Anda di halaman 1dari 28

1

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Ensefalitis adalah jaringan otak yang dapat disebabkan oleh bakteri,cacing,
protozoa, jamur, ricketsia atau virus. Ensefalitis Arbovirus adalah infeksi otak
yang berat yang disebabkan oleh salah satu dari beberapa jenis virus. Infeksi
ensefalitis virus yang paling sering terjadi di Amerika dan ditularkan melalui
gigitan serangga adalah : Ensefalitis Ekuin Barat, Ensefalitis Ekuin Timur,
Ensefalitis Santa Louis, Ensefalitis Kalifornia (Arif mansjoer, 2000).
Ensefalitis Ekuin Barat terjadi di seluruh Amerika dan menyerang semua umur,
tetapi terutama menyerang anak usia dibawah 1 tahun. Ensefalitis Ekuin Timur
terjadi terutama di Amerika bagian timur, terutama menyerang anak-anak yang
sangat muda dan diatas usia 55 tahun, dan lebih fatal. Kedua jenis ensefalitis
tersebut cenderung lebih berat pada anak dibawah 1 tahun, menyebabkan
kerusakan saraf atau otak yang menetap.
Wabah ensefalitis Santa Louis pernah terjadi di seluruh Amerika, terutama di
Texas dan beberapa negara bagian barat-tengah. Resiko kematian terbesar
ditemukan pada orang yang lebih tua.Virus kelompok Kalifornia terdiri dari :
virus Kalifornia (banyak ditemukan di AS barat), virus La Crosse (di AS barat-
tengah),virus Jamestown Canyon (di New York).
Ketiga virus ini terutama menyerang anak-anak. Di bagian dunia yang lain,
arbovirus yang berbeda tetapi masih berhubungan, menyebabkan ensefalitis yang
ditularkan secara periodik dari alam kepada manusia.
Virus penyebab ensefalitis disebarkan oleh nyamuk jenis tertentu yang
ditemukan di daerah geografis tertentu. Penyakit ini merupakan endemis (terus
menerus ada), tetapi wabah terjadi secara periodik bila jumlah binatang yang
terinfeksi bertambah. Pada manusia terjadi secara kebetulan.

2

1.2 Rumusan Masalah
Bagaimana Asuhan Keperawatan Pada Pasien Anak Dengan Gangguan Sistem
Persyarafan Ensefalitis.

1.3 Tujuan Penulisan
A. Tujuan Umum
Adapun tujuan umum dari makalah ini adalah untuk mengetahui
gambaran umum tentang ensefalitis dan asuhan keperawatannya.

B. Tujuan Khusus
Adapun tujuan khusus dari makalah ini yaitu :
a) Mampu menjelaskan anatomi fisiologi sistem persyarafan
b) Mampu menjelaskan pengertian ensefalitis
c) Mampu menjelaskan etiologi atau penyebab ensefalitis
d) Mampu menjelaskan manifestasi klinis (tanda dan gejala) ensefalitis
e) Mampu menjelaskan patofisiologi ensefalitis
f) Mampu menjelaskan komplikasi ensefalitis
g) Mampu menjelaskan pemeriksaan penunjang ensefalitis
h) Mampu menjelaskan penatalaksanaan medis ensefalitis
i) Mampu menjelaskan asuhan keperawatan pada pasien ensefalitis.
3

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi Fisiologi
Sistem saraf adalah serangkaian organ yang kompleks dan bersambungan serta
terdiri terutama dari jaringan saraf. Sistem persarafan merupakan salah satu organ
yang berfungsi untuk menyelenggarakan kerjasama yang rapi dalam organisasi
dan koordinasi kegiatan tubuh.
Otak mempunyai lima bagian utama, yaitu: otak besar (serebrum), otak tengah
(mesensefalon), otak kecil (serebelum), sumsum sambung (medulla oblongata),
dan jembatan varol.
a) Otak besar (serebrum)
Otak besar mempunyai fungsi dalam pengaturan semua aktifitas mental
yaitu yang berkaitan dengan kepandaian (intelegensi), ingatan (memori),
kesadaran, dan pertimbangan.Otak besar merupakan sumber dari semua
kegiatan/gerakan sadar atau sesuai dengan kehendak, walaupun ada juga
beberapa gerakan refleks otak. Pada bagian korteks serebrum yang berwarna
kelabu terdapat bagian penerima rangsang (area sensor) yang terletak di
sebelah belakang area motor yang berfungsi mengatur gerakan sadar atau
merespon rangsangan.

b) Otak tengah (mesensefalon)
Otak tengah terletak di depan otak kecil dan jembatan varol. Di depan
otak tengah terdapat talamus dan kelenjar hipofisis yang mengatur kerja
kelenjar-kelenjar endokrin. Bagian atas (dorsal) otak tengah merupakan lobus
optikus yang mengatur refleks mata seperti penyempitan pupil mata, dan juga
merupakan pusat pendengaran.




4

c) Otak kecil (serebelum)
Serebelum mempunyai fungsi utama dalam koordinasi gerakan otot yang
terjadi secara sadar, keseimbangan, dan posisi tubuh. Bila ada rangsangan
yang merugikan atau berbahaya maka gerakan sadar yang normal tidak
mungkin dilaksanakan.

d) Jembatan varol (pons varoli)
Jembatan varol berisi serabut saraf yang menghubungkan otak kecil
bagian kiri dan kanan, juga menghubungkan otak besar dan sumsum tulang
belakang
.
e) Sumsum sambung (medulla oblongata)
Sumsum sambung berfungsi menghantar impuls yang datang dari medula
spinalis menuju ke otak. Sumsum sambung juga mempengaruhi jembatan,
refleks fisiologi seperti detak jantung, tekanan darah, volume dan kecepatan
respirasi, gerak alat pencernaan, dan sekresi kelenjar pencernaan.Selain itu,
sumsum sambung juga mengatur gerak refleks yang lain seperti bersin, batuk,
dan berkedip.

2.2 Pengertian
Ensefalitis adalah radang jaringan otak yang dapat disebabkan oleh bakteri,
cacing, protozoa, jamur, ricketsia atau virus (Arif Mansur : 2000).
Ensefalitis adalah peradangan pada jaringan otak dan meningen, yang dapat
disebabkan karena virus, bakteri, jamur dan parasit (Tarwoto: 2007).

2.3 Etiologi
Untuk mengetahui penyebab ensefalitis perlu pemeriksaan bakteriologi dan
firologi pada spesimen feces, sputum, serum darah ataupun cairan serebrospinal
yang harus diambil pada hari-hari pertama. Ensefalitis dapat disebabkan karena:
a. Albovirus
Albovirus dapat masuk ke tubuh manusia melalui gigitan nyamuk dan
serangga. Masa inkubasinya antara 5-15 hari.
5

b. Enterovirus
Termasuk dalam enterovirus adalah poliovirus, herpes zooster.
c. Herpeks simpleks
Herpeks simpleks merupakan penyebab meningitis yang sangat mematikan di
amerika utara (Hickey dam Donna, 1995).
d. Amoeba
Amoeba penyebab ensefalitis adalah amoeba naegleria dan acanthamoeba,
keduanya ditemukan di air dan dapat masuk melalui mukosa mulut saat
berenang.
e. Rabies
Penyakit rabies akibat gigitan binnatang yang terkena rabies setelah masa
inkubasi yang berlangsung berminggu-minggu atau berbulan-bulan.
f. Jamur
Jamur yang dapat menyebabkan ensefalitis adalah fungus blastomyces
dermatitihis, biasanya menyerang pria yang bekerja diluar rumah. Tempat
masuknya melalui paru-paru atau lesi pada kulit.
(Tarwoto,2007)

2.4 Tanda dan Gejala
Tanda dan gejala ensefalitis tergantung dari penyebabnya, masing-masing
berbeda. Namun secara umum tanda dan gejala ensefalitis:
Nyeri kepla, photofobia, nyeri sendi, nyeri leher dan nyeri pinggang.
Kesadaran menurun, mengantuk,
Vomitus, demam,
Defisit neurologi, kelumpuhan saraf kranial,
Adanya tanda-tanda iritasi serebral,
Peningkatan tekanan intrakranial,
Kejang, tremor, aphasia.

6

2.5 Klasifikasi
Ensefalitis diklasifikasikan menjadi :
a. Ensefalitis Supurativa
Patogenesis
Peradangan dapat menjalar ke jaringan otak dari otitis media, mastoiditis,
sinusitis, atau dari piema yang berasal dari radang, abses di dalam paru,
bronkiektasi, empiema, osteomeylitis cranium, fraktur terbuka, trauma yang
menembus ke dalam otak dan tromboflebitis. Reaksi dini jaringan otak
terhadap kuman yang bersarang adalah edema, kongesti yang disusul dengan
pelunakan dan pembentukan abses. Disekeliling daerah yang meradang
berproliferasi jaringan ikat dan astrosit yang membentuk kapsula. Bila
kapsula pecah terbentuklah abses yang masuk ventrikel.

Manifestasi Klinis
Secara umum gejala yang timbul dapat berupa trias ensefalitis seperti :
1) Demam.
2) Kejang.
3) Kesadaran menurun.
4) Bila ensefalitis berkembang menjadi abses serebri akan timbul gejala-
gejala infeksi umum, tanda-tanda meningkatnya tekanan intrakranial yaitu
nyeri kepala yang kronik dan progresif, muntah, penglihatan kabur,
kejang, dan kesadaran menurun.
5) Pada pemeriksaan mungkin terdapat edema papil.
6) Tanda-tanda defisit neurologis tergantung pada lokasi dan luas abses.

Terapi pada ensefalitis supurativa adalah dengan pemberian:
1) Ampisillin 4 x 3-4 g per oral selama 10 hari.
2) Cloramphenicol 4 x 1g/24 jam intra vena selama 10 hari.




7

b. Ensefalitis Siphylis
Patogenesis
Disebabkan oleh Treponema pallidum. Infeksi terjadi melalui permukaan
tubuh umumnya sewaktu kontak seksual. Setelah penetrasi melalui
epithelium yang terluka, kuman tiba di sistem limfatik, melalui kelenjar limfe
kuman diserap darah sehingga terjadi spiroketemia. Hal ini berlangsung
beberapa waktu hingga menginvasi susunan saraf pusat. Treponema pallidum
akan tersebar diseluruh korteks serebri dan bagian-bagian lain susunan saraf
pusat.

Manifestasi Klinis
Adapun gejala ensefalitis sifilis terdiri dari dua bagian yaitu :
Gejala-gejala neurologis
a. Kejang-kejang yang datang dalam serangan-serangan.
b. Afasia.
c. Apraksia.
d. Hemianopsia.
e. Penurunan kesadaran
f. Pupil Agryll- Robertson.
g. Nervus opticus dapat mengalami atrofi.
h. Pada stadium akhir timbul gangguanan-gangguan motorik yang bersifat
progresif.

Gejala-gejala mental
a. Timbulnya proses dimensia yang progresif.
b. Intelgensia yang mundur perlahan-lahan yang mula-mula tampak pada
kurang efektifnya kerja.
c. Daya konsentrasi mundur.
d. Daya ingat berkurang.
e. Daya pengkajian terganggu.


8

Terapi pada ensefalitis siphylis
1) Penisillin G 12-24 juta unit/hari dibagi 6 dosis selama 14 hari.
2) Penisillin prokain G 2,4 juta unit/hari intra muskular + probenesid
4x500mg oral 14 hari.
3) Bila alergi pada penisilin, maka bisa diberikan :
4) Tetrasiklin 4 x 500 mg per oral selama 30 hari.
5) Eritromisin 4 x 500 mg per oral selama 30 hari.
6) Cloramfenicol 4 x 1 g intra vena selama 6 minggu.
7) Ceftriaxon 2 g intra vena/intra muscular selama 14 hari.
c. Ensefalitis Virus
Adapun virus yang dapat menyebabkan radang otak pada manusia adalah
sebagai berikut :
Virus RNA
a. Paramikso virus : virus parotitis, irus morbili.
b. Rabdovirus : virus rabies.
c. Togavirus : virus rubella flavivirus (virus ensefalitis Jepang B, virus
dengue).
d. Picornavirus : enterovirus (virus polio, coxsackie A, B, echovirus).
e. Arenavirus: virus koriomeningitis limfositoria.
Virus DNA
a. Herpes virus : herpes zoster-varisella, herpes simpleks, sitomegalivirus,
virus Epstein-barr Poxvirus : variola, vaksinia.
b. Retrovirus: AIDS.

Manifestai Klinis
a. Demam.
b. Nyeri kepala
c. Vertigo.
d. Nyeri badan.
e. Nausea.
f. Kesadaran menurun.
9

g. Kejang-kejang.
h. Kaku kuduk.
i. Hemiparesis dan paralysis bulbaris.

Terapi pada ensefalitis karena virus
1) Pengobatan simtomatis
a. Analgetik dan antipiretik : Asam mefenamat 4 x 500 mg.
b. Anticonvulsi : Phenitoin 50 mg/ml intravena 2 x sehari.
2) Pengobatan antivirus diberikan pada ensefalitis virus dengan penyebab
herpes zoster-varicella.
3) Asiclovir 10 mg/kgBB intra vena 3 x sehari selama 10 hari atau 200 mg
peroral tiap 4 jam selama 10 hari.

d. Ensefalitis Karena Parasit
Malaria Serebral
Plasmodium falsifarum penyebab terjadinya malaria serebral. Gangguan
utama terdapat didalam pembuluh darah mengenai parasit. Sel darah merah
yang terinfeksi plasmodium falsifarum akan melekat satu sama lainnya
sehingga menimbulkan penyumbatan-penyumbatan. Hemorrhagic petechia
dan nekrosis fokal yang tersebar secara difus ditemukan pada selaput otak dan
jaringan otak.
Gejala-gejala yang timbul adalah demam tinggi, kesadaran menurun
hingga koma. Kelainan neurologik tergantung pada lokasi kerusakan-
kerusakan yang terjadi.
Toxoplasmosis
Toxoplasma gondii pada orang dewasa biasanya tidak menimbulkan
gejala-gejala kecuali dalam keadaan dengan daya imunitas menurun. Didalam
tubuh manusia parasit ini dapat bertahan dalam bentuk kista terutama di otot
dan jaringan otak.



10

Amebiasis
Amuba genus Naegleria dapat masuk ke tubuh melalui hidung ketika
berenang di air yang terinfeksi dan kemudian menimbulkan
meningoencefalitis akut.
Gejala-gejalanya adalah demam akut, nausea, muntah, nyeri kepala, kaku
kuduk dan kesadaran menurun.
Sistiserkosis
Cysticercus cellulosae ialah stadium larva taenia. Larva menembus
mukosa dan masuk kedalam pembuluh darah, menyebar ke seluruh badan.
Larva dapat tumbuh menjadi sistiserkus, berbentuk kista di dalam ventrikel
dan parenkim otak. Bentuk rasemosanya tumbuh didalam meninges atau
tersebar didalam sisterna. Jaringan akan bereaksi dan membentuk kapsula
disekitarnya. Gejala-gejala neurologik yang timbul tergantung pada lokasi
kerusakan yang terjadi.

Terapi pada ensefalitis karena parasit
1) Malaria serebral : Kinin 10 mg/KgBB dalam infuse selama 4 jam, setiap
8 jam hingga tampak perbaikan.
2) Toxoplasmosi
a. Sulfadiasin 100 mg/KgBB per oral selama 1 bulan.
b. Pirimetasin 1 mg/KgBB per oral selama 1 bulan.
c. Spiramisin 3 x 500 mg/hari.
3) Amebiasis : Rifampicin 8 mg/KgBB/hari.

e. Ensefalitis Karena Fungus
Fungus yang dapat menyebabkan radang antara lain : candida albicans,
Cryptococcus neoformans, Coccidiodis, Aspergillus, Fumagatus dan Mucor
mycosis. Gambaran yang ditimbulkan infeksi fungus pada sistem saraf pusat
ialah meningo-ensefalitis purulenta. Faktor yang memudahkan timbulnya
infeksi adalah daya imunitas yang menurun.

Terapi pada ensefalitis karena fungus
11

1) Amfoterisin 0,1- 0,25 g/KgBB/hari intravena 2 hari sekali minimal 6
minggu.
2) Mikonazol 30 mg/KgBB intra vena selama 6 minggu.

Riketsiosis Serebri
Riketsia dapat masuk ke dalam tubuh melalui gigitan kutu dan dapat
menyebabkan Ensefalitis. Di dalam dinding pembuluh darah timbul noduli
yang terdiri atas sebukan sel-sel mononuclear, yang terdapat pula disekitar
pembuluh darah di dalam jaringan otak. Didalam pembuluh darah yang
terkena akan terjadi trombosis.
Gejala-gejalanya ialah nyeri kepala, demam, sukar tidur, kemudian
mungkin kesadaran dapat menurun. Gejala-gejala neurologik menunjukan lesi
yang tersebar.

Terapi pada riketsiosis serebri
1) Cloramphenicol 4 x 1 g intra vena selama 10 hari.
2) Tetrasiklin 4x 500 mg per oral selama 10 hari.



12

4.1 Patofiologis

Staphylococcus aureus, E. Coli, M. Tuberculosa ,Toksin


Masuk melalui kulit, saluran nafas, dan saluran cerna


Infeksi menyebar Infeksi menyebar melalui
Melalui darah system syaraf

Mengenai CNS


Ensefalitis

Aktivitas virus meningkat Disfungsi hipotalamus Anoreksia

Pelepasan zat progen endogen Hipermetabolik BB menurun

Kerja PGE2 Mual muntah
Hipotalamus MK: Nutrisi kurang
dari kebutuhan

Infeksi termoregulasi MK : Gangguan cairan
dan elektrolit
Suhu tubuh meningkat


MK : Hipertermi
Mengikuti aliran darah sistemik

Kejang
Penyebaran infeksi sistemik
koordinasi otot
menurun Sepsis


MK : Gangguan mobilitas MK: Resti Injuri
fisik





13

2.7 Komplikasi
Komplikasi pada ensefalitis berupa :
a. Retardasi mental
b. Iritabel
c. Gangguan motorik
d. Epilepsi
e. Emosi tidak stabil
f. Sulit tidur
g. Halusinasi
h. Enuresis
i. Anak menjadi perusak dan melakukan tindakan asosial lain.

2.8 Pemeriksaan Penunjang
a. Biakan :
Dari darah
Viremia berlangsung hanya sebentar saja sehingga sukar untuk
mendapatkan hasil yang positif.
Dari likuor serebrospinalis atau jaringan otak (hasil nekropsi)
Akan didapat gambaran jenis kuman dan sensitivitas terhadap antibiotika.
Dari feses
Untuk jenis enterovirus sering didapat hasil yang positif
Dari swap hidung dan tenggorokan
idapat hasil kultur positif
b. Pemeriksaan serologis
Uji fiksasi komplemen, uji inhibisi hemaglutinasi dan uji neutralisasi. Pada
pemeriksaan serologis dapat diketahui reaksi antibodi tubuh. IgM dapat
dijumpai pada awal gejala penyakit timbul.
c. Pemeriksaan darah
Terjadi peningkatan angka leukosit.
14

d. Punksi lumbal Likuor serebospinalis sering dalam batas normal, kadang-
kadang ditemukan sedikit peningkatan jumlah sel, kadar protein atau glukosa.
e. EEG/Electroencephalography
EEG sering menunjukkan aktifitas listrik yang merendah sesuai dengan
kesadaran yang menurun. Adanya kejang, koma, tumor, infeksi sistem saraf,
bekuan darah, abses, jaringan parut otak, dapat menyebabkan aktivitas listrik
berbeda dari pola normal irama dan kecepatan.(Smeltzer, 2002)
f. CT scan
Pemeriksaan CT scan otak seringkali didapat hasil normal, tetapi bisa pula
didapat hasil edema diffuse, dan pada kasus khusus seperti Ensefalitis herpes
simplex, ada kerusakan selektif pada lobus inferomedial temporal dan lobus
frontal.(Victor, 2001)

2.9 Penatalaksanaan Medis
a. Isolasi
Isolasi betujuan mengurangi stimulus/ rangsangan dari luar sebagai tindakan
pencegahan.
b. Terapi antimikroba, sesuai hasil kultur
Obat yang mungkin dianjurkan oleh dokter :
Ampicillin : 200 mg / kgBB/24 jam, dibagi 4 dosis
Kemicetin : 100 mg/kgBB/24 jam, dibagi 4 dosis
Bila encephalitis disebabkan oleh virus ( HSV ), agen antiviral acyclovir secara
signifikan dapat menurunkan mortalitas dan morbiditas HSV encephalitis.
Acyclovir diberikan secara intravena dengan dosis 30 mg/kgBB per hari dan
dilanjutkan selama 10 14 hari untuk mencegah kekambuhan ( Victor, 2001 ).
Untuk kemungkinan infeksi sekunder diberikan antibiotika secara polifragmasi.
Mengurangi meningkatnya tekanan intracranial, manajemen edema otak.
Mempertahankan hidrasi, monitor balans cairan ; jenis dan jumlah cairan
yang diberikan tergantung keadaan anak.
Glukosa 20 %, 10 ml intrvena beberapa klai sehari disuntikan dalam pipa
giving set untuk menghilangkan edema otak.
15

Kortikosteroid intramuscular atau intravena dapat juga digunakan untuk
menghilangkan edema otak.
c. Mengontrol kejang
Obat antikonvulsif diberikan segera untuk memberantas kejang. Obat yang
diberikan ialah valium dan atau luminal.
Valium dapat diberikan dengan dosis 0,3 0, 5 mg/kgBB/kali.
Bila 15 menit belum teratasi/ kejang lagi bisa diulang dengan dosis yang
sama.
Jika sudah diberikan 2 kali dan 15 menit lagi masih kejang, berikan valium
drip dengan dosis 5 mg/kgBB/24 jam.
d. Mempertahankan ventilasi
Bebaskan jalan nafas, berikan O2 sesuai dengan kebutuhan ( 2 31/ menit )
e. Penatalaksanaan shock septic
f. Mengontrol perubahan suhu lingkungan
g. Untuk mengatasi hiperpireksia
Diberikan kompres pada permukaan tubuh yang mempunyai pembuluh
besar, misalnya pada kiri dan kanan leher, ketiak, selangkangan, daerah
proksimal betis dan di atas kepala. Sebagai hibernasi dapat diberikan largaktil
2 mg/kgBB/hari dan phenergan 4 mg/kgBB/hari secara intravena atau
intramuscular dibagi dalam 3 kali pemberian. Dapat juga diberikan
antipiretikum seperti asetosal atau parasetamol bila keadaan telah
memungkinkan pemberian obat per oral.(Hassan, 1997)


16

BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN ANAK
DENGAN GANGGUAN SISTEM SYARAF ENSEFALITIS

3.1 Pengkajian
1. Biodata
Umur : Penyakit ensefalitis dapat menyerang semua usia, insiden tertinggi
terjadi pada anak-anak
Jenis kelamin : Penyakit ensefalitis bisa terjadi pada laki-laki dan
perempuan
Bangsa : Umumnya untuk penyakit ensefalitis tidak mengenal suku bangsa,
ras.
2. Keluhan utama
Demam
Kejang
3. Riwayat kesehatan sekarang
Demam, kejang, sakit kepala, pusing, nyeri tenggorokan, malaise, nyeri
ekstremitas, pucat, gelisah, perubahan perilaku, dan gangguan kesadaran.
4. Riwayat kesehatan dahulu
Klien sebelumnya menderita batuk , pilek kurang lebih 1-4 hari, pernah
menderita penyakit Herpes, penyakit infeksi pada hidung,telinga dan
tenggorokan.
5. Riwayat penyakit keluarga
Keluarga ada yang menderita penyakit yang disebabkan oleh virus contoh:
Herpes dll. Bakteri contoh : Staphylococcus Aureus, Streptococcus , E Coli dan
lain-lain.
Pola-Pola Fungsi Kesehatan
1) Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat
Kebiasaan. Sumber air yang dipergunakan dari PAM atau sumur,
kebiasaan buang air besar di WC, lingkungan penduduk yang berdesaan
(daerah kumuh)
17

Status Ekonomi. Biasanya menyerang klien dengan status ekonomi
rendah.
2) Pola fungsi kesehatan
Pola nutrisi dan metabolisme. Nafsu makan menurun (anoreksia) nyeri
tenggorokan dan Berat badan menurun.
Pola aktivitas. Nyeri ekstremitas dan keterbatasan rentang gerak akan
mempengaruhi pola aktivitas.
Pola istirahat dan tidur. Kualitas dan kuantitas akan berkurang oleh
karena demam, sakit kepala dan lain-lain, yang sehubungan dengan
penyakit ensefalitis.
Pola eliminasi. Kebiasaan Defekasi sehari-hari, Biasanya pada klien
Ensefalitis karena klien tidak dapat melakukan mobilisasi maka dapat
terjadi obstivasi. Kebiasaan BAK sehari-hari, Biasanya pada klien
Ensefalitis kebiasaan miksi normal frekuensi normal. Jika kebutuhan
cairan terpenuhi. Jika terjadi gangguan kebutuhan cairan maka produksi
irine akan menurun ,konsentrasi urine pekat.
Pola hubungan dan peran. Efek penyakit yang diderita terhadap peran
yang diembannya sehubungan dengan ensefalitis, bisanya Interaksi
dengan keluarga / orang lain biasanya pada klien dengan Ensefalitis
kurang, karena kesadaran klien menurun mulai dari apatis sampai koma.
Pola penanggulangan stress. Akan cenderung mengeluh dengan keadaaan
dirinya (stress).
Pemeriksaan fisik
Setelah melakukan anmnesis yang mengarah pada keluhan-keluhan klien,
pemeriksaan fisik sangat berguna untuk mendukung data dari pengkajian
anamnesis. Pemeriksaan fisik sebaiknya dilakukan persistem (B1-B6) dengan
focus pemeriksaan fisik pada pemeriksaan B3 (Brain) yang terarah dan
dihubungkan dengan keluhan-keluhan dari klien.
Pemeriksaan fisik dumulai dengan memeriksa tanda-tanda vital (TTV) pada
klien ensefalitis biasanya didapatkan peningkatn suhu tubuh lebih dari normal 39-
49C. Keadaan ini biasanya dihubungkan dengan proses inflamasi dari selaput
18

otak yang sudah menggangu pusat pengatur suhu tubuh. Penurunan denyut nadi
terjadi berhubungan dengan tanda-tanda peningkatan TIK. Apabila disertai
peningkatan frekuensi pernapasan sering berhubungan dengan peningkatan laju
metabolisme umum dan adanya infeksi pada system pernapasan sebelum
mengalami ensefalitis. TD biasanya normal atau meningkat berhubungan dengan
tanda-tanda peningkatan TIK.
a. B1 (Breathing)
Inspeksi apakah klien batuk, produksi sputum, sesak napas, penggunaan otot
bantu napas, dan peningkatan frekuensi pernapasan yang sering didapatkan pada
klien ensefalitis yang sering disertai adanya gangguan pada system pernapasan.
Palpasi biasanya taktil premitus seimbang kanan dan kiri. Auskultasi bunyi napas
tambahan sperti ronkhi pada klien dengan ensefalitis berhubungan akulasi sekreet
dari penurunan kesadaran.
b. B2 (Blood)
Pengkajian pada system kardiovaskular didapatkan renjatan (syok)
hipovolemik yang sering terjadi pada klien ensefalitis.
c. B3 (Brain)
Pengkajian B3 (Brain) merupakan pemeriksaan focus dan lebih lengkap
dibandingkan pengkajian pada system lainnya.
1. Tingkat Kesadaran
Pada keadaan lanjut tingkat kesadaran klien ensefalitis biasanya berkisar
pada tingkat letargi, stupor, dan semikomatosa. Apabila klien sudah mengalami
koma maka penilaian GCS sangat penting untuk menilai tingkat kesadaran
klien dan bahan evaluasi untuk memantau pemberian asuhan keperawatan.
2. Fungsi Serebri
Status mental : observasi penampilan klien dan tingkah lakunya, nilai gaya
bicara klien dan observasi ekspresi wajah dan aktivitas motorik. Pada klien
ensefalitis tahap lanjut biasanya status mental klien mengalami perubahan.
3. Pemeriksaan Saraf Kranial
Saraf I. Fungsi penciuman biasanya tidak ada kelainan pada klien ensefalitis
Saraf II. Tes ketajaman penglihatan pada kondisi normal. Pemeriksaan
papiledema mungkin didapatkan terutma pada ensefalitis supuratif disertai
19

abses serebri dan efusi subdural yang menyebabkan terjadinya peningkatan
TIK.
Saraf III, IV, dan VI. Pemeriksaan fungsi dan reaksi pupil pada klien
ensefalitis yang tidak disertai penurunan kesadaran biasanya tanpa kelainan.
Pada tahap lanjut ensefalitis yang telah mengganggu kesadaran, tanda-tanda
perubahan dari fungsi dan reaksi pupil akan didapatkan. Dengan alasan yang
tidak diketahui, klien ensefalitis mengeluh mengalami fotofobia atau
sensitive yang berlebihan terhadap cahaya.
Saraf V. Pada klien ensefalitis didapatkan paralisis pada otot sehingga
mengganggu proses mengunyah.
Saraf VII. Persepsi pengecapan dalam batas normal, wajah asimetris karena
adanya paralisis unilateral.
Saraf VIII. Tidak ditemukan adanya tuli kondungtif dan tuli persepsi.
Saraf IX dan X. Kemampuan menelan kurang baik sehingga mengganggu
pemenuhan nutrisi via oral.
Saraf XI. Tidak ada atrofi otot sternokleidomastoideus dan trapezius.
Adanya usaha dari klien untuk melakukan fleksi leher dan kaku kuduk.
Saraf XII. Lidah simetris, tidak ada deviasi pada satu sisi dan tidak ada
fasikulasi. Indra pengecap normal.
Sistem Motorik. Kekuatan otot menurun, kontrol keseimbangan dan
koordinasi pada ensefalitis tahap lanjut mengalami perubahan.
4. Pemeriksaan Refleks
Pemeriksaan reflex dada, pengetukan pada tendon, ligamentum atau
periosteum derajat reflex pada respons normal. Reflex patologis akan
didapatkan pada klien ensefalitis dengan tingkat kesadaran koma.
5. Gerakan Involunter
Tidak ditemukan adanya teremor, Tic, dan distonia. Pada keadaan tertentu
klien biasanya mengalami kejang umum, terutama pada anak dengan ensefalitis
disertai peningkatan suhu tubuh yang tinggi. Kejang dan peningkatan TIK juga
berhubungan dengan ensefalitis. Kejang terjadi sekunder akibat area fokal
kortikal yang peka.

20

6. Sistem Sensorik
Pemeriksaan sonsorik pada ensefalitis biasanya didapatkan perasaan raba
normal, perasaan nyeri normal, perasaan suhu normal, tidak ada perasaan
abnormal di permukaan tubuh, perasaan diskriminatif normal. Peradangan pada
selaput otak mengakibatkan sejumlah tanda yang mudah dikenali pada
ensefalitis. Tanda tersebut adalah kaku kuduk, yaitu ketika adanya upaya untuk
fleksi kepala mengalami kesukaran karena adanya spasme otot-otot leher.
d. B4 (Bladder)
Pemeriksaan pada system perkemihan biasanya didapatkan berkurangnya
volume keluaran urine, hal ini berhubungan dengan penurunan perfusi dan
penurunan curah jantung ke ginjal.
e. B5 (Bowel)
Mual sampai muntah dihubungkan dengan peningkatan produksi asam
lambung. Pemenuhan nutrisi pada klien meningitis menurun karena anoreksia dan
adanya kejang.
f. B6 (Bone)
Penurunan kekuatan otot dan penurunan tingkat kesadaran menurunkan
mobilitas klien secara umum. Dalam pemenuhan kebutuhan sehari-hari klien lebih
banyak dibantu orang lain.

3.2 Diagnosa Keperawatan
1. Ketidakseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan intake yang
tidak adekuat, kehilangan cairan.
2. Perubahan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan mual
muntah, anoreksia, kelemahan, intake yang tidak adekuat.
3. Hipertermi b/d infeksi,
4. Gangguan mobilitas fisik b.d kelemahan umum, defisit neurologik,
5. Resiko injuri: jatuh b.d aktivitas kejang, penurunan kesadaran dan status
mental. (Tarwoto, 2007)



21

3.3 Intervensi dan Implementasi
1. Resiko kekurangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan intake yang tidak
adekuat.
Tujuan : Kebutuhan cairan terpenuhi
Kriteria hasil:
Suhu tubuh normal 36.5-37.5
0
C
Tanda vital normal
Turgor kulit baik
Pengeluaran urin tidak pekat, elektrolit dalam batas normal.
NO. INTERVENSI RASIONAL
1. Ukur tanda vital setiap 4 jam. Ketidakseimbangan cairan dan
elektrolit menimbulkan perubahan
tanda vital seperti penurunan darah
dan peningkatan nadi.
2. Monitor hasil pemeriksaan
laboratorium terutama elektrolit.
Mengetahui perbaikan atau
ketidakseimbangan cairan dan
elektrolit.
3. Observasi tanda-tanda dehidrasi. Mencegah secara dini terjadinya
dehidrasi.

4. Catat intake dan output cairan. Mengetahui keseimbangan cairan.

5. Berikan minuman dalm porsi kecil
tetapi sering.
Mengurangi distensi gaster.
6. Pertahan temperatur tubuh dalam
batas normal.
Peningkatan temperatur
mengakibatkan pengeluaran cairan
lewat kulit bertambah.
7. Kolaborasi dam pemberian cairan
intravena.
Pemenuhan kebutuhan cairan
dengan IV akan mempercepat
pemulihan dehidrasi.
8. Pertahankan dan monitor tekanan
vena sentral.
Tekanan vena sentral untuk
mengetahui keseimbangan cairan.



22

2. Perubahan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan mual
muntah, anoreksia, kelemahan, intake yang tidak adekuat.
Tujuan : Kebutuhan nutri terpenuhi.
Kriteria hasil :
Nafsu makan baik, Terjadi peningkatan BB secara bertahap,
Pasien dapat menghabiskan makanan yang telah disediakan,
Tanda-tanda kurang nutrisi tidak ada,
Hb dan albumin dalam batas normal,
Tanda-tanda vital normal.
NO. INTERVENSI RASIONAL
1. Kaji kesukaan makanan pasien. Meningkatka selera makan pasien.
2. Berikan makan dalam porsi kecil tapi
sering.
Menghindari mual dan muntah.
3. Hindari berbaring kurang dari 1 jam
setelah makan.
Posisi berbaring saat makan
dalamlambung penuh dapat
mengakibatkan refluks dan tidak
nyaman.
4. Timbang BB 3 hari sekali secara
periodik.
Penurunan BB berarti kebutuhan
makanan berkurang.
5. Berikan antiemetik 1 jam sebelum
makan.
Menekan rasa mual dan muntah.
6. Kuranngi minum sebelum makan. Minum yang banyak sebelum makan
mengurangi intake makanan.
7. Hindari keadaan yang mengganggu
selera makan: lingkungan kotor, bau,
kebersihan tempat makan.
Meningkatkan selera makan pasien.
8. Sajikan makanan dalam keadaan
hangat dan hygine, menarik.
Meningkatkan selera makan.
9. Lakukan perawatan mulut. Menigkatkan nafsu makan.
10. Monitor kadar Hb dan Albumin. Mengetahui status nutrisi.
23


3. Hipertermi b.d infeksi
Tujuan : suhu badan dalam batas normal.
Kriteria hasil :
Suhu tubuh normal 36.5-37.5
0
C
Tanda vital normal
Turgor kulit baik
Pengeluaran urin tidak pekat, elektrolit dalam batas normal.
NO. INTERVENSI RASIONAL
1. Monitor suhu setiap 2 jam Mengetahui suhu tubuh.
2. Monitir tanda vital. Efek dari peningkatan suhu adalah
perubahan nadi, pernafasan dan
tekanan darah.
3. Monitor tanda-tanda dehidrasi. Tubuh dapat kehilangan cairan
melalui kullit dan penguapan.
4. Beri obat antipireksia. Mengurangi suhu tubuh.
5. Berikan minum cukup 2.000 CC / hari. Mencegah dehidrasi.
6. Lakukan kompres hangat. Mengurangi suhu tubuh.
7. Monitor tanda-tanda kejang. Suhu tubuh yang panas beresiko
kejang.





24

4. Gangguan mobilitas fisik b.d kelemahan umum, defisit neurologik,
Tujuan : tidak ada gangguan mobilitas fisik.
Kriteria hasil:
Pasien dapat mempertahankan mobilisasinya secara optimal,
Integritas kullit utuh,
Tidak terjadi atrofi,
Tidak terjadi kontraktur
NO. INTERVENSI RASIONAL
1. Kaji kemampuan mobilisasi. Hemiparise mungkin dapat terjadi.
2. Alih posisi pasien setiap 2 jam. Menghindari kerusakan kulit.
3. Lakukan massage bagian tubuh yang
tertekan.
Melancarkan aliran darah dan
mencegah dekubitus.
4. Lakukan ROM pasif. Menghindari kontraktur dan atrofi.
5. Monitor trombo emboli, konstipasi. Mencegah komplikasi imobilisasi.
6. Konsul pada ahli fisioterapi jika
diperlukan.
Perencanaan yang penting lebih lanjut.

5. Resiko injuri: jatuh b.d aktivitas kejang, penurunan kesadaran dan status
mental.
Tujuan: tidak terjadi injuri.
Kriteria hasil:
Mempertahankan tingkat kesadaran dan orientasi,
Kejang tidak terjadi,
Injuri tidak terjadi.
NO. INTERVENSI RASIONAL
1. Kaji status neurologi steiap 2 jam. Menentukan keadaan pasien dan resiko
kejang.
2. Pertahankan keamanan pasien seperti
penggunaan penghalang tempat tidur,
kesiapan suction, spatel, oksigen.
Mengurangi resiko injuri dan mencegah
obstruksi pernafasan.
3. Catat aktivitas kejang dan tinggal Merencanakan intervensi lebih lanjut
25

bersama pasien selama kejang. dan mengurangi kejang.
4. Kaji status neurologi dan tanda vital
setelah kejang.
Mengetahui respon post kejang.
5. Orientasikan pasien dan lingkungan. Setelah kejang kemungkinan pasien
disorientasi.
6. Kolaborasi dalam pemberian obat anti
kejang.
Mengurangi resiko kejang/
menghentikan kejang.

























26

BAB IV
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Dari penjelasan diatas dapat kita simpulkan:
Ensefalitis adalah peradangan pada jaringan otak dan meningen, yang dapat
disebabkan karena virus, bakteri, jamur dan parasit (Tarwoto: 2007).
Untuk mengetahui penyebab ensefalitis perlu pemeriksaan bakteriologi dan
firologi pada spesimen feces, sputum, serum darah ataupun cairan serebrospinal
yang harus diambil pada hari-hari pertama. Ensefalitis dapat disebabkan karena:
Albovirus,
Enterovirus,
Herpeks simpleks,
Amoeba,
Rabies,
Jamur .
Adapun tanda dan gejala dari ensefalitis adalah:
Nyeri kepla, photofobia, nyeri sendi, nyeri leher dan nyeri pinggang.
Kesadaran menurun, mengantuk,
Vomitus, demam,
Defisit neurologi, kelumpuhan saraf kranial,
Adanya tanda-tanda iritasi serebral,
Peningkatan tekanan intrakranial,
Kejang, tremor, aphasia.






27

4.2 Saran
Sehat merupakan sebuah keadaan yang sangat berharga, sebab dengan kondisi
fisik yang sehat seseorang mampu menjalankan aktifitas sehari-harinya tanpa
mengalami hambatan. Maka menjaga kesehatan seluruh organ yang berada
didalam tubuh menjadi sangat penting mengingat betapa berpengaruhnya sistem
organ tersebut terhadap kelangsungan hidup serta aktifitas seseorang.
Untuk itu jagalah kebersihan diri dan lingkungan terhindar dari penyakit
ensefalitis. Dan segera periksa ke pihak medis jika terjadi tanda dan gejala pada
materi diatas






















28

DAFTAR PUSTAKA
Tarwoto, dkk. 2007. Keperawatan Medikal Bedah Gangguan Sistem Persyarafan.
Jakarta: Sagung Seto.
Mansjoer ,Arif. 2000. Kapita Selekta Kedokteran,edisi 2 jilid 3. Jakarta: Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia.
Rully, Afida. 2012. Askep Ensefalitis Pada Anak. [http://keperawatananakafidaruly.
blogspot.com/2012/10/askep-ensefalitis-pada-anak.html].

Anda mungkin juga menyukai