0 penilaian0% menganggap dokumen ini bermanfaat (0 suara)
827 tayangan8 halaman
Teks tersebut membahas tentang genus Treponema yang menyebabkan berbagai penyakit seperti sifilis. Terdapat deskripsi morfologi dan identifikasi dari Treponema pallidum subspesies pallidum yang menyebabkan sifilis, serta gejala klinis, patogenesis, diagnosis laboratorium, dan pengobatan sifilis.
Teks tersebut membahas tentang genus Treponema yang menyebabkan berbagai penyakit seperti sifilis. Terdapat deskripsi morfologi dan identifikasi dari Treponema pallidum subspesies pallidum yang menyebabkan sifilis, serta gejala klinis, patogenesis, diagnosis laboratorium, dan pengobatan sifilis.
Teks tersebut membahas tentang genus Treponema yang menyebabkan berbagai penyakit seperti sifilis. Terdapat deskripsi morfologi dan identifikasi dari Treponema pallidum subspesies pallidum yang menyebabkan sifilis, serta gejala klinis, patogenesis, diagnosis laboratorium, dan pengobatan sifilis.
Genus Treponema mencakup Treponema pallidum subspesies pallidum,
yang menyebabkan sifilis; Treponema pallidum subspesies pertenue, yang menyebabkan frambusia; Treponema pallidum subspesies endemicum, yang menyebabkan sifilis endemik (juga disebut be-jel); Treponema carateum, yang menyebabkan pinta. TREPANOMA PALLIDUM & SIFILIS Morfologi dan Identifikasi A. Ciri-ciri Khas Organisme Bentuk spiral langsing berukuran lebar kira-kira 0,2 m dan panjang 5-15 m. Spiralnya melilit teratur berjarak 1 m satu sama lain. Organisme ini bergerak secara aktif, terus menerus berputar mengelilingi sumbu panjangnya. Sumbu panjang spiral biasanya lurus tetapi kadang-kadang dapat bengkok, sehingga pada suatu saat organisme ini membentuk lingkaran yang utuh, kemudian kembali ke posisi lurus yang normal. Karena demikian tipis, mikroorganisme ini tidak jelas terlihat kecuali dengan penerangan lapangan gelap atau dengan pewarnaan imunofluoresensi. Mikroorganisme ini tidak terwarnai dengan baik oleh zat warna anilin, tetapi dapat terlihat dengan jaringan bila diwarnai dengan metode impregnasi perak.
B. Biakan Treponema pallidum yang patogen bagi manusia belum pernah dibiakkan pada perbenihan buatan, pada telur berembrio, ataupun dalam biakan jaringan. Terponema nonpatogen (misalnya strain Reiter) dapat dapat dibiakkan secara anaerobikmin vitro. Mikroorganisme ini bersifat saprofit dan secara antigenik serumpun dengan T pallidum.
C. Sifat-sifat Pertumbuhan Karena T Pallidum belum dapat dibiakkan, maka belum dapat dilakukan penyelidikan mengenai sifat fisiologisnya. Strain saprofitik (Reiter) tumbuh pada perbenihan yang mengandung 11 asam amino, vitamin, garam, mineral, dan serum albumin. Pada cairan suspensi yang cocok dan bila ada zat pereduksi, T Pallidum dapat tetap bergerak selama 3-6 hari pada suhu 25C. Sementara dalam darah atau plasma yang disimpan pada suhu 4C, organisme ini dapat tetap hidup paling 24 jam, suatu hal yang penting pada transfusi darah.
D. Reaksi terhadap Pengaruh Fisik dan Kimia Penegeringan dapat membunuh spiroketa dengan cepat, demikian pula peningkatan suhu smapai 42C. Treponema dengan cepat kehilangan gerak dan terbunuh oleh arsen trivalen, merkuri, dan bismut (terkandung dalam obat-obatan sifilis). Penisilin dalam konsenterasi kecil bersifat treponemisidal, tetapi kecepatan membunuhnya lambat, diduga karena mengalami inaktivasi metabolik dan kecepatan pembiakan organisme lambat (diperkirakan waktu pembelahannya adalah 30 jam). Resistensi terhadap penisilin belum pernah ditemukan pada sifilis.
Struktur Antigenik
T pallidum tidak dapat dibiakkan dengan invitro, yang jelas memiliki ciri khas yang terbatas dari antigennya. Hal ini menjadi tidak jelas jika selubung glikosaminoglikan berasal dari sel inang atau dibuat oleh terponema. Fungsi selubung untuk menghambat pembunuhan organisme berperantara antibodi dan berperantara komplemen. Terdapat asam sialat pada permukaan organisme, yang berfungsi untuk menghambat aktivasi jalur komplemen alternatif. T pallidum subspesies pallidum memiliki hialuronidase yang menguraikan asam hialuronat dalam substansi dasar jaringan dan diduga meningkatkan kemampuan invasif organisme. Bentuk protein T pallidum (semua subspesies) tidak dapat dibedakan; telah tercatat lebih dari 100 protein antigen. Endoflagel terdiri dari tiga protein inti yang homolog terhadap protein flagelin bakteri lain, ditambah protein selubung yang tidak berhubungan. Terdapat banyak kelompok lipoprotein yang telah diketahui fungsinya, diduga semua ini tampak penting dalam respons imun. Kardiolipin adalah komponen penting dari antigen treponema. Pada manusia dengan sifilis timbul antibodi yang dapat dipakai untuk mewarnai T pallidum dengan imunofluoresensi tidak langsung, menyebabkan terjadinya imobilisasi dan kematian T pallidum, dan pengikatan komplemen pada suspensi T pallidum atau spiroketa yang sejenis. Spiroketa juga menyebabkan pembentukan zat tertentu menyerupai antibodi, reagin, yang memberikan tes ikatan komplemen dan flokulasi yang positif dengan suspensi lipid dalam air yang diekstrak dari jaringan mamalia normal. Reagin maupun antibodi antitreponema dapat digunakan untuk diagnosis serologik sifilis.
Patogenesis, Patologi, dan Gambaran Klinik
A. Sifilis yang Didapat Infeksi alamiah oleh T pallidum terbatas pada manusia. Infeksi pada manusia biasanya disebarkan melalui kontakseksual; lesi penyebab infeksi terdapat pada kulit atau selaput mukosa alat kelamin. Namu, pada 10-20% kasus, lesi primernya terdapat didalam rektum, perianal, atau mulut, atau dimana saja di tubuh. T pallidum mungkin dapat menmbus selaput mukosa utuh, atau dapat masuk melalui epidermis yang rusak. Spiroketa berkembang biak pada tempat masuk, dan sebagian menyebar ke kelenjar getah bening yang terdekat dan kemudian mencapai aliran darah. Dalam 10-20 minggu setelah infeksi, timbul papula pada tempat infeksi dan pecah membentuk ulkus dengan dasar yang bersih, keras (hard chancre=ulkus durum). Peradangan ditandai terutama oleh limfosit dan sel-selplasma. Lesi primer ini selalu sembuh spontan, tetapi 2-10 minggu kemudian timbul lesi-lesi sekunder. Lesi terdiri dari atas ruam makulopapuler merah di seluruh tubuh, an papula pucat basah (kandiloma) pada daerah anogenital, ketiak, dan mulut. Juga dapat terjadi menungitis sifilis, korioretinitis, hepatitis, nefritis (tipe kompleks imun), atau periostitis sifilis. Lesi sekunder juga mereda secara spontan. Lesi primer dan sekunder mengandung banyak spiroketa dan sangat menular. Lesi yang menular dapat timbul lagi dalam 3-5 tahun setelah infeksi, tetapi sesudah itu orang tersebut tidak dapat menularkan penyakit lagi. Infeksi sifilis dapat tetap subklinik, dan penderita dapat melewati stadium primer atau sekunder (atau keduanya) tanpa gejala ataupun tanda, namun kemudian timbul lesi tersier. Pada kira-kiar 30% kasus, infeksi dini sifilis berkembang secara spontan sampai sembuh sempurna tanpa pengobatan. Pada 30% lainnya, infeksi yang tidak diobati akan tetap laten (terutama dibuktikan dengan tes serologik yang positif). Pada sisanya, penyakit berkembang menjadi stadium tersier, ditandai dengan timbulnya lesi-lesi granulomatosa (guma) pada kulit, tulang, dan hati, perubahan degenaris pada susunan saraf pusat (sivilis meningovaskuler, paresis, tabes); atau lesi sifilis kardiovaskuler (aortitis, aneurisma aorta, insufisiensi katup aorta). Pada semua lesi tersier, terponema sangat jarang ditemukan; respon jaringanyang berlebihan diakibatkan oleh beberapa bentuk hipersensitivitas terhadap organisme. Namun treponema kadang-kadang dapat ditemukan dalam mata tau susunan saraf pusat pada sifilis yang lanjut.
B. Sifilis Kongenital Wanita hamil penderita sifilis dapat menularkan T pallidum pada janin melalui plasenta mulai kira-kira minggu ke 10-15 kehamilan. Beberapa janin yang terinfeksi akan mati dan mengakibatkan keguguran; lainnya lahir mati meskipun aterm. Lainnya dapat lahir hidup tetapi menunjukkan tanda-tanda sifilis kongenital pada anak: keratitis interstisial, gigi Hutchinson, saddle nose, periostitis, dan berbagai kelainan susunan saraf pusat. Pengobatan adekuat pada ibu selama masa kehamilan dapat mencegah sifilis kongenital. Titer reagin dalam darah anak meningkat bial inksi aktif, tetapi makin menurun bila antibodi secara pasif dipindahkan dari ibu. Infeksi kongenital pada anak menimbulkan anibodi antitreponema IgM.
C. Penyakit Percobaan Kulit, testis, dan mata kelinci percobaan diinfeksi dengan T pallidum manusia. Hewan tersebut membentuk chancre yang banyak mengendung spiroketa, dan organismenya menetap dalam kelenjar getah bening, limpa, dan sumsum tulang selama hewan tersebut hidup, walaupun penyakit tidak berlangsung progersif.
Tes Diagnostik Laboratorium A. Bahan Cairan jaringan yang dikeluarkan dari permukaan lesi dini untuk memperlihatkan spiroketa; serum darah untuk tes serologik.
B. Pemeriksaan Lapangan Gelap Setetes cairan jaringan atau eksudat diletakkan pada gelas alas, dan penutup ditekankan di atasnya untuk membuat lapisan yang tipis. Preparat kemudian diperiksa dibawah mikroskop dengan penerangan lapangan gelap, untuk melihat ciri khas pergerakan spiroketa. Treponema menghilang dari lesi dalam beberapa jam setelah permulaan pengobatan antibiotika.
C. Imunofluoresensi Cairan jaringan atau eksudat di oleskan pada gelas alas, dikeringkan di udara,dan di kirim ke laboratorium.sediaan direkat,diwarnai dengan serum antiponema bertanda fluoresen dan diperiksa dengan mikroskop imunofluoresensi untuk melihat spiroketa yang berfluoresensi khas.
D. Tes Serologik untuk Sifilis (STS=Serologik Test for Syphilis) Tes ini menggunakan antigen treponema atau antigen nontreponema. 1.Tes Antigen Nontreponema Antigen yang digunakan adalah lipid yang dieksrak dari jaringan mamalia normal.kardiolipin murni dari jantung sapi merupakan difosfatidilgliserol.zat ini memerlukan tambahan lesitin dan kolesterol atau sensitizer lainnya untuk bereaksi dengan reagin sifilis.Reagin adalah campuran antibodi lgM dan lgA terhadap beberapa antigen yang banyak terdapat pada jaringan normal. Reagin ditemukan dalam serum penderita setelah 2-3 minggu infeksi sifilis yang tidak diobati dan dalam cairan spinal setelah 4-8 minggu infeksi. Dua jenis tes untuk menentukan adanya reagin adalah: a. Tes Flokulasi (VDRL Venereal Disease Research Laboratories; RPR rapid plasma reagin) Tes ini didasarkan pada kenyataan bahwa partikel antigen lipid (kardiolipid janting sapi) tetap tersebar dalam serum normal tetapi terlihat menggumpal bila bergabung dengan reagin. Gumpalan timbul dalam beberapa menit, terutama bila suspensi digerakkan. Tes dapat digunakan untuk otomatisasi dan untuk survei karena biayanya murah. Tes VDRL atau RPR yang positif akan menjadi negatif dalam 6-18 bulan setelah pengobatan sifilis yang efektif. Tes VDRL dan RPR dapat juga digunakan pada cairan spinal. Antibodi tidak dapat mencapai cairan serebrospinal dari aliran darah tetapi mungkin dibentuk dalam susunan saraf pusat sebagai respons terhadap reaksi sifilis. b. Tes Ikatan Komplemen (CF = Complement Fixation) (Wassermann, Kolmer) Tes ini didasarkan pada kenyataan bahwa serum yang mengandung reagin mengikat komplemen bila ada antigenkardiolipin. Perlu diperhatikan bahwa serum tidak bersifat antikomplemen (yaitu tidak merusak komplemen bila tidak ada antigen). Tes ini lebih jarang digunakan dibanding tes flokulasi. Tes flokulasi maupun tes CF dapat memberikan hasil kuantitatif. Perkiraan jumlah reagin dalam serum dapat ditentukan dengan melakukan tes-tes dengan pengenceran serum dua kali, dan pengenceran tertinggi yang memberikan hasil positif dinyatakan sebagai titernya. Hasil kuantitatif bermanfaat untuk menentukan diagnosis, khususnya pada bayi baru lahir, dan untuk menilai efek pengobatan. Tes nontreponema mudah memberikan hasil positif palsu. Paling sering bersifat positif palsu biologik yang dinyatakan oleh adanya reagin pada berbagai penyakit manusia. Diantaranya yang menonjol adalah infeksi lain ( malaria, lepra, campak, mononukleosis infeksiosa, dan sebagainya), vaksinasi, penyakit kolagen vaskuler (sistemik lupus eritematosus, poliarteritis nodosum, kelainan reumatik), dan keadaan-keadaan lain. Tes antibodi nontreponema dapat menjadi negatif secara spontan pada sifilis tersier yang progresif; akibatnya, VDRL yang negatif tidak menyingkirkan adanya penyakit aktif.
2. Tes Antibodi Treponema a. Tes Fluorescent Treponemal Antibody (FTA-ABS) Tes ini menggunakan imunofluoresensi tidak langsung (T pallidum mati + serum penderita + antigamaglobulin manusia yang berlabel) yang menunjukkan kekhususan dan kepekaan terhadap antibodi sifilis bila serum penderita, sebelum tes FTA, telah diabsorpsi dengan spiroketa Reiter yang telah menjalani sonikasi. Tes FTA-ABS adalah tes yang pertama kali positif pada sifilis dini, dan biasanya tetap positif bertahun-tahun setelah pengobatan efektif sisfilis dini. Tes ini tidak dapat dipakai untuk menilai kemajuran pengobatan. Adanya IgM FTA dalam darah bayi baru lahir adalah bukti yang baik akan adanya infeksi in utero (sifilis kongenital). b. Tes-tes hemaglutinasi Treponema pallidum dan mikrohemaglutinasi- Treponema pallidum (TPHA) Sel darah merah diolah untuk dapat menyerap treponema pada permukaan. Bila sel darah merah tercampur dengan serum yang mengandung antibodi antitreponema, sel ini akan menggumpal. Tes ini spesifisitas dan kepekaannya sama dengan tes FTA-ABS, tetapi lebih lambat positif dalam masa infeksi.
c. Tes TPI Tes ini memperlihatkan imobilisasi T pallidum (TPI=T pallidum Immobilization) oleh antibodi spesifik dalam serum penderita setelah minggu kedua infeksi. Serum yang diencerkan dicampur dengan komplemen dan T pallidum hidup yang bergerak aktif, yang diekstraksi dari chancre testis kelinci, dan campuran ini dilihat dibawah mikroskop. Bila terdapat antobodi spesifik, maka spiroketa tidak bergerak, namun dalam serum normal, spiroketa aktif bergerak. Tes ini memerlukan treponema hidup dari hewan yang terinfeksi sehingga tes ini sulit dikerjakan, akibatnya kini jarang dilakukan.
Imunitas
Penderita sifilis atau patek aktif tampaknya resisten terhadap superinfeksi T pallidum. Namun, bila sifilis atau patek dini diobati secara adekuat dan infeksinya terbasmi, penderita tersebut menjadi peka kembali. Respon imun biasanya gagal membasmi infeksi ataupun menahan berlembangnya penyakit.
Pengobatan
Penisilin dalam konsentrasi 0,003 unit/mL mempunyai aktifitas terponemisidal yang nyata, dan penisilin merupakan pengobatan pilihan. Pada sifilis dengan masa sakit kurang dari 1 tahun, (sifilis dini) kadar panisilin dipertahankan selama 2 minggu dengan penyuntikan tunggal benzatin penisilin G 2,4 juta unit secara intramuskuler. Pada sifilis laten atau sifilis lanjut, dosis yang sama diberikan 3 kali dalam interval satu minggu. Pada neurosifilis, pengobatan yang sama dapat dipakai, tetapi kadang- kadang dianjurkan jumlah penisilinnya lebih banyak (mislanya penisilin G cair, 20 juta unit secara intravena setipa hari, selama 2-3 minggu). Kadang-kadang penisilin dapat digantikan dengan antibiotika lain seperti tetrasiklin atau eritromisin. Pengobatan dengan antibiotika harus terus diamati apalagi bila digunakan secara terus menerus. Pada neurosifilis, kadang-kadang treponema dapat tepat hidup dengan pengobatan ini. Pada penderita neosifilis yang telah diobati kemudian menderita AIDS (acquired immunodeficiency syndrome), gejala neuroligi berat dapat kambuh hanya karena terinfeksi oleh virus HIV (human immunodeficiency virus) saja atau secara bersamaan terinfeksi oleh HIV dan T pallidum. Reaksi khas Jaisch- Harxheimer dapat terjadi dalam beberapa jam setelah pengobatan dimulai. Hal ini akibat pelepasan zat toksik (endotoksi) dari spiroketa yang lemah atau mati.
Epidemiologi, Pencegahan, dan Pengendalian
Saat ini, insidensi sifilis (dan penyakit hubungan seksual lain) meningkat di berbagai bagian dunia. Semua sifilis diperoleh melalui hubungan seksual kecuali sifilis kongenital dan sifilis pada tenaga medis yang diperoleh akibat kontak di tempat kerja. Insidensi tertinggi terdapat pada laki-laki homoseksual, dan sering timbul terinfeksi pada orang yang telah diobati. Orang yang terinfeksi tetap dapat menularkan penyakitnya selama 3-5 tahun pada sifilis dini. Sifilis lanjut, yang lamanya lebih dari 5 tahun, biasanya tidak menular. Akibatnya upaya pengendalian bergantung pada (1) cepat dan cukupnya pengobatan pada semua kasus yang ditemukan; (2) pemantau terhadap sumber infeksi dan orang yang terkontak sehingga penderita dapat segera diobati; (3) higiene seks; dan (4) pencegahan pada saat kontak. Pencegaha mekanik (kondom) dan kemoprofilaksis (misalnya penisilin setaha kontak) sanga terbatas kegunaannya. Beberapa penyakit hubungan seksual dapat ditularkan secara serentak. Oleh karena itu, kemungkina adanya sifilis perlu dipirkan bila ditemukan salah satu penyakit hubungan seksual.
PENYAKIT-PENYAKIT YANG SERUMPUN DENGAN SIFILIS
Semua penyakit ini disebabkan oleh treponema yang tidak dapat dibedakan dari T pallidum, dan memberikan hasil positif pada tes serologik treponema dan tes nontreponema untuk sifilis, serta ditemukan beberapa imunitas silang pada hewan percobaan dan mungkin juga pada manusia. Penyakit ini tidak ditularkan lewat hubungan seks , semua itu biasanya ditularkan melalui kontak langsung. Organisme penyebabnya tidak dapat dibiakkan pada perbenihan buatan.
Bejel
Bejel (akibat T pallidum subspesies endemicum) terutama terdapat di Afrika tetapi juga di Timur Tengah, Asia Tenggara, dsb. Khususnya pada anak-anak dan menyebabkan infeksi kulit yang sangat menular, jarang terjadi komplikasi viseral lanjut. Penisilin merupakan obat pilihan untuk penyakit ini.
Patek
Patek bersifat endemik, terutama dikalangan anak-anak, dan bi banyak daerah tropik yang panas dan lembab. Patek disebabkan oleh Treponema pertenue. Lesi primernya, papula berulkus, biasanya pada lengan atau tungkai. Penyebaran patek terjadi pada anak dibawah usia 15 tahun melalui kontak dari orang ke orang. Tidak terjadi infeksi transplasental maupun kongenital. Pembentukan parut akibat lesi kulit dan destruksi tulang sering terjadi, tetapi jarang terjadi komplikasi viseral atau komplikasi susunan saraf. Masih diperdebatkan apakah patek merupakan varian sifilis yang beradaptasi di daerah panas sehingga penyebarannya bersifat nonseksual. Tampaknya ada imunitas silang antara patek dan sisfilis. Cara diagnosis dan pengobatannya sama seperti diagnosis dan pengobatan sifilis. Respon terhadap pengobatan sifilis sangat baik.
Pinta
Pinta disebabkan oleh Treponema carateum, dan ditemukan endemik pada semua kelompok umur di Meksiko, Amerika Tengah dan Selatan, Filipina, dan beberapa daerah Pasifik. Penyakit ini kelihatannya terbatas pada ras berkulit hitam. Lesi primernya berupa papula tak berulkus, timbul pada dareh kontak. Beberapa bulan kemudian, muncul lesi yang rata dan hiperpigmentasi pada kulit, setelah itu terjadi depigmentasi dan hiperkeratosis selama bertahun-tahun. Serangan terhadap sistem kardiovaskular dan susuna saraf jarang terjadi. Penyebaran pinta terjadi nonseksual, yaitu secara kontak langsung atau melalui lalat atau agas. Diagnosis dan pengobatannya sama seperti sifilis.
Sifilis Kelinci
Sifilis kelinci (Treponema cuniculi) ialah infeksi seksual alamiah pada kelinci yang menimbulkan lesi kecil pada genitalia. Organisme penyebabnya secara morfologik tidak dapat dibedakan dengan T pallidum dan cenderung membungungkan pada percobaan laboratorium.