Anda di halaman 1dari 11

1

Penyakit Akibat Sumbatan Batu Empedu pada Duktus Koledokus




PENDAHULUAN
Latar Belakang :
Terdapatnya batu pada saluran empedu, terutama pada duktus koledokus merupakan
masalah kesehatan yang sering terjadi. Sumbatan ini terutama karena perubahan komposisi
empedu, tersumbatnya aliran empedu, serta dapat juga karena infeksi. Secara klinis munculnya
sumbatan saluran empedu pada seseorang sering tidak disadari karena kebanyakan bergejala
awal mirip gejala-gejala penyakit lain. Selain itu, pasien dan keluarga juga sering menganggap
bahwa penyakit ini bukanlah penyakit yang berat karena umum didapati pada masyarakat.
Akibatnya, sumbatan tersebut akan terus memburuk dan menimbulkan komplikasi yang serius
dalam tubuh pasien.
Dalam makalah tinjauan pustaka ini, akan dibahas kaitan sumbatan batu pada saluran
empedu dalam anamnesis, pemeriksaan fisik dan penunjang, working dan differential diagnosis,
etiologi, epidemiologi, patofisiologi, manifestasi klinis, komplikasi, penatalaksanaan,
pencegahan dan prognosis untuk konsep pemahaman dalam menegakkan diagnosis penyakit
sumbatan batu pada saluran empedu.









2

PEMBAHASAN
Anamnesis
Ada 6 aspek penting dalam anamnesis yang baik, yaitu :
- Identitas Pasien, yaitu Nama lengkap, Tempat/tanggal lahir, Status perkawinan, Pekerjaan,
Alamat, Jenis kelamin, Umur, Agama, Suku bangsa, dan pendidikan.
- Keluhan Utama, yaitu keluhan paling utama yang menyebabkan pasien memutuskan untuk
periksa ke dokter.
- Riwayat penyakit sekarang, berupa :
Kapan mulai muncul gangguan tersebut
Frekuensi serangan
Sifat serangan, akut/kronis/intermittent
Durasinya, lama menderitanya
Sifat sakitnya, sakitnya seperti apa
Lokasinya, dimana letak pasti sakitnya, apakah disitu saja atau berpindah- pindah
Perjalanan penyakitnya, riwayat pengobatan sebelumnya
Hubungan dengan fungsi fisiologis yang lain, adakah gangguan fisiologis yang lain, yang
ditimbulkan oleh gangguan tidur, banyaknya keringat yang keluar dsb
Akibat yang timbul, masih dapat bekerja, atau hanya tiduran saja
Selain itu juga ditanyakan :
1. Tanyakan apakah pasien mengalami nyeri pada bagian perut?
2. Jika ada, dimana Lokasi nyerinya?
3. Sejak kapan?
4. Onset dan Intensitas Nyeri : bagaimana mulai timbulnya serangan nyeri?
a. Secara tiba-tiba?
b. Secara cepat menjadi hebat?
c. Atau secara bertahap rasa nyeri makin bertambah? Intensitas nyeri, apakah
pasien tadinya sehat tiba-tiba merasakan nyeri perut hebat? Hal ini dapat
disebabkan oleh adanya sumbatan, perforasi atau puntiran. Untuk nyeri yang
secara bertahap bertambah intensitasnya disebabkan oleh proses inflamasi,
misalnya pada kolesistitis akut atau pancreatitis akut.
3

5. Ada muntah/tidak?
6. Peminum alkohol atau tidak?
- Riwayat penyakit dahulu, yakni :
1. Mengenai kemungkinan adanya riwayat penyakit sebelumnya. Pernakah pasien
menderita keluhan yang sama di waktu-waktu dahulu, atau keluhan yang mirip dengan
yang sekarang dirasakan.
2. Mengenai kemungkinan riwayat penyakit yang pernah diderita dengan melihat diagnosis
banding penyakit yang sekarang ini.
3. Kemungkinan pasien menderita penyakit yang serius di waktu-waktu yang lain. Apakah
pasien pernah dirawat inap di rumah sakit, sebelumnya.
- Riwayat kesehatan Keluarga, menanyakan keadaan anggota keluarga mulai dari umur, jenis
kelamin, keadaan kesehatan (masih hidup/ meninggal), jika masih hidup sehat/sakit apa, jika
sudah meninggal apa penyebab meninggalnya.
- Riwayat penyakit menahun keluarga, apakah pasien atau ada anggota
keluarga pasien yang menderita penyakit misalnya alergi, asma, tuberculosis, arthritis,
hipertensi, jantung, ginjal, lambung, kencing manis (DM), penyakit liver, stroke dll.
Pemeriksaan fisik
Sebelum pemeriksaan fisik, kita harus terlebih dahulu memperhatikan keadaan umum
pasien. Perhatikan postur tubuh, aktivitas motorik, serta cara berjalannya; cara berpakaian,
kerapihan, serta kebersihan dirinya; dan setiap bau badan atau napasnya. Amati ekspresi wajah
pasien dan perhatikan tingkah laku, keadaan afektif, dan reaksi terhadap orang lain serta benda-
benda di lingkungannya. Dengarkan cara pasien berbicara dan perhatikan status kewaspadaan
atau tingkat kesadarannya.
2

Pada pemeriksaan fisik periksa dahulu tekanan darah atau denyut nadi. Jika tekanan
darah nya tinggi, ukur kembali pada saat melakukan pemeriksaan fisik. Hitung denyut nadi
radialis dengan jari tangan atau denyut apeks dengan meletakkan stetoskop di daerah apeks
jantung. Lanjutkan salah satu teknik pemeriksaan ini dan hitung frekuensi pernapasan pasien
tanpa pasien menyadarinya (pola pernapasan dapat berubah jika pasien menyadari bahwa
pernapasannya sedang diamati). Suhu tubuh diukur dengan thermometer kaca, thermometer
timpanik, atau thermometer elektronik digital.
2
4

Pada pemeriksaan abdomen, lakukanlah inspeksi, palpasi dan auskultasi. Pada inspeksi
abdomen, amati apakah ada distensi, asimetris, massa, jaringan parut, gerakan peristaltis yang
jelas, dan stoma. Saat palpasi tanyakan jika ada nyeri atau nyeri tekan, sangat berhati-hati saat
melakukan palpasi terutama jika ada nyeri. Lakukan palpasi pada semua area abdomen. Setiap
massa atau kelainan harus dicatat dengan teliti mengenai ukuran, posisi, bentuk, konsistensi,
lokasi, tepi, mobilitas saat respirasi, dan pulsatilitas. Periksa juga apakah ada nyeri tekan,
kekakuan, nyeri lepas, dan tahanan pada abdomen.

Auskultasi dilakukan untuk mendengarkan
bising usus.
2
Batu saluran empedu tidak menimbulkan gejala atau tanda dalam fase tenang. Kadang
teraba hati agak membesar dan sclera ikterik. Patut diketahui bahwa bila kadar bilirubin darah
kurang dari 3 mg/dL, gejala ikterus tidak jelas. Apabila sumbatan saluran empedu bertambah
berat, baru akan timbul ikterus klinis.
3
Pemeriksaan Penunjang
Pada pemeriksaan penunjang untuk koledokolitiasis, terdapat peningkatan enzim hati
yang menunjukkan kolestasis (gamma GT, 5 Nukleotidase dan alkali fosfatase), peningkatan
enzim pankreas (amilase dan lipase) apabila batu menyumbat duktus koledokus dan duktus
pankreatikus, dan peningkatan bilirubin serum.
4
Pasien dengan kolangitis dan pankreatitis
memiliki nilai tes laboratorium yang abnormal. Satu nilai laboratorium abnormal tidak
memastikan diagnosis pada koledokolitiasis, kolangitis, atau pankreatitis, melainkan, satu set
hasil studi laboratorium mengarah ke diagnosis yang benar.
1. Peningkatan hitung sel darah putih menimbulkan kecurigaan terhadap adannya
peradangan atau infeksi, tetapi temuan tersebut tidak merupakan hasil yang spesifik.
2. Peningkatan serum bilirubin menunjukkan terdapatnya gangguan pada duktus koledokus;
semakin tinggi kadar bilirubin, semakin mendukung prediksi. Batu pada duktus
koledokus hadir disekitar 60% dari pasien dengan kadar bilirubin serum lebih dari 3 mg /
dL.
3. Peningkatan kadar lipase dan amilase serum mengarah kepada terdapatnya pankreatitis
akut sebagai komplikasi dari koledokolitiasis.
5

4. Enzim transaminase (serum glutamic-piruvat transaminase dan serum glutamic
transaminase-oksaloasetat) meningkat pada pasien yang terdapat koledokolitiasis disertai
komplikasi kolangitis, pankreatitis, atau keduanya.
5. Alkali fosfatase dan gamma-glutamil transpeptidase meningkat pada pasien dengan
koledokolitiasis obstruktif. Hasil kedua tes tersebut memiliki nilai prediksi yang baik
terhadap kehadirannya batu pada duktud koledokus.
USG mempunyai spesifitas dan sensitivitas yang tinggi untuk deteksi batu kandung
empedu dan pelebaran saluran empedu intra maupun ekstra hepatik, namun sensitivitas untuk
batu koledokus hanya 50%. Tidak terlihatnya batu koledokus di USG tidak menyingkirkan
koledokolitiasis.
4
ERCP (Endoscopic retrograde cholangio-pancreatography) merupakan pemeriksaan
terbaik untuk mendeteksi batu saluran empedu. Pada ERCP, kanul dimasukkan ke dalam duktus
koledokus dan duktus pankreatikus, kemudian bahan kontras disuntikkan ke dalam duktus
tersebut. Indikasi utama ERCP adalah ikterus obstruktif.
4
MRCP (Magnetic resonance cholangio-pancreatography) merupakan teknik pencitraan
menggunakan gama magnet tanpa zat kontras, instrument, dan radiasi ion. Pada MRCP, saluran
empedu akan terlihat terang karena intensitas sinyal yang tinggi, sedangkan batu saluran empedu
akan terlihat dengan intensitas sinyal rendah yang dikelilingi empedu yang intensitasnya tinggi.
Maka, metode ini sangat cocok untuk mendeteksi batu saluran empedu.
4

Differential diagnosis
1. Kolesistitis akut
Kolesistisis akut adalah suatu reaksi inflamasi akut dinding kandung empedu yang
disertai keluhan nyeri perut kanan atas, nyeri tekan, dan demam. Penyebab utama
kolesistitis akut adalah batu kandung empedu yang terletak di duktus sistikus sehingga
menyebabkan stasis cairan empedu. Keluhan khas adalah nyeri perut kanan atas, nyeri
tekan dan kenaikan suhu tubuh disertai mengigil. Rasa sakit menjalar ke pundak atau
scapula kanan dan dapat berlangsung sampai 60 menit tanpa reda. Berat ringannya
keluhan bervariasi tergantung dari beratnya inflamasi. Tanda radang peritoneum juga
6

dapat ditemukan pada kolesistitis akut apabila penderita merasa nyeri semakin bertambah
pada saat menarik napas dalam. Selain itu terdapat juga anoreksia, mual dan muntah.
4

2. Kolelitiasis
Kolelitiasis adalah keadaan dimana terdapat batu empedu di dalam kandung
empedu yang memiliki ukuran, bentuk dan komposisi yang bervariasi. Kolelitiasis lebih
sering dijumpati pada 4F yaitu wanita (female), usia di atas 40 tahun (forty), obesitas
(fat), dan fertile. Keluhan timbul bila batu bermigrasi menyumbat duktus sistikus atau
duktus koledokus.
4

Gejala klinis dapat berupa kolik bilier, mual, muntah, dan lain-lain. Kolik bilier
merupakan keluhan utama pada sebagian besar pasien. Nyeri viseral ini akibat obstruksi
transien duktus sistikus oleh batu, sehingga menyebabkan peningkatan tekanan
intralumen dan distensi kandung empedu. Kolik biasanya timbul pada malam atau dini
hari. Nyeri meningkat tajam dalam 15 menit dan menetap selama 3-5 jam. Nyeri timbul
di kuadran kanan atas atau epigastrium, dapat menjalar ke punggung kanan, atau bahu
kanan, dan dapat menyerupai angina pektoris. Kolik sering disertai mual dan muntah.
4

3. Pankreatitis
Pankreatitis adalah reaksi peradangan pada pankreas, yang diikuti oleh terjadinya
kaskade imunologis kompleks yang mempengaruhi patogenesis maupun perjalanan
penyakit. Aktivasi dini enzim dalam sel asinar pankreas merupakan inisiasi terjadinya
autodigesti pankreas. Progresi penyakit akan melalui tiga fase yaitu fase inflamasi lokal
pankreas, respons inflamasi umum, dan disfungsi multiorgan. Pejalanan penyakit
pancreatitis sangat bervariasi dari yang ringan sampai yang berat.
4
Pankreatitits dapat terjadi pada semua golongan umur, namun penyebab
terjadinya dipengaruhi oleh usia, jenis kelamin, ras, dan indeks massa tubuh. Gejala klinis
berupa rasa nyeri, dengan karakteristik: timbul tiba-tiba di epigastrium (tersering),
kadang agak ke kiri atau kanan atau menjalar ke punggung, perut, dan abdomen bawah,
atau timbul terus-menerus, makin bertambah dan dapat berlangsung selama beberapa
7

hari. Bisa disertai mual-muntah, serta demam, kadang terdapat tanda kolaps
kardiovaskuler, renjatan dan gangguan pernapasan.
4

Working diagnosis
Koledokolitiasis
Koledokolitiasis adalah terdapatnya batu empedu di dalam saluran empedu yaitu di
duktus koledokus komunis. Koledokolitiasis terbagi dua tipe yaitu primer dan sekunder.
Koledokolitiasis primer adalah batu empedu yang terbentuk di dalam saluran empedu sedangkan
koledokolitiasis sekunder merupakan batu kandung empedu yang bermigrasi masuk ke duktus
koledokus melalui duktus sistikus. Koeldokolitiasis primer lebih banyak ditemukan di Asia,
sedangkan di Negara barat banyak koledokolitiasis sekunder.
4

Etiologi
Menurut gambaran makroskopik dan komposisi kimianya, batu saluran empedu dapat
diklasifikasikan menjadi tiga kategori mayor, yaitu: batu kolesterol di mana komposisi kolesterol
melebihi 70%, batu pigmen coklat atau calcium bilirubinate yang mengandung Ca-bilirubinate
sebagai komponen utama, dan batu pigmen hitam yang kaya akan residu hitam tak terekstraksi.
5

Ada tiga faktor penting yang berperan dalam patogenesis batu kolesterol: hipersaturasi
kolesterol dalam kandung empedu, percepatan terjadinya kristalisasi kolesterol dan gangguan
motilitas kandung empedu dan usus. Adanya pigmen di dalam inti batu kolesterol berhubungan
dengan lumpur kandung empedu pada stadium awal pembentukan batu.
5

Epidemiologi
Di negara barat, 80% batu empedu adalah batu kolesterol, tetapi angka kejadian batu
pigmen meningkat akhir-akhir ini. Sebaliknya di Asia Timur, lebih banyak batu pigmen
dibanding dengan batu kolesterol, tetapi angka kejadian batu kolesterol sejak 1965 makin
meningkat. Tidak jelas apakah perubahan angka ini betul-betul oleh karena prevalensi yang
berubah. Namun, perubahan gaya hidup, termasuk perubahan pola makanan, berkurangnya
infeksi parasit, dan menurunnya frekuensi infeksi empedu, mungkin menimbulkan perubahan
insidens.
3
8

Di Amerika Serikat, insidens kasus batu empedu pada wanita lebih tinggi dibandingkan
pada pria (2,5:1), dan terjadi peningkatan seiring dengan bertambahnya umur. Faktor risiko
terjadinya batu empedu adalah: usia, gender wanita, kehamilan, estrogen obesitas, etnik, sirosis,
anemia hemolitik, nutrisi parenteral total.
4

Patofisiologi
Terdapat dua jenis batu yang berada pada saluran empedu yaitu:
4

Batu pigmen, yang terdiri dari garam kalsium dan salah satu dari keempat anion ini yaitu:
bilirubinat, karbonat, fosfat, dan asam lemak. Pigmen (bilirubin) pada kondisi normal
akan terkonjugasi dalam empedu, dengan bantuan enzim glukuronil transferase.
Kekurangan enzim ini mengakibatkan presipitasi/pengendapan dari bilirubin tersebut.
4

Batu kolesterol, yang bersifat tidak larut dalam air, kelarutan kolesterol sangat tergantung
dari asam empedu dan lesitin. Proses pembentukan batu kolesterol adalah seperti berikut:
supersaturasi kolesterol, nukleasi kolesterol, dan disfungsi saluran empedu.
4

Koledokolitiasis terbagi dua tipe yaitu primer dan sekunder. Koledokolitiasis primer
adalah batu empedu yang terbentuk di dalam saluran empedu sedangkan koledokolitiasis
sekunder merupakan batu kandung empedu yang bermigrasi masuk ke duktus koledokus melalui
duktus sistikus.
4

Patogenesis batu pigmen melibatkan infeksi saluran empedu, stasis empedu, malnutrisi,
dan faktor diet. Kelebihan aktivasi enzim -glucuronidase bakteri dan manusia (endogen)
memegang peran kunci dalam pathogenesis batu pigmen pada pasien di negara timur. Hidrolisis
bilirubin oleh enzim tersebut akan membentuk bilirubin tak terkonjugasi yang akan mengendap
sebagai calcium bilirubinate. Enzim -glucuronidase bakteri berasal dari kuman E.coli dan
kuman lainnya di saluran empedu. Enzim ini dapat dihambat oleh glucarolactone yang
konsentrasinya meningkat pada pasien dengan diet rendah protein dan rendah lemak.
5
Manifestasi klinik
Gejala penyakit koledokolitiasis sangat bervariasi dan sulit diramalkan yaitu mulai dari
tanpa gejala sampai dengan timbulnya ikterus obstruktif yang nyata. Gejala koledokolitiasis
9

mirip seperti kolelitiasis, seperti kolik bilier, mual dan muntah, namun pada koledokolitiasis
disertai ikterus, BAK kuning pekat dan BAB berwarna dempul.
4

Pada batu duktus koledokus, riwayat nyeri atau kolik di epigastrium dan perut kanan atas
akan disertai tanda sepsis, seperti demam dan menggigil bila terjadi kolangitis. Biasanya terdapat
ikterus dan urin berwarna gelap yang hilang timbul. Ikterus yang hilang timbulnya berbeda
dengan ikterus karena hepatitis.

Pruritus ditemukan pada ikterus obstruktif yang berkepanjangan
dan lebih banyak ditemukan di daerah tungkai daripada di badan. Penyebaran nyeri dapat ke
punggung bagian tengah, skapula atau ke puncak bahu, disertai mual dan muntah.
3
Penatalaksanaan
Batu saluran empedu selalu menyebabkan masalah yang serius, karena itu harus
dikeluarkan baik melalui operasi terbuka maupun melalui suatu prosedur yang disebut
endoscopic retrograde cholangio-pancreatography (ERCP). Pada ERCP, suatu endoskop
dimasukkan melalui mulut, kerongkongan, lambung dan ke duodenum. Zat kontras radioopak
masuk ke dalam saluran empedu melalui sebuah selang di dalam sfingter Oddi. Pada
sfingterotomi, otot sfingter dibuka agak lebar sehingga batu empedu yang menyumbat saluran
akan berpindah ke usus halus dan dikelurakan bersama tinja. ERCP dan sfingterotomi telah
berhasil dilakukan pada 90% kasus. Kurang dari 4 dari setiap 1000 penderita yang meninggal
dan 3-7% mengalami komplikasi, sehingga prosedur ini lebih aman dibandingkan operasi
terbuka. Komplikasi yang mungkin segera terjadi adalah perdarahan, pancreatitis akut dan
perforasi atau infeksi saluran empedu. Pada 2-6% penderita, saluran dapat menciut kembali dan
batu empedu dapat timbul lagi.
4
Pada tatalaksana batu saluran empedu yang sempit dan sulit, diperlukan beberapa
prosedur endoskopik tambahan sesudah sfingterotomi seperti pemecahan batu dengan litotripsi
mekanik, litotripsi laser, electro-hydraulic shock wave lithotripsy (ESWL). Bila usaha
pemecahan batu dengan cara di atas gagal, maka dapat dilakukan pemasangan stent bilier
perendoskopik di sepanjang batu yang terjepit. Stent bilier dapat dipasang di dalam saluran
empedu sepanjang batu yang besar dan terjepit yang sulit dihancurkan dengan tujuan drainase
empedu.
4
Pencegahan
10

Pencegahan preventif pada batu empedu terutama merubah kebiasaan makan. Makanan
tinggi serat, tinggi kalsium, dan rendah karbohidrat dan protein hewani dapat mengurangi
pemasukan asam deoksikolat pada empedu, asam empedu yang meningkatkan supersaturasi
kolesterol empedu, dan mempercepat waktu nukleasi. Lebih jauh, kalori rendah dapat mencegah
obesitas yang merupakan salah satu faktor risiko batu empedu.
4
Komplikasi
Penyulit batu saluran empedu yang sering ditemukan di klinis adalah kolangitis akut dan
pancreatitis biliar akibat batu saluran empedu terjepit di muara papila Vateri. Kolangitis akut
dapat terjadi pada pasien dengan batu saluran empedu karena adanya obstruksi dan invasi bakteri
empedu.
4
Batu empedu dari duktus koledokus dapat masuk ke dalam duodenum melalui papila
Vater dan menimbulkan kolik, iritasi, perlukaan mukosa, peradangan, udem, dan striktur papila
Vater. Selain itu, sumbatan batu saluran empedu dapat juga menyebabkan ikterus obstruktif,
sirosis hepatik bilier, kolangitis, abses hati multipel, fibrosis papila Vater, dan pankreatitis.
3
Prognosis
Tindakan bedah akut pada usia tua mempunyai prognosis jelek.
PENUTUP
Kesimpulan
Sumbatan saluran empedu oleh batu merupakan penyakit yang dapat menyerang siapa
saja. Penyakit ini disebabkan oleh terdapatnya batu dalam saluran empedu yang menyumbat
saluran tersebut. Komplikasi penyakit ini beragam dari yang ringan sampai berat. Pengobatan
terutama dengan metode ERCP dan sfingterotomi. Pencegahan terutama dengan menjaga pola
makan.
DAFTAR PUSTAKA
1. Gleadle J. At a glance anamnesis dan pemeriksaan fisik. Jakarta: Penerbit Erlangga;
2006.h.28-9,159.
11

2. Bickley LS, Szilagyi PG. Bates buku ajar pemeriksaan fisik & riwayat kesehatan. Edisi
ke-8. Jakarta: Penerbit Buku kedokteran EGC; 2009.p.10,78,339-44.
3. Sjamsuhidajat R, Karnadihardja W, Prasetyono TOH, Rudiman R, editor. Buku ajar ilmu
bedah sjamsuhidajat-de jong. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2013.h.675-80.
4. Ndraha S. Bahan ajar gastroenterohepatologi. Jakarta: Biro Publikasi FK Ukrida;
2013.h.69-71,187-96.
5. Lesmana LA. Penyakit batu empedu. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M,
Setiati S, editor. Buku ajar ilmu penyakit dalam. Jakarta: Interna Publishing; 2009,
Jil.1.ed 5.hal 721-5

Anda mungkin juga menyukai