Anda di halaman 1dari 10

Trypanosoma termasuk klas kinetoplastida, merupakan grup dari parasit protozoa yang uniseluler.

Namanya diambil dari bahasa yunani trypano (menggali) dan soma (tubuh) karena gerakannya
seperti corkscra,p ( melingkar dan melubangi) Trypanosoma dapat menginfeksi berbagai host dan
menyebabkan berbagai penyakit termasuk penyakit tidur (sleeping sickness) yang cukup fatal bagi
manusia. Ciri khas dari klas kinetoplastida membutuhkan kompleks protein catenataled circles dan
minicircles selama pembelahan sel. Terdapat lebih dari I 0 spesies Trypanosoma , tetapi ada tiga
spesies dari genus Trypanosoma yang bersifat patogen terhadap manusia. Masing-masing adalah T
brucei subspesies rhodesiense dan T gambiense yarrg menyebabkan penyakit tidur Afrika (African
sleeping siclcness) dan T cruzi penyebab Trypanosoma Amerika (disebutjuga penyakit Chagas.
Penyakit ini menyebabkan sirkulasi parasit yang persisten dalam darah dalam bentuk hemoflagelata.

TRYPANOSOMA AFRIKA

Epidemiologi

Human African trypanosomiasis atau Sleeping sickness adalah penyakit parasit pada manusia dan
hewan yang disebabkan oleh protozoa dari spesies Trypanosomq brucei dan ditransmisikan oleh
lalat tsetse. Penyakit ini endemis di beberapa bagian sub-Sahara Afrika dan menginfeksi sekitar 36
negara dan 60 ribu orang. Penyakit ini bersifat epidemik antara lain di Sudan, Pantai Gading,
Republik, Afrika Tengah, Chad, dan beberapa negara lainnya. Dalam sejarah terjadi 3 kali endemis
besar, pertama sekitar 1896-1906, kedua 1920 -1970, dan terakhir pada tahun 2008 terjadi di
Uganda.Ada duaAficanTrypanosomiasis, yaitt Wesl African Trypanosomiasis yang disebabkan oleh
Trypanosoma Brucei Gambience, dan East African Trypanosomlasis yang disebabkan oleh
Trypanosoma Brucei Rhodesience. Manusia merupakan satu-satunya host bagi Trypanosoma brucei
gambience, tersebar pada daerah hujan tropis di Afrika Tengah dan Barat. Binatang temak dan
beberapa binatang buas merupakan reseryoir utama bagi Trypanosoma brucei rhodesience.
Disamping gigitan oleh lalat tsetse, penyakit ini dapat ditularkan tranplasental dan menginfeksi janin
yang menyebabkan kematian prenatal serta melalui tranfusi darah

Patogenesis

Di dalah tubuh host, parasit ini berubah menjadi trypomastigoles yang beredar di pembuluh darah.
Setelah itu akan dibawa ke seluruh tubuh, dan ada yang sampai ke cairan tubuh lainnya (limfe dan
cairan spinal), kemudian mengalami replikasi dengan binary fission. Jika trypomastigoles ini masuk
ke tubuh lalat tsetse, maka akan mengalami perubahan lagi menjadi prosiklik trypomastigoles di
dalam midgut dari lalat tsetse tersebut. Mereka akan membelah lagi dengan cara binary fission,
meninggalkan midgut dan berubah menj adi epimastigotes dan menuju kelenjar ludah dan
membelah lagi. Siklus di dalam tubuh lalat memakan waktu kira-kira 3 minggu. Setelah digigit oleh
lalat tsetse yag terinfeksi, makan akan timbul lesi inflamasi (trypanosomal chancre). Reaksi di kulit ini
bisa menimbulkan rasa yang menyakitkan dan berwarna merah. Parasit ini kemudian akan menuju
ke saluran limfe dan pembuluh darah, dan hal ini akan menyebabkan demam akut. Pada stadium l,
terjadi limfadenopati dan splenome gali, terj adi proliferasi limfo sit dan histiosit yang berakibat
diproduksinya IgM. Manifestasi hematologi yang timbul antara lain lekositosis, trombositopeni, dan
anemia. Pada stadium II penyakit ini melibatkan sistem saraf sentral (CNS). Didapatkan peningkatan
tekanan cairan serebrospinal (CSS), konsentrasi total protein, dan pleositosis. Trypanosoma juga bisa
didapatkan dalam CSS.

Stadium 1

. Demam terjadi karena terdapat penyebaran parasit dalam aliran darah dan aliran limphe. Demam
ini terjadi karena adatya pyrogen eksogen, seperti bahan-bahan ata:u zat toksik dari trypanosoma,
sehingga terjadi stirnulasi dari proliferasi dari limphosit selama terjadi respon imun. Selain itu akan
dihasilkan beberapa sitokin-sitokin berupa IL1, IL6, TNF. Hal ini memicu hipotalamus untuk
meningkatkan ambang batasnya ke ambang febris.

. Pruritus dan rash makulopapular timbul akibat parasit yang mengikuti aliran darah dan aliran
limphe. Hal inimenyebabkan reaksi dari pembuluh darah untuk menghasilkan beberapa mediator.
Rash timbul akibat proses vasodilatasi, sedang pruritus timbul akibat histamin.

.Hepatosplenomegali terj adi karena sel-sel fagositik pada hepar dan spleen sebagai sistim RES
teraktifasi, sel-sel tersebut merupakan sistem monosit-makropha g yatg fungsi utamanya adalah
menelan benda asing lain dalam hrbuh. Akibat pertahanan dalam melawan benda asing atau zat
toksik tersebut terjadilah hepatomegali dan atau spleenomegali.

.Tanda winterbottom. Merupakan bentuk reaksi pembesaran kelenj ar limphe (limfadenopati) sepanj
ang leher belakang ( pada triangle servical posterior). Hal ini disebabkan karena perjalanan dari
trypanosma yang mengikuti aliran limfe dan pada akhimya menimbulkan proses keradangan pada
daerah tersebut.

Stadium ll

Pada stadium ini parasit yangterdapat dalam aliran darah akan menginvasi sistim sarafpusat hal ini
terutama ditandai oleh perubahan neurologis yang terjadi perlahan, disertai abnormalitas yang
progresif dari CSS. Gambaran perubahan neurologisnya dimulai dari munculnya somnolens, serta
diikuti oleh tanda-tanda ekstrapiramidal. Kelainan yang tet'adi pada CSS berupa peningkatan
tekanan, peningkatan total konsentrasi protein, dan pleusitosis. Hal ini disebabkan adany a
trypanosoma perivaskular disertai dengan infiltrasi dari sel mononuklear. Ini disebut stadium
meningoensefalitis, dimana selain terjadi gangguan pada syarafsensoris dan motoris, terjadi juga
proses demyelinisasl otak, hal ini menyebabkan kelemahan (weakness) akibat gangguan pada syaraf
tersebut. Proses demielinisasi akan menyebabkan hantaran impuls terganggu (terlambat).
Demyelinisasi diduga akibat toksin dari trypanosoma tersebut.

Gambaran Klinis

Gigitan lalat tsetse akan menimbulkan reaksi inflamasi di kulit yang disebut trypanosomal chancre,
biasanya berwarna merah dan terasa sakit sekali. Pada stadium I akan timbul reaksi hematogen dan
limfogen. Gejala diawali dengan suhu demam, sakit kepala dan nyeri persendian. Suhu yang tinggi
terjadi dalam beberapa hari, dan diselingi periode afebril. Pada trypanosomiasis gambiense bisa
timbul limfadenopati. Nodul biasanya single, mudah digerakkan, konsistensi kenyal, dan tidak nyeri.
Nodul servikal sering terlihat, dan pembesaran nodul di segitiga servikal posterior merupakan
temuan klasik, disebut tanda Winterbottom. Pruritus dan rash makulopapular sering muncul. Gejala
lain yang jarang timbul antara lain malaise, nyeri kepala, athralgia, penunrnan berat badan, edema,
hepatosplenomegali, dan takikardi.

Gambar 5. Tanda winterbottom pembengkakan kelenjar lymphe di leher belakang pada anak dengan
trypanosomiasis yang dini.

African lrypanosomiasls stadium II melibatkan sistem syaraf sentral, terjadi manifestasi neurologi
dan abnormalitas pada Cairan serebro spinal ( CSS ). Perkembangan penyakit ini akan menunjukkan
–gejala somnolen yang progesif (oleh sebab itu dinamakan sleeping sickness) pada siang hari, dan
diikuti dengan gelisah dan insomnia pada malam hari. Pandangan jadi kosong, bicara jadi tidak jelas
dan terputus-putus. Gejala ekstrapiramidal yang timbul berupa gerakan chorea, tremor dan
fasikulasi. Ataksia juga sering timbul. Juga bisa timbul gejala yang mirip dengan penyakit Parkinson
yaitu berjalan dengan terseret-seret, hipertoni dan tremor. Pada fase akhir, terjadi kerusakan
neurologis progresif, koma dan kematian.

Diagnosis

Diagnosis definitif dari penyakit tripanosomiasis dalah deteksi adalya parasit. Jika didapatkan
chancre,harus diperiksa cairannya untuk kemungkinan adanya trypanosoma yalg masih motil. Juga
bisa diperiksakan dengan pewamaan Giemsa. Sediaan basah dan pewamaaflGiemsa dari darahjuga
sangat berguna. Jika parasit tidak terlihat dalam pemeriksaan darah, bisa dilakukan cara untuk
mengkonsentrasikan parasit, yaitu dengan tabung mikrohematokrit yang mengandung acridine
orange. Parasit akan terpisah dari sel darah dan akan lebih mudah terlihat dengan mikroskop cahaya
karena pengecatan. Diperlukan pemeriksaan CSS pada pasien yang diduga terinfeksi Trypanosoma.
Abnormalitas pada CSS dihubungkan dengan trypanosomiasis stadium II, meliputi peningkatan sel
MN, peningkatan total protein dan IgM. Pemeriksaan lainnya adalah dengan pemeriksaan serologis,
yaitu dengan PCR. namun karena spesifisitas dan sensitivitasnya yang kurang kuat maka
pemeriksaan ini tidak dianjurkan.

Penatalaksanaan

Obat-obatan yang sering digunakan untuk Human African Trypanosomiasis adalah suramin,
pentamidine, dan arsenik organik. Trypanosomal chancre merupakan "self limited inJlammatory
lesion" dimana reaksi radangan akan hilang sekitar satu minggu setelah gigitan lalat tsetse
Pengobatan standar yang digunakan untuk stadiurn I adalah :

. Pentamidine iv digunakan untuk T.b. gambiense

. Suramin Iu digunakan untuk 7b rhodesiense Pentamidine efektif untuk Zb. gambiense pada stadium
I. Dosis untuk dewasa dan anak-anak adalah 4 mglkgper hari, intramuskular atau intravena,
diberikan selama 10 hari. Efek samping yang timbul antara lain mual, muntah, takikardi dan
hipotensi. Selain itu adalah nefrotoksik, gangguan fungsi liver, netropeni, rash, hipoglikemi, dan
abses. Suramin digunakan untuk Zb rhodesiense stadium I. Tapi efek sampingnya cukup serius
sehinggaperlu diawasi dengan ketat. Dosisnya adalah 100-200 mg intravena. Dosis untuk dewasa
adalah 1 gr pada hari 1, 3,7,14. dar, 21. Regimen unhrk anak-anak adalah2} mgkg (maximal 1 gr)
pada hari l, 3,'1, | 4, dan 27 . Kira-kira I pasien dari 20.000 mengalami reaksi yang fatal karena obat
tersebut, yaitr-l mual, muntah, syok dan kejang. Reaksi yang lebih ringan adalah demam, fotofobi,
pruritus, athralgia, dan erupsi kulit' Kerusakan ginjal merupakan efek samping dari suramin yang
paling penting. Proteinuria biasanya muncul pada awal pengobatan. Urinalisis harus dilakukan
sebelum menentukan dosis terapi, dan pengobatan harus dihentikan jika proteinuria meningkat atau
jika silinder dan sel darah merah didapatkan pada sedimen. Suramin tidak boleh diberikan pada
pasien dengan insufiensi renal.

Standar terapi yang digunakan untuk stadium 2 adalah:

. melarsop rol2.2 mgkgiv tiap hari selama l0 hari Alternatif pengobatan lini pertama adalah

. melarsoprol 0.6 mg,&g iv padahari ke pertama; 1.2 mgl kg iv melarsoprol pada hari ke 2, and 1 .2
mgkglhari iv melarsoprol dikombinasikan dengan 7.5 mglkg nifurtimoks oral dua kali sehari pada hari
ke 3 sampai 10; atau

. eflornithine 50 mg/kg iv setiap 6 jam selama 14 hari'

Melarsoprol merupakan pilihan utama untuk Easl Afr ic an Typ ano s omiasis dengan manifestasi
ganguan sistem syaraf sental. Melarsoprol efektif untuk kedua stadium, sehingga diindikasikan pada
kasus dimana gagal dengan suramin atau pentamidine. Namun karena toksisitas yang tinggi,
melarsoprol tidak pernah menjadi pilihan pertama untuk stadium I. Dosis yang dianlurkan adalah 2 -
3,6 mglkg perhari, dibagi menjadi 3 dosis, diberikan intravena untuk 3 hari. Selanjutnya diberikan
setelah 1 minggu, 3,6 mglkg perhari, juga untuk 3 hari, selanjutnya adalah setelah 10 2l hari. Dahulu
Eflornitin hanya digunakan sebagai terapi alternatif unttk sleeping sickness, tetapi berdasarkan
Science and Development Network's Sub-Saharan Africa news updates 2008 cukup aman dan efektif
sebagai lini pertama. Dosis yang dianjurkan adalah 400m94<g per hari, diberikan intravena dibagi
jadi empat dosis, diberikan selama 2 minggu. Efek sampingnya meliputi diare, anemia,
trombositopeni, kejang, dan penurunan pendengaran. Berdasarkan penelitian, penggunaan
eflornitin pada Trypanosoma gambiense penyebab human African trypanosomiasrs, menimbulkan
efek samping yang lebih ringan dibandingkan melarsoprol. Setiap pasien harus diikuti
perkembangannya (follow up) selama dua tahun dan dilakukan pungsi lumbal tiap enam bulan untuk
melihat kekambuhan (relaps)

Pencegahan

Human African Tryp anos omiasls merupakan permasalahan yang cukup kompleks di Afrika. Di
beberapa daerah sudah dilakukan program eradikasi vektor, namun belum ada konsensus dalam
memecahkan semua masalah yatg ada. Tiap individu dapat menghindari resiko terinfeksi
trypanosomiasis dengan menghindari daerah-daerah yang diketahui banyak kasus, atau dengan
memakai baju pelindung, dan memakai lotion anti serangga. Belum ada vaksin untuk mencegah
transmisi parasit ini.

Prognosis

Prognosis penyakit ini pada kebanyakan penderita adalah baik. Walaupun penderlita sudah
memasuki stadium lanjut. Syaratnya adalah pengobatan yang adekuat dan teratur. Kekambuhan
jarang terjadi, hanya sekttar 2%o. Bila penyakit ini tidak ditangani, atau terapi yang diberikan
terlambat, dapat terjadi kerusakan otak yang ireversibel' sehingga diikuti kematian.
TRYPANOOMA AMERICA (PENYAKIT C HAGAS)

Definisi

TrypanosomaAmerica (penyakit chagas), adalah penyakit zoonosis yang disebabkan oleh parasit
protozoa Lypanosoma ct'uzi. Petyakit chagas fase akut biasanya mengalami demam ringan yang
disebabkan dari awal infeksi organisme tersebut. Setelah penyembuhan spontan setelah fase akut,
sebagian besar penderita mengalami fase perallhan (int ermediate) dari kronik Penyakit chagas, yang
memiliki karakteristik terdapatnya parasitemia subpaten, pada fase ini antibodi terhadap T. cruzi
mudah dideteksi, dan tidak terdapat gejala. Sebagian kecil pasien yang mengalami infeksi kronik, lesi
gastrointestinal dan kardiak berkembang dan dapat timbul morbiditas yang serius dan bahkan
kematian.

Epidemiologi

Trypanosoma America (penyakit chagas), adalah penyakit zoonosis yang disebabkan oleh parasit
protozoa Trypanosoma cruzi. T. cruzi hanya ditemukan di Amerika. Mamalia liar maupun hewan
peliharaan membawa T. Cruzi dan triatomines yang terinfeksi ditemukan pada titik-titik distribusi
mulai dari Amerika Serikat bagian selatan sampai bagian selatan Argentina. Manusia menjadi bagian
dalam siklus transmisinya pada saat vector menempati kayu lapuk, atau rumah batu yang banyak
terdapat di Amerika Latin. Oleh sebab itulah, infeksi T. cruzi pada manusia menjadi suatu masalah
kesehatan, terutama pada pemukiman kumuh di daerah pinggiran Amerika Tengah maupun Selatan.
Sebagian besar infeksi T. cruzi yang baru, ditemukanpada daerah pinggiran terutama mengenai
anakanak, tetapi insidennya tidak diketahui karena sebagian besar kasus yang berjalan tidak
terdiagnosa. Ratusan orang juga terinfeksi setiap tahunnya melalui transfusi darah pada daerah
urban. Sebagian pasien dengan HIV dan infeksi kronik T. cruzipadaproses serangan akut pada fase
lanjut telah diterangkan. Sebagian besar manifestasi klinis dari pasien-pasien ini adalah abses otak T.
cruzi, dimana manifestasi klinis ini tidak akan muncul pada manusia dengan immunokompeten. Saat
ini diperkirakan bahwa 16 sampai 18 juta manusia, lebih dari tiga orang yang hidup di Brazil,
terinfeksi kronik T. cruzi. Penyakit Chagas kronik adalah penyebab utama dari angka kesakitan dan
kematian di banyak negara-negara di Amerika Latin, termasuk Mexico, karena banyak pasien kronik
yang berkembang dan muncul gejala kardiologis dan gastrointestinal.

Beberapa tahun terakhit, rata-rata transmisi T. Cruzi telah menurun di beberapa negara endemik
sebagai hasil dari vektor dan program bank darah yang sukses. Di Negara-negara belahan selatan
Amerika Selatan (Uruguay, Paraguay, Bolivia, BrazTl, Chili, dan Argentina), telah memulai program
kerja sejak tahun 1991. Penyakit Chagas akut jarang terdapat di Amerika Serikat. Empat kasus
transmisi melalui transfusi darah telah dilaporkan. Lebih lanjut lagi,pada26 tahun terakhir, tujuh
infeksi yang didukung hasil laboratorium dan 9 kasus penting dari Penyakit Chagas akut telah
dilaporkan ke Center for Disease Control and prevention (CDC). Sebaliknya, prevalensi kronik T. cruzi
di Amerika serikat meningkat pada beberapa tahun terakhir. Sejak pertengahan tahun 1970, banyak
penduduk Amerika latin berpindah ke Amerika Serikat, 5 o/o dari Salvadoran. Penelitian terakhir di
bank darah untuk jumlah total dari imigran yang terinfeksi saat ini lebih dari 50.000. Kehadiran
pembawa (carriers) T. Crtzi membuat sebuah risiko substansial transmisi dari transfusi darah.
Patogenesis

T. cruzi ditransmisikan oleh mamalia sebagai hostnya, oleh serangga hematopagus triatomin, yang
biasanya disebut serangga reduvidae. Pada Gambar 7 dapat dilihat gambar mengenai siklus hidup
dari T. cruzi dan transmisinya Serangga terinfeksi dengan cara menghisap darah dari hewan atau
manusia yang memiliki parasit dalam sirkulasi. Organisme yang terhisap berlipat ganda di dalam
saluran pencernaan triatomine, dan bentuk inl-ektif yang terdapat pada feses pada saat menghisap
darah (subsequent blood meal). Transmisi juga terjadi pada saat triatomine saat merusak kuiit,
membran mukosa, atau konjungtiva sehingga terkontaminasi dengan kotoran serangga yang
mengandung parasit infektif. T. cruzi, juga d.apat ditransmisikan dengan cara transfusi darah yang
berasal dari donor yang terinfeksi, dari ibu kepada bayi yang dikandungnya, dan pada kecelakaan
laboratorium.

Lesi inflamasi yang d.isebut chagonta biasanya timbr-rl pada sisi lempat masuk parasit. Perubahan
histologi lokal meliputi ada tidaknya parasit diantara leukosit dan sel padajaringan subkutaneous dan
munculnya edema interstitial, infiltrasi limfositik, dan reaktif hiperplasia pada lymph node yang
berCekaian. Setelah perpindahan organisme melalui saluran limphatik dan peredaran darah, otot-
otot (termasuk miokardium) akan dipenuhi oleh parasit. Pseudosis muncul pada jaringan yang
terinfeksi menjadi tempat parasit berkembang biak. Patogenesis dari penyakit chagas kronik tidak
terlalu dipahami. Jantung adalah organ yang paling sering diserang, dan perubahan pada otot
jantung meliputi pembesaran biventrikular, penipisan dinding ventrikel. spiral aneurisma, dan
trombus mural. Inf,rltrasi lirnpositik secara luas, fibrosis interstitial yang difuse, dan atropi sel
miokardial, tetapi parasit jaratg terlihat paria jaringan miokardial. Sistem kondulcsi sering terkena
dan sebagian besar berefek pada cabang kanan dan anterior kiri bwdle t1is. Efek kronik Penyakit
chagas pada saluran gastrointestinal (megadisease), esothgus dan l<o1on dapat muncul berbagai
derajat dilatasi. Pada pemeriksaan mikroskopis, lesi inflamasi fikal disertai infiltrasi limfositik dapat
dideteksi, dan jumlah neuron pada pleksus mienterik mungkin berkurang.

Stadium Akut

Chagoma. Chagoma adalah lesi inflamasi yang mengalami indurasi yang timbul pada tempat
masukrya (port d'entree). Lesi ini berbentuk seperti furunkel yang disertai proses limfadenopati
lokal. Proses ini terjadi kareraadanya parasit dalam darah merangsang reaksi histologis lokal
sehingga merangsang kerja dari leukosit dan sel-sel jaringan subkutan. Akhirnya terjadi edema lokal
(interstitial), infiltrasi limfosit, dan hiperplasia reaktif dari kelenjar getah bening.

Tan da Roman a (Ro m a na's s ig n). T atda Romana adalah tanda klasik pada stadium penyakit
chagas akut. Tanda ini merupakan edema yang terjadi pada palpebra dan jaringan poeriokular,
unilateral, dan tidak nyeri. Tanda ini muncul bila tempat masuk (port d'entree) nya adalah
konjungtiva. Proses yang terjadi adalah inf,rltrasi dari sel leukosit dan limphosit yang menginvasi
konjungtiva sehingga terbentuk proses radang. Malaise, demam, anoreksia, dan edema wajah dan
ekstrimitas bawah, limfadenopati, rash morbiliform proses ini terjadi karena adanya proses
peradangan yang terutama diperantarai oleh sel leukosit dan limphosit. Pada pembuluh darah
terjadi vasodilatasi dan peningkatan aliran darah ke daerah yang cedera, hal ini mengakibatkan rasa
panas dan merah. Seiring dangan peningkatan aliran darah terjadi pula peningkatan aliran limfatik
sehingga terjadi gangguan dalam proses reabsorbsi cairan di akhir vena pada kapiler sehingga sistim
limfatik membuang kelebihan cairan ke dalam ruang interstitial. Hepatosplenomegali terj adi karena
sel-sel fagositik pada hepar dan spleen sebagai sistim RES teraktifasi, selsel tersebut merupakan
sistem monosit-makrofag yang fungsi utamanya adalah menelan benda asing lain dalam tubuh.
Akibat pertahanan dalam melawan benda asing atau zat toksik tersebut terjadilah hepatomegali dan
atau splenomegali.

Stadium Kronik

Gangguan jantung. Jantung terkena gangguan karena jantung merupakan salah satu predileksi dari
infeksi ini. Pada gangguan ini dapat terjadi penipisan dinding ventrikel, pelebaran biventrikular,
aritmia, congestif heart failure, takikardi dan miokarditis. Hal ini terjadi karena parasit menyebar
melalui aliran darah dan aliran limfe sehingga menginvasi miokard, saat itu terjadi infiltrasi limfositik,
fibrosis interstitial yang difuse dan atrofi dari sel-sel miokard. Hal ini menyebabkan gangguan dalam
sistim konduksi jantung yang mempengaruhi cabang kanan dan cabang depan kiri dari bundle of HIS
dan terjadilah takikardi yang lama-lama mengalami aritmia. Megaesofagus dan Megakolon. Pada
pemeriksaan mikroskopik, didapatkan adanya lesi-lesi keradangan fokal pada esofagus dan kolon.
Lesilesi ini terjadi akibat adanya infiltrasi limfositik. Selain itu, perubahan ukuran esofagus dan kolon
diduga karena adanya sejumlah pleksus mienterikus yang berkurang banyak pada dinding esofagus
dan dinding kolon.

Gambaran Klinis

Tanda pertama dari Penyakit chagas akut berkembang setidaknya satu minggu setelah invasi parasit.
Organisme masuk dengan cara merusak kulit, dan areayar,g dirusak tersebut timbul eritema dan
bengkak (chagoma), disertai dengan limfadenopati lokal yang mungkin timbul. Tanda Romana
temuan klasik pada Penyakit Chagas akut, yang terdiri atas edema palpebra unilateral yang tidak
disertai dengan nyeri dan edema jaringan periokular dapat timbul bila konjuntiva sebagai tempat
masuknya (port d'entree).

Tanda lokal pertama tersebut diikuti dengan malaise, demam, anoreksia, dan edema wajah dan
ekstremitas bawah. Rash morbilifurm juga mungkin muncul. Limfadenopati generalisata dan
hepatosplenomegali dapat ter.jadi. Miokarditis berat jarang muncul, sebagian besar kematian pada
Penyakit chagas akut disebabkan oleh gagal jantung. Tanda neurologis tidak umum terjadi, tetapi
pemah terjadi meningoensefalitis. Gejala akut hilang secara spontan pada semua pasien, yang
kemudian memasuki fase asimptomatik (fase indeterminate) pada infeksi kronis T. Cruzi.

Penyakit Chagas kronik timbul setelah beberapa tahun bahkan setelah berpuluh tahun setelah
infeksi awal. Jantung temasuk organ yang umumnya diserang, dan gejalanya disebabkan oleh ritme
yang terganggu, kardiomiopati dan thromboembolism. Right bundle-branch b/ock (RBBB) adalah
abnormalitas elektrokardiografi yang paling sering terjadi, tetapi tipe lain dari blok atrioventrikul ar,
premature ventricular contraction (PVC), dan taki dan bradiaritmia sering juga muncul.
Kardiomiopati sering terdapat pada gagal jantung kanan atau gagal jantung biventrikular. Embolisasi
dari thrombus mural menuju otak atau area lain dapat terjadi. Pasien dengan megaesofagus
mengalami disfagia, odinofagia, nyeri dada, dan regurgitasi. Aspirasi dapat terjadi, terutama saat
tidur, dan episode aspirasi pneumonitis berulang sering terjadi. Penurunan berat badan, kakeksia,
dan infeksi pulmonal dapat menyebabkan kematian. Pasien dengan megakolon ditandai oleh nyeri
perut dan konstipasi kronik, dan megakolon yang sudah berlangsung lama dapat menyebabkan
obstruksi, volvulus, septisemia, bahkan kematian.
Diagnosis

Diagnosis dari penyakit chagas akut ditegakkan dengan terdeteksinya parasit tersebut. Pemeriksaan
mikroskopis darah segar dengan antikoagulan atau dengan buffer adalah cara yartg paling
sederhana untuk melihat organisme yang bergerak. Parasit juga dapat dilihat dengan pengecatan
Giemsa tetes tipis maupun tetes tebal. Bila pemeriksaan untuk melihat parasit tersebut tidak
berhasil, inokulasi pada tikus, kultur darah pada media khusus, atau xenodiagnosis dapat dilakukan.
Tehnik terakhir, serangga triatomine yang tidak terinfeksi dibiarkan untuk menghisap darah pasien.
Setelah itu dilakukan, hasil positif semua metode ini memiliki proporsi yang tinggi dengan penyakit
chagas akut dan setidaknya setengan dari infeksi kronik. Karena terapi awal pada penyakit chagas
akut sangat penting, bagaimanapun, keputusan untuk memulai terapi untuk infeksi T. cruzi pada
temuan negatif dengan preparat basah dan hapusan harus dilihat pada kondisi klinis dan
latarbelakang epidemiologi sebelum hasil pada metode tidak langsung ini muncul. Test serologis
digunakan secara terbatas untuk mendiagnosa penyakit Chagas akut.

Diagnosa penyakit chagas kronik ditegakkan dengan mendeteksi antibodl yang mengikat antigen T.
crrtzi. Kehadiran parasit tidak terlalu penting. Sebagian test serologis dengan sensitifitas tinggi untuk
antibodi terhadap T. cruzi digunakan secara luas di Amerika Latin, termasuk fiksasi komplemen dan
tes immunoJlourescence dan enzim yang terikat dengan immunisorbent assay (ELISAs).
Bagaimanapun, masalah yang sering muncul pada pemeriksaan konvensional ini adalah reaksi positif
palsu, khususnya dengan sera dari pasien yang menderita infeksi parasit lainnya adan penyakit
autoimmune.. Karena alasan ini, direkomendasikan secara umum bahwa hasil positif pada
pemeriksaan ini dikonfirmasikan dengan dua tes lainnya dan karakteristik hasil positif dan negatif
dibandingkan pada setiap pemeriksaan. Sebuah metode dengan sensitifitas tinggi dan spesifik unflrk
mendeteksi antibodi T. cruzi dibuktikan oleh Clinical Laboratory Improvement Amendment (CLIA)
dan tersedia di laboratorium yang menggun akan immunoprecip it an antigen T. cruzi dengan
radiolabel dan menggunakan teknik elektroforesa. Pemeriksaan serodiagnostik yang menggunakan
rekombinan protein T. cruzi sebagai target antigen dengan amplifikasi sequence DNA T. cruzi oleh
reaksi rantai polimerase cukup berkembang. Walaupun begitu, tes ini tidak digunakan secara umum.

Penatalaksanaan

Terapi untuk Penyakit chagas ini tidak terlalu bagus. Nifur-timox adalah obat satu-satunya yang
secara aktif melawan T. cruzi dan beredar di Amerika Serikat. Pada penyakit chagas akut, nifurtimox
mengurangi durasi gejala dan parasitemia dan menurunkan angka kematian. Walaupun begitu,
efikasi obat ini untuk mengeradikasi parasit adalah rendah. Percobaan terbatas menunjukkan bahwa
hanya 70%o dari infeksi akut sembuh secara parasitologis dengan terapi penuh. Berdasarkan pada
keterbatasan ini, terapi nifurtimoks harus dimulai sedini mungkin pada penyakit chagas akut. Lebih
lanjut lagi, bila ditemukan secara laboratoris dengan penampakan yang mirip infeksi T. cruzi, terapi
nifurtimoks harus segera dimulai tanpa memrnggu gejala klinis atau indikasi parasitologis dari infeksi
ini.

Efek samping nifurtimoks yang sering muncul adalah nyeri abdominal, anoreksia, mual, muntah,
danpenurunan berat badan. Reaksi neurologis obat tersebut adalah tidak dapat tidur, disorientasi,
insomnia, kedutan, parestesia, polineuritis, dan kejang. Gejala ini biasanya hilang bila dosis dikurangi
atau terapi dihentikan. Dosis harian yang dianjurkan adalah 8-10 mg/kg untuk dewasa, 12,5-75 mgl
kg untuk remaja, dan l5-20 mg/kg untuk anak-anak usia I - 10 tahun. Obat diberikan per oral dalam
empat dosis terpisah setiap harinya dan terapi diberikan selama 90- 120 hari.

Benznidazole adalah pilihan kedua untuk digunakan sebagai terapi Penyakit chagas. Efikasinya
hampir sama dengan nifurtimoks dan efek sampingnya adalah neuropati perifer, rash, dan
granulositopenia. Dosis yang dianjurkan peroral adalah 5 mglkg per hari selama 60 hari.
Benznidazole digunakan secara luas di Amerika Latin. Pertanyaan yang timbul dan diperdebatkan
selama beberapa tahun terakhir adalah bagaimana dengan penderita fase indeterminat atau fase
kronik dengan gejala Penyakit chagas apakah diterapi dengan nifurtimoks atau benznidazole.
Penelitian pada hewan laboratorium yang tennfeksi T. cruzi maupun manusia memperlihatkan
bahwa eliminasi parasit menurunkan timbulnya kelainan kardiologi. Karena temuan inilah, para ahli
dari berbagai Negara menganjurkan semua pasien yang tennfeksi T. Cruzi diterapi dengan satu
macam obat atau obat lainnya, bergantung pada status klinis atau durasi infeksi. Terapi dengan
alopurinol, flukonazol, dan itrakonazol pada penyakit chagas akut tidak efektif dan telah diteliti
secara intensif di laboratorium dengan hewan coba sebelum digunakan pada manusia.Tidak satupun
obat ini memiliki kemampuan untuk menurunkan level aktifitas anti T. cruzi pada pasien.

Penelitian menggunakan tikus menunjukkan bahwa rekombinan interferon menurunkan durasi dan
bahaya infeksi akut T. cruzi, tetapi manfaat pada pasien dengan penyakit chagas akut belum
dievaluasi secara sistematis. Pada pasien infeksi T. cruzi dengan komplikasi ke jantung maupun
gastrointestinal harus dirujuk kepada subspesialis untuk evaluasi dan terapi lebih lanjut.
Transplantasijantung adalah pilihan untuk pasien stadium akhir chagaslc kardiopati. Obat profilaksis
postoperatif menggunakan nifurtimoks atau benznidazol harus dipertimbangkan karena tanpa obat
tersebut, immunosupresi yang timbul setelah operasi menunjukkan bahwa teqadi reaktifasi infeksi T.
cruzi, dengan gejala yang lebih serius atau bahkan kematian. Tidak ada terapi spesifik untuk
chagoma. Dengan berakhirnya fase penyakit chagas akut, lesi chagoma akan menghilang secara
spontan, dan pasien akan memasuki fase asimptomatik dari infeksi ini.

Pencegahan

Karena pilihan obat sangat sedikit dan tidak ada vaksin untuk mencegah, Kontrol T. cruzi pada
negara endemis tergantung pada pengurangan tempat populasi vektor dengan cara semprotan
insektisida, pengembangan perumahan, dan penyuluhan. Pada area endemik, program untuk
skrining pada darah donator untuk T. Cruzi dibutuhkan untuk mencegah transmisi T. cruzi melalui
tranfusi. Pendatang tidak dianjurkan tidur di area terbuka khususnya di daerah endemis. Jaring
nyamuk dan repellent serangga(krim oles anti serangga) digunakan sebagai proteksi.

Di Amerika Serikat, sulit untuk mencegah transmisi T. cruzi dengan tranfusi darah. Karena tidak ada
pemeriksaan assay unttk infeksi T. cruzi oleh Food and Drug Administration (FDA) dalam penggunaan
darah di bank darah, maka skrening serologis belum menjadi sebuah pilihan. FDA menyarankan
menggunakan kuesioner untuk mengidentifrkasi dan menyaring donor pada risiko tinggi infeksi T.
cruzi. Cara tersebut bisa efektif dan tidak mengurangi penyediaan darah, tetapi penting untuk\
ditanamkan dalam pikiran bahwa pemeriksaan berdasarkan kuesioner tidak terlalu berhasil dalam
mengeliminasi transmisi melalui tranfusi pada penyakit infeksi lainnya.

Pada semua imigran dari daerah endemis harus dilakukan tes untuk menghindari infeksi kronik T.
cruzi. Tes juga sebaiknya dilakukan sebelum implantasi alatpacu jantung karena gangguan
iramaantung. Perlu dilakukan skrening untuk mencegah transmisi kongenital. Petugas laboratorium
harus menggunakan sarung tangan dan pelindung mata saat bekerja dengan T. Cruzi dan vektor yang
terinfeksi.

PROGNOSIS

Bila terjadi infeksi pada bayi dan anak maka biasanya berakibat fatal, terutama bila sudah
melibatkan sistem saraf pusat. Sedangkan prognosis untuk orang dewasa juga buruk bila sudah
terjadi penyakit jantung kronik.

Anda mungkin juga menyukai