitian distribusi yang sesuai untuk
perhitungan. Masing-masing distribusi yang telah
disebutkan diatas memiliki sifat-sifat khas,
sehingga setiap data hidrologi harus diuji
kesesuaiannya dengan sifat statistik masing-
masing tersebut. Pemilihan distribusi yang tidak
tepat dapat menyebabkan kesalahan perkiraan
yang mungkin cukup besar baik over estimated
maupun under estimated yang keduanya tidak
diinginkan.
Setiap jenis distribusi atau sebaran
mempunyai parameter statistik diantaranya terdiri
dari :
x : nilai rata-rata hitung
atau sd : deviasi standar
Cv : koefisien vareasi
Ck : koefisien ketajaman
Cs : koefosien kemencengan
Dimana setiap parameter statistik tersebut
dicari berdasarkan rumus :
Nilai rata-rata (Mean) :
N
R
R

=
Deaviasi standar (Standar Deviation) :
( )
1
2


=
N
R R
S
Koefisien vareasi (Coefficien of
Vareation)
x
s
Cv =
Koefisien Kemencengan (Coefficien of
Skewness) :
( )
( )( )
3
3
. 2 1
.
s N N
N x x
Cs


=
Koefisien ketajaman (Coefficien of
Kurtosis) :
( )
( )( )( )
4
2
4
3 2 1
.
s N N N
N x x
Ck


=
Keterangan :
R = data dari sampel
R = nilai rata-rata hitung
N = jumlah pengamatan
Adapun sifat-sifat khas parameter statistik
dari masing-masing distribusi teoritis adalah
sebagai berikut :
Distribusi Pearson Type III
mempunyai harga Cs dan Ck yang
fleksibel
Distribusi Log Normal mempunyai
harga Cs > 0
Distribusi Log Pearson Type III
mempunyai harga Cs antara 0 < Cs < 9
Distribusi Normal mempunyai harga
Cs = 0 dan Ck = 3
Distribusi Gumbel mempunyai harga
Cs = 1.139 dan Ck = 5.402
2.3 Perhitungan curah hujan rencana
Distribusi Pearson tipe III
Perhitungan Distribusi Pearson Tipe III
dengan menggunakan persamaan sebagai berikut :
S k X X . + =
dimana :
X : besarnya suatu kejadian
X : nilai rata rata
S : standart deviasi
k : faktor sifat dari Distribusi Pearson Tipe
III yang merupakan fungsi dari besarnya
Cs dan peluang.
Metode distribusi log normal
Perhitungan Distribusi Log Normal
dengan menggunakan persamaan sebagai
berikut :
X log S . k LogX LogX + =
Dimana :
X
= besarnya suatu kejadian
LogX = nilai rata - rata
SLogX = standart deviasi
k
= faktor sifat dari Distribusi Pearson
Tipe III yang merupakan fungsi dari
besarnya Cs dan peluang

2.4 Uji Kecocokan Distribusi Frekuensi Curah
Hujan Rencan
Untuk menentukan kecocokan distribusi
frekuensi dari sampel data terhadap fungsi
distribusi peluang yang diperkirakan dapat
menggambarkan atau mewakili distribusi
frekuensi tersebut diperlukan pengujian
parameter, yaitu :
1. Uji Chi kuadrat
Pengambilan keputusan uji ini
menggunakan parameter X
2
, oleh karena itu
disebut dengan uji Chi Kuadrat. Parameter X
2

dapat dihitung dengan rumus :
( )

=
G
i i
i i
h
E
E O
X
1
2
2

dimana :
2
h
X : parameter Chi Kuadrat terhitung
G : jumlah sub kelompok
O
i
: jumlah nilai pengamatan pada sub
kelompok ke i
E
i
: jumlah nilai teoritis pada sub
kelompok ke i

2. Uji Smirnov Kolmogorov
Uji kecocokan ini sering disebut uji
kecocokan non parametic,karena pegujian
tidak mengunakan fungsi distribusi
tertentu.Rumus yang digunakan adalah:
D = maksimum ( ) ( ) [ ] X P X P
, ,







3
Dengan:
( )
( ) 1 +
=
n
m
X P
( )
S
X X
t F

=

( ) ( ) t t f X P = = 1
,

(Soewarno, 1995)
2.5 Perhitungan Debit Puncak Banjir
Hidrograf Satuan Sintetik Nakayasu
Nakayasu dari Jepang , telah
menyelidiki hidrograf satuan pada
beberapa sungai di Jepang. Rumus
tersebut adalah sebagai berikut :
Qp =
) 3 , 0 ( 6 , 3
. .
3 , 0
T T
Ro A C
p
+

Dimana :
Qp = debit puncak banjir (m/detik)
Ro = hujan satuan (mm)
T
p
= tenggang waktu dari permulaan
hujan sampai puncak banjir (jam)
T
3 , 0
= waktu yang diperlukan oleh
penurunan debit, dari debit puncak
sampai menjadi 30% dari debit puncak
(jam).

Qa = Qp.
4 , 2
|
|

\
|
Tp
t

Dimana :
Qa = limpasan sebelum mencapai debit
puncak. (m/detik)
Bagian lengkung turun (decreasing
limb)

Qd > 0,3 Qp ; Qd = Qp.0,3
pangkat
3 , 0
T
Tp t

0,3 Qp > Qd > 0,3 Qp ; Qd = Qp.0,3
pangkat
3 , 0
3 , 0
5 , 1
5 , 0
T
T Tp t +

0,3 Qp > Qd ; Qd = Qp.0,3
pangkat
3 , 0
3 , 0
2
5 , 0
T
T Tp t +


Tenggang waktu Tp = t
g
+ 0,8 t
r

L < 15 km t
g
= 0,21.L
7 , 0

L > 15 km t
g
= 0,4 + 0,058 L
Dimana :
L = Panjang alur sungai (km)
t
g
= waktu konsentrasi (jam)
t
r
= 0,5. t
g
sampai t
g
(jam)
T
3 , 0
= . t
g
(jam)
Sumber : (CD. Soemarto, 1999)
2.6 Analisa Volume Embung
Fungsi utama Embung adalah untuk
memanfaatkan air pada musim penghujan,
menampung air sehingga dapat dimanfaatkan
pada musim kemarau. Hal yang terpenting dari
embung adalah kapasitas embung atau
kapasitas tampungan yang meliputi :
Kapasitas efektif :Volume tampungan dari
embung yang dapat dimanfaatkan untuk
melayani kebutuhan air yang ada.
Kapasitas mati :Volume tampungan untuk
sedimen
Kapasitas tampungan tersebut perlu
diketahui sebab merupakan dasar untuk
perencanaan bangunan-bangunan seperti :
Bendungan, Spillway maupun intake
2.6.1 Analisa Penyedia Air
Lengkung Kapasitas Waduk
Lengkung kapasitas embung merupakan
grafik yang menghubungkan luas daerah
genangan dengan volume tampungan terhadap
elevasinya. Berhubung fungsi utama embung
adalah untuk menyediakan tampungan, maka
ciri fisik utama yang terpenting adalah
kapasitas tampungan.
Secara sistematis volume tampungan
waduk dapat dihitung dengan menggunakan
persamaan sebagai berikut:
I
i
= ( h
(i + 1 )
h
i
) x 0.5 x ( F
i
+ F
( i + 1 )


It =
Dimana :
I
i
= Volume pada setiap elevasi ketinggian
mulai h
i
sampai h
(i + 1)
( m
3
)
F
i
= Luas genangan pada elevasi tinggi h
i
(m
2
)
F
(i + 1)
= Luas genangan pada elevasi tinggi h
( i +
1 )
(m
2
)
I
t
= Volume total (m
3
)


Gambar grafik hubungan antara elevasi, luas
dan volume.
2.6.2 Debit Andalan
Debit andalan juga dapat diartikan suatu
debit yang dapat disediakan guna kepentingan
tertentu sepanjang tahun dengan resiko
kegagalan yang telah diperhitungkan. Jadi
diperbolehkan ditetapkan debit andalan
sebesar 80% berarti akan dihadapi resiko
adanya debit-debit yang kurang dari debit
andalan sebesar 20%.
Perhitungan dengan Metode Ranking
Cara perhitungan adalah sebagai berikut :
Mengurutkan data debit 10 harian dari
kecil ke besar
Menghitung debit 20% tidak memenuhi
dengan rumus : m=0,2xN
Dimana :
m : jumlah tahun yasng tidak memenuhi
N : jumlah banyaknya debit tahunan


Luas Genangan (m)
Volume tampungan (m
3
)
Elevasi (m)

=
n
i
li
1


4
Pasangan batu / beton
5.00 - 10.00
sampai maksimal 7.00
3.00
1.00
Type Tinggi ( m ) Lebar Puncak ( m )
Urugan < 5.00 2.00
2.6.3 Analisa Kebutuhan Air Baku
Berkaitan dengan pemenuhan kebutuhan air
baku maka Embung Kendo juga akan berfungsi
untuk penyediaan air baku untuk kecamatan
Rasanae timur khusunya untuk beberapa Desa yang
ditinjau
Jumlah Penduduk
Untuk memperkirakan kebutuhan air bersih
untuk penduduk di sekitar Embung, faktor
pertumbuhan penduduk sangat menentukan dalam
perencanaan debit kebutuhan dan sarana distribusi.
Adapun jumlah penduduk di kecamatan Rasanae
timur pada tahun 2008 sebanyak 3159 jiwa.
Proyeksi Jumlah Penduduk
Metode yang digunakan dalam perencanaan
ini adalah Metode Geometrik dan rumus yang
digunakan adalah :
Rumus :
P
n
= P
t
( 1 + r )
n

( Sarwoko Mangkudiharjo, PAB 1985.1053 )
Dimana :
P
n
= jumlah penduduk pada proyeksi n tahun
P
o
= jumlah penduduk pada awal tahun data
P
t
= jumlah penduduk pada akhir tahun data
r = laju pertumbuhan penduduk ( % )
t = selang waktu tahun data
n = jumlah tahun proyeksi
Konsumsi Air
Tingkat kebutuhan air untuk keperluan
domestik antara satu kota dengan kota lain akan
sangat berbeda. Besarnya penggunaan air untuk
keperluan domestik dapat diperkirakan
berdasarkan kategori kota yang mempengaruhi
pola kehidupan masyarakat NTB.
Kehilangan Air
Kehilangan air direncanakan maksimal
sebesar 20% berdasarkan Kriteria Perencanaan
Sector Air bersih, Direktorat Air Bersih.
2.7. Penelusuran banjir lewat waduk
Salah satu manfaat dari pembangunan
bendungan adalah untuk mengendalikan suatu sungai.
Apabila terjadi banjir, maka permukaan air didalam
waduk naik sedikit demi sedikit dan waduk akan
penuh air dan mencapai ambang bangunan pelimpah.
Tinggi permukaan air waduk maksimal ini harus
dapat dihitung dengan teliti dengan melakukan
penelusuran banjir. Dengan mengetahui tinggi
permukaan air waduk maksimal ini dapat dicari tinggi
bendungan paling menguntungkan (optimal) yang
masih dalam keadaan aman terhadap resiko banjir.
Metode penelusuran banjir di waduk yang lazim
digunakan yaitu, Modified Puls Method, dengan
persamaan sebagai berikut :
( ) ( )
1 2
2 1 2 1
2 2
S S
Q Q I I
=
+

+

Sumber : Soedibyo 1988
Dimana :
I
1
, I
2
= inflow pada waktu t
1
, t
2

Q
1
, Q
2
= outflow pada waktu t
1
, t
2

S
1
, S
2
= volume tampungan pada waktu t
1
, t
2

Persamaan dengan periode penelusuran t setelah
disederhanakan akan menjadi :

( )
|

\
|
+ = |

\
|
+
+
2 2 2
2
2
1
1
2 1
t Q
S
t Q
S t
I I
Bila debit masuk, hubungan volume
tampungan deng elevasi muka air, hubungan
outflow dengan elevasi muka air, volume
tampungan awal, debit keluar awal semuanya
diketahui, maka persamaan tersebut di atas
dapat digunakan setahap demi setahap untuk
menghitung perubahan tampungan waduk dan
outflow yang disebabkan oleh setiap banjir.
Setelah bagian kiri dari persamaan
diketahui semuanya, maka bagian kanan
persamaan yaitu
2
t Q
S
2
2

+ dapat dihitung.
Dengan menggambar kurva hubungan antara
2
t Q
S
2
2

+ dengan elevasi serta kurva


hubungan antara outflow O dengan elevasi,
maka dapat diketahui hubungan antara O
dengan (S
2
+ O/2).
Pada awal penelusuran, volume
tampungan awal (S) debit keluar (Q) dan debit
masuk (I) diketahui.
Setelah langkah waktu t telah
ditetapkan, maka seluruh komponen persamaan
bagian kiri telah diketahui semuanya, sehingga
bagian kanan persamaan yang merupakan fungsi
2
t Q
S
2
2

+ dapat dihitung.
2.8. Evaporasi
Mengingat evaporasi dipengaruhi oleh
berbagai faktor, maka sulit untuk menghitung
evaporasi dengan suatu rumus. Akan tetapi, kesulitan
itu telah mendorong orang-orang untuk
mengemukakan banyak rumus.
Rumus empiris Penman :
|

\
|
+ =
100
1 ) ( 35 , 0
V
e e E
d a

(Hidrologi untuk Pengairan,, Ir.Suyono
Sosrodarsono &Kensaku Takeda Hal 57)
Dimana :
E = evaporasi (mm/hari).
ea = tekanan uap jenuh pada suhu rata-rata harian
(mm/Hg)
ed = tekanan uap sebenarnya (mm/Hg).
V = kecepatan angin pada ketinggian 2 m di atas
permukaan tanah (mile/hari)
2.9. Keseimbangan Air (Water Balance)
Perhitungan Keseimbangan air ini untuk
mengetahui berapa perubahan volume waduk
akibat debit Inflow dan Outflow.
I O = S
Dimana :
I = inflow Daratan : P = Et + SRO + GWF S
O = outflow Lautan : E = P + SRO + GWF S
S = change in storage
GWF = ground water flow
SRO = Surface run off
Et = Evapotranspirasi
P = Presipitasi
I > O s Positif
I < O s Negatif
2.10. Tipe tubuh Bendungan
o Lebar Puncak
Lebar puncak tubuh bendungan yang
direncanakan dapat dilihat pada Tabel - 2.1.
Tabel - 2.1. Lebar Puncak Tubuh bendungan






5
Sumber : Kriteria Desain Embung Kecil Untk
Daerah Semi Kering Di Indonesia PUSLITBANG
PENGAIRAN, Maret 1994.
o Kemiringan Lereng Urugan
Kemiringan lereng urugan ditentukan sedemikian
rupa agar stabil Dengan mempertimbangkan hal
tersebut diatas dan mengambil koefisien gempa
0,15g, diperoleh kemiringan urugan yang disarankan.
Stabilitas lereng urugan dihitung dengan
menggunakan metode A.W.BISHOP.
o Tinggi Tubuh Bendungan
Tinggi tubuh bendungan ditentukan dengan
mempertimbangkan kebutuhan tampungan air dan
keamanan terhadap bahaya banjir ( peluapan ),
dengan demikian tinggi tubuh embung setinggi muka
air kolam pada kondisi penuh ( kapasitas tampung
desain ) ditambah tinggi tampungan banjir dan tinggi
jagaan.














Gambar 2.2 Penampang Tinggi Bendungan

f b
H H Hd + =
Dimana :
Hd =Tinggi tubuh bendungan rencana, m.
Hk =Tinggi muka air kolam pada kondisi penuh,
m.
Hb =Tinggi tampungan banjir, m.
Hf =Tinggi jagaan, m.

o Tinggi Jagaan
Tinggi jagaan adalah jarak vertikal antara muka
air kolam / tendon pada saat terjadi banjir ( Q 50
tahunan ) dengan puncak tubuh bendungan.
Tinggi jagaan pada tubuh bendungan
dimaksudkan untuk memberikan keamanan
tubuh bendungan terhadap peluapan akibat
banjir.
Besarnya tinggi jagaan tergantung dari type
tubuh bendungan, seperti pada Tabel 2.2

Tabel - 2.2. Tinggi Jagaan
Type Tubuh
Bendungan
Tinggi
Jagaan
( m )
Sketsa Penjelasan
1. Urugan
Homogen dan
Majemuk
2. Pasangan
Batu / Beton
3. Komposit
1,00

0,50

0,50


Mabanjir
MaNormal
puncakbendungan

Sumber : Kriteria Desain Embung Kecil Untk
Daerah Semi Kering Di Indonesia PUSLITBANG
PENGAIRAN, Maret 1994.
2.11 TYPE PELIMPAH ( Spillway )
Tipe bangunan pelimpah/spillway pada bendungan
direncanakan memakai tipe Ogee yang biasa digunakan
pada bendungan tipe urugan. Berbagai type mercu
Ogee dapat dilihat pada Gambar 2.3.
Dari berbagai tipe ogee yang ada maka dipilih
tipe ogee dengan kemiringan pada upstream atau hilir
1: 1 (tegak).
Persamaan lengkung spillway bagian
downstream bendungan adalah sebagai berikut :

Ho
Y
=
n
Ho
X
K
|

\
| 1

Sumber: KP02, 1986
Dimana X dan Y adalah koordinat-koordinat
permukaan hilir (lihat gambar 2.3) dan Ho adalah tinggi
energi rencana di atas mercu. Harga k dan n adalah
parameter. Harga ini tergantung pada kecepatan dan
kemiringan permukaan belakang. Tabel 2.6 menyajikan
harga k dan n untuk berbagai kemiringan hilir dan
kecepatan pendekatan yang rendah.
Tabel 2.3 Harga K dan n




Sumber : KP02, 1986, hal 47
Untuk bagian hulu mercu bervariasi sesuai dengan
kemiringan permukaan hilir ( lihat gambar 2.3.)
Gambar 2.3. Bentuk Bentuk Mercu Ogee
(Sumber: Kriteria Perencanaan 02, Tahun 1986)
2.12. Perhitungan hidraulis pelimpah
Bangunan Pelimpah (spillway) adalah bangunan
beserta instalasinya untuk mengalirkan air banjir yang
masuk kedalam waduk agar tidak membahayakan
keamanan bendungan. Apabila terjadi kecepatan aliran
air yang besar akan terjadi olakan yang dapat
mengganggu jalannya air sehingga menyebabkan
berkurangnya aliran air yang masuk kebangunan
pelimpah. Maka kecepatan aliran air harus dibatasi, yaitu
tidak melebihi kecepatan kritisnya. Ukuran bangunan
pelimpah harus dihitung dengan sebaik-baiknya, karena
kalau terlalu kecil ada resiko tidak mampu melimpahkan
debit air banjir yang terjadi.








Gambar 2-4 Skema suatu type bangunan pelimpah pada
bendungan urugan






PuncakBendungan
DindingPembatas
SaluranPeluncur
KolamOlak
DasarSungai
Vertikal 2 1.85
3:1 1.936 1.836
3:2 1.939 1.81
1:1 1.873 1.776
Kemiringan
permukaan hilir
K n
Saluran
Pengarah
Bagian lurus Peredam Bagian Terompet
Ambang
Bagian
Energi Saluran Peluncur
Transisi
Saluran Pengatur
Peredam
Energi
DENAH PELIMPAH
Saluran Pengatur
Saluran Peluncur


6
Saluran Pengarah
Saluran pengarah adalah sebagai penuntun dan
pengarah aliaran agar aliran tersebut senantiasa
dalam kondisi hidrolika yang baik




(Sumber : Bendungan Tipe Urukan, Ir. Suyono Sosrodarsono)
Gambar 2-5 Saluran Pengarah
Harga h dapat dicari dengan rumus :
Q = C B h
3/2
m
3
/dt
Dimana :
C = Koefisien limpasan
B = Panjang pelimpah (m)
h = Tinggi air diatas mercu pelimpah(m)
A = Luas penampang basah (m2)
(Sumber : Bendungan Tipe Urukan, Ir. Suyono Sosrodarsono)
Saluran pengatur
Saluran pengatur dibuat dengan diding tegak lurus
dan makin menyempit ke hilir sebesar 1230

(Sumber : Bendungan Tipe Urukan, Ir. Suyono
Sosrodarsono)
Gambar 2-6 Saluran Pengatur
Saluran Transisi dan Saluran Peluncur
Saluran transisi direncanakan agar debit banjir
rencana yang akan disalurkan tidak menimbulkan air
terhenti (back water) dibagian hilir saluran samping
dan memberikan kondisi yang paling
menguntungkan, baik didalam saluran maupun pada
aliran yang akan menuju saluran peluncur.
Penentuan bentuk penampang memanjang
dapat dilakukan dengan rumus Bernoulli, sebagai
berikut :
hf
g
V
d Z
g
V
d Z + + + + = + +
2 2
2
2
2 2
2
1
1 1











Gambar 2-7 Skema aliran dalam Kondisi Terjadinya
Aliran Kritis diujung hilir saluran transis

Saluran pengarah dan pengatur aliran
(controle structures).
Digunakan untuk mengarahkan dan mengatur
aliran air agar kecepatan alirannya kecil tetapi
debit airnya besar. Rumus untuk bendung
pelimpah menurut JANCOLD adalah :
2
3
). .( H KHN L c Q =
Dimana :
Q = debit air (m/detik).
L = panjang bendung (m).
k = koefisien kontraksi.
H = kedalaman air tertinggi di sebelah hulu
bendung (m)
c = angka koefisien.
2.13. Perhitungan hidraulis peredam energi
Bangunan peredam energi digunakan untuk
meghilangkan atau setidak-tidaknya untuk
mengurangi energi dalam aliran air agar tidak
merusak tebing, jembatan, jalan, bangunan dan
instalasi lain di sebelah hilir bangunan pelimpah yaitu
di ujung hilir saluran peluncur.
(Soedibyo,2003,335)
Khusus untuk bendungan-bendungan urugan,
biasanya digunakan tipe-tipe sebagai berikut:
Tipe loncatan (water jump type)
Tipe kolam olakan (stilling basin type)
Tipe bak pusaran (roller backet type)
Dalam perencanaan ini menggunakan peredam
energi tipe kolam olakan datar, peredam energi tipe
kolam olakan memiliki 4 ( empat ) tipe antara lain :
1. Kolam olakan datar type I
Kolam olakan datar type I adalah kolam olakan
dengan dasar yang datar dan terjadinya peredaman
energi yang terkandung dalam aliran air dengan
benturan secara langsung aliran tersebut ke atas
permukaan dasar kolam. Type ini hanya sesuai untuk
mengalirkan debit yang relatif kecil dan bilangan
Froude < 1,7. Seperti yang terlihat pada gambar 2.8








Gambar 2.8. Bentuk Kolam olakan datar type I
2. Kolam olakan datar type II
Kolam olakan tipe ini cocok untuk
aliran dengan tekanan hydrostatis yang
tinggi dan debit yang besar ( q > 45
m3/dt/m, tekanan hydrostatis > 60 m dan
bilangan Froude > 4,5 )









Gambar 2.9. Bentuk Kolam olakan datar type II
3. Kolam olakan datar type III
Prinsip kerja kolam olakan type III ini
sangat mirip dengan type II, akan tetapi lbh
sesuai untuk mengalirkan air dengan
tekanan hydrostatis yang rendah dan debit
yang besar per unit lebar, yaitu aliran
dalam kondisi super-kritis dengan bilangan
Froude antara 2,5 s/d 4,5. Bentuk kolam
olakan type III dapat dilihap pada gambar
di bawah ini.

S a l u r a n P e n g a t u r
b 2
1 2 3 0 '
T r a n s i s i
a m b a n g
1 2 3 0 '
b 1
L
S p e n g a t u r
Bidang Persamaan
?x
Io
Iw
If
Z1
Z2
d1
V 2g
d2
V 2g
hf
1 2
?Z=Io.?x


7









( Sumber : Suyono S, 2002:218 )
Gambar 2.10. Bentuk Kolam olakan datar type III
4. Kolam olakan datar type IV
Prinsip kerja kolam olakan type ini sama dengan
type III, akan tetapi penggunaanya yang paling cocok
adalah untuk aliran dengan tekanan hydrostatis yang
rendah dan debit yang agak kecil ( q < 18,5 m3/dt/m,
V < 18 m/dt, bilangan Froude > 4,5 )








Gambar 2.11. Bentuk Kolam olakan datar type IV

Dalam penentuan jenis kolam olakan sebagai
patokan digunakan bilangan Froude yang dihitung
dengan rumus sebagai berikut:
D1 g
V
= Fr
.
1

Sumber : Suyono S. 2002 ; hal 220
Dimana:
Fr = bilangan Froude
V1 = kecepatan aliran pada penampang 1 (m/dtk)
D1 = kedalaman air di bagian hulu kolam olak
(m)
g = percepatan gravitasi (9,8 m/dtk2)
Untuk mengetahui kedalaman air pada bagian hilir
kolam olakan dapat diperoleh dari rumus sebagai
berikut :
( ) 1 8 1
2
1
2
1
2
+ = F
D
D

Sumber: Suyono S. 2002; hal 220
Dimana :
D1 dan D2 = kedalaman air (m)
Sedangkan untuk mengetahui panjang kolam olakan
menggunakan grafik hubungan antara bilangan Froude
dengan
2
D
L
(dimana L disini ialah panjang kolam
olakan yang dicari) sebagai berikut :


Sumber :Suyono S, 2002 ; hal 222
Gambar 2.10 . Grafik hubungan antara bilangan
Froude dengan nilai
2
D
L

2.14. Analisa Stabilitas
Muatan dan Gaya Gaya yang Diperhitungkan
Muatan dan gaya gaya yang diperhitungkan
meliputi :
a. Berat Sendiri Konstruksi
b. Tekanan Pori
c. Tekanan Hidrostatis
d. Gaya Akibat Gempa
Stabilitas
1. Tubuh Embung.
Stabilitas tubuh embung dikontrol
terhadap pengaruh longsor yang terjadi di lereng
dengan metode irisan (Method Of Slices).









Gambar 2.11 Gaya-gaya yang bekerja pada irisan

Dimana :
Fs = Faktor Keamanan
c = kohesi (kN/m)

n
L = panjang irisan (m)
n
W = berat irisan (kN/m)
n
= sudut yang dibentuk oleh jari-jari
lingkaran dengan garis
= sudut geser tanah.
Sumber : Braja M.Das-Noor Endah-
Indrasurya B. Mochtar, 1994
2. Pelimpah.
Stabilitas konstruksi diinjau terhadap bahaya
geser, guling, daya dukung tanah dan rembesan
a. Tinjauan Terhadap Bahaya Geser
Keamanan terhadap bahaya geser :
n
H
V fx


b. Tinjauan Terhadap Bahaya Guling
Agar konstruksi aman terhadap bahaya
guling, momen tahan harus lebih besar dari
momen guling.







Keamanan terhadap bahaya guling :



c. Stabilitas terhadap daya dukung tanah
2
L
V
M
e

= e< 1,6 L
|

\
|
+

=
L
e
L
V 6
1 e> 1,6 L

( )

=
=
=
=
+
=
p n
n
n n
p n
n
n n n
W
W L c
Fs
1
1
sin
tan . cos . .


A
B C
O
r
r
a n
W n
e
b
H t
B
C A
o
R
H t
V t
a
n
Mg
Mt

|
|
|
|

\
|

=
e
L
V
2
2
3
2



8
BAB III
METODOLOGI
Dalam penyusunan Tugas Akhir ini metodologi yang
digunakan adalah :
1). Study Literatur
2). Pengumpulan Data
3). Penyusunan penyelesaian Masalah
4). Mengidentifikasi Permasalahan
















































Gambar diagram alir pengerjaan Tugas Akhir




















BAB IV
ANALISA HIDROLOGI

4.1 Data Curah Hujan
4.1.1 Perhitungan Curah hujan Rencana
Dalam perhitungan curah hujan rencana hanya
menggunakan satu stasiun penagkar hujan yaitu
stasiun Sumi. Berikut adalah data hujan stasiun Sumi
Tabel 4.1 Data Curah Hujan Stasiun Sumi



















Sumber : Balai Hidrologi Propinsi NTB
4.1.2 Analisa frekuensi
Analisa frekuensi digunakan Untuk menentukan
distribusi mana yang akan dipilih. Setiap distribusi
memilki persyaratan nilai koefisien kemencengan (Cs)
dan koefisien kurtosis (Ck) berlainan. Persyaratan
tersebut harus dipenuhi agar kemencengan distribusi
tidak terlalu besar.
Tabel 4.2 Hasil Perhitungan Analisa Frekuensi


















Sumber : Hasil perhitungan
( )
793 , 23
19
2 , 10756
1
2
= =


=
N
R R
Sd

334 , 0
3 , 71
793 , 23
_
= = =
R
Sd
Cv
( )
( )( ) ( )( )( )
960 , 1
793 , 23 18 19
20 9 , 451352
. 2 1
.
3 3
3
= =


=
x
Sd N N
N R R
Cs



PengumpulanData
DataTopografi DataHidrologi DataKlimatologi DataPenduduk Datatanah
Elevasi Dan
VolumeEmbung
Uji Distribusi
DataHujan
Evaporasi
KebutuhanAir
Baku
Persamaan
Distribusi
CurahHujan
Efektif
Unit Hidrograp
Kapasitas
Tampungan
Floodrouting
Desain:
TubuhBendungan
danPelimpah
Kontrol Kestabilan
Kesimpulandan
Saran
Finish
Start
Ya
Tidak
MenentukanAs
bendungan
No Tahun Curah Hujan (mm) Tahun Curah Hujan (mm)
1 1988 85 1989 152
2 1989 152 1988 85
3 1990 64 1993 85
4 1991 83 1991 83
5 1992 53 1994 83
6 1993 85 1995 83
7 1994 83 1996 80
8 1995 83 1997 76
9 1996 80 2006 75
10 1997 76 1999 69
11 1998 45 2005 66
12 1999 69 1990 64
13 2000 61 2003 63
14 2001 37 2002 62
15 2002 62 2000 61
16 2003 63 2007 57
17 2004 47 1992 53
18 2005 66 2004 47
19 2006 75 1998 45
20 2007 57 2001 37
Sebelum Di ranking Setelah Di ranking
No Tahun R(mm) R
di Ranking
R R - R
( R - R )
2
( R - R )
3
(R - R )
4
1 1988 85 152 71.3 80.7 6512.49 525557.9 42412526
2 1989 152 85 71.3 13.7 187.69 2571.353 35227.54
3 1990 64 85 71.3 13.7 187.69 2571.353 35227.54
4 1991 83 83 71.3 11.7 136.89 1601.613 18738.87
5 1992 53 83 71.3 11.7 136.89 1601.613 18738.87
6 1993 85 83 71.3 11.7 136.89 1601.613 18738.87
7 1994 83 80 71.3 8.7 75.69 658.503 5728.976
8 1995 83 76 71.3 4.7 22.09 103.823 487.9681
9 1996 80 75 71.3 3.7 13.69 50.653 187.4161
10 1997 76 69 71.3 -2.3 5.29 -12.167 27.9841
11 1998 45 66 71.3 -5.3 28.09 -148.877 789.0481
12 1999 69 64 71.3 -7.3 53.29 -389.017 2839.824
13 2000 61 63 71.3 -8.3 68.89 -571.787 4745.832
14 2001 37 62 71.3 -9.3 86.49 -804.357 7480.52
15 2002 62 61 71.3 -10.3 106.09 -1092.73 11255.09
16 2003 63 57 71.3 -14.3 204.49 -2924.21 41816.16
17 2004 47 53 71.3 -18.3 334.89 -6128.49 112151.3
18 2005 66 47 71.3 -24.3 590.49 -14348.9 348678.4
19 2006 75 45 71.3 -26.3 691.69 -18191.4 478435.1
20 2007 57 37 71.3 -34.3 1176.49 -40353.6 1384129
R 1426 10756.2 451352.9 44937950
R 71.3
( )
( )( )( ) ( )
23 , 4
793 , 23 17 18 19
20 44937950
3 2 1
.
4
2
4
2
4
= =


=
x x x
x
Sd N N N
N R R
Ck


9

Tabel 4.3 Hasil Perhitungan Awal Data Parameter
Statistik
Data Hasil
Distribusi
Normal Gumbel
Pearson
Type III
Log Pearson
Type III
Log
Normal
R
71,3
Sd 23,793
Cs 1,960 0 1.139 Fleksibel 0 < Cs <9 Cs > 0
Ck 4,23 3 5.402 Fleksibel Ck >0
Cv 0,334

Dari hasil Uji Parameter Statistik diatas, dapat ditarik
kesimpulan bahwa data yang ada sesuai dalam distribusi
Pearson Type III
4.1.2 Metode Distribusi Person Tipe III
Tabel 4.4 Distribusi Person Type III



















Dari tabel 4.4 akan digunakan dalam perhitungan
parameter- parameter statistik untuk distribusi Pearson
Type III adalah :














4.1.3 Uji Kesesuaian Distribusi
Dalam hal ini yand digunakan :
Uji Chi Kuadrat
Uji Smirnov Kolmogorof
Apabila pada pengujian fungsi distribusi probabilitas
yang dipilih memenuhi ketentuan persyaratan kedua uji
tersebut maka perumusan persamaan distribusi yang
dipilih dapat diterima dan jika tidak akan ditolak.
4.1.3.1 Uji Chi Kuadrat
Tabel 4.5 hasil Uji Chi kuadrat








Kesimpulan : karena 7,007 < 7,815 (5%) maka
distribusi person tipe III dapat diterima.
4.1.3.2 Uji Smirnof Kolmogorof
Tabel 4.6 Hasil Perhitungan UjiSmirnov-Kolmogorof
Distribusi Person Type III























Sumber : Hasil perhitungan
Dari perhitungan pada tabel 4.6. didapatkan
Dmax sebesar 0,1891, pada data dengan peringkat 2
tahun 1988. Berdasarkan Tabel Nilai kritis Do untuk Uji
Smirnov - Kolmogorov , denagn derajat kepercayaan 5 %
dan n = 20, maka diperoleh Do = 0,29 Karena nilai D
maksimum lebih kecil daripada nilai Do = 0,29 ( Dmax =
0.18906 < Do = 0.29 )
Maka dapat Di simpulkan kalau Distribusi Person Tipe
III dapat diterima Untuk Menghitung Distribusi Peluang
Curah Hujan Perencanaan Embung Kendo
4.1.4 Perhitungan curah Hujan Periode Ulang
Persamaan empiris distribusi Pearson Tipe III adalah:
X= R + k .Sd
Berdasarkan data faktor k distibusi Pearson Tipe III
Maka diperoleh hasil
Tabel 4.7 Hasil Curah Hujan Periode Ulang










a. Perhitungan rata-rata hujan sampai jam ke-t

3
2
24
|

\
|
=
t
tr
tr
R
Rt
Dimana :
Rt = Rata rata hujan pada jam ke 1 ( mm )
t = Waktu lamanya hujan ( jam)
T = Lamanya hujan terpusat ( jam )
R
24
= Curah hujan harian efektif (mm)







No Tahun R(mm)
R
diurutkan R R - R
( R - R )
2
( R - R )
3
(R - R )
4
1 1988 85 152 71.3 80.7 6512.49 525557.9 42412526
2 1989 152 85 71.3 13.7 187.69 2571.353 35227.54
3 1990 64 85 71.3 13.7 187.69 2571.353 35227.54
4 1991 83 83 71.3 11.7 136.89 1601.613 18738.87
5 1992 53 83 71.3 11.7 136.89 1601.613 18738.87
6 1993 85 83 71.3 11.7 136.89 1601.613 18738.87
7 1994 83 80 71.3 8.7 75.69 658.503 5728.976
8 1995 83 76 71.3 4.7 22.09 103.823 487.9681
9 1996 80 75 71.3 3.7 13.69 50.653 187.4161
10 1997 76 69 71.3 -2.3 5.29 -12.167 27.9841
11 1998 45 66 71.3 -5.3 28.09 -148.877 789.0481
12 1999 69 64 71.3 -7.3 53.29 -389.017 2839.824
13 2000 61 63 71.3 -8.3 68.89 -571.787 4745.832
14 2001 37 62 71.3 -9.3 86.49 -804.357 7480.52
15 2002 62 61 71.3 -10.3 106.09 -1092.73 11255.09
16 2003 63 57 71.3 -14.3 204.49 -2924.21 41816.16
17 2004 47 53 71.3 -18.3 334.89 -6128.49 112151.3
18 2005 66 47 71.3 -24.3 590.49 -14348.9 348678.4
19 2006 75 45 71.3 -26.3 691.69 -18191.4 478435.1
20 2007 57 37 71.3 -34.3 1176.49 -40353.6 1384129
R 1426 10756.2 451352.9 44937950
R 71.3
DISTRIBUSI PEARSON TYPE III
( )
( )( )( ) ( )
647 , 9
793 , 23 17 18 19
20 44937950
3 2 1
.
4
2
4
2
4
= =


=
x x x
x
Sd N N N
N R R
Ck
( )
793 , 23
19
2 , 10756
1
2
= =


=
N
R R
Sd
( )
( )( ) ( )( )( )
960 , 1
793 , 23 18 19
20 9 , 451352
. 2 1
.
3 3
3
= =


=
x
Sd N N
N R R
Cs
334 , 0
3 , 71
793 , 23
_
= = =
R
Sd
Cv
Nilai Batas
Sub Kelompok Oi Ei
1 X 51,314 3 3.33 0.109 0.033
2 51,314 < X 58,927 2 3.33 1.769 0.531
3 58,927 < X 71,30 6 3.33 7.129 2.141
4 71,30 < X 83,672 6 3.33 7.129 2.141
5 83,672 < X 91,286 2 3.33 1.769 0.531
6 X 91,286 1 3.33 5.429 1.630
20 7.007
No
Jumlah Data
(Oi - Ei)
2
Xh
2
= (Oi - Ei)
2
/ Ei
1 152 0.04762 0.95238 3.39173 0.9997 0.00030 0.99970 0.04732
2 85 0.09524 0.90476 0.57580 0.7157 0.28430 0.71570 0.18906
3 85 0.14286 0.85714 0.57580 0.7157 0.28430 0.71570 0.14144
4 83 0.19048 0.80952 0.49174 0.6879 0.31210 0.68790 0.12162
5 83 0.23810 0.76190 0.49174 0.6879 0.31210 0.68790 0.07400
6 83 0.28571 0.71429 0.49174 0.6879 0.31210 0.68790 0.02639
7 80 0.33333 0.66667 0.36565 0.6406 0.35940 0.64060 0.02607
8 76 0.38095 0.61905 0.19754 0.5753 0.42470 0.57530 0.04375
9 75 0.42857 0.57143 0.15551 0.5596 0.44040 0.55960 0.01183
10 69 0.47619 0.52381 -0.09667 0.4602 0.53980 0.46020 0.06361
11 66 0.52381 0.47619 -0.22275 0.4090 0.59100 0.40900 0.06719
12 64 0.57143 0.42857 -0.30681 0.3783 0.62170 0.37830 0.05027
13 63 0.61905 0.38095 -0.34884 0.3632 0.63680 0.36320 0.01775
14 62 0.66667 0.33333 -0.39087 0.3446 0.65540 0.34460 0.01127
15 61 0.71429 0.28571 -0.43290 0.3300 0.67000 0.33000 0.04429
16 57 0.76190 0.23810 -0.60102 0.3015 0.69850 0.30150 0.06340
17 53 0.80952 0.19048 -0.76913 0.2177 0.78230 0.21770 0.02722
18 47 0.85714 0.14286 -1.02131 0.1515 0.84850 0.15150 0.00864
19 45 0.90476 0.09524 -1.10537 0.1335 0.86650 0.13350 0.03826
20 37 0.95238 0.04762 -1.44160 0.0735 0.92650 0.07350 0.02588
P'(x) P'( x< ) D m X P(X) = m/(N+1) P( X< ) f(t) = ( X - X ) / S tabel III-1
No T R (mm) k Sd Xt
1 2 71.3 -0.066 23.793 69.730
2 5 71.3 0.816 23.793 90.715
3 10 71.3 1.317 23.793 102.635
4 25 71.3 1.88 23.793 116.031
5 50 71.3 2.261 23.793 125.096
6 100 71.3 2.615 23.793 133.519


10
Jam ke 1

24
3
2
24
1
585 , 0
1
5
5
xR
R
Rt =
|

\
|
=
Jam ke 2

24
3
2
24
2
368 , 0
2
5
5
xR
R
Rt =
|

\
|
=
Jam ke 3

24
3
2
24
3
281 , 0
3
5
5
xR
R
Rt =
|

\
|
=
Jam ke 4

24
3
2
24
4
232 , 0
4
5
5
xR
R
Rt =
|

\
|
=
Jam ke 5

24
3
2
24
5
2 , 0
5
5
5
xR
R
Rt =
|

\
|
=
b. Perhitungan tinggi hujan pada jam ke-t
Rumus yang digunakan :
Rt = t*Rt ( t 1 )*R*( t 1 )
Dimana :
Rt = Rata rata hujan sampai jam ke 1 ( mm )
Rt = Tinggi hujan sampai jam ke 1 ( mm )
T = waktu lamanya hujan (jam)
R ( t 1 ) = Rata rata hujan sampai jam ke 1
Hasil distribusi curah hujan :

24 24
_
1 1
585 , 0 585 , 0 1 1 R R x R x Rt = = =
( )
24
_
1
_
2 2
151 , 0 585 , 0 . 1 368 , 0 . 2 1 2 R R R Rt = = =
( )
24
_
2
_
3 3
107 , 0 368 , 0 . 2 281 , 0 . 3 2 3 R R R Rt = = =
( )
24
_
3
_
4 4
085 , 0 281 , 0 . 3 232 , 0 . 4 3 4 R R R Rt = = =
( )
24
_
4
_
5 5
072 , 0 232 , 0 . 4 2 , 0 . 5 4 5 R R R Rt = = =
c. Perhitungan curah hujan efektif
Rumus yang digunakan :
R
eff
= C * Xt
Dimana :
R
eff
= Curah hujan effektif ( mm )
C = Koefisien pengaliran
Xt = Curah hujan rencana
Pada lokasi proyek termasuk daerah bergelombang
dan hutan, maka diambil koefisien pengaliran 0,50
dengan curah hujan terpusat di Indonesia selama 5 jam
TABEL 4.8
PERHITUNGAN CURAH HUJAN JAM KE 1










Sumber : Hasil perhitungan
Sehingga didapatkan distribusi curah hujan
efektif tiap jam, dan hasil perhitungannya dapat dilihat
pada tabel 4.9
TABEL 4.9 PERHITUNGAN CURAH HUJAN
EFEKTIF TIAP JAM






Dari Tabel 4.24 diatas dapat digunakan untuk penelusuran
banjir yang disajikan pada Tabel 4.25 sebagai berikut:
Tabel 4.25. Penelusuran Banjir (Flood Routing)




















Dari hasil perhitungan penelusuran banjir dapat
diperoleh grafik antara debit inflow dan debit Outflow
yang disajikan pada gambar dibawah


















Gambar 4.4 Flood Routing

Dari perhitungan routing diatas didapat harga
debit maksimum 18,27 m3/dt dengan tinggi air
maksimum = 2,11 m

BAB V
ANALISA HIDROLIKA
5.1 Perencanaan Tubuh Bendung Umum
Dalam perencanaan dimensi tubuh embung
perlu diperhatikan beberapa langkah perhitungan
yaitu :
1. Menentukan tinggi jagaan.
2. Menentukan tinggi puncak embung.
3. Menentukan lebar mercu bendung.
4. Menentukan Kemiringan Lereng

5.1.1 Menentukan Tinggi Jagaan ( free board
Tinggi jagaan adalah jarak vertikal antara puncak
Embung dengan permukaan air banjir pada waktu air
akan melimpah melewati ambang bangunan pelimpah
Dalam menentukan tinggi jagaan perlu
diperhatikan fakor faktor yang mempengaruhi
eksistensi dari calon Embung, antara lain:
Kondisi dan situasi tempat kedudukan calon
Embung.
Pertimbangan - pertimbangan tentang
karakteristik dari banjir abnormal.
t (tahun) Rt (mm) C Reff (mm)
2 69.73 0.5 34.865
5 90.715 0.5 45.3575
10 102.635 0.5 51.3175
25 116.031 0.5 58.0155
50 125.096 0.5 62.548
100 133.519 0.5 66.7595
0.585 0.151 0.107 0.085 0.072
R
24
(mm) R
24
(mm) R
24
(mm) R
24
(mm) R
24
(mm)
2 34.865 20.396 5.265 3.731 2.964 2.510
5 45.358 26.534 6.849 4.853 3.855 3.266
10 51.318 30.021 7.749 5.491 4.362 3.695
25 58.016 33.939 8.760 6.208 4.931 4.177
50 62.548 36.591 9.445 6.693 5.317 4.503
100 66.760 39.054 10.081 7.143 5.675 4.807
T (tahun) Reff (mm)
t I I1 + I2 (2S/t) - O (2S/t) + O O H
(jam) (m3/dtk) (m3/dtk) (m3/dtk) (m3/dtk) (m3/dtk) (m)
0 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000
0.50 2.163 2.163 1.712 2.163 0.225 0.047
1.00 12.724 14.887 13.140 16.599 1.729 0.358
1.50 38.194 50.918 50.712 64.058 6.673 1.384
2.00 17.428 55.622 69.793 106.334 18.271 2.119
2.50 8.053 25.481 62.602 95.274 16.336 1.899
3.00 3.120 11.172 48.622 73.774 12.576 1.472
3.50 2.239 5.358 35.753 53.981 9.114 1.079
4.00 1.436 3.675 26.291 39.428 6.569 0.791
4.50 0.786 2.222 19.194 28.513 4.659 0.574
5.00 0.431 1.217 13.926 20.411 3.242 0.413
5.50 0.236 0.667 10.143 14.593 2.225 0.298
6.00 0.129 0.365 8.319 10.508 1.095 0.227
6.50 0.071 0.200 6.744 8.519 0.887 0.184
7.00 0.039 0.110 5.426 6.854 0.714 0.148
7.50 0.021 0.060 4.343 5.486 0.571 0.118
8.00 0.012 0.033 3.464 4.376 0.456 0.095
8.50 0.006 0.018 2.757 3.482 0.363 0.075
9.00 0.003 0.010 2.190 2.766 0.288 0.060
9.50 0.002 0.005 1.738 2.196 0.229 0.047
10.00 0.001 0.003 1.378 1.741 0.181 0.038
10.50 0.001 0.002 1.092 1.380 0.144 0.030
11.00 0.000 0.001 0.866 1.093 0.114 0.024
11.50 0.000 0.000 0.686 0.866 0.090 0.019
12.00 0.000 0.000 0.543 0.686 0.071 0.015


11
Kemungkinan timbulnya ombak besar dalam
Embung yang disebabkan oleh angin dengan
kcepatan tinggi ataupun gempa bumi.
Kemungkinan terjadinya kenaikan permukaan
air diluar dugaan karena kerusakan -
kerusakan pada bangunan pelimpah.
Tingkat kerugian yang mungkin dapat
ditimbulkan dengan jebolnya Embung yang
bersangkutan.
Sehingga tinggi jagaan dapat dihitung dengan
pendekatan sebagai berikut :
Rumus : Hf > hw + he/2 + ha +hi
Hf > h + ( hw atau he/2 ) + ha + hi
(Bendungan Type Urugan, Ir. Suyono Sosrodarso,
Kensaku Takeda.Halaman 171)
Menentukan Tinggi Kenaikan Permukaan Air
akibat Banjir Abnormal (h)
Pendekatan yang dipakai adalah :
h =
|
|

\
|
+
T Q
h A
h
x
Q
Qo
x
.
.
1
3
2

(Bendungan Type Urugan, Ir. Suyono Sosrodarsono,
Kensaku.Halaman 172)


Maka :

h=
|

\
|
+
3600 27 . 18
11 , 2 06 , 845371
1
11 , 2
27 , 18
194 , 38
2 . 0
3
2
x
x
x x x
= 0.021 m

Tinggi Jangkauan Ombak yang Disebabkan
Oleh Angin
Faktor faktor yang mempengaruhi tinggi jangkauan
ombak yang naik ke atas permukaan lereng udik
bendungan ( hw ) , dapat diperoleh dengan metode
S.M.B yang didasarkan pada :
Panjang lintasan ombak
Kemiringan dan kekasaran permukaan lereng udik
Kecepatan angin diatas permukaan air embung
Karena kecepatan angin terlalu kecil maka pengaruh
tinggi ombak akibat kecepatan angin dianggap tidak
ada (v<20m/det).

Kenaikan Muka Air Yang Disebabkan Oleh Ketidak-
Normalan Operasi Pintu Bangunan Pelimpah (ha)
Ketidak-normalan pintu dapat terjadi oleh berbagai
sebab, antara lain adalah keterlambatan pembukaan,
kemacetan atau bahkan kerusakan kerusakan
mekanisme pintu pintu tersebut, yang mengakibatkan
terjadinya kenaikan permukaan air waduk (ha)
melampaui batas maksimum rencana. Pada hakekatnya,
tinggi kenaikan yang disebabkan oleh hal hal tersebut
amatlah sukar untuk diperkirakan sebelumnya. Biasanya
sebagai standart harga ha diambil = 0.5 m.
Angka Tambahan Tinggi Jagaan yang Didasarkan
Pada Tipe Bendungan ( hi )
Mengingat limpasan melalui mercu bendungan
urugan akan sangat berbahaya, maka untuk bendungan
type ini angka keamanan tinggi jagaan ( hi ) diambil
sebesar 1,0 m.
Perhitungan Tinggi Ombak Yang Disebabkan Oleh
Gempa (he)
Untuk menghitung tinggi ombak yang disebabkan
oleh gempa ( he ) dapat digunakan rumus empiris yang
dikembangkan oleh Seiichi Sato sebagai berikut :
Ho g x
e
he .

=
(Bendungan Type Urugan, Ir. Suyono Sosrodarsono,
Kensaku.Halaman 173)
Dimana :
E = Intensitas seismis horisontal (0.10 0.25)
diambil 0.15
= Siklus seismis (biasanya sekitar 1 detik)
g = Gravitasi (9.8 m/det)
Ho = Kedalaman air di dalam waduk (m)
Maka :
Ho = 138,39 119,00 = 19,39 m
Ho g x
e
he .

=
39 , 19 8 . 9
14 . 3
1 15 . 0
x x
x
he = = 0,65 m
Sehingga tinggi jagaan adalah :

Hf = h + ( hw atau he/2 ) + ha + hi
= 1 5 . 0
2
65 . 0
0212 , 0 + + + = 1,846 m










Didasarkan pada tinggi bendungan yang
direncanakan, maka angka standart untuk tinggi jagaan
pada bendungan urugan adalah sebagai berikut :
Lebih rendah dari 50 m Hf > 2,0 m
Dengan tinggi antara 50 s/d 100 m Hf >3,0 m
Lebih tinggi dari 100 m Hf > 3,5 m
Karena tinggi embung yang direncanakan lebih rendah
dari 50 meter yaitu 16,24 m, maka tinggi jagaan(Hf)
=1.846 2 meter

5.1.2 Menentukan Tinggi Puncak Embung
Dalam menentukan tinggi puncak Embung
ditentukan berdasarkan volume efektif Embung yang
ditambah dengan tinggi jagaan, barulah kita dapat
menentukan tinggi puncak Embung yang kita
rencanakan.
Pada perhitungan diperoleh
Elevasi dasar embung = + 119,00
Elevasi muka air banjir = + 138,65
Elevasi puncak embung = 138,65 + 2
= + 140,65
Sehingga tinggi puncak embung yaitu :
= Elevasi puncak embung Elevasi dasar
embung
= 140,65 119,00 = 21,65 m
5.1.3 Menentukan Lebar Mercu Embung
Guna memperoleh lebar minimum mercu embung
biasanya dihitung dengan rumus sebagai berikut :

b = 3,6 H
1/3
3,0
(Bendungan Type Urugan, Ir. Suyono Sosrodarsono,
Kensaku.Halaman 174)
Dimana :
b = Lebar mercu embung ( m )
H = Tinggi embung ( m )
Maka :
b = 3,6 (21,65)
1/3
3,0
= 7,00 m
Maka lebar mercu embung adalah 7,00 m.
5.1.4 Menentukan Kemiringan Lereng Bendung
Penentuan kemiringan lereng bendungan
didasarkan pada data data tanah yang akan digunakan
sebagai bahan urugan, yaitu dari bahan sirtu dengan
spesifikasi yaitu :
- Berat volume jenuh (
sat
) = 1,65 ton/m
3

- Kohesi tanah (C) = 0 ton/m
3

- Sudut geser dalam () = 30
0

Untuk angka keamanan dalam perencanaan
stabilitas lereng bendungan dipakai SF = 1,5. Kondisi


12
gempa pada daerah Bima memiliki angka intensitas
seismis gempa sebesar 0,12 g.
Perhitungan kemiringan lereng bendungan untuk bagian
hulu dan hilir adalah sebagai berikut :
a). Kemiringan lereng bagian hulu :
SF =
( )
( ) m k
Tan k m
+

' 1
'



1,5 =
( ) ( )
( ) m
Tan m
+

65 , 1 12 , 0 1
30 65 , 1 12 , 0

1,5 =
( ) m
m
+

198 , 0 1
1 , 0

m = 2,18 pakai 2
b). Kemiringan lereng bagian hilir :
SF =
( )
( ) n k
Tan k n
+

1


1,5 =
( ) ( )
( ) n
Tan n
+

12 , 0 1
30 12 , 0

n = 1,9 pakai 2
Jadi untuk kemiringan lereng pada bagian hulu
menggunakan perbandingan 1 : 2 sedangkan kemiringan
bagian hilir dipakai perbandingan 1 : 2.


5.1.5 Penentuan Formasi Garis Depresi
Penentuan formasi garis depresi ditinjau pada saat
embung terisi penuh ( muka Air banjir = +135,24 ).
Penentuan garis menggunakan metode Casagrande yaitu
dengan peninjauan ujung tumit hilir sebagai permulaan
koordinat sumbu X dan Y. Maka dapat ditentukan garis
depresinya dengan persamaan parabola sebagai berikut:
X =
Yo
Yo Y
. 2
2 2

atau
Y =
2
. . 2 Yo X Yo + dan
Yo = d h d +
2 2

(Bendungan Type Urugan, Ir. Suyono Sosrodarsono,
Kensaku.Halaman 157)

Perhitungan garis depresi Saat Muka air banjir
tanpa tumit (elevasi+138,65)
h = 19,65 m.
Tg

=
3 , 43
65 , 21
=
1
65 , 19
L
- - - - - - - - - - L1=
39,3 m
0,3 L
1
= 0.3 x 39,3 = 11,79 m.
L
2
= 43,3 + 7,0 + 4
= 54,3 m
d = 0,3 L
1
+ L
2

= 11,79 + 54,3 = 66,09 m.
Yo = d h d +
2 2

= 09 , 66 65 , 19 09 , 66
2 2
+
= 2,86 m.

Maka garis parabola bentuk dasar dapat diperoleh dengan
persamaan :
Y =
2
. . 2 Yo X Yo +

Y =
2
86 , 2 86 , 2 2 + X x

=
17 , 8 72 , 5 + X

Maka diperoleh parabola dasar sebagai berikut :
Tabel 5.1 Titik Titik Koordinat Garis Depresi














Perhitungan garis depresi Saat Muka air banjir
dengan menggunakan tumit (elevasi+138,65)
h = 19,65 m.
Tg

=
3 , 43
65 , 21
=
1
65 , 19
L
- - - - - - - - - - L1= 39,3 m
0,3 L1 = 0.3 x 39,3 = 11,79 m.
L2 = (43,3 9) + 7,0 + 4
= 45,3 m
d = 0,3 L1 + L2
= 11,79 + 45,3 = 57,09 m.
Yo =
d h d +
2 2

=
09 , 57 65 , 19 09 , 57
2 2
+

= 3,29 m.

Maka garis parabola bentuk dasar dapat
diperoleh dengan persamaan :
Y =
2
. . 2 Yo X Yo +
Y =
2
29 , 3 29 , 3 2 + X x
= 80 , 10 57 , 6 + X
Maka diperoleh parabola dasar sebagai berikut :

Tabel 5.2 Titik Titik Koordinat Garis Depresi













5.1.6 Kestabilan Tubuh Bendung Terhadap Longsor

Stabilitas lereng tubuh bendungan menggunakan
metode Filenius untuk mengetahui apakah longsor yang
terjadi masih memenuhi angka keamanan yang
ditentukan. Analisa stabilitas ini melingkupi analisa
longsor lereng hulu dan lereng hilir dengan dengan angka
keamanan SF = 1,5

Dimana faktor aman didefinisikan sebagai berikut :
Faktor aman jumlah momen dari tahanan geser
sepanjang bidang longsor dibagi dengan jumlah
momen dari berat masa tanah yang longsor












Gambar 5.3 Gaya Yang Berkerja Pada Irisan
Bidang Longsor

X Y
0.00 3.29
-1.64 0.00
5.00 6.61
10.00 8.75
15.00 10.46
20.00 11.92
25.00 13.23
30.00 14.42
35.00 15.52
40.00 16.54
45.00 17.51
50.00 18.42
57.09 19.64
X Y
0.00 2.86
-1.43 0.00
10.00 8.09
20.00 11.07
30.00 13.41
40.00 15.39
50.00 17.15


13
F=
d
r
M
M


F =

=
=
=
=
+
n i
i
i
i
n i
i
i W
tg ai ui i W ca
1
1
1
sin
.) . cos (



(mekanika tanah 2 Hari cristadi h. Hal 361)
Dalam menentukan titik pusat lingkaran kritis
harus diselidiki sejumlah bidang longsor percobaan, guna
mendapatkan harga Fs yang paling kecil atau berbahaya.
Lingkaran kritis ini titik pusatnya dapat dicari
dengan menggunakan cara Fellinius sebagai berikut :

1. Menarik garis kebawah sepanjang H ( tinggi
tanggul dari luar dasar ) yang dimulai dari kaki
tebing kemudian ditarik garis horizontal
sepanjang 4,5 H.
2. Tentukan suatu titik pertemuan antara dua garis
lurus dari mercu dan lereng bendung dengan
sudut yang telah ditentukan menurut
kemiringan talud.
3. Tarik garis lurus yang menghubungkan dua
titik dari langkah 1 dan 2.
4. Dengan cara coba coba, tentukan satu titik
pada garis tersebut yang dianggap sebagai titik
pusat lingkaran kritis.
5. Lakukan berulang kali sampai lereng tersebut
stabil.














Gambar 5.4 Menentukan Titik Pusat Bidang
Longsor Dengan Cara Fellinius
Tabel 5 .3 Harga i, , Untuk MenentukanTitik
Pusat Lingkaran














Data tanah yang didapat dari kondisi tanah
urugan pada Embung Kendo ini ditabelkan pada tabel
5.4 sebagai berikut:

Tabel 5.4 Data Tanah Embung Kendo







5.1.6.1 Stabilitas Lereng Hulu (Up Stream)
Sebelum dilakukan perhitungan stabilitas lereng
hulu, terlebih dahulu perlu dianalisa bidang longsor yang
terjadi. Titik pusat (titik O) pada bidang longsor hulu
ditentukan oleh parameter parameter sudut , , dan .
Dengan n = 1 : 2 Menurut tabel 5.3 nilai sudut = 25,
sudut = 26.57 , dan sudut = 35. Pada perhitungan
sebelumnya didapatkan tinggi bendungan (H) adalah
21,65 meter dan lebar mercu bendungan (B) adalah 7,0
meter. Sehingga penggambaran bidang longsor untuk
lereng hulu seperti pada gambar sebagai berikut:


































































n i
1 : 1 45 28 37
1 : 1,5 33,68 26 35
1 : 2 26,57 25 35
1 : 3 18,43 25 35
1 : 5 11,32 25 37
1
: n
1
: n
R
a
B
O
i
R
R
H
H
4,5 H

C (ton/m3) tan (ton/m3)
Lembab 0 30 0.58 1.50 0.12
Jenuh Air 0 30 0.58 1.65 0.12
Air - - - 1.00 0.12
kondisi bidang irisan
Kekuatan
e
G
a
m
b
a
r

B
i
d
a
n
g

L
o
n
g
s
o
r

P
a
d
a

L
e
r
e
n
g

H
u
l
u
+
119,00
+14
0,65
+13
8,65
O
P
G
a
m
b
a
r

B
i
d
a
n
g

L
o
n
g
s
o
r

P
a
d
a

L
e
r
e
n
g

H
u
l
u

K
o
n
d
i
s
i

A
i
r

k
o
s
o
n
g
+
1
1
9
,0
0
O
1
2
3
4
5
6
7
8
9


14
1. Kondisi pada saat waduk dalam keadaan kosong
Contoh perhitungan pada bidang longsor irisan satu:
A = 31,270 m
2
= 1,50 ton/m
3
W = A
= 31,270 1,50
= 46,905 ton
= 55
sin = sin 55
= 0,819
cos = cos 55
= 0,574
b = 5,23 m
l = b cos
= 5,23 cos 55
= 3.00 m
T = w sin
= 46,905 sin 55
= 38,442 ton
N = w cos
= 46,905 cos 55
= 26,904 ton
Ne = e T
= 0,12 38,442
= 4,611 ton
Te = e N
= 0,12 26,904
= 3,288 ton
U = u b/cos
= 0 (pada urugan tanah tidak mengalami tekanan
hidrostatis)
C l = 0 3,00
= 0
Contoh perhitungan pada bidang irisan yang lainnya
ditabelkan pada tabel 5.5:

Tabel 5.5 Perhitungan stabilitas lereng hulu pada
saat waduk kosong
















Kontrol stabilitas lereng hulu pada saat kosong
dirumuskan
Sebagai berikut:
Fs =
{ }
) (
tan ) ( .
T
U N l C

+

=
597 , 236
30 tan ) 0 848 , 846 ( 0 +

= 2,07 > 1,5 (memenuhi)
kondisi gempa:
Fs =
{ }
) (
tan ) ( .
Te T
Ne U N l C
+
+

=
622 , 101 597 , 236
30 tan ) 392 , 28 0 848 , 846 ( 0
+
+

= 1,39 > 1,2 (memenuhi)






























2 Kondisi pada saat muka air setinggi banjir rencana
Contoh perhitungan pada bidang longsor irisan satu:
A
1
= 23,086 m
2
A
2
= 8,184 m
2

1
= 1,50 ton/m
3

2
= 1,65 ton/m
3

W
1
= A
1

1
= 34,69 ton
W
2
= A
2

2
= 13,504 ton
= 55
sin = sin 55
= 0,819
cos = cos 55
= 0,574
b = 5,23 m
l = b cos
= 5,23 cos 55
= 3,00 m
T = (W
1
+ W
2
) sin
= 39,4279 ton
N = (W
1
+ W
2
) cos
= 27,608 ton
Ne = e T
= 0,12 39,4279
= 4,731 ton
Te = e N
= 0,12 27,608
= 3,313 ton
U = u b/cos
= 0
(pada urugan tanah tidak mengalami
tekanan hidrostatis)
C l = 0 3,00
= 0
Contoh perhitungan pada bidang irisan
yang lainnya ditabelkan pada tabel 5.6
Tabel 5.6 Perhitungan stabilitas lereng hulu pada
saat banjir












A W T N Ne Te U
(m2) (t/m2) (.A) (Wsin ) (Wcos ) (e.T) (e.N) (U.b/cos)
1 31.270 1.50 46.905 55.00 0.819 0.574 5.230 3.000 38.422 26.904 4.611 3.228 0 0
2 80.344 1.50 120.516 41.00 0.656 0.755 5.230 3.947 79.066 90.955 9.488 10.915 0 0
3 99.930 1.50 149.895 30.00 0.500 0.866 5.230 4.529 74.948 129.813 8.994 15.578 0 0
4 103.194 1.50 154.791 20.00 0.342 0.940 5.230 4.915 52.942 145.456 6.353 17.455 0 0
5 96.280 1.50 144.420 11.00 0.191 0.982 5.230 5.134 27.557 141.767 3.307 17.012 0 0
6 83.400 1.50 125.100 2.00 0.035 0.999 5.230 5.227 4.366 125.024 0.524 15.003 0 0
7 68.550 1.50 102.825 -7.00 -0.122 0.993 5.230 5.191 -12.531 102.059 -1.504 12.247 0 0
8 44.05 1.50 66.075 -16.00 -0.276 0.961 5.230 5.027 -18.213 63.515 -2.186 7.622 0 0
9 15.71 1.50 23.565 -25.00 -0.423 0.906 5.230 4.740 -9.959 21.357 -1.195 2.563 0 0
236.597 846.848 28.392 101.622 0 0
C.L Irisan cos b (m) L sin
G
a
m
b
a
r

B
i
d
a
n
g

L
o
n
g
s
o
r

P
a
d
a

L
e
r
e
n
g

H
u
l
u

K
o
n
d
i
s
i

B
a
n
j
i
r
A W T N Ne Te U
(m2) (t/m2) (.A) (Wsin ) (Wcos ) (e.T) (e.N) (U.b/cos)
23.086 1.50 34.629
8.184 1.65 13.504
34.614 1.50 51.921
45.730 1.65 75.455
23.498 1.50 35.247
76.432 1.65 126.113
87.630 1.65 144.590
3.800 1.50 5.700
81.797 1.65 134.965
17.050 1.00 17.050
71.360 1.65 117.744
30.730 1.00 30.730
56.610 1.65 93.407
44.190 1.00 44.190
37.450 1.65 61.793
6.168 141.226 51.402 4.915 5.230 0.940
Irisan sin cos
20.00
b (m) L C.L
1 55.00 0.819 0.574 5.230 3.000 39.4279 27.608 4.731 3.313 0 0
2 41.00 0.656 0.755 5.230 3.947 83.566 96.132 10.028 11.536 0 0
3 30.00 0.500 0.866 5.230 4.529 80.680 139.742 9.682 16.769 0 0
4 0.342 0 0 16.947
5 11.00 0.191 0.982 5.230 5.134 29.006 149.222 3.481 17.907 0 0
6 2.00 0.035 0.999 5.230 5.227 5.182 148.384 0.622 17.806 0 0
-2.012 16.389 0 0 7 -7.00 -0.122 0.993 5.230 5.191 -16.769 136.571
5.230 5.027 -0.276 0.961 8 -16.00 -3.965 115.228 0 0 -33.041 13.827


15










Kontrol stabilitas lereng hulu pada saat banjir
dirumuskan
Sebagai berikut :
Fs =
845 , 271
30 tan ) 0 098 , 837 ( 0 +

= 1,78 > 1,5 (memenuhi).
kondisi gempa:
Fs =
452 , 100 845 , 271
30 tan ) 621 , 32 0 098 , 837 ( 0
+
+

= 1,2476 > 1,2 (memenuhi)


























3 Kondisi pada saat muka turun tiba tiba( drawdown )
Contoh perhitungan pada bidang longsor irisan satu:
A = 31,27 m
2
= 1,50 ton/m
3
W = A
= 31,27 1,50
= 46,905 ton
= 55
sin = sin 55
= 0,819
cos = cos 55
= 0,574
b = 5,23 m
l = b cos
= 5,23 cos 55
= 3,00 m
T = w sin
= 46,905 sin 55
= 38,422 ton
N = w cos
= 46,905 cos 55
= 26,904 ton
Ne = e T
= 0,12 38,442
= 4,611 ton
Te = e N
= 0,12 26,904
= 3,228 ton
U = u b/cos
= 0 (pada urugan tanah tidak
mengalami tekanan hidrostatis)
C l = 0 3,00
= 0
Contoh perhitungan pada bidang irisan yang lainnya
ditabelkan pada tabel 5.7:
















Tabel 5.7 Perhitungan stabilitas lereng hulu pada
saat turun tiba - tiba
























Kontrol stabilitas lereng hulu pada saat Air
waduk turun tiba tiba dirumuskan
kondisi normal:
Fs =
8391 , 204
30 tan ) 0 675 , 766 ( 0 +

= 2,16 > 1,5 (memenuhi)
kondisi gempa:
Fs =
001 , 92 839 , 204
30 tan ) 581 , 24 0 675 , 766 ( 0
+
+

= 1,44 > 1,2 (memenuhi)









G
a
m
b
a
r

B
i
d
a
n
g

L
o
n
g
s
o
r

P
a
d
a

L
e
r
e
n
g

H
u
l
u

k
o
n
d
i
s
i

t
u
r
u
n

t
i
b
a

t
i
b
a
O
1
2
3
4
5
6
7
8
9
+
1
19
,00
+1
28
,83
A W T N Ne Te U
(m2) (t/m2) (.A) (Wsin ) (Wcos ) (e.T) (e.N) (U.b/cos)
1 31.27
1.50 46.905
55.00 0.819 0.574 5.230 3.000 38.422 26.904 4.611 3.228 0 0
65.01
1.50 97.515
0.31
1.65 0.512
71.73
1.50 107.595
12.99
1.65 21.434
59.1
1.50 88.650
28.5
1.65 47.025
43.25
1.50 64.875
38.57
1.65 63.641
27.46
1.50 41.190
43.93
1.65 72.485
9.78
1.50 14.670
45.21
1.65 74.597
35.83
1.65 59.120
6.77
1.00 6.770
20.37
1.65 33.611
13.36
1.00 13.360
193.249 774.387 23.190 92.926 0 0
2.943 15.139
5.230
0 0 7.600 -2.179 63.337
0 0
5.108 -2.382 -19.851 42.570 0 0 0.906
5.230
5.230
5.027
4.740
-18.162 0.961 8
9
-16.00
-25.00
-0.276
-0.423
Irisan sin cos b (m) L C.L
2 41.00 0.656 0.755 5.230 3.947 64.311 73.982 7.717 8.878 0 0
3 30.00 0.500 0.866 5.230 4.529 64.514 111.742 7.742 13.409 0 0
4 0.342 0.940 4.915 46.404 127.493 20.00 5.230 5.568 15.299 0 0
5 0.191 0.982 5.134 24.522 126.154
6 0.035 0.999 5.227 3.967
11.00
2.00
5.230
7 -7.00 -0.122 0.993 5.230 -10.879 5.191 0
113.605 0.476 13.633 0
0
0
88.601 -1.305 10.632
G
a
m
b
a
r

B
i
d
a
n
g

L
o
n
g
s
o
r

P
a
d
a

L
e
r
e
n
g

H
i
l
i
r
O


16

















































5.1.6.2 Stabilitas Lereng Hilir (Down Stream)
Sebelum dilakukan perhitungan stabilitas lereng
hilir, terlebih dahulu perlu dianalisa bidang longsor yang
terjadi. Titik pusat (titik O) pada bidang longsor hilir
ditentukan oleh parameter parameter sudut , , dan .
Dengan m = 1 : 2 Menurut tabel 2.7 nilai sudut = 25,
sudut = 26.57 , dan sudut = 35. Pada perhitungan
sebelumnya didapatkan tinggi bendungan (H) adalah
21,65 meter dan lebar mercu bendungan (B) adalah 7,3
meter. Sehingga penggambaran bidang longsor untuk
lereng hilir seperti pada gambar berikut:

1. Kondisi pada saat waduk dalam keadaan kosong
Contoh perhitungan pada bidang longsor irisan
satu:
A = 31,270 m
2
= 1,50 ton/m
3
W = A
= 31,270 1,50
= 46,905 ton
= 55
sin = sin 55
= 0,819
cos = cos 55
= 0,574
b = 5,67 m
l = b cos
= 5,23 cos 55
= 3,00 m
T = w sin
= 46,905 sin 55
= 38,442 ton
N = w cos
= 46,905 cos 55
= 26,904 ton
Ne = e T
= 0,12 38,442
= 4,611 ton
Te = e N
= 0,12 26,904
= 3,288 ton
U = u b/cos
= 0 (pada urugan tanah tidak mengalami
tekanan hidrostatis)
C l = 0 3,00
= 0
Contoh perhitungan pada bidang irisan yang
lainnya ditabelkan pada tabel 5.8:
Tabel 5.8 Perhitungan stabilitas lereng hilir pada
saat waduk kosong



















Kontrol stabilitas lereng hilir pada saat kosong
dirumuskan
Sebagai berikut:
Fs =
{ }
) (
tan ) ( .
T
U N l C

+

=
597 , 236
30 tan ) 0 848 , 846 ( 0 +

= 2,066 > 1,5 (memenuhi)

kondisi gempa:
Fs =
{ }
) (
tan ) ( .
Te T
Ne U N l C
+
+

=
622 , 101 597 , 236
30 tan ) 392 , 28 0 848 , 846 ( 0
+
+

= 1,397 > 1,2 (memenuhi)








G
a
m
b
a
r

B
i
d
a
n
g

L
o
n
g
s
o
r

P
a
d
a

L
e
r
e
n
g

H
i
l
i
r

K
o
n
d
i
s
i

k
o
s
o
n
g
+
1
1
9
,0
0
O
1
2
3
4
5
6
7
8
9
A W T N Ne Te
U
(m2) (t/m2) (.A) (Wsin ) (Wcos ) (e.T) (e.N)
(U.b/cos)
1 31.270 1.50 46.905 55.00 0.819 0.574 5.230 3.000 38.422 26.904 4.611 3.228 0 0
2 80.344 1.50 120.516 41.00 0.656 0.755 5.230 3.947 79.066 90.955 9.488 10.915 0 0
3 99.930 1.50 149.895 30.00 0.500 0.866 5.230 4.529 74.948 129.813 8.994 15.578 0 0
4 103.194 1.50 154.791 20.00 0.342 0.940 5.230 4.915 52.942 145.456 6.353 17.455 0 0
5 96.280 1.50 144.420 11.00 0.191 0.982 5.230 5.134 27.557 141.767 3.307 17.012 0 0
6 83.400 1.50 125.100 2.00 0.035 0.999 5.230 5.227 4.366 125.024 0.524 15.003 0 0
7 68.550 1.50 102.825 -7.00 -0.122 0.993 5.230 5.191 -12.531 102.059 -1.504 12.247 0 0
8 44.050 1.50 66.075 -16.00 -0.276 0.961 5.230 5.027 -18.213 63.515 -2.186 7.622 0 0
9 15.710 1.50 23.565 -25.00 -0.423 0.906 5.230 4.740 -9.959 21.357 -1.195 2.563 0 0
236.597 846.848 28.392 101.622 0 0
Irisan sin L
C.L
cos b (m)
G
a
m
b
a
r

B
i
d
a
n
g

L
o
n
g
s
o
r

P
a
d
a

L
e
r
e
n
g

H
i
l
i
r

K
o
n
d
i
s
i

B
a
n
j
i
r
O
3
4
5
6
7
8
9


17
























1. Kondisi pada saat muka air setinggi banjir
rencana
Contoh perhitungan pada bidang longsor irisan
satu:
A
1
= 11,823 m
2
A
2
= 20,75 m
2

1
= 1,50 ton/m
3

2
= 1,65 ton/m
3

W
1
= A
1

1
= 17,735 ton
W
2
= A
2

2
= 34,238 ton
= 55
sin = sin 55
= 0,819
cos = cos 55
= 0,574
b = 5,23 m
l = b cos
= 5,23 cos 55
= 3,00 m
T = (W
1
+ W
2
) sin
= 42,573 ton
N = (W
1
+ W
2
) cos
= 29,810 ton
Ne = e T
= 0,12 42,573
= 5,109 ton
Te = e N
= 0,12 29,810
= 3,577 ton
U = u b/cos
= 0 (pada urugan tanah tidak
mengalami tekanan hidrostatis)
C l = 0 3,00
= 0
Contoh perhitungan pada bidang irisan yang lainnya
ditabelkan pada tabel 5.9
Tabel 5.9 Perhitungan stabilitas lereng hilir pada
saat muka air setinggi banjir rencana



















Kontrol stabilitas lereng hilir pada saat banjir
dirumuskan
Sebagai berikut :
Fs =
819 , 259
30 tan ) 0 353 , 922 ( 0 +

= 2,05 > 1,5 (memenuhi)
kondisi gempa:
Fs =
682 , 110 819 , 259
30 tan ) 178 , 31 0 353 , 922 ( 0
+
+

= 1,388 > 1,2 (memenuhi)






































1. Kondisi pada saat muka turun tiba tiba(
drawdown )
Contoh perhitungan pada bidang longsor irisan
satu:
A = 31,270 m
2
= 1,50 ton/m
3
W = A
= 31,270 1,50
= 46,905 ton
= 55
sin = sin 55
= 0,819
A W T N Ne Te U
(m2) (t/m2) (.A) (Wsin ) (Wcos ) (e.T) (e.N) (U.b/cos)
11.823 1.50 17.735
20.750 1.65 34.238
30.660 1.50 45.990
50.420 1.65 83.193
34.490 1.50 51.735
67.520 1.65 111.408
27.470 1.50 41.205
81.670 1.65 134.756
19.250 1.50 28.875
77.030 1.65 127.100
12.360 1.50 18.540
71.350 1.65 117.728
5.925 1.50 8.888
59.670 1.65 98.456
Irisan sin cos b (m) L C.L
1 55.00 0.819 0.574 5.230 3.000 42.573 29.810 5.109 3.577 0 0
2 41.00 0.656 0.755 5.230 3.947 84.752 97.496 10.170 11.699 0 0
3 30.00 0.500 0.866 5.230 4.529 81.572 141.286 9.789 16.954 0 0
4 20.00 0.342 0.940 5.230 4.915 60.182 165.349 7.222 19.842 0 0
5 11.00 0.191 0.982 5.230 5.134 29.761 153.109 3.571 18.373 0 0
6 2.00 0.035 0.999 5.230 5.227 4.756 136.184 0.571 16.342 0 0
7 -7.00 -0.122 0.993 5.230 5.191 -13.082 106.543 -1.570 12.785 0 0


18
cos = cos 55
= 0,574
b = 5,23 m
l = b cos
= 5,23 cos 55
= 3,00 m
T = w sin
= 46,905 sin 55
= 38,422 ton
N = w cos
= 46,905 cos 55
= 26,904 ton
Ne = e T
= 0,12 38,422
= 4,611 ton
Te = e N
= 0,12 26,904
= 3,228 ton
U = u b/cos
= 0 (pada urugan tanah tidak
mengalami tekanan hidrostatis)
C l = 0 3,00
= 0
Contoh perhitungan pada bidang irisan yang
lainnya ditabelkan pada tabel 5.10

Tabel 5.10 Perhitungan stabilitas lereng hilir pada
saat turun tiba - tiba

















Kontrol stabilitas lereng hilir pada saat turun tiba-tiba
dirumuskan
Sebagai berikut :
Fs =
225 , 239
30 tan ) 0 349 , 866 ( 0 +

= 2,091 > 1,5 (memenuhi)
kondisi gempa:
Fs =
962 , 103 225 , 239
30 tan ) 707 , 28 0 349 , 866 ( 0
+
+

= 1,41 > 1,2 (memenuhi)
5.1.6.3 Kesimpulan Stabilitas Tubuh Bendungan
Dari analisa stabilitas tubuh bendungan Embung
Kendo dapat disimpulkan pada tabel berikut ini :

Tabel 5.11 Kesimpulan stabilitas tubuh bendungan












Perencanaan Spillway
Tipe bangunan pelimpah pada bendungan
direncanakan dengan menggunakan tipe pelimpah bebas
mercu ogee
Bentuk penampang terdiri dari 2 bagian yaitu :
1. Penampang bagian hulu dari titik tertinggi mercu
Spilway
2. Penampang bagian hilir dari titik tertinggi mercu
Spilway
Spilway yang digunakan dengan menggunakan metode
CEDUS Armi (Civil Enginering Departement US Army)

a) Penampang bagian hulu dari titik tertinggi
mercu Spilway
a = 0,175 x H = 0,175 x 2,11 m = 0,376 m
b = 0,282 x H = 0,282 x 2,11 m = 0,606 m
R1= 0,5x H = 0,5 x 2,11 m = 1,075 m
R2 = 0,2 x H = 0,2 x 2,11 m = 0,43 m

b) Penampang bagian hilir dari titik tertinggi
mercu Spilway
Untuk menentukan bentuk melintang
penempang hilir digunakan persamaan
Y Hd k X
n n
. .
1
=
Dimana :
H = Tinggi muka air diatas spillway ( m
)
X,Y = Koordinat mercu dengan titik awal
pada titik tertinggi dari mercu
k,n = Parameter yg tergantung dari
kemiringan Muka spillway,
seperti tabel berikut :
Tabel 5.12 Kemiringan Muka Spillway







Kemiringan muka bagian hilir spillway
direncanakan tegak lurus, maka : k = 2,000 ; n = 1,850,
maka persamaan menjadi :
Y H X . . 000 , 2
1 850 , 1 850 , 1
=
Y X . 11 , 2 . 000 , 2
1 850 , 1 850 , 1
=
Y X . 834 , 3
850 , 1
=

Penampang lintang disebelah udik dari titik
tertinggi bendung dapat dilihat sebagai berikut :

Tabel 5.13 Kemiringan muka bagian hilir spillway






















A W T N Ne Te U
(m2) (t/m2) (.A) (Wsin ) (Wcos ) (e.T) (e.N) (U.b/cos)
1
31.270 1.50 46.905
55.00 0.819 0.574 5.230 3.000 38.422 26.904 4.611 3.228 0 0
79.629 1.50 119.444
0.715 1.65 1.180
86.435 1.50 129.653
13.495 1.65 22.267
77.534 1.50 116.301
25.660 1.65 42.339
65.067 1.50 97.601
31.213 1.65 51.501
52.810 1.50 79.215
30.590 1.65 50.474
45.100 1.50 67.650
23.450 1.65 38.693
34.524 1.50 51.786
9.526 1.65 15.718
15.689 1.50 23.534
0.021 1.65 0.035
239.225 866.349 28.707 103.962 0 0
8
3 30.00 0.500
7.787 5.230
5.230 9
-2.233 0 0
2.563 0 0 4.740
-18.607
-9.960
64.889
21.360
Irisan sin cos b (m) L C.L
2 41.00 0.656 0.755 5.230 3.947 79.136 91.036 9.496 10.924 0 0
0.866 5.230 4.529 75.960 131.566 9.115 15.788 0 0
4 20.00 0.342 0.940 5.230 4.915 54.258 149.073 6.511 17.889 0 0
5 11.00 0.191 0.982 5.230 5.134 28.450 146.363 3.414 17.564 0 0
6 2.00 0.035 0.999 5.230 5.227 4.526 129.609 0.543 15.553 0 0
7 -7.00 -0.122 0.993 5.230 5.191 0 0
-0.423 0.906
-16.00
-1.195
5.027
12.666
-25.00
105.550 -1.555 -12.960
0.961 -0.276
Normal
(Fs)
Gempa
(Fs)
Normal
(Fs)
Gempa
(Fs)
1
Pada saat selesai di
bangun (kosong)
1.40 2.07 1.40 2.07
2
Pada saat muka air
banjir (el. +138,65)
1.25 1.78 1.39 2.05
3
Pada saat turun tiba-
tiba pada elevasi
+128,83
1.44 2.16 1.41 2.09
No
Kondisi Tubuh
Bendungan
Up Stream Down Stream
Kemiringan muka k n
Tegak lurus 2.000 1.850
3:01 1.936 1.836
3:02 1.939 1.810
3:03 1.873 1.776
x y
0 0.000
0.2 0.013
0.4 0.048
0.6 0.101
0.8 0.173
1 0.261
1.2 0.365
1.4 0.486
1.6 0.622
1.8 0.774
2 0.940
2.2 1.122
2.4 1.317
2.6 1.528
2.8 1.752
3 1.991
3.2 2.243
3.4 2.509
3.6 2.789
3.8 3.083
4 3.390
4.2 3.710
4.3 3.875
4.35 3.959
4.375 4.001


19























5.2.1 Saluran Pengarah
Bagian ini berfungsi sebagai pengarah aliran
agar senangtiasa dalam kondisi hidrolika yang baik.
Pada saluran pengarah kecepatan tidak boleh melebihi
4m/dt.
Dari perhitungan didapat :
Q = 38,194 m
3
/dtk
P = 4 m
H = 2,11 m
V
0
=
( )
dtk m
A
Q
/ 89 , 0
7 . 11 , 2 4
194 , 38
=
+
= <4m/dt...
...(ok)














Gambar 5.6 Sket Penampang Saluran Pengarah

5.2.2 Saluran Pengatur
Ambang Pelimpah
Tinggi muka air diatas pelimpah di dapat dari
perhitungan floodrouting yaitu 2,11 m dan untuk bagian
hilir dari mercu pelimpah digunakan rumus




Dimana : q=
B
Q
= debit tiap lebar saluran
B = Lebar saluran
y = Tinggi muka air hilir
g = Grafitasi bumi
h = Tinggi energi diatas ambang
z = Tinggi jatuh

maka :



d
1
= 0,55 m




Olakan type datar 1







Panjang kolam olakan :
Diperoleh dari grafik panjang loncatan
8 , 5 =
d
L







5.2.3 Saluran Peluncur
Rencana teknis bangunan peluncur didasarkan
pada perhitungan-perhitungan hidrolika untuk
memperoleh gambaran kondisi pengaliran melalui
saluran tersebut pada debit tertentu (debit banjir rencana,
debit banjir normal, dan lain-lain).














Gambar 5.7. Sket Penampang Saluran
Peluncur

Diketahui :
Q = 38,194 m
3
/dt
b = 5 m
n = 0.02 ( koefisien
manning untuk
material plester atau
beton )
V
2
= 1,78 m/dt
d
2
= 3,06 m
maka untuk menentukan kecepatan dititik 3 digunakan
persamaan kontinuitas aliran



















Dengan menganggap bidang 4 sebagai
titik permulaan, maka didapat :
+132.54
+138.65
+136.54
El.Dasar Sal.Pengarah
d1
V0
+132.54
3 2
Q Q =
3 3 2 2
. . A V A V =
h b V h b V . . . .
3 2
=
06 , 3 7 06 , 3 5 78 , 1
3
= V
dt m V
V
/ 27 , 1
42 , 21 23 , 27
3
3
=
=
( )
( )
dt m
Z H g V
/ 60 , 16
54 , 12 ) 06 , 3 2 / 1 8 , 9 2
. 2 / 1 . 2
4
=
+ =
+ =
4 4
. d V Q =
m d
d
33 , 0
60 , 16
7
194 , 38
4
4
=
=
( )
358 , 0
35
00 , 120 54 , 132
=

=
L
h
So
A V Q .
1
=
) 7 .( 95 , 9 194 , 38
1
xd =
m d
d
Fr
d
d
06 , 3
1 ) 28 , 4 8 ( 1
2
1
55 , 0
1 . 8 1
2
1
2
2
2
2
1
2
=
+ =
+ =
28 , 4
55 , 0 8 , 9
95 , 9
.
1
=

= =
d g
V
Fr
dt m
x A
Q
V / 78 , 1
) 06 , 3 7 (
194 , 38
2
= = =
8 , 5
06 , 3
=
L
m x L 77 , 17 8 , 5 06 , 3 = =
( )
( )
dt m
Z H g V
/ 95 , 9
4 11 , 2 2 / 1 8 , 9 2
. 2 / 1 . 2
1
=
+ =
+ =


20













5.2.4 Saluran Peredam Energi
Fungsi dari aliran peredam energi adalah
meredam kecepatan aliran yang berasal dari saluran
peluncur sehingga energinya dapat di reduksi dengan
baik Sedangkan untuk menentukan panjang kolam olakan
datar dan tipe kolam olak dapat ditentukan dengan
persamaan dibawah ini:





Dari Perhitungan saluran pelucur dapat di ketahui
V
4
= 16,60 m/dt
d
4
= 0,33 m


.

Tinggi d
5




Panjang kolam olakan :
Diperoleh dari grafik panjang loncatan
1 , 6 =
d
L





5.3 Analisa Kestabilan Spillway
5.3.1 Tekanan Air Dalam gaya tekan ke
atas ( uplift pressure ) untuk muka air
rendah (setinggi mercu).
H
L
L
H U
x
x x
=

.
C H L L L
H v
.
3
1
> + =


Pada Air rendah ( muka air dianggap setinggi mercu ).

H = h = 16,54 m
Lv = 3,5+2+3+2+2+3+2+2+12,54+2+1,5+1,5+3.5
= 40,54 m
Lh = 1.5+2+1,5+2+1,5+16,5+1.5+35+1,5+22+1,5
= 86,5 m

L = Lv + Lh
= 40,54 m + .86,5 m = 69,37m
H .C = 16,54 x 3.0
= 49,62 m (koef.rembesan kerikil kasar =3.0)

Jadi

L > H .C(OK)
Tabel 5.14 Perhitungan Momen untuk Muka Air
Normal
Nam
a
Gaya Besar Gaya (t)
Lengan(
m) Momen(tm)
Horizontal
W
1

x(4,00+3,91)x1,
5 = 5,92 3,25 19,28
W
2

x(3,91+6,20)x2
= 9,39 1 9,39
W
6

x(4,76+1,05)x2
= - 5,81 1 -5,81
W
7

x(0+1,05)x1,5 =
- 0,79 2,83 -2,56
H
A

x4.00x4.00x1=
8 5,83 46,64
16,71 66,94
vertikal
W
3

x(6,20+6,04)x1,
5 = 9,18 4,25 39,02
W
4

x(3,56+3,40)x2
= 6,96 2,5 17,4
W
5

x(4,92+4,76)x1,
5= 7,26 0,75 5,45
G
1
2x2x2.4= - 9,6 5 -48






G
2

2,5x6x2.4= - 36 3 -108
G
3
4x1,5x2.4= - 14,4 5,5 -79,2
G
4

x3,5x4x2.4= -
16,8 3,33 -55,94
G
5
2x2x2.4= - 9,6 1 -9,6
63 -238,78

Berat Sendiri :

G
1
: 2x2x2.4 = 9,6 ton
G
2
: 2,5x6x2.4 = 36 ton
G
3
: 4x1,5x2.4 = 14,4 ton
G
4
: x3,5x4x2.4 = 16,8 ton
G
5
: 2x2x2.4 = 9,6 ton

Beban Air :
H
A
: x4.00x4.00x1 = 8 ton

Titik Berat Konstruksi :
Tabel 5.15 Perhitungan Titik Berat Konstruksi
Berat
jumlah Jarak Hor. M=G.b Jarak Ver. M=G.h

ke titik
4=bm
ke titik
4=hm
(ton) (m) (tm) (m) (tm)
1 2 3 4=2x3 5 6=2x5
G
1
9,6 1 9,6 1 9,6
G
2
36 3 108 1,25 45
G
3
14,4 0,75 10,8 5,55 79,92
G
4

16,8 2,66 44.86 3,83 64,34
G
5

9,6 5 48 1 9,6
86,4 221,26 208,46
Arah vertical : b = m 56 , 2
4 , 86
26 , 221
=
Arah horizontal : h = m 41 , 2
4 , 86
46 , 208
=
Kontrol Guling terhadap titik 10
50 . 1 =

Ah
AV
M
M
n
Dimana :
n : angka keamanan terhadap penggulingan
M
Av
: momen vertikal total
M
Ah
: momen horizontal total
4
4
.d g
V
Fr =
) 1 8 1 .(
2
1
2
4
5
+ = Fr
d
d
2 , 9
33 , 0 8 , 9
60 , 16
.
4
4
= = =
x d g
V
Fr
m x x d 10 , 4 33 , 0 ) 1 2 , 9 8 1 .(
2
1
2
5
=
(

+ =
1 , 6
10 , 4
=
L
m x L 0 , 25 1 , 6 10 , 4 = =
hl d
g
V
l So d
g
V
+ + = + +
4
2
4
3
2
3
2
.
2
hl + +

= + +

33 , 0
8 , 9 2
60 , 16
35 358 , 0 06 , 3
8 , 9 2
27 , 1
2 2
m hl
hl
089 , 1
39 , 14 67 , 15
=
+ =
031 , 0
35 089 , 1
.
=
=
=
S
S
l S hl


21
50 . 1
94 , 66
78 , 238
= n
) ......( 50 . 1 57 , 3 OK
Bendungan tidak akan terguling apabila :
( )
6 2
1 B
V
M M
B e
Ah Av
<


Dimana :
e : eksentrisitas
B : lebar pondasi (m)
M
Av
: momen vertikal total
M
Ah
: momen horizontal total

V : gaya vertical total


( )
6
6
63
94 , 66 78 , 238
6
2
1
<

= e
( )
6
6
63
94 , 66 78 , 238
3 <

= e
) ....( 1 27 , 0 OK < =



Kontrol Geser
4
. .

+
=

H
A V f
N


Dimana :
N : angka keamanan terhadap geseran
f : koefisien gesekan
: tegangan geseran dari beton terhadap
batuan pondasi
A : luas permukaan pondasi
4
71 , 16
161 . 5 , 0 63 75 , 0

+
=
x
N
) ........( 4 6 , 7 OK

Tegangan tanah pada pondasi tidak dilampui.

maks
|

\
|
+ =

B
e
L B
v
. 6
1
.
(
t
)

min
0
. 6
1
.
> |

\
|
=

B
e
L B
v

Dimana :

maks
: tegangan tanah maksimal yang timbul

min
: tegangan tanah minimal yang timbul
V : gaya vertical total
B : lebar pondasi
L : panjang pondasi
e : eksentrisitas

t
: tegangan tanah yang diizinkan
berdasar pengujian yang dilakukan =
1,58 kg/m
2

maks
|

\
|
+ =

B
e
L B
v
. 6
1
.
(
t
)
58 , 1
6
04 , 0 6
1
161
63
|

\
|
+ =
x

) .( .......... 58 , 1 40 , 0 OK =

min
0
. 6
1
.
> |

\
|
=

B
e
L B
v

0
6
04 , 0 6
1
161
63
> |

\
|
=
x

) .......( 0 37 , 0 OK > =


Kontrol ketebalan lantai :
Kontrol ketebalan lantai dititik 14
Secara umum perumusan kontrol ketebalan lantai dapat
dirumuskan sebagai berikut:

Wx Px
S dx


dengan:
Px = gaya angkat pada titik x (ton/m
2
)
Wx = kedalaman air dititik x ( m )

= 2,4 ton/m
2
(berat jenis beton)
dx = ketebalan lantai pada titik x ( m )
S = angka keamanan (diambil 1,25)
Perhitungan kontrol ketebalan lantai menjadi:

4 , 2
0 22 , 1
25 . 1 50 , 1


63 , 0 50 . 1 OK
Kontrol ketebalan lantai dititik 15A






OK

Kontrol ketebalan lantai dititik 19A






OK
Perhitungan gaya tekan ke atas untuk titik 0-23
di tabelkan sebagai berikut :
Tabel 5.16 Perhitungan Uplift untuk Muka Air
Normal dan Air Banjir

































Wx Px
S dx


4 , 2
45 , 2
25 . 1 50 , 1
27 , 1 50 . 1

Wx Px
S dx


4 , 2
85 , 3
25 . 1 2
2 2



22
























5.3.2 Tekanan Air Dalam gaya tekan
ke atas ( uplift pressure ) untuk muka air
banjir





Dimana :
x
U : gaya tekanan keatas dititik X (kg/m
2
)
x
H : tinggi muka air dihulu (m)
L
x
: jarak sepanjang bidang kontak (creep line)
dari hulu
sampai titik X (m)

L : panjang total bidang kontak (m)


H : beda tinggi muka air hulu dan hilir (m)
L
v
: panjang bidang vertical (m)
L
h
: panjang bidang horizontal (m)
C : koefisien rembesan yang besarnya tergantung
jenis
material

Pada Air Banjir :
H = h = 18,65 m
Lv = 3,5+2+3+2+2+3+2+2+12,54+2+1,5+1,5+3.5
= 40,54 m
Lh = 1.5+2+2+2+2+15.5+1.5+35+1,5+22+1,5
= 86,5 m

L = Lv + Lh
= 40,54 m + .86,5 m = 69,37m
H .C = 18,65 x 3.0
= 55,95 m (koef.rembesan kerikil kasar =3.0)
Jadi

L > H .C(OK)
Kontrol kestabilan pada tubuh spillway untuk
kondisi muka air banjir :

Tabel 5.5 Perhitungan Momen untuk Muka Airbanjir

Berat Sendiri :
G
1
: 2x2x2.4 = 9,6 ton
G
2
: 2,5x6x2.4 = 36 ton
G
3
: 6,11x1,5x2.4 = 22 ton
G
4
:(x3,5x4x2.4)+(3,69x1) = 20,49 ton
G
5
: 2x2x2.4 = 9,6 ton
Beban Air :
H
A
: x(6,11+2,11)x4x1 = 16,44 ton
Titik Berat Konstruksi :
Tabel 5.6 Perhitungan Titik Berat Konstruksi
Berat
jumlah
Jarak
Hor. M=G.b Jarak Ver. M=G.h

ke
titik
4=b
ke titik
4=h
(ton) (m) (tm) (m) (tm)
1 2 3 4=2x3 5 6=2x5
G
1
9,6 1 9,6 1 9,6
G
2
36 3 108 1,25 45
G
3
22 0,75 16,5 5,55 122,1
G
4
20,49 2,66 44,69 3,83 64,34
G
5
9,6 5 48 1 9,6
94 226,79 250,64
Arah vertical : b = m 41 , 2
94
79 , 226
=
Arah horizontal : h = m 67 , 2
94
64 , 250
=



Kontrol Guling terhadap titik 10
50 . 1 =

Ah
AV
M
M
n
Dimana :
n : angka keamanan terhadap penggulingan
M
Av
: momen vertikal total
M
Ah
: momen horizontal total
50 . 1
12 , 139
5 , 254
= n
) ......( 50 . 1 83 , 1 OK
Bendungan tidak akan terguling apabila :
( )
6 2
1 B
V
M M
B e
Ah Av
<


Dimana :
e : eksentrisitas
B : lebar pondasi (m)
Nama
Gaya Besar Gaya (t) Lengan(m) Momen(tm)
Horizontal
W
1
x(6,11+5,82)x2,5=14,91 3,25 48,46
W
2
x(5,82+7,01)x2= 12,83 1 12,83
W
6
x(5,40+2,59)x2= - 7,99 1 -7,99
W
7
x(2,59+0)x2,5= -3,24 2,83 -9,18
H
A
x(6,11+2,11)x4= 16,44 6,53 107,35
26,95 139,12
vertikal
W
3
x(7,01+6,83)x2=13,84 4,25 58,82
W
4
x(4,29+4,11)x2=8,4 2,5 21
W
5
x(5,58+5,40)x2=10,98 0,75 8,23
G
1
2x2x2.4= - 9,6 5 -48
G
2
2,5x6x2.4= - 36 3 -108
G
3
6,11x1,5x2.4= - 22 5,5 -121
G
4

(x3,5x4x2.4)+(
x(1,33+0,48)x4,08=-
20,49 3,33 -68,23
G
5
2x2x2.4= - 9,6 1 -9,6
-50,78 -254,5
H
L
L
H U
x
x x
=

.
C H L L L
H v
.
3
1
> + =



23
M
Av
: momen vertikal total
M
Ah
: momen horizontal total

V : gaya vertical total


( )
6
6
78 , 50
12 , 139 5 , 254
6
2
1
<

= e
( )
6
6
78 , 50
12 , 139 5 , 254
3 <

= e
) ....( 1 73 , 0 OK <




Kontrol Geser
4
. .

+
=

H
A V f
N


Dimana :
N : angka keamanan terhadap geseran
f : koefisien gesekan
: tegangan geseran dari beton terhadap
batuan pondasi
A : luas permukaan pondasi
4
95 , 26
161 . 5 , 0 78 , 50 . 75 , 0

+
= N
) ........( 4 40 . 4 OK


Tegangan tanah pada pondasi tidak dilampui.

maks
|

\
|
+ =

B
e
L B
v
. 6
1
.
(
t
)

min
0
. 6
1
.
> |

\
|
=

B
e
L B
v

Dimana :

maks
: tegangan tanah maksimal
yang timbul

min
: tegangan tanah minimal yang
timbul
V : gaya vertical total
B : lebar pondasi
L : panjang pondasi
e : eksentrisitas

t
: tegangan tanah yang
diizinkan berdasar pengujian
yang dilakukan = 1.4 kg/m
2

maks
|

\
|
+ =

B
e
L B
v
. 6
1
.
(
t
)
4 . 1
6
01 , 0 . 6
1
161
78 , 50
|

\
|
+ =
) .( .......... 4 . 1 31 . 0 OK =

min
0
. 6
1
.
> |

\
|
=

B
e
L B
v

0
6
01 , 0 . 6
1
161
78 , 50
> |

\
|
=
) .......( 0 3 . 0 OK > =

Kontrol ketebalan lantai :
Kontrol ketebalan lantai dititik 14
Secara umum perumusan kontrol ketebalan
lantai dapat dirumuskan sebagai berikut:

Wx Px
S dx


dengan:
Px = gaya angkat pada titik x (ton/m
2
)
Wx = kedalaman air dititik x ( m )

= 2,4 ton/m
2
(berat jenis beton)
dx = ketebalan lantai pada titik x ( m )
S = angka keamanan (diambil 1,25)
Perhitungan kontrol ketebalan lantai menjadi:
4 , 2
10 , 4 53 , 2
25 , 1 50 , 1


82 , 0 50 . 1 OK
Kontrol ketebalan lantai dititik 15A





OK
Kontrol ketebalan lantai dititik 19A





OK

Stabilitas Terhadap Rembesan
Bidang konstruksi yang dilalui air tidak
boleh terjadi rembesan.agar konstrusi aman
terhadap rembesan maka harus memenuhi
syarat lane




Dimana :
Cl = angka rembesan
= Jumlah panjang
vertikal
= Jumlah panjang
horisontal
= besar tinggi muka air
Cl = 3

= 3,5+2+3+2+2+3+2+2+12,54+2+1,5+1,5+3.5
= 40,54 m

1.5+2+2+2+2+15.5+1.5+35+1,5+22+1,5
= 86,5 m
= muka air banjir : 18,65 m
= muka air setinggi mercu : 16,54 m

Ditinjau saat muka air banjir




Ditinjau saat setinggi mercu





















H
Lh Lv
Cl

+
<

3
1

Lh

Lv
H

Lv

= Lh
H
H
) ....( 3 72 , 3
65 , 18
5 , 86
3
1
54 , 40
ok
x
Cl > =
+
<
) ....( 3 19 , 4
54 , 16
5 , 86
3
1
54 , 40
ok
x
Cl > =
+
<

Wx Px
S dx


4 , 2
06 . 3 66 , 2
25 , 1 50 , 1


2 , 0 50 . 1

Wx Px
S dx


4 , 2
215 , 2 67 , 3
25 . 1 2


61 , 0 2



24

Anda mungkin juga menyukai