Anda di halaman 1dari 4

Patogenesis Trypanosomiasis

Penularan terjadi melalui gigitan lalat tsetse Glossina infektif. Di alam terdapat 6 spesies
yang berperan sebagai vektor utama, G. Palpalis, G. Tachinoides, G. Morsitans,G. Pallidipes, G.
Swynnertoni dan G.fuscipes. Lalat tsetse terinfeksi karena menghisapdarah manusia atau binatang
yang mengandung Trypanosoma.Parasit berkembang biak dalam tubuh lalat selama 12-30 hari,
tergantung pada suhu dan faktor-faktor lain, sampai terjadi bentuk infektif didalam kelenjar-
kelenjar ludahnya. Sekali terinfeksi lalat tsetse akan tetap infektif selama hidupnya (rata-rata 3
bulan, bisa sampai 10 bulan). Infeksi pada lalat tidak diturunkan ke generasi lalat
berikutnya.Kemudian lalat tsetse yang telah terinfeksi jika menggigit manusia dapat menyebabkan
penyakit tidur ini.Penularan kongenital dapat terjadi pada manusia.Penularan langsung secara
mekanis dapat terjadi melalui darah pada probosis Glossina dan serangga penggigit lainnya, seperti
lalat kuda, atau karena kecelakaan di laboratorium.
Penyakit Tripanosomiasis disebabkan oleh protozoa yang merupakan parasit darah, yaitu
Trypanosoma evansi.Parasit ini dapat ditemukan di dalam sirkulasi darah pada fase infeksi akut.T.
evansi memiliki ukuran panjang 15 to 34 μm dan dapat membelah (binary fission) untuk
memperbanyak diri.Bentuknya yang khas seperti daun atau kumparan dicirikan dengan adanya
flagella yang panjang sebagai alat gerak.Di bagian tengah tubuh terdapat inti. Salah satu ujung
tubuh berbentuk lancip, sedangkan ujung tubuh yang lain agak tumpul dan terdapat bentukan yang
disebut kinetoplast.
Trypanosoma evansi merupakan parasit yang bersirkulasi dalam sistem peredaran darah.
Parasit ini mengambil glukosa sebagai sumber nutrisinya sehingga apabila hewan terinfeksi tidak
memperoleh asupan nutrisi yang baik maka akan terjadi penurunan kadar gula dalam darah.
Kemampuan T. evansi menghasilkan racun (trypanotoxin) dan melisiskan sel darah merah akan
berujung kepada kondisi anemia pada hewan inang (host).T. evansi tidak mampu bertahan hidup
lama, baik di lingkungan maupun pada bangkai hewan. Parasit ini hanya mampu hidup kurang dari
1 jam di dalam karkas pada temperatur ruang. Di lingkungan, ekspos terhadap sinar matahari
selama 30 menit akan mematikan trypanosoma. Pada peralatan yang terkontaminasi darah segar,
Trypanosoma mempunyai beberapa gen yang mengkode berbagai variasi glikoprotein
permukaan bersifat antigenik yang dikenal dengan istilah variable antigenic type (VAT). Setiap
saat trypanosoma berkembangbiak di dalam tubuh inang, maka akan dibentuk variasi glikoprotein
(VAT) yang baru. Antibodi yang dibentuk oleh tubuh akan menyesuaikan dengan VAT tersebut.
Dengan demikian, imunitas tubuh inang akhirnya akan selalu berupaya untuk membentuk berbagai
antibodi yang sesuai dengan variasi antigenik yang ditampilkan oleh trypanosoma.
(Mukayat,2009)
Kondisi imunosupresi (penurunan daya tahan tubuh) yang parah dapat terjadi pada infeksi
oleh agen Trypanosoma evansi.Akibatnya hewan inang menjadi lebih rentan terhadap infeksi
sekunder.Respon imun tubuh inang untuk membentuk antibodi pasca vaksinasi juga mengalami
penurunan.Program vaksinasi penyakit viral atau bakterial pada hewan yang terinfeksi T. evansi
harus ditunda hingga kondisi ternak membaik setelah diberikan pengobatan trypanosidal.
Penularan trypnosoma ke tubuh hospes melalui dua cara, yaitu dengan penularan secara
mekanik dan penularan secara biologi. Penularan secara mekanik merupakan penularan saat
trypanosoma yang diisap artropoda penghisap darah tidak mengalami perkembangan apapun di
dalam tubuh artropoda dan daya tahan hidupnya di dalam proboscis tidak terlalu lama kira-kira 10
– 15 menit. Penularan terjadi secara langsung dimana saat artropoda menghisap darah penderita
yang mengandung Tripanosoma, kurang dari (10 – 15 menit) menghisap darah hewan lainnya,
sehingga Tyipanosoma yang terdapat didalam proboscis pada saat menghisap darah akan terlepas
mengikuti aliran darah dan terjadi penularan .Penularan secara biologi diawali saat Trypanosoma
dihisap oleh arthopoda dimana Tyipanosoma yang terisap oleh artropoda penghisap darah, di
dalam tubuh artropoda mungkin hanya akan terjadi pendewasaan (siklo developmental),
perbanyakan atau penggandaan (Siklo-propagatif) dan perkembangbiakan (propagatif).

Di dalam tubuh artropoda penghisap darah, akan ditemukan stadium Leishmania,


Leptomonad, Kritidia dan Trypanosoma Metasiklik :
1. Stadium Leismania atau Amastigot berbentuk bulat atau lonjong, mempunyai satu inti dan
satu kinetoplas serta tidak mempunyai flagela. Bersifat intraseluler. Besarnya 2-3 mikron.
2. Stadium Leptomonas atau prosmatigot berbentuk memanjang mempunyai satu inti di
tengah dan satu flagela panjang yang keluar dari bagian anterior tubuh tempat terletaknya
kinetoplas, belum mempunyai membran bergelombang, ukurannya 15 mikron.
3. Stadium Kritidia atau Epimastigot berbentuknya memanjang dengan kinetoplas di depan
inti yang letaknya di tengah mempunyai membran bergelombang pendek yang
menghubungkan flagela dengan tubuh parasit, ukurannya 15-25 mikron.
4. Stadium Tripanosoma metasiklik atau Tripomastigot berbentuk memanjang dan
melengkung langsing, inti di tengah, kinetoplas dekat ujung posterior, flagela membentuk
dua sampai empat kurva membran bergelombang, ukurannya 20-30 mikron. (Arifin,2012)

Patologi dan Gejala Klinis Gejala dan tanda penyakit ini dapat bervariasi dan umumnya
dibagi atas 3 fase :
1. Fase awal (Initial stage) Ditandai dengan timbulnya reaksi inflamasi lokal pada daerah
gigitan lalat tsetse. Reaksi inflamasi dapat berkembang menjadi bentuk ulkus atau parut (
primary chancre). Reaksi inflamasi ini biasanya mereda dalam waktu 1-2 minggu.
2. Fase penyebaran (Haemoflagellates stage) Setelah fase awal mereda, parasit masuk ke
dalam darah dan kelenjar getah bening (parasitemia). Gejala klinis yang sering muncul
adalah demam yang tidak teratur, sakit kepala, nyeri pada otot dan persendian. Tanda klinis
yang sering muncul antara lain : Lymphadenopati, lymphadenitis yang terjadi pada bagian
posterior kelenjar cervical (Winterbotton’s sign), papula dan rash pada kulit. Pada fase ini
juga terjadi proses infiltrasi perivascular oleh sel-sel endotel, sel limfoid dan sel plasma,
hingga dapat menyebabkan terjadinya pelunakan jaringan iskemik dan perdarahan di
bawah kulit (ptechial haemorhagic). Parasitemia yang berat (toksemia) dapat
mengakibatkan kematian pada penderita.
3. Fase kronik (Meningoencephalitic stage) Pada fase ini terjadi invasi parasit ke dalam
susunan saraf pusat dan mengakibatkan terjadinya meningoenchepalitis difusa dan
meningomyelitis. Demam dan sakit kepala menjadi lebih nyata. Terjadi gangguan pola
tidur , insomnia pada malam hari dan mengantuk pada siang hari. Gangguan
ekstrapiramidal dan keseimbangan otak kecil menjadi nyata. Pada kondisi yang lain
dijumpai juga perubahan mental yang sangat nyata. Gangguan gizi umumnya terjadi dan
diikuti dengan infeksi sekunder oleh karena immunosupresi. Jumlah lekosit normal atau
sedikit meningkat. Bila tercapai stadium tidur terakhir, penderita sukar dibangunkan.
Kematian dapat terjadi oleh karena penyakit itu sendiri atau diperberat oleh penyakit lain
seperti malaria, disentri, pneumonia atau juga kelemahan tubuh. (Abdel-Rady,2008)

Anda mungkin juga menyukai