Kebijakan Politik Luar Negeri era Presiden Abdurrahman Wahid
Abdurahman wahid (1999-Juli 2001)
Dalam skala global, Presiden Abdurrahman Wahid dikenal sebagai seorang visionary. Ia melakukan lebih dari 90 kali perjalanan dalam rangka meningkatkan stabilitas ekonomi, politik serta keamanan. Fokus politik luar negerinya adalah membangun citra Indonesia di ranah Internasional. Dalam setiap kunjungan luar negeri yang ekstensif selama masa pemerintahannya yang singkat, Abdurrahman Wahid secara konstan mengangkat isu-isu domestik dalam pertemuannya dengan setiap kepala negara yang dikunjunginya. Namun, sebagian besar kunjungan-kunjungannya itu tidak memiliki agenda yang jelas. Pada masa pemerintahannya, Ia memiliki beberapa perencanaan dalam politik luar negerinya, diantaranya adalah: 1. Economic Stability Ia sering berbicara di ranah multilateral, seperti World Economic Forum, The World Summit for Social Development, dan ASEAN serta sangat diterima di negara-negara Timur Tengah. Ia juga terbuka dengan aktor non-negara, khususnya organisasi sipil masyarakat dalam pembuatan kebijakan luar negeri. Private Investment Foreign aid Diplomacy Free Trade Promosi pada investasi luar negeri dan pasar bebas, daya tarik nasionalis untuk "Indonesia Kuat," dan melakukan hubungan yang lebih erat dengan Jepang, China dan ASEAN. Ia menjanjikan pemerintahnya akan mendorong perusahaan swasta dan mendorong investor asing untuk membantu negara itu keluar dari krisis ekonomi pada saat itu. Perubahan signifikan terjadi terhadap kebijakan luar negeri Indonesia yang semakin menjauh dari AS dan menuju hubungan yang lebih erat dengan Asia, Ia mengindikasikan bahwa ia akan mengunjungi Jepang, Cina, sebagian besar anggota ASEAN dan India sebelum KTT ASEAN.
2. Political Stability and Security International Support Regional Autonomy Democratization of Political System Diplomasi di era Abdurrahman Wahid dalam konteks kepentingan nasional selain mencari dukungan pemulihan ekonomi, rangkaian kunjungan ke mancanegaradiarahkan pula pada upaya- upaya menarik dukungan mengatasi konflik domestik, mempertahankan integritas teritorial Indonesia, dan hal yang tak kalah penting adalah demokratisasi melalui proses peran militer agar kembali ke peran profesional. Ancaman integrasi nasional di era Wahid menjadi kepentingan nasional yang sangat mendesak dan diprioritaskan. Dalam setiap kunjungan luar negeri yang ekstensif selama masa pemerintahannya yang singkat, Abdurrahman Wahid secara konstan mengangkat isu-isu domestik dalam pertemuannya dengan setiap kepala negara yang dikunjunginya. Termasuk dalam hal ini, selain isu Timor Timur, adalah soal integritas teritorial Indonesia seperti dalam kasus Aceh dan isu perbaikan ekonomi.
Ada dua wacana kontroversial yang ingin dibangun oleh Gusdur pada masa pemerintahannya, yaitu: 1. membangun kerjasama ekonomi dengan Israel. 2. melontarkan ide pembentukan poros jakarta-Beijing-New Delhi Sayangnya, struktur pembangunan kebijakan politik Indonesia pada saat itu tidak cukup mampu untuk mengakomodasinya, sehingga pada akhir jabatannya, banyak ide-idenya yang tidak dapat diwujudkan.