Anda di halaman 1dari 16

BAB I

PENDAHULUAN

Mycobacterium Tuberculosis telah menginfeksi sepertiga penduduk dunia
pada tahun 1993, WHO mencanangkan kedaruratan global penyakit TB, karena
pada sebagian besar Negara didunia penyakit TB tidak terkendali, terutama
penderita TB menular. Pada tahun 1995, diperkirakan setiap tahun terjadi sekitar 9
juta penderita baru TB dengan kematian 3 juta orang (WHO, treatment of
tuberculosis, guidelines for national programmes, 1997). Dinegara-negara
berkembang kematian TB merupakan 25% dari seluruh kematian. Diperkirakan
95% penderita TB berada dinegara berkembang, 75% penderita TB adalah
kelompok usia produktif (15-50 tahun). Tahun 1999, WHO memperkirakan setiap
tahun terjadi sekitar 583.000 kasus TB baru dengan kematian karena TB sekitar
140.000. Secara kasar diperkirakan setiap 100.000 penduduk Indonesia terdapat
130 penderita baru TB paru BTA positif.
Timbulnya TB tulang terjadi pada tahun-tahun terakhir ini, penyakit ini
belum tuntas diberantas. Kondisi ini masih lebih sering terjadi dibandingkan
tumor tulang primer, lesi kemerahan dan kelainan bentuk yang mengakibatkan
kelumpuhan, yang dahulu sering ditemukan dan kini jarang terlihat. Penyebaran
secara hematogen dari infeksi tulang dianggap berasal dari paru-paru dan
mungkin terjadi ketika infeksi primer atau dari post primary foci. Tuberkulosis
milik penyakit menular yang paling penting di dunia. Meskipun prevalensi di
negara-negara industri mengalami penurunan , masih belum diberantas . Menurut
analisis sebelumnya sekitar 10 % dari manifestasi paru mengacu pada sendi dan
tulang , terutama tulang belakang dan sendi panggul . Jadi TBC dianggap sebagai
penyakit yang signifikan dalam menemukan diagnosis keluhan pasti pada sendi
dan tulang. Dalam kasus coxitis tuberkulosis ( TBC ) merupakan infeksi paru
sebelum menyebabkan penyebaran hematogen . Diagnosis dini dapat menjadi sulit
karena gejala klinis utama pada tahap awal serta temuan radiologis sering tidak
spesifik.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi
Tuberculosis adalah penyakit yang disebabkan oleh Mycobacterium
Tuberculosa dengan gejala yang bervariasi dan ditandai dengan pembentukan
tuberkel dan necrosis kaseosa pada jaringan setiap organ yang terinfeksi.
Tuberkulosis tulang adalah suatu proses peradangan kronik dan destruktif
yang disebabkan basil tuberkulosa yang menyebar secara hematogen dari focus
jauh, dan hampir selalu berasal dari paru-paru. Penyebaran basil ini dapat terjadi
pada waktu infeksi primer atau pasca primer. Penyakit ini sering terjadi pada
anak-anak.

B. Epidemiologi
Tuberkulosis tulang belakang merupakan kejadian yang paling umum dari
tuberculosis tulang & itu terjadi sekitar 50% dari semua kasus tuberkuosis tulang
hampir 88% tentang kasus infeksi atau peradangan tulang belakang yang kronis.
Area predileksi yang utama adalah Tulang belakang, Pinggul, Lutut, Kaki, Siku,
Tangan, dan Bahu. Rahang bawah (mandibula) dan sendi temperomandibular
adalah daerah yang paling sedikit kejadiannya. Frekuensi tuberculosis tulang yang
paling tinggi adalah pada tulang belakang, biasanya di daerah vertebra torakal
atau vertebra lumbal, dan jarang terdapat di darah vertebra servikalis.

C. Etiologi
Penyebab Tuberculosis adalah Micobacterium Tuberculosa. Kuman ini
dapat menginfeksi manusia, seperti M. bovis, M. kansasii, M. intracellular. Pada
manusia paru-paru merupakan pintu gerbang utama masuknya infeksi pada organ
lain, bahkan bisa sampai menginfeksi tulang.



D. Klasifikasi
Peradangan pada sendi panggul. Ada dua jenis coxitis : TB dan
nontuberculous. .
a. Coxitis tuberkulosis
biasanya berkembang pada anak usia 5-10 ketika mereka berada dalam
kondisi melemah ( karena infeksi , kondisi hidup yang kurang baik ) setelah
masuknya agen penyebab TB dari fokus utama (biasanya dari paru-paru ) . Cedera
sering merupakan faktor predisposisi . Penyakit ini menetapkan secara bertahap
dengan gejala TB sistemik . Kemudian terjadi nyeri pada lututterjadi dan secara
bertahap menyebar ke sendi panggul . Sebagai proses dalam sendi berkembang,
mobilitas menjadi terbatas dan kontraktur otot-otot mengikuti. Panggul pada sisi
yang terkena menjadi sedikit terangkat dan miring ke depan . Kapsul sendi
menjadi penuh dengan nanah . Nanah turun melalui celah-celah intermuskuler ,
membentuk abses menyebar di pinggul atau di wilayah glutealis. Dislokasi
patologis terjadi jika ada kehancuran kepala femur dan acetabulum . Pengobatan
mendukung dan antituberculotic . Tindakan ortopedi ( gips plester , traksi ,
memakai belat ) membantu proses mereda . Langkah-langkah ini juga bertujuan
untuk mencegah atau mengoreksi deformitas anggota badan . Jika pengobatan
konservatif tidak efektif , operasi ( arthrodesis , osteotomy , dan dalam beberapa
kasus artroplasti ) digunakan untuk melumpuhkan sendi atau meluruskan.

b. coxitis Nontuberculous
ketika sendi menjadi terinfeksi dari jaringan sekitarnya bila ada penyakit
purulen, luka terbuka pada sendi , atau penyakit menular sistemik . Onset akut,
penyakit ini berkembang pesat dengan tinggi ( septik ) suhu dan nyeri tajam .
Pengobatan terdiri dari sisanya ( gips , traksi ) dan pemberian antibiotik .
Pengobatan selanjutnya terdiri dari pembedahan : sayatan ke dalam sendi atau
eksisi parsial.



E. Patofisiologi
Infeksi menjangkau sistem tulang melalui saluran vaskuler, yang biasanya
arteri sebagai hasil bacillemia atau kadang-kadang di dalam tulang belakang (axial
skeleton) melalui vena plexus batsons . Tuberculosis tulang & sendi dikatakan
akan berkembang 2 sampai 3 tahun setelah fokus primer. Basil Tuberkulosis
biasanya menyangkut dalam spongiosa tulang. Pada tempat infeksi timbul osteitis,
kaseasi dan likuifaksi dengan pembentukan pus yang kemudian dapat mengalami
kalsifikasi. Berbeda dengan osteomielitis piogenik, maka pembentukan tulang
baru pada tuberculosis tulang sangat sedikit atau tidak ada sama sekali. Pada
tuberculosis tulang ada kecenderungan terjadi perusakan tulang rawan sendi atau
discus intervertebra.
Tuberkulosis coxitis menyumbang 10% dari tuberkulosis tulang dan pinggul
adalah kejadian yang paling sering melibatkan tulang setelah tulang belakang.
Prevalensi TB telah mengurangi sejak tahun 1950 di negara-negara maju. Namun
, banyak perkembangan pencegahan dan terapeutik belum tersedia untuk negara-
negara berkembang. Pasien dengan TBC telah mengalami infeksi paru terlebih
dahulu dari mana basil tuberkel mencapai pinggul oleh hematogen menyebar.
Diagnosis dini mungkin sulit karena timbulnya gejala sering membahayakan.
Nyeri pinggul adalah gejala awal; gerakan dapat dipertahankan untuk waktu yang
lama . Temuan radiologi pada tahap awal tidak spesifik , menunjukkan
demineralisasi tulang dan pembengkakan jaringan lunak , magnetic resonance
imaging ( MRI ) dan computerized tomography ( CT ) dapat membantu
menentukan luasnya penyakit lokal. Biopsi terbuka maka harus dilakukan.

F. Patologi
Kompleks Primer
Lesi primer biasanya pada paru paru, faring atau usus dan kemudian melalui
saluran limfe menyebar ke limfonodulus regional dan disebut primer kompleks.
Penyebaran Sekunder
Bila daya tahan tubuh penderita menurun, maka terjadi penyebaran melalui
sirkulasi darah yang akan menghasilkan tuberkulosis milier dan meningitis.
Keadaan ini dapat terjadi setelah beberapa bulan atau beberapa tahun kemudian
dan bakteri dideposit pada jaringan ekstra pulmoner.
Lesi Tersier
Tulang dan sendi merupakan tempat lesi tersier dan sebanyak 5 % dari
tuberkulosis paru akan menyebar dan akan berakhir sebagai tuberkulosis sendi
dan tulang. Pada saat ini kasus kasus tuberkulosis paru masih tinggi dan kasus
tuberkulosis tulang dan sendi juga diperkirakan masih tinggi.
Predileksi :
Tuberkulosis sendi dan tulang terutama mengenai daerah tulang belakang ( 50
70 % ) dan sisanya pada sendi sendi besar seperti panggul, lutut, pergelangan
tangan, sendi bahu dan daerah persendian kecil.

TB tulang atau sendi yang tersering, diikuti sendi panggul (koksitis TB)
dan sendi lutut (gonitis TB). Umumnya TB tulang atau sendi hanya mengenai satu
tulang atau sendi.
Manifestasi klinis yang ditimbulkan bersifat lambat dan tidak khas,
sehingga umumnya didiagnosis sudah dalam keadaan lanjut. Selain gejala umum
TB, dapat timbul gejala spesifik, berupa bengkak, kaku, kemerahan, dan nyeri
pada pergerakan.
Gejala atau tanda pada TB tulang atau sendi bergantung pada lokasi
kelainan. Kelainan pada sendi panggul biasanya pasien berjalan pincang dan
kesulitan berdiri. Kelainan pada sendi lutut dapat berupa pembengkakan di daerah
lutut, anak sulit berdiri dan berjalan, kadang ditemukan atrofi otot paha dan betis.
Pada gambaran radiologi, tahap awal, menunjukkan osteoporosis regional
periartikuler dan pembengkakan jaringan lunak sekitar sendi. Pada tahap lanjut,
didapat penyempitan celah sendi, destruksi tulang rawan sendi dan lesi osteolitik
pada daerah epifise. Pada aspirasi cairan sendi, didapat peningkatan sel,
penurunan glukosa dan peningkatan protein.
Indikasi tindakan bedah pada TB tulang belakang adalah kelainan
neurologis, instabilitas spinal,tidak respon terhadap OAT.

Ada empat macam tipe proses radang dari tulang dan sendi :
1. Tipe infeksi tertentu, FUNDS tipe inisial biota penyebabnya dapat dideteksi,
misalnya: piogenik (nanah memproduksi) infeksi seperti Osteomielitis, septic
arthritis Dan tenosinovitis. Yang Before Granulomatous (granuloma producting)
infeksi, seperti tuberkulosis oateomyelitis Dan TB arthritis.
2. Tipe Non Tertentu Dan Idiopatik, seperti penyakit rematik, demam rematik,
sinovitis transien, rheumatoid arthritis Dan spondylitis.
3. Tipe Sekunder KARENA kimia iritan, seperti metabolisme arthritis (Gout)
4. Tipe kronis inflamasi KARENA mengulangi cedera fisik, seperti bursitis,
stenosans tenovaginitis
1. Stadium Implantasi
Setelah bakteri berada dalam tulang, maka bila daya tahan tubuh penderita
menurun, bakteri akan berduplikasi membentuk koloni yang berlangsung selama 6
8 minggu. Keadaan ini umumnya terjadi pada daerah paradiskus dan pada anak
anak umumnya pada daerah sentral vertebra.
2. Stadium Destruksi Awal
Setelah stadium implantasi, selanjutnya terjadi destruksi korpus vertebra serta
penyempitan yang ringan pada diskus. Proses ini berlangsung selama 3 6
minggu.
3. Stadium Destruksi Lanjut
Pada stadium ini terjadi destruksi yang masif, kolaps vertebra dan terbentuk massa
kaseosa serta pus yang berbentuk cold abses ( abses dingin ), yang terjadi 2 3
bulan setelah stadium destruksi awal. Selanjutnya dapat terbentuk sekuestrum
serta kerusakan diskus intervertebralis. Pada saat ini terbentuk tulang baji
terutama di sebelah depan ( wedging anterior ) akibat kerusakan korpus vertebra,
yang menyebabkan terjadinya kifosis atau gibus.
4. Stadium gangguan neurologis
Gangguan neurologis tidak berkaitan dengan beratnya kifosis yang terjadi, tetapi
terutama ditentukan oleh tekanan abses ke kanalis spinalis. gangguan ini
ditemukan 10% dari seluruh komplikasi spondilitis tuberkulosa. vertebra
thorakalis mempunyai kanalis spinalis yang lebih kecil sehingga gangguan
neurologis lebih mudah terjadi pada daerah ini.
Bila terjadi gangguan neurologis, maka perlu dicatat derajat kerusakan paraplegia,
yaitu :
Derajat I : Kelemahan pada anggota gerak bawah terjadi setelah melakukan
aktifitas atau setelah berjalan jauh. Pada tahap ini belum terjadi gangguan saraf
sensoris.
Derajat II : Terdapat kelemahan pada anggota gerak bawah tapi penderita
masih dapat melakukan pekerjaannya.
Derajat III : Terdapat kelemahan pada anggota gerak bawah yang membatasi
gerak/aktivitas penderita serta hipestesi/anestesia
Derajat IV : Terjadi gangguan saraf sensoris dan motoris disertai gangguan
defekasi dan miksi. Tuberkulosis paraplegia atau Pott paraplegia dapat terjadi
secara dini atau lambat tergantung dari keadaan penyakitnya.
Pada penyakit yang masih aktif, paraplegia terjadi oleh karena tekanan ekstradural
dari abses paravertebral atau akibat kerusakan langsung sumsum tulang belakang
oleh adanya granulasi jaringan. Paraplegia pada penyakit yang sudah tidak aktif /
sembuh terjadi oleh karena tekanan pada jembatan tulang kanalis spinalis atau
oleh pembentukan jaringan fibrosis yang progresif dari jaringan granulasi
tuberkulosa. Tuberkulosis paraplegia terjadi secara perlahan dan dapat terjadi
destruksi tulang disertai angulasi dan gangguan vaskuler vertebra.
Derajat I III disebut sebagai paraparesis dan derajat IV disebut sebagai
paraplegia.
5. Stadium deformitas residual
Stadium ini terjadi kurang lebih 3 5 tahun setelah timbulnya stadium implantasi.
Kifosis atau gibus bersifat permanen oleh karena kerusakan vertebra yang masif
di sebelah depan


G. Gejala klinis
Pada coxitis Tuberkulosa berlangsung lambat, kronik dan biasanya hanya
mengenai 1 sendi, keluhan biasanya ringan dan makin lama makin berat disertai
perasaan lelah pada sore dan malam hari, subfebris, penurunan berat badan.
Keluhan yang lebih berat seperti panas tinggi, malaise, keringat malam, anoreksia
biasanya bersamaan dengan tuberculosis milier. Pada sendi, mula-mula jarang
timbul gambaran yang khas seperti pada arthritis yang lainnya. Tanda awal berupa
bengkak, nyeri dan keterbatasan lingkup gerak sendi. Kulit diatas daerah yang
terkena teraba panas, kadang-kadang malah dingin, berwarna merah kebiruan.
Bisa terjadi sendi berada dalam kedudukan fleksi berkelanjutan dan mungkin
disertai tenosinovitis. Pada anak-anak dapat ditemukan spasme otot pada malam
hari (night start). Mungkin disertai demam, tapi biasanya ringan. Pada kasus yang
berat, kelemahan otot bisa terjadi sedemikian cepatnya menyerupai kelumpuhan.
Bila pinggul yang terkena, maka terjadi kelemahan tungkai dengan sedikit rasa
tidak enak. Dalam keadan yang lanjut dan berat, pasien sukar menggerakkan dan
mengangkat tungkai pada sendi pinggul yang terkena, disertai rasa sakit yang
sangat mengganggu disekitar paha dan daerah pinggul tersebut. Tuberkulosis
vertebra (penyakit pott) biasanya terjadi didaerah thoracolumbal. Penyakit pott
merupakan 50% dari seluruh kasus tuberculosis tulang dan sendi. Pada mulanya
seluruh kasus Tuberculosis tulang dan sendi.

H. Pemeriksaan laboratorium
1. Peningkatan LED dan mungkin disertai dengan leukositosis
2. uji mantoux positif
3. pada pemeriksaan biakan kuman mungkin ditemukan mikrobakterium
4. biopsi jaringan granulasi atau kelenjar limfe regional
5. pemeriksaan histopatologis dapat ditemukan tuberkel

I. Pemeriksaan radiologi
Pemeriksaan radilogik pada penyakit tuberculosis dapat dilakukan foto
toraks PA, lateral, fluoroskopi) masih mempunyai nilai diagnostik yang tinggi, ini
dilakukan pada pasien yang dicurugai adanya infeksi TB paru. Untuk menegakkan
diagnosis pada penyakit TB tulang dapat dilakukan foto polos tulang dan CT-Scan
tulang.
a. Tuberkulosis pada Tulang Panjang
Pada tulang panjang, lesi paling sering terdapat di daerah metafisis yang
pada foto roentgen terlihat sebagai lesi destruktif berbentuk bulat atau
lonjong. Pada permulaan, batas-batasnya tidak tegas tetapi pada proses
yang sudah kronis batasnya menjadi tegas. Kadang-kadang dengan
sclerosis pada tepinya. Sequestra mengecil dan diserap oleh jaringan
granulasi. Dapat ditemukan reaksi periosteal jika lesi lokal di dalam
subkortikal, ini bukan merupakan bentuk yang menonjol Lesi cepat
menyeberangi garis epifiser dan mengenai epifisis dan selanjutnya
mengenai sendi. Proses dapat juga bermula pada epifisis tulang panjang.
Lesi pada diafisis jarang, dan lebih jarang lagi pada bentuk lesi multiple
cystic.

b. Tuberkulosis pada Tulang Belakang
Lesi biasanya pada korpus vertebra dan proses dapat bermula di 3
tempat, yaitu:
Dekat diskus intervertebra atas atau bawah, disebut tipe marginal,
yang sesuai dengan tipe metafiseal pada tulang panjang.
Di tengah korpus, disebut tipe sentral.
Di bagian anterior korpus, disebut tipe anterior atau subperiosteal
Pada tipe marginal, lesi destruktif biasanya terdapat di bagian depan
korpus vertebra dan cepat merusak diskus. Proses dapat terjadi pada dua
atau lebih vertebra yang berdekatan. Karena bagian depan korpus
vertebra paling banyak mengalami destruksi disertai adanya kolaps, maka
korpus vertebra akan berbentuk baji dan pada tempat tersebut timbul
gibbus.

Abses paravertebral timbul cepat dan paling mudah dilihat di
daerah torakal karena adanya kontras paru-paru. Bila sudah lama akan
timbul kalsifikasi pada abses. Tidak terlihat adanya pembentukan tulang
baru pada proses yang aktif.

Bila pengobatan berhasil, tanda-tanda
penyembuhan pada vertebra yang terkena dapat dilihat dari:
Densitas tulang yang kembali normal
Rincian tulang terlihat lebih jelas
Batas tulang yang menjadi lebih tegas
Pada tipe sentral, abses timbul pada bagian tengah korpus vertebra dan
diskus lambat terkena proses. Bila lesi meluas ke tepi tulang maka proses
selanjutnya adalah seperti pada tipe marginal. Pada tipe anterior, proses
berlangsung di bawah periost dan meluas di bawah ligamen longitudinal
anterior. Kerusakan pada diskus terjadi lambat.

c. Tuberkulosis pada Trokanter Mayor
Salah satu tulang yang sering terkena tuberculosis adalah trokanter mayor,
terutama pada anak-anak dan dewasa muda. Lesi dapat bermula pada
tulang atau bursa. Bila lesi bermula pada bursa, maka erosi pada tulang
kadang-kadang hanya superficial dan akan sukar dilihat. Baik pada proses
yang dimulai pada tulang maupun bursa, dapat meluas ke sendi panggul.
Gambaran radiologik tuberculosis pada trokanter mayor sama dengan pada
tulang panjang.
d. Daktilis Tuberkulosis
Kelainan ini disebut juga spina ventosa (lesi pertama menjadi gambaran
radiology pada anak-anak), menghasilkan gambaran yang khas. Spina
ventosa dalam arti kata sebenarnya adalah tulang pendek yang dipompa
dengan udara(a short bone inflated with air) Tulang falangs yang terkena
melebar karena ekspansi medulla. Biasanya bisa dibedakan dari daktilis
karena sifilis, dimana tulang melebar karena penebalan tulang akibat
pembentukan kortikal tulang baru.

e. Koksitis Tuberkulosis
Sering pada anak-anak. Proses dapat dimulai di asetabulum, sinovium,
epifisis femur, metafisis femur, atau trokanter mayor. Kadang-kadang
infeksi menyebar ke panggul dari focus di dalam trochanter mayor atau
ischium. Lesi pada panggul mempunyai karakteristik dengan destruksi
yang banyak tetapi suatu perubahan yang tidak wajar sekarang jarang
terlihat. Semua tingkat kehilangan tulang dari kaput dan colum femur
dapat ditemukan. Penemuan yang sering adalah gambaran tonjolan
bernama birds beak. Ekspansi dan destruksi didalam asetabulum
kadang-kadang membawa ke protrusio intrapelvik dari sendi panggul.
Destruksi tulang biasanya banyak, baik pada asetabulum maupun pada
kaput femur. Kadang-kadang kaput femur tidak dapat dilihat lagi. Bila
destruksi pada asetabulum banyak dapat menimbulkan protusio asetabuli.
Diagnosis diferensial yang penting adalah penyakit perthes, yaitu nekrosis
avaskular dari kaput femur.
f. Tuberkulosis Sendi Lutut
Gonitis tuberculosis termasuk sering dan gambaran radiologiknya
sesuai seperti yang diuraikan di atas.
g. Tuberkulosis Sendi Bahu
Kadang-kadang lesi pada kaput humerus besar dan berbentuk kistik
sehingga menyerupai giant cell tumor. Bila terdapat juga lesi pada
glenoid, maka maka kedua penyakit ini mudah dibedakan karena giant
cell tumor tidak menyeberangi sendi.

Kadang-kadang lesi tuberculosis
pada kaput humeri kecil dan tanpa pembentukan pus serta gejalanya
ringan dan dikenal sebagai caries sicca.

Gambar. 1 belajar radiographical awal dengan lesi osteolitik di daerah pusat
acetabulum dan deformitas epifisis
Gambar. 2 CT studi dengan lesi hipodens dengan tepi sklerotik yang terletak di
bagian tengah dari acetabulum
Gambar. 3 menunjukkan MRI cairan intra-artikular dengan osteoporosis dan
edema kepala femoral dan acetabulum dan lesi tulang rawan epifisis
Gambar. 4 studi radiographical pascaoperasi dengan total protesa non-disemen



J. Diagnosa
Di Negara berkembang diagnosis tuberculosis tulang dan sendi
dapat ditegakkan dengan pemeriksaan klinik dan radiologik. Penyakit
Tuberculosis tulang dapat mengenai hampir seluruh tulang, tapi yang
paling sering adalah Tuberkulosis pada Tulang Panjang, Tuberkulosis
pada Tulang Belakang, Tuberkulosis pada Trokanter Mayor, Daktilis
Tuberkulosis, Artritis Tuberkulosis, Koksitis Tuberkulosis, Tuberkulosis
Sendi Lutut, Tuberkulosis Sendi Bahu, Tuberkulosis Sendi Siku.
Pemeriksaan klinis yang dilakukan dengan melihat tanda dan gejala yang
ada dan melakukan pemeriksaan laboratorium ( LED meningkat, test
sputum BTA, test tuberculin ), dan pada pemeriksaan radiologis dapat
dilakukan photo toraks PA karena penyakit TB tulang dapat disebabkan
karena penyebaran dari TB paru, jika ada kecurigaan infeksi pada tulang
maka dapat dilakukan photo pada tulang (photo polos posisi AP, Lateral
dan CT-Scan atau MRI).

K. Penatalaksanaan
Tujuan dari pengobatan tuberculosis adalah untuk menyembuhkan penderita,
mencegah kematian, mencegah kekambuhan dan menurunkan tingkat penularan.
Obat Anti Tuberkulosis Pilihan Pertama
1. Isoniazid
Isoniazid merupakan obat paling poten dalam pengobatan tuberkulosis,
merupakan molekul kecil larut dalam air, dan merupakan analog sintetik
piridoksine.


Isoniazid bersifat bakteriostatik bagi mikobakterium pada fase stasioner,
dan bersifat bakterisid pada kuman yang sedang tumbuh aktif. Efektif melawan
bakteri intraselular.


Insidensi dan tingkat keparahan efek samping bergantung dosis dan lama
pemberian. Efek samping yang dapat timbul antara lain :
Reaksi alergi
Neuritis perifer
Hepatitis dan hepatotoksisitas idiosinkrasi
Interaksi obat.

2. Rifampin
Rifampin adalah derivat semisintetik rifamisin B yaitu salah satu anggota
kelompok antibiotik makrosiklik yang disebut rifamisin. Kelompok zat ini
dihasilkan oleh Streptomyces mediterranei.
Rifampisin merupakan bakterisidal bagi mikobakteria intraselular juga
ekstraselular, untuk Mikobakterium tuberkulosis, mikobakterium atipikal juga
mikobakterium leprae.Rifampin efektif menghambat berbagai pertumbuhan
kuman gram positif dan gram negatif. Sangat aktif terhadap N.meningitidis dan
dapat menghambat pertumbuhan beberapa jenis virus.
Rifampin jarang menimbulkan efek yang tidak diingini. Yang paling
sering ialah ruam kulit, demam, mual dan muntah. Pada pemberian berselang
dengan dosis lebih besar sering terjadi flu like syndrome, nefritis interstisial,
nekrosis tubular akut, dan trombositopenia. Pada penderita penyakit hati kronik,
alkoholisme, dan usia lanjut, insidens ikterus dikarenakan rifampin bertambah.

3. Etambutol
Hampir semua galur mikobakterium tuberkulosis dan mikobakterium
kansasii sensitif terhadap etambutol. Etambutol tidak efektif untuk kuman lain.
Obat ini tetap menekan pertumbuhan kuman tuberkulosis yang telah resisten
terhadap isoniazid dan streptomisin. Kerjanya menghambat sintesis metabolit sel
sehingga metabolisme sel terhambat dan sel mati. Karena itu obat ini hanya aktif
terhadap sel yang bertumbuh dengan khasiat tuberkulostatik.
Hipersensitifitas terhadap etambutol jarang terjadi. Efek samping yang
paling penting adalah gangguan penglihatan, biasanya bilatera, yang merupakan
neuritis retrobulbar, yaitu berupa turunnya tajam penglihatan, hilangnya
kemampuan membedakan warna, mengecilnya lapang pandangan, dan skotoma
sentra maupun lateral. Insidens efek samping ini makin tinggi sesuai dengan
peningkatan dosis dan lamanya terapi, namun bersifat reversibel.


Terapi dengan etambutol menyebabkan peningkatan kadar asam urat darah
pada 50 % penderita. Hal ini disebabkan oleh penurunan ekskresi asam urat
melalui ginjal. Efek nonterapi ini mungkin diperkuat oleh isoniazid dan
piridoksin.

4. Pirazinamid
Pirazinamid di dalam tubuh dihidrolisis oleh enzim pirazinamidase
menjadi asam pirazinoat dan merupakan bakterisid yang kuat untuk bakteri tahan
asam yang berada dalam sel makrofag, lebih aktif bekerja pada hanya pada
suasana asam.
Efek samping yang paling umum dan serius adalah kelainan hati, oleh
karena itu hendaknya dilakukan pemeriksaan fungsi hati sebelum pengobatan
dengan pirazinamid dimulai, dan pemantauan terhadap transaminase serum
dilakukan secara berkala selama pengobatan berlangsung. Obat ini juga
menghambat ekskresi asam urat dan dapat menyebabkan kambuhnya pirai.

5. Streptomisin
Streptomisin in vitro bersifat bakteriostatik dan bakterisid terhadap kuman
tuberkulosis. Adanya mikroorganisme yang hidup dalam abses atau kelenjar
limpfe regional serta hilangnya pengaruh obat setelah beberapa bulan pengobatan,
mendukung konsep bahwa kerja streptomisin in vivo ialah supresi, bukan
eradikasi kuman tuberkulosis. Obat ini dapat mencapai kavitas, tetapi relatif sukar
berdifusi ke cairan intrasel.
Umumnya streptomisin dapat diterima dengan baik. Kadang-kadang
terjadi sakit kepala sebentar atau malaise. Reaksi hipersensitifitas biasanya terjadi
dalam minggu-minggu pertama pengobatan. Streptomisin bersifat neurotoksik
pada saraf kranial ke VIII, bila diberikan dalam dosis besar dan jangka lama.
Dianjurkan untuk melakukan pemeriksaan audiometri basal dan berkala pada
mereka yang mendapat streptomisin. Seperti aminoglikosida lainnya, obat ini juga
bersifat nefrotoksik. Ototoksisitas dan nefrotoksisitas ini sangat tinggi
kejadiannya pada kelompok usia di atas 65 tahun, oleh karena itu obat ini tidak
boleh diberikan pada kelompok usia tersebut. Efek samping lain ialah reaksi
anafilaktik, agranulositosis, anemia aplastik, dan demam obat.

Tabel 2. Jenis dan Dosis Obat Tuberkulosis pada Anak
(3,5)

Jenis Obat Dosis Harian Dosis Maksimal
Isoniazid 5-15 mg/KgBB/hari 300 mg/hari
Rifampin 10-20 mg/KgBB/hari 600 mg/hari
Pirazinamid 15-30 mg/KgBB/hari 2000 mg/hari
Etambutol 15-20 mg/KgBB/hari 1250 mg/hari
Streptomisin 15-40 mg/KgBB/hari 1000 mg/hari

Obat TB lain (second line) adalah PAS, viomisin, sikloserin, etionamid,
kanamisin dan kapriomisin, yang digunakan jika terjadi multidrug
resistance.Kombinasi yang paling sering disarankan adalah obat Isoniazid ( 300 mg /
hari ) Rifampisin ( 600 mg / hari ) dan Pirazinamid ( 20-30 mg / kg / hari ).

Jika penyakit ini tidak dikendalikan oleh pengobatan intervensi operasi akan
diperlukan . Ini mungkin mengambil bentuk arthrotomy dan debridement atau ,
dengan penyakit yang lebih luas , eksisi artroplasti atau arthrodesis. Ada laporan
dari penggantian panggul total ( THR ) dalam pengobatan TBC baik dalam
penyakit aktif dan rekonstruksi bersama sekunder. THR Namun mungkin ,
berhubungan dengan reaktivasi infeksi. Reaktivasi juga mungkin berkaitan
dengan terapi antibiotik awal tidak memadai.
Penanganan dengan teknik bedah yang berbeda sebagai arthrotomy dengan
debridement , arthrodesis , Girdlestone reseksi artroplasti atau artroplasti total
pinggul ( THA ) telah dilakukan dalam kasus-kasus penyakit yang luas. Meskipun
Girdlestone reseksi artroplasti tidak sulit untuk melakukan dan dalam sebagian
besar kasus hasil klinis yang memuaskan, kerugian besar dari teknik ini adalah
hilangnya fungsi akibat berkurangnya pinggul offset. Arthrodesis sebagai
alternatif mewakili untuk mengurangi rasa sakit dan sementara itu
memperlakukan infeksi berhasil . Selain kehilangan ROM dari sendi pinggul ,
sering ada perubahan degeneratif sekunder terutama tulang belakang lumbal
dalam jangka panjang . Melakukan THA harus disebutkan sebagai alternatif
menuntut , yang sering dipraktekkan dalam kombinasi dengan obat
antituberculotic oral. Eksaserbasi lokal diamati dalam kasus-kasus dengan
pengobatan sistemik memadai , sedangkan di sebagian besar kasus hasil mengacu
pada ROM dan nyeri pengurangan memuaskan.
Hal ini melaporkan bahwa intervensi operatif luas sebagai THA untuk TBC terus
menjadi isu kontroversial karena potensi risiko reaktivasi infeksi. Namun, periode
waktu setelah pengobatan awal antituberculotic dan melakukan artroplasti
dibahas.

Anda mungkin juga menyukai