Anda di halaman 1dari 58

1

1. ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI


MANAJEMEN PAJAK (TAX MANAGEMENT).
2. LATAR BELAKANG
Di setiap negara pajak merupakan sumber pendapatan dan memegang
peranan penting dalam perekonomian. Pemerintah telah membuat peraturan
mengenai pajak yang dikenakan oleh wajib pajak pribadi maupun wajib pajak
badan. Di Indoneisa peraturan tentang pajak penghasilan diatur dalam
Undang-Undang No. 36 Tahun 2008. Perusahaan merupakan salah satu
subjek dari wajib pajak badan dan saat perusahaan menerima atau mendapat
penghasilan/pendapatan akan merubah status perpajakannya menjadi wajib
pajak dan akan dikenai pajak penghasilan sesuai dengan Undang-Undang No.
36 Tahun 2008.
Menurut Mangoting (1999), bagi perusahaan pajak dianggap sebagai
biaya sehingga perlu dilakukan usaha-usaha atau strategi-strategi tertentu
untuk menguranginya. Perusahaan melakukan manajemen pajak dengan
tujuan untuk mengurangi atau menekan serendah mungkin kewajiban
pajaknya. Mangoting (1999) juga menyatakan bahwa manajemen pajak
merupakan sarana untuk memenuhi kewajiban pajak yang benar tetapi jumlah
pajak dapat dikurangi atau ditekan serendah mungkin untuk mendapatkan laba
dan likuiditas yang diharapkan oleh manajemen.
Menurut Suandy (2003), terdapat istilah yang sering digunakan dalam
meminimumkan kewajiban pajak yaitu tax avoidance dan tax evasion. Tax
2

avoidance merujuk kepada usaha meminimumkan kewajiban pajak yang
masih memenuhi ketentuan perpajakan (lawful), sedangkan tax evasion
merujuk kepada usaha meminimumkan kewajiban pajak yang melanggar
peraturan perpajakan (unlawful) (Suandy, 2003).
Menurut Darmadi dan Zulaikha (2013) ada beberapa cara yang dapat
dilakukan oleh perusahaan agar dapat memaksimalkan manajemen pajaknya,
yaitu dengan cara memaksimalkan insentif pajak (tax incentive). Ketika
kegiatan manajemen pajak perusahaan tidak optimal akan menyebabkan
hilangnya kesempatan perusahaan untuk mendapat tax incentive yang dapat
mengurangi pajak yang dibebankan kepada perusahaan (Darmadi dan
Zulaikha, 2013).
Memanfaatkan ukuran perusahaan dapat menjadi salah satu cara untuk
mendapatkan insentif pajak. Penelitian yang dilakukan oleh Derashid dan Hao
(2003) dan Richardson dan Roman (2007) menjelaskan bahwa perusahaan
yang berskala besar membayar pajak lebih rendah daripada perusahaan yang
berskala kecil. Hasil Penelitian oleh Derashid dan Hao (2003) dan Richardson
dan Roman (2007) menemukan bahwa ukuran perusahaan berpengauh negatif
terhadap tarif pajak efektif. Penelitian lain menyebutkan bahwa perusahan
yang berskala besar membayar pajak lebih besar daripada perusahaan berskala
kecil, ini dikarenakan adanya political cost yang menyebabkan jumlah beban
pajak menjadi lebih tinggi dari yang seharusnya (Zimmerman dalam Derashid
dan Hao, 2003).
3

Perusahaan juga dapat menekan tingkat profitabilitas yang
digambarkan oleh Return On Assets (ROA) untuk memaksimalkan
manajemen pajak perusahaan. Tingginya tingkat profitabilitas yang dimiliki
perusahaan maka perusahaan akan dikenai pajak yang tinggi. Perusahaan
yang penghasilannya semakin besar akan menyebabkan semakin besar pajak
penghasilan yang dikenakan terhadap perusahaan (Richardson dan Roman,
2007). Hasil penelitian oleh Richardson dan Roman (2007) menemukan
bahwa profitabilitas berpengaruh negatif terhadap tarif pajak efektif.
Penelitian lain yang dilakukan oleh Noor et al. (2010) menemukan
bahwa besarnya profitabilitas perusahaan dapat mengurangi beban pajak
perusahaan, ini dikarenakan perusahaan dengan tingkat efisiensi dan yang
memiliki pendapatan tinggi berhasil memanfaatkan keuntungan dari adanya
insentif pajak dan pengurang pajak yang lain yang dapat menyebabkan tarif
pajak efektif perusahaan lebih rendah dari yang seharusnya (Noor et al.,
2010). Hasil penelitian oleh Noor et al. (2010) menemukan bahwa
profitabilitas berpengaruh negatif terhadap tarif pajak efektif.
Intensitas kepemilikan aset tetap dapat mempengaruhi pajak
perusahaan karena adanya beban depresiasi yang melekat pada aset tetap
tersebut. Beban depresiasi tersebut akan menjadi pengurang terhadap pajak
yang harus dibayar oleh perusahaan. Menurut Noor et al. (2010) perusahaan
yang memiliki proporsi yang besar dalam aset tetap akan mendapatkan
keuntungan dari depresiasi yang melekat pada aset tetap yang dapat
4

mengurangi beban pajak perusahaan sehingga perusahaan membayar pajaknya
lebih rendah dari yang seharusnya. Hasil penelitian oleh Noor et al. (2010)
menemukan bahwa intensitas aset tetap berpengaruh negatif terhadap tarif
pajak efektif.
Penelitian tentang intensitas persediaan yang telah dilakukan oleh
Richardson dan Roman (2007), Noor et al. (2010), dan Chiou et al. (2012)
menemukan bahwa intensitas persediaan berakibat pada bertambahnya pajak
yang akan dibayarkan oleh perusahaan. Bertambahnya jumlah pajak yang
dibayar oleh perusahaan dikarenakan tidak adanya faktor pengurang pajak
dalam kepemilikan persediaan. Hasil penelitian oleh Richardson dan Roman
(2007), Noor et al. (2010), dan Chiou et al. (2012) menemukan bahwa
intensitas persediaan berpengaruh positif terhadap tarif pajak efektif.
PSAK No 14 (Revisi 2008) menjelaskan jumlah pemborosan (bahan,
tenaga kerja, atau biaya produksi), biaya penyimpanan, biaya administrasi dan
umum, dan biaya penjualan dikeluarkan dari biaya persediaan dan diakui
sebagai beban dalam periode terjadinya biaya. Biaya tambahan yang timbul
akibat investasi perusahaan terhadap persediaan akan menjadi pengurang
jumlah pajak yang dibayarkan perusahaan. Adanya hubungan linear antara
laba perusahaan dengan pajak yang dibayarkan oleh perusahaan
menyebabkan penurunan pembayaran pajak yang dilakukan oleh perusahaan
(Darmadi dan Zulaikha, 2013). Hasil penelitian oleh Darmadi dan Zulaikha
5

(2013) menemukan bahwa intensitas persediaan berpengaruh negatif terhadap
manajemen pajak.
Hutang dapat menyebabkan penurunan pajak dikarenakan adanya
biaya bunga yang timbul dari hutang tersebut dan dapat digunakan sebagai
pengurang penghasilan. Penelitian yang dilakukan oleh Darmadi dan Zulaikha
(2013) menemukan bahwa tingkat hutang perusahaan yang semakin besar
maka akan semakin baik manajemen pajak perusahaan. Hasil penelitian oleh
Darmadi dan Zulaikha (2013) menemukan bahwa struktur modal (hutang)
tidak terbukti memepngaruhi manajemen pajak. Menurut Haryadi (2012)
hutang perusahaan dapat mengurangi beban pajak yang dibayarkan dengan
memanfaatkan bunga hutang sebagai pengurang pajak. Hasil penelitian oleh
Haryadi (2012) menemukan bahwa hutang perusahaan berpengaruh negatif
terhadap manajemen pajak.
Pemerintah dalam Undang-Undang No. 36 Tahun 2008 memberikan
fasilitas perpajakan kepada perseroan terbuka berupa pengurangan tarif
sebesar 5 %. Dengan adanya peraturan tentang fasilitas pengurangan tarif
pajak akan menimbulkan adanya perbedaan dalam pajak yang akan
dibayarkan oleh perusahaan. Namun demikian menurut Darmadi dan Zulaikha
(2013) perlu dilakukan penelitian lebih lanjut apakah fasilitas penurunan tarif
pajak dapat berpengaruh terhadap manajemen pajak perusahaan dengan
melihat pajak yang riil dibayarkan oleh perusahaan. Hasil penelitian oleh
6

Darmadi dan Zulaikha (2013) menemukan bahwa fasilitas perpajakan tidak
terbukti mempengaruhi manajemen pajak.
Dewan komisaris merupakan inti dari corporate governance yang
ditugaskan untuk menjamin pelaksanaan strategi perusahaan, mengawasi
manajemen dalam mengelola perusahaan, serta mewajibkan terlaksananya
akuntabilitas. Menurut Minnick dan Tracy (2010) jumlah komisaris yang
lebih sedikit akan membuat dewan lebih fokus untuk meyakinkan manajemen
untuk berinvestasi dalam manajemen pajak. Hasil penelitian oleh Minnick dan
Tracy (2010) menemukan bahwa terdapat hubungan positif antara dewan
komisaris dengan manajemen pajak. Melinda dan Nur (2013) menyatakan
bahwa penambahan dewan komisaris dalam perusahaan dapat mencegah
perusahaan melakukan usaha agresif dalam manajemen pajak, sehingga
perusahaan akan lebih berhati-hati dalam melakukan aktivitasnya terkait
dengan aturan yang berkaitan dengan pajak. Hasil penelitian oleh Melinda dan
Nur (2013) menemukan bahwa dewan komisaris mempengaruhi manajemen
pajak secara signifikan.
Penelitian yang dilakukan oleh Melinda dan Nur (2013) menemukan
bahwa presentase komisaris independen tidak memiliki pengaruh yang
signifikan terhadap manajemen pajak. Sedangkan dalam penelitian Minnick
dan Tracy (2010) menjelaskan bahwa keberadaan komisaris independen akan
memberikan nilai positif terhadap nilai perusahaan setelah pajak, yang
kemudian meningkatkan kekayaan pemegang saham serta memberikan
7

pendorong yang signifikan dari kinerja bottom line. Semakin besar jumlah
komisaris independen pada dewan komisaris, maka semakin baik mereka bisa
memenuhi peran mereka di dalam mengawasi dan mengontrol tindakan-
tindakan para direktur eksekutif sehingga dapat mencegah perusahaan dalam
melakukan manajemen pajak.
Perusahaan dengan corporate governance yang baik akan memberikan
kompensasi kepada direksi atas kinerja yang telah dilakukannya. Dalam
penelitian Minnick dan Tracy (2010) menunjukkan hubungan negatif yang
signifikan antara kompensasi dengan tingkat pembayaran pajak perusahaan.
Sedangkan penelitian yang dilakukan oleh Melinda dan Nur (2013)
menemukan bahwa besaran kompensasi kepada direksi berpengaruh positif
terhadap manajemen pajak perusahaan. Manajemen pajak merupakan tujuan
jangka panjang, maka diperkirakan perusahan yang memberikan kompensasi
yang tinggi akan berinvestasi lebih dalam hal manajemen pajak yang dapat
meminimalisasi tingkat pajak efektif.
Pemimpin perusahaan memiliki karakter yang berbeda-beda dalam
pangambilan keputusan. Dalam pengambilan risiko manajer dapat bersikap
risk averse, risk neutral, atau risk taking. Manajer yang bersikap risk averse
adalah manajer yang menyukai risiko, manajer yang risk neutral adalah
manajer yang netral terhadap risiko, sedangkan manajer yang bersikap risk
averse adalah manajer yang tidak menyukai risiko (Prasetya dan Baldric,
2012). Hasil penelitian yang dilakukan oleh Budiman dan Setiyono (2011)
8

menemukan bahwa semakin eksekutif bersifat risk taker maka akan semakin
tinggi tingkat pernghidaran pajak (tax avoidence).
Dari uraian di atas, dapat dilihat perbedaan hasil dari peneliti-peneliti
terdahulu (Derashid dan Hao, 2003; Richardson dan Roman, 2007; Noor et
al., 2010; Chiou et al., 2012; Haryadi, 2012; Fatharani, 2012; Darmadi dan
Zulaikha, 2013; Melinda dan Nur, 2013; Minnick dan Tracy, 2010; Budiman
dan Setyono, 2011) mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi manajemen
pajak sehingga penulis tertarik untuk meneliti kembali manajemen pajak
dengan faktor-faktor yang mempengaruhinya. Penelitian ini merupakan
replikasi dari penelitian yang dilakukan oleh Darmadi dan Zulaikha (2013),
dengan menambahkan beberapa variabel dari penelitian lain, yakni tambahan
tiga variabel (jumlah dewan komisaris, presentase komisaris independen,
kompensasi) dari penelitian Melinda dan Nur (2013) dan satu variabel
(karakter eksekutif) dari penelitian Budiman dan Setyono (2011). Berdasarkan
uraian di atas penulis tertarik untuk melakukan penelitian yang berjudul
Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Manajemen Pajak (Tax
Management).
3. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang yang telah dijelaskan di atas, maka penulis
dapat merumuskan masalah dalam penelitian ini sebagai berikut :
1. Apakah ukuran perusahaan berpengaruh terhadap manajemen pajak?
2. Apakah profitabilitas perusahaan berpengaruh terhadap manajemen pajak?
9

3. Apakah tingkat hutang perusahaan berpengaruh terhadap manajemen
pajak?
4. Apakah intensitas aset tetap berpengaruh terhadap manajemen pajak?
5. Apakah intensitas persediaan berpengaruh terhadap manajemen pajak?
6. Apakah fasilitas perpajakan berpengaruh terhadap manajemen pajak?
7. Apakah jumlah dewan komisaris berpengaruh terhadap manjemen pajak?
8. Apakah presentase komisaris independen berpengaruh terhadap
manajemen pajak?
9. Apakah kompensasi dewan komisaris dan direksi berpengaruh terhadap
manajemen pajak?
10. Apakah karakter eksekutif berpengaruh terhadap manajemen pajak?
4. TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN
4.1.Tujuan Penelitian
Berdasarkan pada perumusan masalah di atas, maka penelitian ini
bertujuan untuk :
1. Untuk mengetahui pengaruh yang ditimbulkan oleh ukuran perusahaan
terhadap manajemen pajak perusahaan.
2. Untuk mengetahui pengaruh yang ditimbulkan oleh profitabilitas terhadap
manajemen pajak perusahaan.
3. Untuk mengetahui pengaruh yang ditimbulkan oleh tingkat hutang
perusahaan terhadap manajemen pajak perusahaan.
10

4. Untuk mengetahui pengaruh yang ditimbulkan oleh intensitas aset tetap
terhadap manajemen pajak perusahaan.
5. Untuk mengetahui pengaruh yang ditimbulkan oleh intensitas persediaan
terhadap manajemen pajak perusahaan.
6. Untuk mengetahui pengaruh yang ditimbulkan oleh fasilitas perpajakan
terhadap manajemen pajak perusahaan.
7. Untuk mengetahui pengaruh yang ditimbulkan oleh jumlah dewan
komisaris terhadap manajemen pajak perusahaan.
8. Untuk mengetahui pengaruh yang ditimbulkan oleh presentase komisaris
independen terhadap manajemen pajak perusahaan.
9. Untuk mengetahui pengaruh yang ditimbulkan oleh kompensasi dewan
komisaris dan dewan direksi terhadap manajemen pajak perusahaan.
10. Untuk mengetahui pengaruh yang ditimbulkan oleh karakter eksekutif
terhadap manajemen pajak perusahaan.
4.2.Manfaat Penelitian
1. Secara akademik untuk memenuhi salah satu syarat untuk mencapai studi
Strata Satu (S1) pada Fakultas Ekonomi Universitas Mataram.
2. Secara teoritis sebagai kajian untuk menambah pengetahuan penulis
khususnya dalam bidang perpajakan.
3. Secara praktis untuk menambah referensi hasil penelitian empiris terkait
dengan topik manajemen pajak baik bagi pembaca pada umumnya dan
bagi peneliti-peneliti selanjutnya.
11

5. TINJAUAN PUSTAKA
5.1. Penelitian Terdahulu
Penelitian Derashid dan Hao (2003) bertujuan untuk memeriksa
hubungan antara tarif pajak efektif dan serangkaian faktor. Alat analisis yang
digunakan yaitu analisis regresi. Penelitian Derashid dan Hao (2003)
menggunakan data laporan tahunan perusahaan-perusahaan yang terdaftar di
Busa Efek Kuala Lumpur tahun 1990-1999. Sampel dalam penelitian ini yaitu
perusahaan manufaktur dan hotel. Penelitian yang dilakukan menghasilkan
kesimpulan bahwa variabel ukuran perusahaan, hutang perusahaan, intensitas
aset tetap, intensitas persediaan, perbandingan nilai buku dan nilai pasar
perusahaan, dan ROA berpengaruh negatif terhadap tarif pajak efektif.
Perbedaan bisnis yang dijalankan berpengaruh negatif signifikan terhadap
tarif pajak efektif, perusahaan dalam sektor manufaktur dan sektor perhotelan
memiliki tarif pajak efektif lebih rendah daripada sektor lain. Untuk
kepemilikan modal oleh pemerintah pada penelitian ini tidak berpengaruh
terhadap tarif pajak efektif.
Penelitian pada perusahaan Australia yang dilakukan oleh Richardson
dan Roman (2007) menguji faktor-faktor penentu variabilitas pajak efektif
perusahaan menggunakan analisis regresi. Richardson dan Roman (2007)
menggunakan sampel yang terdiri dari satu panel perusahaan Australia
emiten dikumpulkan dari database aspek keuangan selama periode 1997-2003.
Namun, tahun 2000 dikeluarkan karena ini adalah tahun pajak transisi. Hasil
12

penelitian yang tersebut adalah ukuran perusahaan, hutang finansial, intensitas
aset tetap, intensitas penelitian dan pengembangan berpengaruh negatif
terhadap tarif pajak efektif. Untuk variabel intensitas persediaan berpengaruh
positif terhadap tarif pajak efektif. Adanya reformasi pajak, akan
menyebabkan ukuran perusahaan, intensitas persediaan, ROA, dan intensitas
aset tetap berpengaruh negatif terhadap tarif pajak efektif. Adanya reformasi
pajak akan menyebabkan variabel hutang finansial berpengaruh positif
terhadap tarif pajak efektif. Reformasi pajak juga menyebabkan variabel
intensitas penelitian dan pengembangan menjadi tidak berpengaruh signifikan
terhadap tarif pajak efektif.
Dalam penelitian yang dilakukan Noor et al. (2010) pada perusahaan
di Malaysia dengan tujuannya adalah untuk menguji tingkat tarif pajak efektif
perusahaan selama sistem penilaian resmi dan sistem penilaian rezim pajak.
Penelitian menggunakan analisis regrei dan data sampel dikumpulkan dari
316 perusahaan untuk tahun 1993-2006 yang terdaftar di Bursa Malaysia.
Hasil penelitian yang didapat adalah bahwa ukuran perusahaan dan intensitas
persediaan berpengaruh positif terhadap tarif pajak efektif. Untuk variabel
ROA, hutang perusahaan dan intensitas aset tetap berpengaruh negatif
terhadap tarif pajak efektif. Untuk jenis usaha perusahaan didapatkan hasil
bahwa industri produk, pedagangan dan jasa, consumer product, pertanian,
teknologi dan properti memiliki tarif pajak efektif yang lebih rendah
dibanding sektor lain.
13

Penelitian lain yang dilakukan oleh Chiou et al. (2012) menyelidiki
faktor penentu ETR (Tarif Pajak Efektif) untuk perusahaan-perusahaan yang
terdaftar di pasar saham China (Shanghai dan Shenzen). Penelitian ini
menggunakan analisis regresi logistik dan data panel terdiri dari 360
perusahaan tahun 2004-2011 yang diperoleh dari database Jurnal Ekonomi
Taiwan. Hasil yang didapat dari penelitian ini adalah bahwa kepemilikan
saham oleh pemerintah dan intensitas kepemilikan aset tetap tidak memiliki
pengaruh terhadap tarif pajak efektif. Disisi lain, ukuran perusahaan, ROA
dan intensitas persediaan memiliki pengaruh positif terhadap tarif pajak
efektif. Ada juga variabel independen yang berpengaruh negatif terhadap tarif
pajak negatif, yaitu hutang perusahaan.
Penelitian yang dilakukan di Indonesia oleh Haryadi (2012) dengan
tujuan untuk menguji pengaruh intensitas modal (capital Intensity), leverage
dan ukuran perusahaan (size) terhadap Tarif Pajak Efektif dengan
menggunakan analisis regresi berganda pada perusahaan pertambangan di BEI
pada tahun 2010 dengan 2011 sebanyak 27 perusahaan. Hasil penelitian
menemukan bahwa intensitas aset tetap tidak berpengaruh terhadap tarif pajak
efektif. Variabel hutang perusahaan berpengaruh negatif terhadap tarif pajak
efektif, dan yang terakhir variabel ukuran perusahaan tidak berpengaruh
signifikan terhadap tarif pajak efektif.
Penelitian yang dilakukan di Indonesia oleh Fatharani (2012) untuk
menguji dan menganalisis pengaruh kepemilikan, reformasi perpajakan, dan
14

hubungan politik terhadap tindakan pajak agresif. Penelitian ini menggunakan
analisis regresi berganda dan sampel dalam penelitian ini adalah 53
perusahaan yang terdaftar di BEI untuk tahun 2007-2010.Hasil penelitian ini
adalah variabel karakteristik kepemilikan, hubungan politik, dan pendanaan
tidak berpengaruh signifikan terhadap tindakan pajak agresif. Variabel
reformasi perpajakan, ROA dan ukuran perusahaan berpengaruh negatif
terhadap tindakan pajak agresif.
Penelitian lain yang dilakukan di Indonesia oleh Darmadi dan
Zulaikha (2013) menguji dan menganalisis pengaruh ukuran perusahaan,
struktur modal (hutang), profitabilitas, intensitas aset tetap, intensitas
persediaan dan fasilitas perpajakan terhadap manajemen pajak dengan
menggunakan indikator tarif pajak efektif. Dalam penelitian ini menggunakan
analisis regresi berganda dan sampel dalam penelitian ini adalah perusahaan
manufaktur yang terdaftar di BEI tahun 2011-2012 sebanyak 73 perusahaan.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat pengaruh negatif intensitas aset
tetap dan intensitas persediaan terhadap manajemen pajak. Hasil lain
menunjukkan bahwa terdapat pengaruh positif ukuran perusahaan terhadap
manajemen pajak. Struktur modal (hutang), profitabilitas dan fasilitas
perpajakan tidak terbukti mempengaruhi manajemen pajak.
Penelitian lain yang dilakukan di Indonesia oleh Melinda dan Nur
(2013) menyelidiki pengaruh tata kelola perusahaan terhadap perilaku
manajemen pajak. Metode analisis penelitian ini menggunakan analisis regresi
15

berganda. Sampel penelitian ini adalah sektor manufaktur pada tahun 2009-
2011. Total sampel penelitian adalah 153 perusahaan yang memenuhi kriteria
sebagai sampel penelitian ini. Hasil penelitian menunjukkan bahwa jumlah
dewan komisaris, ukuran perusahaan, kinerja perusahaan, dan tingkat hutang
perusahaan mempengaruhi manajemen pajak secara signifikan. Sementara itu,
persentase komisaris independen, kompensasi dewan komisaris dan dewan
direksi, dan beda tarif pajak tidak berpengaruh signifikan terhadap manajemen
pajak perusahaan.
Penelitian yang dilakukan Minnick dan Tracy (2010) menyelidiki
bagaimana tata kelola perusahaan yang berperan dalam manajemen pajak
jangka panjang. Data perusahaan yang dikumpulkan yang ada di daftar S&P
500 tahun 1996-2005. Menggunakan variabel independen yaitu Increase pay
performance, external governance dan variabel dependen yaitu tax
management. Hasil penelitian menemukan hubungan positif antara dewan
komisaris dengan GETR dan CETR. Temuan lainnya yakni kompensasi
dalam bentuk insentif jangka panjang bagi dewan komisaris dan direksi akan
memotivasi untuk melakukan tax management. Hasil penelitian tersebut
menambah wawasan tentang bagaimana tata kelola dapat membantu
meningkatkan kinerja perusahaan dan meningkatkan nilai pemegang saham.
Penelitian yang dilakukan Budiman dan Setyono (2011) mengkaji
adanya pengaruh karakter eksekutif di dalam perusahaan terhadap terjadinya
penghindaran pajak (tax avoidance). Objek penelitian yang digunakan adalah
16

perusahaan-perusahaan manufaktur yang terdaftar di bursa efek Indonesia
periode 2006-2010. Metode analisis yang digunakan adalah regresi linear
berganda dan sampel dalam penelitian ini sebanyak 41 perusahaan. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa eksekutif yang memiliki karakter risk taker
secara signifikan memiliki pengaruh positif terhadap terjadinya penghindaran
pajak (tax avoidance).
Penelitian ini merujuk pada penelitian Darmadi dan Zulaikha (2013),
dimana persamaan penelitian ini dengan penelitian terdahulu yaitu :
a. Sama-sama menggunakan variabel manajemen pajak sebagai variabel
dependen.
b. Sama-sama menggunakan perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI
sebagai sampel penelitian.
Adapun perbedaan ini dengan penelitian terdahulu yaitu :
a. Periode pengamatan penelitian terdahulu pada tahun 2011-2012
sedangkan dalam penelitian ini pada tahun 2010-2013.
b. Penelitian terdahulu menggunakan 6 variabel independen sedangkan
dalam penelitian ini ada tambahan 4 variabel independen sehingga
variabel independen dalam penelitian ini menjadi 10 variabel.
5.2.Landasan Teori
5.2.1. Teori Keagenan (Agency Theory)
Jensen dan William (1976) menjelaskan teori agensi adalah kontrak
antara satu atau beberapa principal yang menyewa orang lain (agent) untuk
17

melakukan beberapa jasa atas nama mereka yang meliputi pendelegasian
wewenang pengambilan keputusan kepada agent. Dalam pendelegasian
wewenang pemilik (principal) kepada manajer (agent), manajemen diberi hak
untuk mengambil keputusan bisnis bagi kepentingan pemilik.
Teori keagenan juga mengimplikasikan terdapat asimetri informasi
antara manajer sebagai pihak agen dan pemilik sebagai prinsipal. Manajemen
sebagai agen, secara moral bertanggung jawab untuk mengoptimalkan
keuntungan para pemilik (principal) dan sebagai imbalannya akan
memperoleh kompensasi sesuai dengan kontrak. Dengan demikian terdapat
dua kepentingan yang berbeda di dalam perusahaan dimana masing-masing
pihak berusaha untuk mencapai atau mempertahankan tingkat kemakmuran
yang dikehendaki sehingga munculah informasi asimetri antara manajemen
(agent) dengan pemilik (principal) yang dapat memberikan kesempatan
kepada manajer untuk melakukan manajemen laba (earnings management)
dalam rangka menyesatkan pemilik (pemegang saham) mengenai kinerja
ekonomi perusahaan (Irfan dalam Melinda dan Nur, 2013) .
Dalam pelaksanaan kontrak akan timbul biaya agensi (agency cost),
yaitu biaya yang timbul agar manajer bertindak selaras dengan tujuan pemilik,
seperti pembuatan kontrak ataupun melakukan pengawasan (Masri dan Dwi,
2012). Timbulnya manajemen pajak sangat dipengaruhi oleh agency problem.
Masri dan Dwi (2012) menjelaskan masalah agensi yang muncul dengan
adanya manajemen pajak adalah karena adanya perbedaan kepentingan antara
18

para pihak, satu sisi manajer sebagai agent menginginkan peningkatan
kompensasi, pemegang saham ingin menekan biaya pajak.
5.2.2. Pajak
Adriani dalam Sumarsan (2013) mendefinisikan pajak sebagai iuran
masyarakat kepada negara (yang dapat dipaksakan) yang terutang oleh yang
wajib membayarnya menurut peraturan-peraturan umum (undang-undang)
dengan tidak mendapat prestasi kembali yang langsung dapat ditunjuk dan
yang gunanya adalah untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran umum
berhubung tugas negara untuk menyelenggarakan pemerintahan.
Berdasarkan definisi-definisi tersebut, Sumarsan (2013)
menyimpulkan tentang ciri-ciri yang terdapat pada pengertian pajak antara
lain sebagi berikut :
a. Pajak dipungut oleh negara baik oleh pemerintah pusat maupun
pemerintah daerah berdasarkan atas undang-undang serta aturan
pelaksanaannya.
b. Pemungutan pajak mengisyaratkan adanya alih dana (sumber daya) dari
sektor swasta (wajib pajak membayar pajak) ke sektor negara (pemungut
pajak atau administrator pajak).
c. Pemungutan pajak diperuntukkan bagi keperluan pembiayaan umum
pemerintah dalam rangka menjalankan fungsi pemerintahan, baik rutin
maupun pembangunan.
d. Tidak dapat ditunjukkan adanya imbalan (kontraprestasi) individual oleh
pemerintah terhadap pembayaran pajak yang dilakukan oleh para wajib
pajak.
e. Selain fungsi budgeter (anggaran) yaitu fungsi mengisi kas negara/
anggaran negara yang diperlukan untuk menutup pembiayaan
penyelenggaraan pemerintahan, fungsi pajak juga berfungsi sebagai alat
untuk mengatur atau melaksanakan kebijakan negara dalam lapangan
ekonomi dan sosial (fungsi mengatur/regulatif).

19

Pajak mempunyai peranan yang sangat penting dalam kehidupan
bernegara, khususnya di dalam pelaksanaan pembangunan karena pajak
merupakan sumber pendapatan negara untuk membiayai semua pengeluaran
pembangunan (Sumarsan, 2013). Berdasarkan hal diatas, Sumarsan (2013)
menjelaskan ada beberapa fungsi dari pajak, yaitu :
1. Fungsi Penerima (Budgetair)
Pajak berfungsi untuk menghimpun dana dari masyarakat bagi kas
negara, yang diperuntukkan bagi pembiayaan pengeluaran-pengeluaran
pemerintah.

2. Fungsi Mengatur (Reguerend)
Pajak berfungsi sebagi alat untuk mengatur struktur pendapatan di
tengah masyarakat dan sturktur kekayaan antara para pelaku ekonomi.
Fungsi mengatur ini sering menjadi tujuan pokok dari sistem pajak, paling
tidak dalam sistem perpajakan yang benar tidak terjadi pertentangan
dengan kebijaksanaan negara dalam bidang ekonomi dan sosial.

5.2.3. Manajemen Pajak
Upaya dalam melakukan penghematan pajak secara legal dapat
dilakukan melalui manajemen pajak. Lumbantoruan dalam Suandy (2003)
menyatakan bahwa manajemen pajak merupakan sarana untuk memenuhi
kewajiban pajak yang benar tetapi jumlah pajak dapat dikurangi atau ditekan
seredah mungkin untuk mendapatkan laba dan likuiditas yang diharapkan.
Strategi mengefisienkan beban pajak (penghematan pajak) yang
dilakukan oleh perusahaan haruslah bersifat legal, agar dapat menghindari
sanksi-sanksi pajak di kemudian hari. Secara umum penghematan pajak
menganut prinsip the last and latest, yaitu membayar dalam jumlah seminimal
20

mungkin dan pada waktu terakhir yang masih diizinkan oleh undang-undang
dan peraturan perpajakan (Melinda dan Nur, 2013).
Suandy (2003) menjelaskan bahwa tujuan yang diharapkan dengan
adanya manajemen pajak adalah:
1. Menerapkan peraturan perpajakan secara benar.
2. Usaha efisiensi untuk mencapai laba dan likuiditas yang seharusnya.
Ada 3 fungsi manajemen pajak agar tujuan dalam manajemen pajak
dapat terpenuhi Suandy (2003), fungsi tersebut adalah:
1. Perencanaan Pajak (Tax Planning)
Perencanaan pajak adalah kegiatan pertama yang dilakukan oleh
perusahaan dalam rangka melakukan manajemen pajak. Dalam
perencanaan pajak, perusahaan mulai mengumpulkan dan menganalisis
peraturan perpajakan agar dapat dipilih tindakan yang perlu dilakukan
untuk menghemat beban pajak.
2. Pelaksanaan Kewajiban Perpajakan (Tax Implementation)
Langkah selanjutnya yang dilakukan oleh perusahaan adalah
implementasi dari hasil perencanaan pajak yang telah dilakukan
sebelumnya. Manajemen harus dapat memastikan implementasi dari
rencana-rencana manajemen pajak telah dilaksanakan baik secara formal
dan material. Manajemen juga harus memastikan bahwa
pengimplementasian manajemen pajak tidak melanggar peraturan
perpajakan yang berlaku. Jika dalam pengimplementasian terjadi
pelanggaran peraturan perpajakan, maka praktik yang dilakukan
perusahaan telah menyimpang dari tujuan awal manajemen pajak.
3. Pengendalian Pajak (Tax Control)
Langkah terakhir dari manajemen pajak adalah melakukan
pengendalian pajak. Pengendalian pajak bertujuan untuk memastikan
bahwa kewajiban pajak telah dilaksanakan sesuai dengan yang telah
direncanakan dan telah memenuhi persyaratan formal maupun material.
Dalam pengendalian pajak yang penting adalah pemeriksaan pembayaran
pajak. Oleh sebab itu, pengendalian dan pengaturan arus kas sangat
penting dalam strategi penghematan pajak. Pengendalian pajak termasuk
pemeriksaan jika perusahaan telah membayar pajak lebih besar dari
jumlah pajak terutang.

21

Cara meneliti manajemen pajak yang dilakukan oleh perusahaan
adalah dengan menggunakan tarif pajak efektif. Tarif pajak efektif
didefinisikan oleh Haryadi (2012) merupakan perbandingan antara pajak rill
yang dibayar oleh perusahaan dengan laba komersial sebelum pajak. Dengan
adanya tarif pajak efektif, maka perusahaan akan mendapatkan gambaran
secara riil bagaimana usaha manajemen pajak perusahaan dalam menekan
kewajiban pajak perusahaan. Karena apabila perusahaan memiliki persentase
tarif pajak efektif yang lebih tinggi dari tarif yang ditetapkan maka perusahaan
kurang maksimal dalam memaksimalkan insentif-insentif perpajakan yang
ada, karena dengan perusahaan memanfaatkan insentif perpajakan yang ada
maka dapat memperkecil persentase pembayaran pajak dari laba komersial
(Haryadi, 2012).
5.2.4. Ukuran Perusahaan
Ukuran perusahaan merupakan indikator untuk mengukur tahap
kedewasaan suatu perusahaan. Perusahaan besar adalah perusahaan yang
memiliki total aset dalam jumlah besar, untuk perusahaan yang memiliki total
aset yang lebih kecil dari perusahaan besar maka dapat dikategorikan dalam
perusahaan menengah, dan yang memiliki total aset jauh dibawah perusahaan
besar dapat dikategorikan sebagai perusahaan kecil (Darmadi dan Zulaikha,
2013).
Perusahaan yang termasuk dalam perusahaan besar cenderung
memiliki sumber daya yang lebih besar dibandingkan perusahaan yang
22

memiliki skala lebih kecil untuk melakukan manajemen pajak (Noor et al.,
2007). Sumber daya manusia yang ahli dalam perpajakan diperlukan agar
manajemen pajak yang dilakukan oleh perusahaan dapat maksimal untuk
menekan biaya pajak perusahaan. Nicodme (2007) berpendapat bahwa
perusahaan berskala kecil tidak dapat optimal dalam manajemen pajak
dikarenakan kekurangan ahli dalam perpajakan. Dengan banyaknya
sumberdaya yang dimiliki oleh perusahaan berskala besar maka akan semakin
besar biaya pajak yang dapat diminimalisir oleh perusahaan.
5.2.5. Profitabilitas
Atarwaman (2011) menjelaskan bahwa profitabilitas selain digunakan
untuk mengukur kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba juga untuk
mengetahui efektifitas manajemen perusahaan dalam mengelola aset yang
dimiliki. Selisih antara pendapatan yang diterima oleh perusahaan akan
dikurangkan dengan biaya untuk melihat kinerja perusahaan apakah
mendapatkan laba atau merugi dari kegiatan usaha perusahaan (Darmadi dan
Zulaikha, 2013).
Ketika perusahaan telah mengalami laba, maka dapat dikatakan bahwa
manajemen telah bekerja dengan baik dalam memaksimalkan sumber daya
yang dimiliki oleh perusahaan sehingga pendapatan yang diterima oleh
perusahaan lebih besar daripada biaya yang diperlukan untuk mendapatkan
pendapatan (Atarwaman, 2011). Perusahaan yang menerima penghasilan atau
mendapatkan laba dari kegiatan usahanya diwajibkan untuk membayar pajak
23

atas penghasilan yang diterima. Undang-Undang No. 36 Tahun 2008 pasal 1
menjelaskan bahwa pajak penghasilan dikenakan kepada subjek pajak yang
menerima atau memperoleh penghasilan dalam tahun pajak. Semakin besar
penghasilan yang diterima oleh perusahaan akan berpengaruh pada besarnya
pajak penghasilan yang harus dibayarkan oleh perusahaan (Richardson dan
Roman, 2007).
5.2.6. Tingkat Hutang Perusahaan
Hutang adalah sumber pembiayaan eksternal yang merupakan
kewajiban keuangan kepada pihak lain. Tingkat hutang adalah besar kecilnya
kewajiban suatu perusahaan yang timbul dari transaksi pada waktu lalu dan
harus dibayar dengan kas, barang dan jasa di waktu yang akan datang. Dalam
hal ini hutang berbanding terbalik dengan laba sehingga jika utang semakin
besar maka laba akan semakin kecil dengan penambahan beban bunga.
Terkait dengan pajak, semakin besar laba yang diperoleh maka akan semakin
besar pula kewajiban pajaknya (Tiearya, 2012).
Masri dan Dwi (2012) menjelaskan bahwa pemilihan hutang dan
modal sebagai sumber pendanaan merupakan keputusan penting yang dapat
mempengaruhi nilai perusahaan. Adanya biaya bunga pada hutang menjadi
pertimbangan penggunaan hutang sebagai sumber pendanaan oleh perusahaan
(Masri dan Dwi, 2012). Modigliani dan Miller dalam Masri dan Dwi (2012)
menjelaskan bahwa biaya bunga merupakan faktor pengurang pajak
penghasilan sehingga dapat digunakan untuk menghemat pajak. Hutang dalam
24

perusahaan dapat dihitung dengan menggunakan rasio leverage atau tingkat
hutang dalam perusahaan.
5.2.7. Intensitas Aset Tetap Perusahaan
Aset tetap merupakan komponen aset yang paling besar nilainya di
dalam neraca (Laporan Posisi Keuangan) sebagian besar perusahaan, terutama
perusahaan padat modal seperti perusahaan manufaktur. Martani et.al (2012)
mendefinisikan aset tetap adalah aset berwujud yang :
a. Dimiliki untuk digunakan dalam produksi atau penyediaan barang atau
jasa, untuk direntalkan kepada pihak lain, atau untuk tujuan administratif.
b. Diharapkan untuk digunakan selama lebih dari satu periode.
Martani et.al (2012) menjelaskan bahwa aset tetap suatu entitas
memiliki masa manfaat lebih dari satu periode, dan seiring dengan pemakaian
aset tetap tersebut maka kemampuan potensial aset tetap tersebut untuk
menghasilkan pendapatan akan semakin berkurang. Oleh karena itu, biaya
perolehan aset tetap harus dialokasikan sepanjang umur dari aset tersebut
secara sistematis. Depresiasi adalah metode pengalokasian biaya aset tetap
untuk menyusutkan nilai secara sistematis slema periode manfaat dari aset
tersebut (Martani et.al, 2012). Dalam manajemen pajak, depresiasi dapat
dijadikan sebagai pengurang beban pajak.
5.2.8. Intensitas Persediaan
Persediaan merupakan salah satu aset yang sangat penting bagi suatu
entitas baik bagi perusahaan ritel, manufaktur, jasa, maupun entitas lainnya
25

(Martani et.al, 2012). PSAK No. 14 (revisi 2008) mendefinisikan persediaan
sebagai aset yang; (i) tersedia untuk dijual dalam kegiatan usaha biasa; (ii)
dalam proses produksi untuk penjualan tersebut; (iii) dalam bentuk bahan atau
perlengkapan untuk digunakan dalam proses produksi atau pemberian jasa.
Investasi persediaan yang dilakukan oleh perusahaan dapat diukur dengan
rasio perbandingan antara jumlah persediaan dengan total aset (Richardson
dan Roman, 2007). Rasio ini dapat digunakan untuk analisis apakah investasi
perusahaan terhadap persediaan telah sesuai dengan kebutuhan atau malah
terjadi pemborosan.
PSAK No. 14 (revisi 2008) menjelaskan bahwa biaya tambahan yang
timbul akibat investasi perusahaan pada persediaan harus dikeluarkan dari
biaya persediaan dan diakui sebagai biaya dalam periode terjadinya biaya.
Dengan dikeluarkannya biaya tambahan dari persediaan dan diakui sebagai
beban pada periode terjadinya biaya, maka dapat menyebabkan penurunan
laba perusahaan (Darmasi dan Zulaikha, 2013). Ketika perusahaan mengalami
penurunan laba, maka perusahaan akan membayar pajak lebih rendah sesuai
dengan laba yang diterima oleh perusahaan.
5.2.9. Fasilitas Perpajakan
Tarif pajak badan ditentukan oleh pemerintah sesuai Undang-Undang
No 36 Tahun 2008 pasal 17 ayat (2) yang berisi tarif pajak penghasilan wajib
pajak badan adalah sebesar 25% (dua puluh lima persen) yang mulai berlaku
sejak tahun pajak 2010. Dalam Undang-Undang No. 36 Tahun 2008 terdapat
26

fasilitas pengurangan tarif pajak badan untuk wajib pajak badan yang paling
sedikit 40% (empat puluh persen) dari jumlah keseluruhan sahamnya
diperdagangkan di bursa efek di Indonesia. Peraturan ini tercantum dalam
pasal 17 ayat (2b) yang berisi wajib pajak badan dalam negeri yang berbentuk
perseroan terbuka yang paling sedikit 40% (empat puluh persen) dari jumlah
keseluruhan saham yang disetor diperdagangkan di bursa efek di Indonesia
dan memenuhi persyaratan tertentu lainnya dapat memperoleh tarif sebesar
5% lebih rendah daripada tarif PPh wajib pajak badan yang sedang berlaku.
Dari Undang-Undang No. 36 Tahun 2008 pasal 17 didapat dua tarif
pajak untuk wajib pajak badan, yaitu 25% (dua puluh lima persen) bagi
perusahaan yang tidak dan/atau memperjual-belikan sahamnya di bursa efek
di Indonesia kurang dari 40% dari total saham yang ada, dan 20% (dua puluh
persen) bagi perusahaan yang memperdagangkan minimal 40% (empat puluh
persen dari keseluruhan sahamnya pada bursa efek di Indonesia. Dengan
adanya perbedaan tarif pajak, maka akan mengakibatkan perbedaaan
pembayaran pajak yang dilakukan oleh perusahaan.
5.2.10. Dewan Komisaris
Dewan komisaris dalam urutan manajemen merupakan tingkatan
tertinggi setelah pemegang saham. Dewan komisaris memegang peranan
sentral dalam corporate governance karena hukum perseroan memusatkan
tanggung jawab legal atas urusan perusahaan pada dewan komisaris. Fungsi
komisaris adalah sebagai wakil pemegang saham untuk melakukan
27

pengawasan dan memberikan nasihat kepada direksi dalam rangka
menjalankan tata kelola perusahaan yang baik (Good Corporate Governance)
(Melinda dan Nur, 2013). Jumlah anggota komisaris yang tepat juga
bergantung pada sektor industri perusahaan tersebut, karena akan turut
menentukan jenis kompetensi yang sebaiknya dimiliki oleh dewan komisaris
secara keseluruhan. Ukuran dewan komisaris yang besar akan dapat membuat
proses mencari kesepakatan dan proses membuat keputusan menjadi sulit,
membutuhkan waktu yang lama dan bertele-tele (Sudana dan Putu, 2011).
5.2.11. Komisaris Independen
Komisaris independen adalah anggota dewan komisaris yang tidak
terafiliasi dengan manajemen, anggota dewan komisaris lainnya dan
pemegang saham pengendali, serta bebas dari hubungan bisnis atau hubungan
lainnya yang dapat mempengaruhi kemampuannya untuk bertindak
independen atau semata-mata demi kepentingan perusahaan (Ujiyantho dan
Bambang, 2007)
Rifai (2009) menjelaskan bahwa keberadaan komisaris independen
dimaksudkan untuk menciptakan iklim yang lebih objektif, independen dan
untuk menjaga fairness serta memberikan keseimbangan antara kepentingan
pemegang saham mayoritas dan perlindungan terhadap kepentingan
pemegang saham minoritas, bahkan kepentingan stakehorlder lainnya.
Komisaris independen sangat dibutuhkan oleh perusahaan-perusahaan yang
ada di Indonesia terutama bagi perusahaan publik. Dengan adanya komisaris
28

independen semua pihak yang berkepentingan mendapatkan manfaat yang
besar, terutama terbentuknya situasi yang suitable dengan prinsip Good
Corporate Governance, dimana komisaris dapat memberikan pandangan
dengan tingkat independensi dan akuntabilitas yang lebih tinggi (Rifai, 2009).
5.2.12. Kompensasi
Menurut Hariandja (2005) kompensasi adalah keseluruhan balas jasa
yang diterima oleh pegawai sebagai akibat dari pelaksanaan pekerjaan di
organisasi dalam bentuk uang atau lainnya, yang dapat berupa gaji, upah,
bonus, insentif dan tunjangan lainnya. Mathis dan Jhon (2006) menjelaskan
bahwa ada beberapa jenis kompensasi, yaitu :
a. Gaji, merupakan imbalan kerja yang tetap untuk setiap periode tanpa
menghiraukan jumlah jam kerja.
b. Upah, merupakan imbalan kerja yang dihitung secara langsung
berdasarkan pada jumlah waktu kerja.
c. Penghasilan tidak tetap, merupakan jenis kompensasi yang dihubungkan
dengan jinerja individual, tim, atau organisasional.
d. Tunjangan, merupakan sebuah penghasilan tidak langsung yang diberikan
untuk seorang karyawan atau sekelompok karyawan sebagai bagian dari
keanggotaan organisasional.

Menurut Melinda dan Nur (201) Kompensasi bertujuan untuk
menyelaraskan tujuan pengelola perusahaan dengan tujuan pemilik
perusahaan. Selain itu kompensasi juga bertujuan untuk memotivasi pengelola
dan penasihat perusahaan, dalam hal ini dewan komisaris dan direksi, agar
memberikan usaha yang terbaik demi mencapai keuntungan yang maksimal
(Melinda dan Nur, 2013). Bagi perusahaan, kompensasi memiliki arti penting
29

karena kompensasi mencerminkan upaya perusahaan dalam mempertahankan
dan meningkatkan kesejahteraan karyawannya.
5.2.13. Karakter Eksekutif dan Risiko Perusahaan (Corporate Risk)
Pimpinan perusahaan eksekutif memiliki karakter yang berbeda-beda
dalam pertimbangan pengambilan keputusan. Pertimbangan seseorang
manajer tentang risiko didasarkan pada preferensi kepribadian seseorang
tersebut. Dalam pengambilan risiko manajer dapat bersikap risk averse, risk
neutral, atau risk taking. Manajer yang bersikap risk averse adalah manajer
yang menyukai risiko, manajer yang risk neutral adalah manajer yang netral
terhadap risiko, sedangkan manajer yang bersikap risk averse adalah manajer
yang tidak menyukai risiko (Prasetya dan Baldric, 2012). Jenis karakter
individu (exekutive) yang duduk dalam manajemen perusahaan apakah
mereka merupakan risk-taking atau risk-averse tercermin pada besar-kecilnya
risiko perusahaan (corporate risk) yang ada.
Semakin tinggi risiko perusahaan (corporate risk) maka eksekutif
semakin memiliki karakter risk taker, demikian sebaliknya (Budiman dan
Setiyono, 2011). Terkait dengan karakter eksekutif, Lewellen (2006)
menyebutkan bahwa karakter eksekutif yang risk taker lebih berani membuat
keputusan melakukan pembiayaan dari hutang, mereka memiliki informasi
yang lengkap tentang biaya dan manfaat dari hutang tersebut.


30

5.3.Kerangka Konseptual
Berdasarkan tinjauan pusataka diatas maka dapat digambarkan
kerangka konseptual sebagai berikut:
















Keterangan :
Hubungan pasrsial
Hubungan simultan
Fasilitas Perpajakan (X6)



Manajemen Pajak
(Y)
Intensitas Persediaan (X5)

Intensitas Aset Tetap (X4)

Tingkat Hutang (X3)

Profitabilitas (X2)

Jumlah Dewan Komisaris
(X7)

Presentase Komisaris
Independen (X8)

Ukuran Perusahaan (X1)
Karakter Eksekutif (X10)
Jumlah Kompensasi (X9)


31

5.4. Pengembangan Hipotesis
5.4.1. Pengaruh Ukuran Perusahaan Terhadap Manajemen Pajak
Perusahaan yang termasuk dalam skala perusahaan besar akan
mempunyai sumber daya yang berlimpah yang dapat digunakan untuk tujuan-
tujuan tertentu. Penelitian Derashid dan Hao (2003) menjelaskan bahwa
perusahaan yang termasuk dalam perusahaan berskala besar membayar pajak
lebih rendah daripada perusahaan yang berskala kecil, ini disebabkan karena
perusahaan berskala besar mempunyai lebih banyak sumber daya yang dapat
digunakan untuk perencanaan pajak dan lobi politik. Hasil Penelitian Derashid
dan Hao (2003) menemukan banwa ukuran perusahaan berpengaruh negatif
signifikan terhadap tarif pajak efektif. Untuk Hasil penelitian Darmadi dan
Zulaikha (2013) menemukan bahwa terdapat pengaruh positif ukuran
perusahaan terhadap manajemen pajak yang menggambarkan bahwa
perusahaan berskala besar membayar pajak yang besar dan juga sebaliknya.
Dari penjabaran di atas, dapat diambil hipotesis bahwa:
H1 : Ukuran perusahaan berpengaruh terhadap manajemen pajak.
5.4.2. Pengaruh profitabilitas terhadap manajemen pajak
Perusahaan dengan tingkat profitabilitas yang tinggi dapat membayar
pajak lebih tinggi dari perusahaan yang memiliki profitabilitas yang rendah.
Penyebabnya adalah karena pajak penghasilan perusahaan akan dikenakan
berdasarkan besarnya penghasilan yang diterima oleh perusahaan. Richardson
dan Roman (2007) menyebutkan bahwa perusahaan yang memiliki
32

profitabilitas yang tinggi akan membayar pajak lebih tinggi dari perusahaan
yang memiliki tingkat profitabilitas yang lebih rendah.
Pada penelitian yang dilakukan oleh Richardson dan Roman (2007)
profitabilitas digambarkan dengan ROA. Tingkat ROA perusahaan yang
semakin tinggi menyebabkan tarif pajak efektif semakin tinggi, karena adanya
dasar pengenaan pajak penghasilan adalah penghasilan yang diperoleh dan
diterima oleh perusahaan. Hasil penelitian Richardson dan Roman (2007)
menemukan bahwa ROA berpengaruh negatif terhadap tarif pajak efektif. .
Penelitian yang dilakukan oleh Derashid dan Hao (2003), mendapatkan hasil
bahwa profitabilitas tidak terbukti mempengaruhi manajemen pajak. Dari
uraian di atas didapat hipotesis ketiga yaitu:
H2 : Tingkat profitabilitas perusahaan berpengaruh terhadap
manajemen pajak.
5.4.3. Pengaruh Tingkat Hutang Perusahaan Terhadap Manajemen
Pajak
Hutang dapat digunakan oleh manajer untuk menekan biaya pajak
perusahaaan dengan memanfaatkan biaya bunga hutang. Menurut Darmadi
dan Zulaikha (2013), jika biaya bunga hutang dapat digunakan untuk
menekan beban pajak, maka ada kemungkinan manajer memilih
menggunakan hutang untuk pendanaan guna mendapatkan benefit berupa
biaya bunga hutang. Biaya bunga hutang yang timbul akan digunakan sebagai
pengurang pajak sehingga dapat meningkatkan laba perusahaan. Hasil
33

penelitain Darmadi dan Zulaikha (2013) menemukan bahwa hutang tidak
terbukti mempengaruhi manajemen pajak. Penelitian yang dilakukan oleh
Derashid dan Hao (2003), mendapatkan hasil bahwa hutang perusahaan
berpengaruh negatif terhadap tarif pajak efektif yang menggambarkan bahwa
hutang perusahaan dapat membantu mengurangi beban pajak perusahaan. Dari
uraian di atas dapat diambil hipotesis kedua yaitu:
H3 : Tingkat hutang perusahaan berpengaruh terhadap manajemen
pajak.
5.4.4. Pengaruh Intensitas Aset Tetap Perusahaan Terhadap
Manajemen Pajak
Intensitas aset tetap perusahaan menggambarkan banyaknya investasi
perusahaan terhadap aset tetap perusahaan. Intensitas aset tetap perusahaan
dapat mengurangi pajak karena adanya depresiasi yang melekat dalam aset
tetap. Manajer akan menginvestasikan dana menganggur perusahaan untuk
berinvestasi dalam aset tetap, dengan tujuan untuk mendapatkan keuntungan
berupa depresiasi yang dapat digunakan sebagai pengurang pajak (Darmadi
dan Zulaikha, 2013).
Dengan memanfaatkan adanya depresiasi, manajer dapat
meningkatkan kinerja perusahaan untuk tercapainya kompensasi kinerja
manajer yang diinginkan. Penelitian yang telah dilakukan Derashid dan Hao
(2003), Richardson dan Roman (2007), Noor et al. (2010) dan Darmadi dan
Zulaikha (2013) mendapatkan hasil bahwa variabel intensitas aset tetap
34

berpengaruh negatif terhadap tarif pajak efektif sehingga variabel intesitas
aset tetap berpengaruh positif manajemen pajak. Dengan adanya uraian di atas
didapat hipotesis keempat yaitu:
H4 : Intensitas aset tetap perusahaan berpengaruh terhdap manajemen
pajak.
5.4.5. Pengaruh intensitas persediaan perusahaan berpengaruh
terhadap manajemen pajak
Intensitas persediaan menggambarkan bagaimana perusahaan
menginvestasikan kekayaannya pada persediaan. PSAK No. 14 (revisi 2008)
mengatur biaya yang timbul atas kepemilikan persediaan yang besar harus
dikeluarkan dari dari biaya persediaan dan diakui sebagai beban dalam
periode terjadinya biaya. Biaya tambahan atas adanya persediaan yang besar
akan menyebabkan penurunan laba perusahaan.
Manajer akan berusaha meminimalisir beban tambahan karena
banyaknya persediaan agar tidak mengurangi laba perusahaan. Disisi lain,
manajer akan memaksimalkan biaya tambahan yang terpaksa ditanggung
untuk menekan beban pajak. Cara yang akan digunakan manajer adalah
dengan membebankan biaya tambahan persediaan untuk menurunkan laba
perusahaan sehingga dapat menurunkan beban pajak perusahaan (Darmadi
dan Zulaikha, 2013). Hasil dari penelitian Darmadi dan Zulaikha (2013)
menemukan bahwa intensitas persediaan berpengaruh negatif terhadap
manajemen pajak. Jika laba perusahaaan mengecil, maka akan menyebabkan
35

menurunnya pajak yang dibayarkan oleh perusahaan. Dari uraian di atas dapat
diambil hipotesis kelima yaitu:
H5 : Intensitas persediaan perusahaan berpengaruh terhdap manajemen
pajak.
5.4.6. Pengaruh Pemberian Fasilitas Perpajakan Terhadap Manajemen
Pajak
Manajer akan berusaha lebih keras untuk menekan beban pajak ketika
perusahaannya tidak mendapatkan fasilitas pengurang pajak. Manajer yang
perusahaanya tidak mendapatkan fasilitas akan semakin agresif dalam
mencari celah dalam aturan-aturan perpajakan agar dapat menekan beban
pajak (Darmadi dan Zulaikha, 2013). Dengan menekan beban pajak maka
akan meningkatkan kinerja perusahaan demi tercapainya tujuan pribadi yaitu
mendapatkan kompensasi yang besar. Hasil penelitian Darmadi dan Zulaikha
(2013) menemukan bahwa fasilitas perpajakan tidak terbukti mempengaruhi
manajemen pajak. Dari uraian yang ada dapat diambil hipotesis keenam yaitu:
H6 : Pemberian fasilitas perpajakan berpengaruh terhadap manajemen
pajak.
5.4.7. Pengaruh Jumlah Dewan Komisaris Terhadap Manajemen Pajak
Dalam mengelola perusahaan menurut kaedah-kaedah umum good
corporate governance, peran dewan komisaris sangat diperlukan. Hal ini
sesuai dengan pernyataan Jensen dan William (1976) bahwa dewan komisaris
36

sebagai prinsipal atau pemilik bertugas untuk mengawasi dan mengontrol
tindakan-tindakan direksi, sehubungan dengan perilaku oportunistik mereka.
Adanya hubungan antara jumlah dewan komisaris dengan keefektifan
fungsi pengawasan. Minnick dan Tracy (2010) menyatakan bahwa jumlah
komisaris yang lebih sedikit akan membuat dewan lebih fokus untuk
meyakinkan manajemen untuk berinvestasi dalam manajemen pajak. Hasil
penelitian Minnick dan Tracy (2010) menemukan hubungan positif antara
dewan komisaris dengan manajemen pajak. Coles et al. (2008) dalam Melinda
dan Nur (2013) menemukan bahwa jumlah dewan komisaris yang optimal
berbeda-beda tergantung pada karakteristik perusahaan itu sendiri. Perusahaan
yang berukuran besar dan memiliki struktur yang kompleks akan maksimal
kinerjanya apabila jumlah dewan komisaris semakin banyak. Hasil penelitian
Melinda dan Nur (2013) menemukan bahwa jumlah dewan komisaris
mempengaruhi manajemen pajak secara signifikan. Dari uraian yang ada
dapat diambil hipotesis ketujuh yaitu :
H7 : Jumlah dewan komisaris berpengaruh terhadap manajemen pajak.
5.4.8. Pengaruh Presentase Komisaris Independen Terhadap
Manajemen Pajak
Menurut Melinda dan Nur (2013) semakin besar jumlah komisaris
independen pada dewan komisaris, maka semakin baik mereka bisa
memenuhi peran mereka di dalam mengawasi dan mengontrol tindakan-
tindakan para direktur eksekutif. Keberadaan komisaris independen
37

diharapkan dapat bersikap netral terhadap segala kebijakan yang dibuat oleh
direksi sehingga mendorong perusahaan untuk mengungkapkan informasi
yang luas terhadap stakeholders-nya (Melinda dan Nur, 2013).
Komisaris independen memiliki lebih banyak kesempatan untuk
mengontrol dan menghadapi jaring insentif yang kompleks, yang berasal
secara langsung dari tanggung jawab mereka sebagai direktur dan diperbesar
oleh posisi equity mereka (Melinda dan Nur, 2013). Hasil penelitain Melinda
dan Nur (2013) menemukan bahwa presentase komisaris independen tidak
berpengaruh signifikan terhadap manajemen pajak perusahaan. Dalam
penelitian Minnick dan Tracy (2010) menjelaskan bahwa adanya nilai positif
terhadap nilai perusahaan setelah pajak, yang kemudian meningkatkan
kekayaan pemegang saham serta memberikan pendorong yang signifikan dari
kinerja bottom line. Dari uraian yang ada dapat diambil hipotesis kedelapan
yaitu :
H8 : Presentase komisaris independen berpengaruh terhadap
manajemen pajak.
5.4.9. Pengaruh Kompensasi Dewan Komisaris Dan Dewan Direksi
Terhadap Manajemen Pajak
Perusahaan dengan corporate governance yang baik akan memberikan
kompensasi kepada direksi atas kinerja yang telah dilakukannya, bukan
karena keberuntungan semata (Bertrand dan Sendhil, 2001). Tujuan dari
kompensasi adalah untuk menyelaraskan antara kepentingan pemegang saham
38

dengan kepentingan pengelola aset. Kompensasi dapat memberikan insentif
jangka panjang dengan menggunakan bentuk insentif stock option maupun
memberikan insentif jangka pendek dengan menggunakan kompensasi dalam
bentuk uang (Melinda dan Nur, 2013).
Dalam penelitiannya mengenai hubungan antara tingkat pajak efektif
perusahaan dengan pengukuran kinerja CEO dan manajer, Phillips (2003)
dalam Melinda dan Nur (2013) berpendapat bahwa pemberian kompensasi
berperan memotivasi kinerja manajer dalam meminimalisasi tingkat pajak
efektif perusahaan. Manajemen pajak merupakan tujuan jangka panjang, maka
diperkirakan perusahan yang memberikan kompensasi yang tinggi akan
berinvestasi lebih dalam hal manajemen pajak yang dapat meminimalisasi
tingkat pajak efektif (Melinda dan Nur, 2013). Hasil penelitian Melinda dan
Nur (2013) menemukan bahwa kompensasi tidak berpengaruh signifikan
terhadap manajemen pajak perusahaan. Dari uraian yang ada dapat diambil
hipotesis kesembilan yaitu:
H9 : Jumlah kompensasi dewan komisaris dan dewan direksi
berpengaruh terhadap manajemen pajak.
5.4.10. Pengaruh Karakter Eksekutif Terhadap Manajemen Pajak
Risiko perusahaan diindikasikan dari seberapa jauh perusahaan
dibiayai oleh hutang. Semakin tinggi risiko perusahaan (corporate risk) maka
eksekutif semakin memiliki karakter risk taker, demikian sebaliknya
(Budiman dan Setiyono, 2012). Terkait dengan karakter eksekutif, Lewellen
39

(2006) menyebutkan bahwa karakter eksekutif yang risk taker lebih berani
membuat keputusan melakukan pembiayaan dari hutang, mereka memiliki
informasi yang lengkap tentang biaya dan manfaat dari hutang tersebut.
Manfaat dari penghindaran pajak adalah penghematan pajak lebih besar yang
berpotensi meningkatkan arus kas dan mengurangi beban pajak pada laporan
keuangan (Guire at al., 2011). Hasil penelitain dai Budiman dan Setiyono
(2012) menemukan bahwa eksekutif yang memiliki karakter risk taker secara
signifikan memiliki pengaruh positif terhadap tax avoidance. Penghindaran
pajak (tax avoidence) merupakan salah satu strategi dalam manajemen pajak.
Dari uraian yang ada dapat diambil hipotesis kesepuluh yaitu:
H10 : Karekter eksekutif berpengaruh terhadap manajemen pajak
6. METODE PENELITIAN
6.1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian
asosiatif. Menurut Sugiyono (2013) penelitian asosiatif merupakan suatu
penelitian yang bersifat menganalisis hubungan suatu variabel atau lebih.
Hubungan yang digunakan dalam penelitian ini adalah hubungan kausal yaitu
hubungan yang bersifat sebab akibat.
6.2. Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan pada perusahaan-perusahaan manufaktur yang
terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) tahun 2010-2013 yang diperoleh
40

melalui situs resmi Bursa Efek Indonesia (BEI) di www.idx.co.id, dan
Indonesian Capital Market Directory (ICMD).
6.3. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah
dengan teknik dokumentasi yaitu teknik pengumpulan data yang diperoleh
dari dokumen-dokumen atau catatan yang sudah tersedia. Data tersebut
diperoleh dari situs yang dimiliki Bursa Efek Indonesia (BEI), yakni
www.idx.co.id dan Indonesian Capital Market Directory (ICMD) selama
periode pengamatan dibutuhkan.
6.4. Populasi dan Sampel
6.4.1. Populasi
Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas obyek/subyek
yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh
peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiyono,
2013). Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh perusahaan manufaktur
yang terdaftar di Bursa Efek indonesia (BEI).
6.4.2. Sampel
Sampel merupakan bagian dari populasi. Bila populasi besar, dan
peneliti tidak mungkin mempelajari semua yang ada pada populasi, misalnya
karena keterbatasan dana, tenaga dan waktu, maka peneliti dapat
menggunakan sampel yang diambil dari populasi (Sugiyono, 2013).
41

Metode pengambilan sampel dalam penelitian ini adalah purposive
sampling, yaitu pemilihan sampel secara tidak acak dan menggunakan
kriteria-kriteria tertentu. Kriteria pemilihan sampel dalam penelitian ini
adalah:
1. Perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI 2010-2013.
2. Perusahaaan manufaktur yang menerbitkan laporan keuangan tahunan
yang telah diaudit pada tahun 2010-2013.
3. Data-data mengenai variabel-variabel yang diteliti tersedia dengan
lengkap dalam laporan keuangan perusahaan pada tahun 2010-2013.
4. Laporan keuangan perusahaan diterbitkan menggunakan mata uang
rupiah.
5. Perusahaan manufaktur yang mengalami laba selama tahun 2010-2013.
Kriteria ini digunakan karena pajak penghasilan dikenakan atas laba yang
diperoleh perusahaan, sehingga ketika perusahaan merugi, perusahaan
tidak dikenai pajak penghasilan





42

Tabel 1
Hasil Seleksi Sampel Penelitian
No. Keterangan Jumlah
1 Perusahaan manuaktur yang terdaftar (listing) di BEI
periode tahun 2013
146
2 Perusahaan manufaktur yang merugi (13)
3 Perusahaan manufaktur yang menggunakan mata uang
asing
(21)
4
Perusahaan manufaktur yang tidak melaporkan laporan
keuangan tahun 2010-2013
(15)
5 Tidak lengkap (75)
6 Jumlah perusahaan (sampel) 22
Jumlah observasi 88
Sumber data : http://www.idx.co.id (data diolah) 2013

6.5. Jenis dan Sumber Data
6.5.1. Jenis Data
Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data kuantitatif.
Data kuantitatif adalah data yang berbentuk angka-angka yang dapat diukur
dengan satuan hitung (Sugiyono, 2013). Data kuantitatif yang digunakan
dalam penelitian ini adalah laporan keuangan perusahaan manufaktur yang
diterbitkan oleh Bursa Efek Indonesia (BEI).
6.5.2. Sumber Data
Penelitian ini menggunakan data sekunder karena data yang diperoleh
merupakan data dalam bentuk sudah jadi, sudah dikumpulkan dan diolah oleh
pihak lain serta telah dipublikasikan. Data dalam penelitian ini diperoleh
melalui situs resmi BEI yaitu www.idx.co.id dan ICMD.

43

6.6. Identifikasi dan Klasifikasi Variabel
6.6.1. Identifikasi Variabel
1. Manajemen Pajak
2. Ukuran Perusahaan
3. Profitabilitas
4. Tingkat Hutang Perusahaan
5. Intensitas Aset Tetap
6. Intensitas Persediaan
7. Fasilitas Perpajakan
8. Jumlah Dewan Komisaris
9. Presentase Komisaris Independen
10. Jumlah Kompensasi
11. Karakter Eksekutif
6.6.2. Klasifikasi Variabel
1. Variabel dependen (variabel terikat) merupakan variabel yang dipengaruhi
oleh variabel lain. Variabel dependen dalam penelitian ini adalah
manajemen pajak.
2. Variabel independen (variabel bebas) merupakan variabel yang besar kecil
nilainya tidak dipengaruhi oleh variabel lain. Variabel independen dalam
penelitian ini adalah ukuran perusahaan, profitabilitas, tingkat hutang
perusahaan, intensitas aset tetap, intensitas persediaan, fasilitas
44

perpajakan, jumlah dewan komisaris, presentase komisaris independen,
jumlah kompensasi, karakter eksekutif.
6.7. Definisi Operasional Variabel
Definisi operasional dari masing-masing variabel akan dijelaskan
sebagai berikut :
6.7.1. Manajemen Pajak
Definisi manajemen pajak adalah sarana untuk memenuhi kewajiban
perpajakan dengan benar tetapi jumlah pajak yang dibayar dapat ditekan
serendah mungkin untuk memperoleh laba dan likuiditas yang diharapkan
manajemen (Lumbantoruan dalam Suandy, 2003). Manajemen pajak dalam
penelitian ini menggunakan proxy tarif pajak efektif. Tarif pajak efektif
perusahaan dapat diukur dengan menggunakan rumus yang digunakan
Darmadi dan Zulaikha (2013) :
Beban pajak
Tarif Pajak Efektif =
Laba Sebelum Pajak

6.7.2. Ukuran Perusahaan
Ukuran perusahaan merupakan suatu pengklasifikasian sebuah
perusahaan berdasarkan jumlah aset yang dimiliki oleh perusahaan (Darmadi
dan Zulaikha, 2013). penelitian ini menggunakan proxy total aset perusahaan
untuk menentukan ukuran perusahaan. Untuk mengukur skala perusahaan
dapat menggunakan rumus yang digunakan Darmadi dan Zulaikha (2013) :
Ukuran Perusahaan = Ln (Total Aset)
45

6.7.3. Profitabilitas
Definisi profitabilitas adalah ukuran untuk menilai efisiensi
penggunaan modal dalam suatu perusahaan dengan membandingkan antara
modal yang digunakan dengan laba operasi yang dicapai (Darmadi dan
Zulaikha, 2013). Penelitian ini menggunakan proxy rasio return on aset
(ROA) untuk mengukur profitabilitas perusahaan. Profitabilitas perusahaan
dapat dihitung dengan rumus yang digunakan Darmadi dan Zulaikha (2013) :
Laba Sebelum Pajak
ROA =
Total Aset

6.7.4. Tingkat Hutang Perusahaan
Definisi hutang adalah salah satu sumber pendanaan yang dapat
digunakan perusahaan untuk membiayai pengeluarannya (Darmadi dan
Zulaikha, 2013). Rasio hutang digunakan untuk menggambarkan total aset
perusahaan yang dibiayai oleh hutang. Hutang dalam penelitian ini diproxy
dengan rasio hutang perusahaan. Rasio hutang dapat dihitung dengan cara
membandingkan nilai buku seluruh hutang (debt = D) dibagi dengan total
aktiva. Berdasarkan penjelasan diatas, maka pengukuran tingkat hutang
perusahaan dapat diukur dengan rumus yang digunakan Darmadi dan
Zulaikha (2013) :
Total Hutang
Rasio Hutang =
Total Aset


46

6.7.5. Intesitas Aset Tetap
Definisi intensitas aset tetap adalah gambaran besarnya aset tetap yang
dimiliki oleh perusahaan (Darmadi dan Zulaikha, 2013). Penelitian ini
menggunakan proxy intensitas aset tetep untuk menggambarkan intensitas aset
tetap perusahaan. Intensitas aset tetap perusahaan dalam penelitian ini dapat
dihitung dengan cara total aset tetap yang dimiliki perusahaan dibandingkan
dengan total aset perusahaan, sesuai dengan rumus yang digunakan Darmadi
dan Zulaikha (2013) :
Total Aset Tetap
Intensitas Aset Tetap =
Total Aset

6.7.6. Intensitas Persediaan
Intensitas persediaan merupakan cerminan dari seberapa besar
perusahaan berinvestasi terhadap persediaan yang ada dalam perusahaan
(Darmadi dan Zulaikha, 2013). Variabel intensitas aset tetap menggunakan
proxy rasio intensitas persediaan. Rasio intensitas persediaan dapat dihitungan
dengan cara nilai persediaan yang ada dalam perusahaan dibandingkan dengan
total aset perusahaan. Melalui penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa
intensitas persediaan dapat diukur dengan rumus yang digunakan Darmadi
dan Zulaikha (2013) :
Persediaan
Intensitas Persediaan =
Total Aset


47

6.7.7. Fasilitas Perpajakan
Fasilitas perpajakan sesuai dengan yang tercantum dalam undang-
undang No. 36 Tahun 2008 pasal 17 ayat (2b) bahwa perusahaan dengan
kriteria tertentu akan mendapatkan fasilitas berupa penurunan tarif pajak
sebesar 5%. Adanya fasilitas perpajakan berupa penurunan tarif akan
berakibat pada menurunnya beban pajak perusahaan. Untuk menyiasati
perbedaan tarif dasar pengenaan pajak pada perusahaan, maka perlu
dipisahkan antara perusahaan yang mendapatkan fasilitas dan perusahaan
yang tidak mendapatkan fasilitas penurunan pajak. Dengan pemisahan ini
dapat dilihat kegiatan manajemen pajak yang dilakukan oleh perusahaan yang
mendapatkan dan yang tidak mendapatkan fasilitas penurunan tarif pajak.
Variabel dummy digunakan sebagi proxy untuk pengukuran variabel fasilitas
perpajakan. Nilai 1 (satu) diberikan kepada perusahaan yang mendapatkan
fasilitas penurunan tarif dan nilai 0 (nol) untuk perusahaan yang tidak
mendapatkan fasilitas penurunan tarif.
6.7.8. Jumlah Dewan Komisaris
Dewan komisaris dalam urutan manajemen merupakan tingkatan
tertinggi setelah pemegang saham dan memegang peranan sentral dalam
corporate governance (Melinda dan Nur, 2013). Variabel ini diberi simbol
BOARD. Penelitian-penelitian sebelumnya telah banyak menunjukkan bahwa
jumlah dewan komisaris mempengaruhi efektifitas pengawasan dalam
perusahaan. Subramaniam et al. dalam Melinda dan Nur (2013), mengukur
48

variabel ini secara numeral, yaitu dilihat jumlah dari anggota yang tergabung
dalam dewan komisaris.
BOARD = seluruh anggota yang tergabung dalam dewan komisaris
6.7.9. Presentase Komisaris Independen
Komisaris independen adalah anggota dewan komisaris yang tidak
terafiliasi dengan manajemen, anggota dewan komisaris lainnya dan
pemegang saham pengendali, serta bebas dari hubungan bisnis atau hubungan
lainnya yang dapat mempengaruhi kemampuannya untuk bertindak
independen atau semata-mata demi kepentingan perusahaan (Ujiyantho dan
Bambang, 2007). Dalam penelitian ini presentasi komisaris independen
disimbolkan dengan INDEP. Skala yang digunakan untuk mengukur
komposisi dewan komisaris independen yaitu dengan skala rasio, yaitu
persentase jumlah anggota dewan komisaris independen dengan jumlah total
anggota dewan komisaris. Pengukuran ini sesuai dengan pengukuran dalam
penelitian yang dilakukan oleh Melinda dan Nur (2013).
Jumlah Komisaris Independen
INDEP =
Jumlah seluruh anggota dewan komisaris

6.7.10. Jumlah Kompensasi Dewan Komisaris dan Dewan Direksi
Kompensasi adalah keseluruhan balas jasa yang diterima oleh pegawai
sebagai akibat dari pelaksanaan pekerjaan di organisasi dalam bentuk uang
atau lainnya, yang dapat berupa gaji, upah, bonus, insentif dan tunjangan
49

lainnya (Hariandja, 2005). Kompensasi dalam penelitian ini adalah total yang
diterima oleh keseluruhan dewan komisaris dan direksi dalam bentuk apapun
dibagi dengan revenue perusahaan. Komisaris dan direksi biasanya diberikan
remunerasi berupa uang, saham, maupun stock option. Dalam penelitian ini
kompensasi dewan komisaris dan direksi disimbolkan dengan COMP sesuai
dengan rumus yang digunakan Melinda dan Nur (2013).
Kompensasi yang diterima seluruh dewan komisaris & direksi
COMP =
Revenueperusahaan

6.7.11. Karakter Eksekutif
Dalam pengambilan risiko manajer dapat bersikap risk averse, risk
neutral, atau risk taking. Manajer yang bersikap risk averse adalah manajer
yang menyukai risiko, manajer yang risk neutral adalah manajer yang netral
terhadap risiko, sedangkan manajer yang bersikap risk averse adalah manajer
yang tidak menyukai risiko (Prasetya dan Baldric, 2012). Untuk mengetahui
karakter eksekutif maka digunakan risiko perusahaan (corporate risk) yang
dimiliki perusahaan (Budiman, 2013). Oleh Putriani (2010) untuk mengukur
risiko perusahaan dapat dilakukan dengan mencari rasio dari aset tidak
berwujud terhadap total aset perusahaan i pada tahun t.
I ntangible asset
RISK =
Total asset



50

6.8. Prosedur Analisis
Prosedur analisis data merupakan suatu metode yang digunakan untuk
memproses variabel-variabel yang ada sehingga menghasilkan suatu hasil
penelitian yang berguna dan memperoleh suatu kesimpulan.
6.8.1. Statistik Deskriptif
Menurut Ghozali (2005), statistik deskriptif memberikan gambaran
atau deskripsi suatu data yang dilihat dari nilai rata-rata (mean), standar
deviasi, varian, nilai maksimum, nilai minimum, sum, range, kurtoses dan
kemencengan distribusi (skewness).
6.8.2. Analisis Regresi
Analisis regresi dilakukan untuk menguji hipotesis yang telah
dikembangkan dan dijelaskan. Analisis regresi adalah analisis yang mengukur
kekuatan hubungan antara dua variabel atau lebih, juga menunjukkan arah
hubungan antara variabel dependen dan variabel independen (Ghozali, 2005).
Analisis regresi berganda digunakan oleh peneliti bila peneliti
bermaksud meramalkan bagaimana keadaan variabel dependen bila dua atau
lebih variabel independen sebagai faktor predictor (Sugiyono, 2013).
Secara umum, regresi adalah studi mengenai ketergantungan variabel
dependen (terikat) dengan satu atau lebih variabel independen (variabel
penjelas/bias), dengan tujuan untuk mengestimasi dan/atau memprediksi rata-
rata populasi atau nilai rata-rata variabel dependen berdasarkan nilai variabel
independen yang diketahui (Gujarati dalam Ghozali, 2005).
51

Model yang dibentuk dalam penelitian ini adalah :
ETR =
0
+
1
UKPER +
2
PROF +
3
TINGHUT +
4
INTASTEP +
5
INPERS
+
6
FASPER +
7
BOARD +
8
INDEP +
9
COMP +
10
RISKS + .
Keterangan :
ETR = Tarif Pajak Efektif
UKPER = Ukuran Perusahaan
PROF = Return On Asset
TINGHUT = Tingkat Hutang
INASTEP = Intensitas Aset Tetap
INPERS = Intensitas Persediaan
FASPER = Fasilitas Perpajakan
BOARD = Jumlah Dewan Komisaris
INDEP = Presentase Komisaris Independen
COMP = Jumlah Kompensasi Dewan Komisaris dan Direksi
RISK = Risiko Perusahaan

0
= Konstanta

1
,
2
,
3
,
10
= Koefisien Variabel Penjelas
= error
6.8.3. Uji Asumsi Klasik
6.8.3.1. Uji Normalitas
Uji normalitas bertujuan untuk menguji apakah variabel pengganggu
atau residual memiliki distribusi yang normal di dalam model regresi.
52

Pengujian normalitas data dilakukan dengan menggunakan uji statistik non-
parametik Kolmogorov-Smirkov (K-S), dengan membandingkan Asymptotic
Significance dengan alfa 5%. Data dikatakan distribusi normal jika nilai
Asymptotic Significance-nya > 0,05, dan sebaliknya jika nilai Asymptotic
Significance-nya < 0,05 maka data mempunyai distribusi tidak normal
(Ghozali, 2005).
6.8.3.2. Uji Multikolonieritas
Uji Multikolonieritas bertujuan untuk menguji apakah ditemukan
adanya kolerasi antar variabel bebas (independen) di model regresi. Jika
variabel independen saling berkolerasi, maka variabel-variabel ini tidak
orthogonal. Variabel orthogonal adalah variabel independen sama dengan nol.
Untuk melihat ada atau tidaknya multikolonieritas dapat dilihat dari toleransi
dan nilai varian inflaction factor (VIF). Kedua ukuran ini menunjukkan setiap
variabel independen manakah yang dijelaskan oleh variabel independen
lainnya. Nilai cutoff yang umum dipakai untuk menunjukkan adanya
multikolonieritas adalah nilai tolerance < 0,10 atau sama dengan nilai VIF >
10 (Ghozali, 2005).
6.8.3.3. Uji Heteroskedastisitas
Uji heteroskedastisitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model
regresi terjadi ketidaksamaan varian dari residual satu pengamatan ke
pengamatan yang lain. Jika varian dari residual satu pengamatan ke
pengamatan yang lain tetap, maka disebut homokedastisitas dan jika berbeda
53

disebut heteroskedastisitas. Untuk mendeteksi ada atau tidaknya
heteroskedastisitas dapat digunakan uji glejser. Uji glejser dilakukan dengan
cara meregresi nilai absolute residual terhadap variabel independen. Jika nilai
signifikansi anatara variabel independen dengan nilai absolute residual lebih
dari 0,05 maka tidak terjadi heteroskedastisitas (Ghozali, 2005).
6.8.3.4. Uji Auto Korelasi
Uji auto korelasi bertujuan untuk menguji apakah di dalam model
regresi linear ada korelasi antara kesalahan pengganggu pada periode t dengan
kesalahan pengganggu t-1 (sebelumnya). Auto korelasi muncul karena
observasi yang berurutan sepanjang waktu berkaitan satu sama lainnya.
Masalah ini timbul karena residual (kesalahan pengganggu) tidak bebas dari
satu observasi lainnya. Ada atau tidaknya auto korelasi dapat dideteksi dengan
menggunakan uji Durbin-Watson (DW-test). Uji Durbin-Watson hanya
digunakan untuk auto korelasi tingkat satu (first order autocorelation) dan
mensyaratkan adanya intercept (konstanta) dalam model regresi dan tidak ada
variabel lag di antara variabel independen (Ghozali, 2005).
Pengambilan keputusan ada tidaknya autokorelasi
Hipotesis nol Keputusan jika
Tidak ada autokorelasi positif Tolak 0 < d <d l
Tidak ada autokorelasi positif No decision dl d du
Tidak ada autokorelasi negatif Tolak 4 dl < d < 4
Tidak ada autokorelasi negatif No decision 4 du d 4 - dl
Tidak ada autokorelasi positif
atau negatif
Tidak ditolak du - < d < 4 - du
Sumber : (Ghozali, 2005)
54

6.8.4. Goodness of Fit Test
6.8.4.1.Uji Koefisien Determinasi (R
2
)
Koefisien determinasi (R
2
) pada intinya mengukur seberapa jauh
kemampuan model dalam menerangkan variasi variabel dependen. Nilai
koefisien determinasi adalah antara nol dan satu. Nilai R
2
yang kecil berarti
kemampuan variabel-variebel independen dalam menjelaskan variasi variabel
dependen amat terbatas. Nilai yang mendekati satu berarti variabel-variabel
independen memberikan hampir semua informasi yang dibutuhkan untuk
memprediksi variasi variabel dependen (Ghozali, 2005).

6.8.4.2.Uji Simultan (Uji Statistik F)
Uji F pada dasarnya menunjukkan apakah semua variabel independen
atau bebas yang dimaksudkan dalam model mempunyai pengaruh secara
bersama-sama terhadap variabel dependen/terikat (Ghozali,2005). Uji statistik
t pada dasarnya menunjukkan seberapa jauh pengaruh satu variabel
penjelas/independen secara individual dalam menerangkan variasi variabel
dependen (Ghozali, 2005). Uji model regresi ini dilakukan dengan
menggunakan uji statistik F. Uji F dilakukan untuk menguji pengaruh semua
variabel independen yang dimasukkan dalam setiap model secara bersama-
sama terhadap variabel dependen. Dimana hasil signifikan dari F hitung harus
di bawah tingkat signifikan alpha yang telah ditetapkan 5%. Jika signifikan
55

dari F hitung lebih besar dari 0,05 maka model tidak bisa digunakan untuk
memprediksi variabel dependen.
6.8.4.3.Uji Parameter Individual (Uji Statistik t)
Uji ststistik t pada dasarnya menunjukkan seberapa jauh pengaruh satu
variabel penjelas/independen secara individual dalam menerangkan variasi
variabel dependen (Ghozali, 2005). Pengujian ini untuk mengetahui variabel
independen secara individu berpengaruh terhadap variabel dependen. Adapun
prosedur pengujiannya adalah setelah melakukan perhitungan terhadap t
hitung, kemudian membandingkan nilai t hitung dengan t table. Kriteria
pengambilan keputusan adalah sebagai berikut :
a. Apabila t hitung > t table dan tingkat signifikan () < 0,05 maka H
0
yang
menyatakan bahwa tidak terdapat pengaruh variabel independen secara
parsial terhadap variabel dependen ditolak. Ini berarti secara parsial,
variabel independen berpengaruh signifikan terhadap variabel dependen.
b. Apabila t hitung < t table dan tingkat signifikan () > 0,05 maka H
0
diterima, yang berarti secara parsial variabel independen tidak
berpengaruh signifikan terhadap variabel dependen.





56

DAFTAR PUSTAKA
Atarwaman, Rita J. D. 2011. Analisis Pengaruh Ukuran Perusahaan, Profitabilitas,
dan Kepemilikan Manaejerial Terhadap Praktik Perataan Laba yang
Dilakukan Oleh Perusahaan Manufaktur pada Bursa Efek Indonesia
(BEI). Jurnal Ilmu Ekonomi, Vol. 2, No. 2, Februari 2011.

Bertrand, Marianne dan Sendhil Mullainathan. 2011. Are CEOs Rewarded For Luck?
The Ones Without Principals Are*. The Quarterly Journal of Economics.

Budiman, Judi dan Setiyono. 2011. Pengaruh Karakter Eksekutif Terhadap
Penghindaran Pajak (Tax Avoidance). Simposium Nasional Akuntansi XV,
Banjarmasin.

Chiou YC, Hsieh YC, Lin W. 2012. Determinants of Effect Tax Rates For Firm
Listed On China`s Stock Markets: Panel Models With Two-Sided Censors.
International Trade & Academic Research Conference (ITARC). 7-8th
November 2012.

Darmadi, Iqbal Nul Hakim dan Zulaikha. 2013. Analisis Faktor yang Mempengaruhi
Manajemen Pajak dengan Indikator Tarif Pajak Efektif (Studi Empiris pada
Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia pada Tahun
2011-2012). Diponegoro Journal of Accounting, Vol. 2, No. 4, hal. 1-12.

Derashid, Chek dan Hao Zhang. 2003. Effective Tax Rates and the Industrial Policy
Hypothesis: Evidence from Malaysia. Journal of International Accounting
Auditing and Taxation, 12, 4562.

Fatharani, Nazhaira. 2012. Pengaruh Karakteristik Kepemilikan, Reformasi
Perpajakan, dan Hubungan Politik Terhadap Tindakan Agresif Pada
Perusahaan Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia Pada Tahun 2007-2010.
Skripsi. Universitas Indonesia : Depok.

Ghozali, Imam. 2005. Aplikasi Analisis Multivariate Dengan Program SPSS. Badan
Penerbit Universitas Diponegoro. Semarang.

Guire, Sean Mc., Dechun W, Ryan W. 2011. Dual Class Ownership and Tax
Avoidence. 2011 American Taxation Association Midyear Meeting: JATA
Conference.
Hariandja, Marihot Tua Efendi. 2005. Manajemen Sumber Daya Manusia. Gramedia
Widiarsana Indonesia, Jakarta.

57

Haryadi, Teddy. 2012. Pengaruh IntensitasModal, Leverage, dan Ukuran
Perusahaan Terhadap Tarif Pajak Efektif Pada Perusahaan Pertambangan
Di BEI Tahun 2010-2011. Artikel yang dipublikasikan.

Jensen, M. C. dan William H. M. 1976. Theory of Firm: Managerial Behaviour,
Agency Costs and Ownership Structure. Journal of Financial Economics.3.
Pp. 305-360.

Lewellen, Katharina. 2006. Financing Decisions When Managers Are Risk Averse.
Journal of Financial Economics. Vol. 82, 551-589.

Mangoting, Yenni. 1999. Tax Planning : Sebuah Pengantar Sebagai Alternatif
Meminimalkan Pajak. Jurnal Akuntansi dan Keuangan, Vol. 1, No. 1, Mei
1999 : 43 53.

Martani, Dwi, Sylvia V.NPC., Ratna W., Aria F., dan Edward T. 2012. Akuntansi
Keuangan Menengan Berbasis PASK. Salemba Empat, Jakarta.

Masri, Indah dan Dwi Martani. 2012. Pengaruh Tax Avoidance Terhadap Cost Of
Debt. Simposium Nasional Akuntansi XV. Banjarmasin.

Mathis, R.L. dan John H.J. 2006. Humant Resource Management. Salemba Empat,
Jakarta.

Melinda, Maria dan Nur C. 2013. Pengaruh Corporate Governance Terhadap
Manajemen Pajak. Diponegoro Journal Of Accounting, Vol. 2, No. 3.

Minnick, Kristina dan Tracy Noga. 2010. Do Corporate Governance Characteristics
Influence Tax Management?. Journal of Corporate Finance, 16, 703-718.

Nicodme, Gatan. 2007. Do Large Companies Have Lower Effective Tax Rates? A
European Survey. Belgia : Solvay Business School (ULB).

Noor, R.M., Nur S.M.F., dan Azam M. 2010. Corporate Tax Planning: A Study On
Corporate Effective Tax Rates of Malaysian Listed Companies. International
Journal of Trade, Economics and Finance, Vol. 1, No. 2, August, 2010.

Prasetya, David dan Baldric S. 2012. Pengaruh Kecenderungan Manajer Dalam
Pembuatan Keputusan Terhadap Payoff Magnitude. Simposium Nasional
Akuntansi XV, Banjarmasin.

Putriani, Femega Dian. 2010. Pengaruh Struktur Kepemilikan, Tingkat Keuntungan
Perusahaan, Risiko Perusahaan Terhadap Kinerja Intellectual Capital (Studi
58

Pada Perusahaan Perbankan yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia
Tahun 2007-2009). Skripsi. Universitas Diponegoro : Semarang.

Pernyataan Akuntansi Keuangan No. 14 Tentang Persediaan Revisi 2008

Richadson, Grant dan Lanis Roman. 2007. Determinants of the Variability in CETR
and Tax Reform: Evidence From Australia. Journal of Accounting and Public
Policy, Vol.26.

Rifai, Badriyah. 2009. Peran Komisaris Independen dalam Mewujudkan Good
Corporate Governance di Perusahaan Publik. Jurnal Hukum No. 3 Vol. 16
Juli 2009: 396 412.

Suandy, Erly. 2003. Perencanaan Pajak. Salemba Empat, Jakarta.

Sudana, I Made dan Putu A.A.W. 2011. Corporate Governance dan Pengungkapan
Corporate Social Responsibility Pada Perusahaan Go-Public Di Bursa Efek
Indonesia. Jurnal Manajemen Teori dan Terapan | Tahun 4, No. 1, April
2011.

Sugiyono. 2013. Metode penelitian kuantitatif kaulitatif dan R&D. Alfabeta,
Bandung.

Sumarsan, Thomas. 2013. Perpajakan Indonesia. Edisi 3. Indeks, Jakarta.

Tiearya, Ivan R. 2012. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Manajemen Laba Sebagai
Respon Atas Perubahan Tarif Pajak Penghasilan Badan 2008 Di Indonesia
(Studi Empiris Pada Perusahaan Go Public Yang Terdaftar Di Bursa Efek
Indonesia Tahun 2007-2009). Skripsi. Universitas Diponegoro : Semarang.

Ujiyantho, M.A. dan Bambang A.P. 2007. Mekanisme Corporate Governance,
Manajemen Laba Dan Kinerja Keuangan ( Studi Pada Perusahaan Go Publik
Sektor Manufaktur ). Simposium Nasional Akuntansi X, Makasar.

Undang-Undang No.36 Tahun 2008. Perubahan Keempat Atas Undang-Undang
Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan.

www.idx.co.id

Anda mungkin juga menyukai