Anda di halaman 1dari 8

DHARMA DAN SWADHARMA

MIMBAR AGAMA HINDU TVRI PONTIANAK, 14 MEI 2014


PRESENTER : Apa latar belakang Bapak mengangkat thema ini pada kesempatan yang
berbahagia ini ?
NARASUMBER : Secara kontekstual, kita sedang dalam situasi menyambut datangnya Hari Raya
Galungan tepat seminggu lagi dari hari ini. Besok kita sudah mengawali rangkaian
peringatan hari Galungan itu melalui ritual Sugian Jawa, sehari berikutnya
dilanjutkan dengan Sugian Bali dan seterusnya. Seperti kita pahami bersama
bahwa Galungan lebih dimaknai dengan sebuah perayaan, Perayaan Kemenangan
Dharma melawan Adharma, tapi sangat terbatas pemahaman kita mengenai
Dharma yang bagaimana yang harus kita menangkan? Apakah semua orang
sudah memenangkan Dharma sehingga cukup pantas untuk ikut merayakan
kemenangan itu. Jadi banyak hal yang bisa kita diskusikan berkaitan dengan
DHARMA dalam kaitannya dengan Hari Raya Galungan yang akan kita rayakan
seminggu lagi. Galungan ini adalah hariraya yang paling besar bagi umat hindu,
bahkan, hariraya Galungan dimaknai juga sebagai hari piodalan jagad,...
ulangtahunnya Bumi dan alam semesta ini.
Inilah yang melatarbelakangi mengapa saya ingin mengangkat Thema Dharma
dan Swadharma ini untuk kita bahas di sore hari yang indah ini....
PRESENTER : Kalau Galungan itu merupakan perayaan kemenangan Dharma melawan
Adharma, tentu ada sebuah peperangan yang mendahului kemenangan itu.
Menurut Bapak kapan proses peperangan itu terjadi dan bagaimana Dharma
mengalahkan Adharma ? Apakah ada petunjuk dalam kitab-kitab Weda maupun
sastra lainnya yang menjadi dasar dari perayaan ini?
NARASUMBER : Senang sekali saya mendapat pertanyaan kritis ini,.... Sebuah pertanyaan yang
juga seringkali membelenggu pikiran saya. Karena saya sendiri tidak pernah
merasakan ada pergulatan atau peperangan Dharma dan Adharma dalam diri
saya maupun di sekeliling saya sehingga saya seringkali juga bertanya,....
kemenangan apa yang patut kita rayakan? Kalau Galungan kita maknai sebagai
sebuah perayaan, maka logikanya,... peperangan itu terjadi di suatu waktu yang
sudah lalu yang akhirnya dimenangkan oleh apa yang kita sebut sebagai Dharma
dan hari kemenangan itu kita rayakan secara periodik. Seperti misalnya kita
merayakan kemerdekaan atau proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia
tercinta ini setiap tanggal 17 Agustus, atau contoh yang lebih universal lagi adalah
perayaan ulang tahun kelahiran kita setiap hari dan bulan yang sama di setiap
tahun secara periodik. Galungan sendiri sebenarnya memenuhi kriteria bentuk
perayaan ini. Seperti apa yang kita pahami dari aspek historis, Galungan di Bali
dimaknai sebagai perayaan kemenangan Mpu KulPutih yang dibantu oleh Dewa
Wisnu dan Dewa Indra menundukkan Raja Bali Kuno Maya Denawa. Jadi ini
adalah sebuah bentuk politisasi aspek-aspek agama untuk melegitimasi pihak
penguasa sebagai pemenang.
Sejak di Sekolah Dasar saya sudah membaca kisah Maya Denawa ini dan saya
meyakini kalau kisah itu adalah Sejarah yang melatar belakangi Perayaan
Galungan, sampai beberapa tahun lalu saya menemukan sebuah kepustakaan
yang menyebutkan bahwa sebenarnya Maya Denawa itu adalah sebutan seorang
Raja Kerajaan Bedulu di Batur Utara bergelar Sri Ratu Ugrasena. Sedangkan Dewa
Wisnu yang dimaksud di dalam kisah Mayadenawa tersebut adalah Raja yang
bertahta di Besakih yang bergelar Sri Kesari Warmadewa sedangkan Dewa Indra
yang dimaksud adalah Panglima perang Sri Kesari Warmadewa.
Saya tidak akan berpolemik dalam konteks ini,....saya lebih tertarik untuk
memaknai Galungan ini sebagai sebuah peringatan,... moment baik untuk
mengingatkan kita secara periodik dan berulang-ulang untuk selalu terjaga dalam
kesadaran spiritual bahwa kita harus selalu memenangkan Dharma dalam
kehidupan kita sehari-hari.
Kalau tadi anda menanyakan, sumber sastra yang menjadi pedoman peringatan
Galungan ini, maka satu-satunya sastra yang bisa kita acu adalah apa yang
tersurat dalam Kitab atau Lontar Sundarigama yang menyebutkan :
Budha Kliwon Dungulan Ngaran Galungan patitis ikang janyana samadhi,
galang apadang maryakena sarwa byapaning idep
Artinya:
Rabu Kliwon Dungulan namanya Galungan, arahkan ber-satunya rohani supaya
mendapatkan pandangan yang terang untuk melenyapkan segala kekacauan
pikiran.
Jadi, inti Galungan adalah menyatukan kekuatan rohani agar mendapat pikiran
dan pendirian yang terang. Bersatunya rohani dan pikiran yang terang inilah
wujud dharma dalam diri. Sedangkan segala kekacauan pikiran itu (byaparaning
idep) adalah wujud adharma. Dari konsepsi lontar Sunarigama inilah didapatkan
kesimpulan bahwa hakikat Galungan adalah mengingatkan kita untuk selalu
memenangkan Dharma atas Adharma.
PRESENTER : Dari penjelasan Bapa tadi saya jadi ingin tahu lebih mendalam lagi tentang
Dharma yang harus kita menangkan. Mohon pencerahan dari Bapak tentang
pengertian Dharma dalam kaitannya dengan peringatan Galungan ini.
NARASUMBER : Dharma memiliki banyak makna, diantaranya yang paling sering kita pahami
adalah sebuah KEBAJIKAN yang dalam hindu dikenal sebagai subha karma. Tetapi
DHARMA sebenarnya memiliki makna yang lebih elegan dari sekedar KEBAJIKAN,
DHARMA adalah hukum atau kebenaran universal yang berlaku kepada siapa
saja, tanpa membedakan suku, ras, agama, gender, wangsa dan lain-lain....sangat
universal. Dharma adalah Energi Utama sebagai dasar keberadaan kita di dunia
ini. Kata "Dharma" berasal dari akar kata "dhr" (baca: dri) yang artinya menjinjing,
memangku, memelihara, mengatur, atau menuntun. Akar kata "dhr" ini
kemudian berkembang menjadi kata dharma yang mengandung arti hukum yang
mengatur dan memelihara alam semesta beserta segala isinya. Dalam hubungan
dengan peredaran alam semesta, kata dharma dapat pula berarti kodrat.
Sedangkan dalam kehidupan manusia, dharma dapat berarti ajaran, kewajiban
atau peraturan- peraturan suci yang memelihara dan menuntun manusia untuk
mencapai kesempurnaan hidup yaitu tingkah laku dan budi pekerti yang luhur.
Dharma dalam Sanatana Dharma sebutan asal Agama Hindu, berarti kebenaran
abadi . Pada tradisi Sanatana Dharma itu tidak ada misionaris, tidak perlu
melakukan konversi agama, karena pada kondisi tersebut semua jalan terlihat
sebagai jalan suci. Mereka menganggap setiap Guru dan Para Ahli adalah orang-
orang suci.
Selain kebajikan yang harus selalu dimenangkan, ada satu pengertian tentang
Dharma yang kita kenal sebagai Swa Dharma. Swa artinya diri sendiri atau dalam
bahasa inggris disebut self. SwaDharma adalah apapun yang kita lakukan yang
mendukung keutuhan, kesejahteraan dan kebahagiaan umat manusia.
Swadharma adalah kebenaran pribadi yang menentukan apa yang harus kita
lakukan dalam kehidupan ini. Para bijaksana menyadari dan percaya bahwa kita
hadir di dunia ini bukan tanpa sebab,... none of us are here by accident.... Semua
kita disini dihadirkan ke dunia ini dengan maksud dan alasan suci. Masing-masing
kita telah dibekali swadharma yang harus kita jalankan dengan kesadaran dan
kesetiaan tinggi.
Mari kita simak kisah perang baratayuda. Disatu pihak ada Keluarga Pandawa
yang mewakili pihak Dharma melawan Keluarga Kurawa yang mewakili Adharma.
Bisma, Guru Drona, Widura, Karna dan banyak lagi tokoh-tokoh yang
digambarkan sebagai orang-orang baik artinya orang-orang yang setia kepada
kebajikan atau Dharma, dalam perang Baratayuda, kenapa beliau-beliau itu
memilih berpihak pada Kurawa yang jelas-jelas menjadi lambang adharma ? Itu
karena mereka lebih setia kepada Swadharma mereka ketimbang memihak
kepada kebajikan. Jadi saya ingin mengatakan bahwa Dharma yang sebenarnya
yang harus dimenangkan adalah SWADHARMA kita.
PRESENTER : Semakin menarik saja pak. Saya belum begitu paham tentang pernyataan Bapak
mengenai Swadharma ini. Mengapa Swadharma ini menjadi penting untuk kita
menangkan dalam kehidupan kita.
NARASUMBER : Ida Sang Hyang Widhi menciptakan Alam Semesta ini dilengkapi dengan Hukum
Rtam. Rtam artinya Irama yang menjadi Rhytm dalam bahasa Inggris. Jadi
ibaratnya Hidup ini adalah sebuah Konser dimana setiap manusia
bertanggungjawab memainkan instrumen masing-masing secara profesional dan
mampu bersinergi dengan seluruh peserta konser dengan masing-masing
instrumen yang berbeda. Kalau anda berbakat dan diberi peran sebagai pemain
biola, jadilah pemain biola yang profesional. Kalau anda diberi tugas untuk
memainkan Gitar,...jadilah pemain gitar yang hebat. Bila semua hebat dan
profesional memainkan instrumen masing-masing dengan baik maka akan
tercipta sebuah konser yang penuh harmony.
Untuk menjadi seorang pemain biola yang hebat, ada beberapa hal yang harus
kita miliki yaitu :
1. Pertama, kita harus yakin bahwa talenta atau bakat kita mendukung untuk
memainkan biola
2. Kedua, kita harus memiliki pengetahuan yang cukup untuk memainkan biola.
Proses pembelajaran ini harus dilakukan terus menerus.
3. Ketiga, Kita harus setia kepada profesi kita sebagai pemain biola sampai akhir
hidup kita dan harus ikhlas menerima kenyataan bahwa di luar kita adalah
orang-orang dengan kehebatannya sendiri-sendiri dan kota harus mampu
bersinergi untuk membentuk harmoni sebuah konser.
Kitab Bhagawadgita menyuratkan hal itu sebagai berikut :
Adalah lebih baik melaksanakan Dharma sendiri meskipun kurang sempurna
cara melaksanakannya, daripada Dharma orang lain walaupun baik cara
melaksanakan. Kalaupun sampai mati dalam melakukan Dharma sendiri
adalah lebih baik sebab menuruti bukan Dharma sendiri adalah berbahaya.

Untuk menjelaskan ini saya akan mengkaitkan Swadharma ini dengan dua konsep
penting di dalam Hindu yaitu Konsep Warna Dharma dan Asrama Dharma.
MENURUT Brahma Purana 228.45 tujuan hidup manusia ada empat yaitu
mencapai dharma, artha dan kama di dunia ini dan akhirnya mencapai moksha di
para loka. Tujuan hidup tersebut akan berhasil dengan baik apabila kita
mematuhi swadharma kita dalam Asrama Dharma dan Varna Dharma.
Kelahiran manusia ke dunia fana ini telah membawa tugas dan kewajiban
(swadharma) sebagai manusia sesuai dengan masa perjalanan hidup ini. Bagi
seorang pelajar yang masih dalam masa brahmacari, tugas dan kewajibannya
adalah menuntut ilmu pengetahuan sebanyak-banyaknya. Ia harus menjalani
hidup masa berguru, mencari pengalaman hidup, baik yang bersifat keduniawian
maupun yang bersifat kerokhanian secara seimbang. Ia wajib mencari guru dan
suasana kehidupan yang baik.
Swadharma Brahmacari Asrama dinyatakan dalam Agastia Parwa: Brahmacari
ngaran sang mangabiasa Sang Hyang Sastra tur sang wruh ring kalingganing
Aksara. Artinya, Brahmacari namanya mereka yang mempelajari ilmu
pegetahuan sebagai kebiasaan hidup dan paham akan hakikat penggunaan
aksara.
Dan tugas orang tualah yang wajib mencarikan guru yang baik dan suasana
kehidupan yang membantu pertumbuhan dan perkembangan anak ke arah
pertumbuhan yang harmonis, sebagai seorang pribadi yang relegius dan ilmuwan.
Ini artinya orangtua bersama pemerintah dan masyarakat harus mencegah
kebiasaan pelajar dan mahasiswa hanya belajar untuk mengejar nilai dan ijasah.
Mencari ilmu terutama bagi pelajar dan mahasiswa harus sebagai panggilan
hidup. Karena dalam Bhagawad Gita IV.33 dinyatakan: Sarva karmakhilam
jnyane parisamapyate. Artinya, semua perkerjaan akan sukses apabila
dikerjakan berdasarkan ilmu pengetahuan (jnyana). Berbagai Swadharma Asrama
selanjutnya akan sukses kalau saat Brahmacari Asrama benar-benar dipatuhi
hidup untuk mencari ilmu sampai menjadi kebiasaan hidup yang mentradisi.
Maka itu, dalam memasuki masa brahmacari, patut melalui upacara upanayana,
untuk menuntun mereka memusatkan pikiran agar dapat mengikuti segala
kewajiban dan tata tertib dalam berguru.
Masa grehastha adalah masa setelah melewati masa brahmacari dan memasuki
masa dewasa, yaitu masa hidup berumah tangga. Swadharma Grhasta Asrama
sebagai tahapan hidup untuk berumah tangga akan sukses apabila saat
Brahmacari Asrama itu dipatuhi betul. Karena menurut Agastia Parwa
Swadharma Grstha adalah: Yatha Sakti Kayika Dharma, yang artinya dangan
kemampuan sendiri mengamalkan dharma atau kewajiban hidup.
Dalam kitab Manawa Dharmasastra dijelaskan, bahwa keluarga yang menjadi
satu adalah keluarga yang sempurna. Yang dimaksud dengan keluarga yang
menjadi satu adalah di mana antara ayah, ibu dan anak-anaknya hidup rukun dan
saling mengisi dalam melaksanakan tugas dan kewjiban (swadharma) masing-
masing dengan baik. Kesempurnaan kehidupan keluarga memudahkan untuk
memasuki masa berikutnya, yaitu masa wanaprastha.
Dalam memasuki masa wanaprastha, sedikit- demi sedikit perhatian dialihkan
lebih banyak merenungi kehidupan kerokhanian secara lebih mendalam, sehingga
lebih banyak dapat berbuat amal baik (yadnya) kepada masyarakat luas,
khususnya dalam mengembangkan kehidupan kerokhanian yang lebih khusuk.
Saat hidup dalam tahapan Wanaprastha atau tahapan pensiun ini swadharmanya
adalah sebagai penasihat Brahmacari dan Grhastha Asrama atau Sawacana
gegonta.
Tiga Asrama inilah yang hidup bersama dalam masyarakat. Karena kalau sudah
masuk ke Sanyasin Asrama menurut Agastia Parwa tidak boleh lagi ada dalam
masyarakat secara aktif. Sansyasin Asrama hidup untuk diarahkan menuju alam
niskala atau para loka. Tiga Asrama inilah yang hidup bersama dalam komunitas
yang disebut Banjar dalam masyarakat Hindu di Bali. Di Banjar ada teruna teruni
sebagai Brahmacari, krama ngarep mereka yang sudah hidup berumah tangga
sebagai Grhasta Asrama dan krama lingsir sebagai wana prastha asrama. Untuk
mensukseskan ketiga Asrama inilah di setiap banjar, Tuhan dipuja sebagai
Bhatara Penyarikan. Bhatara Penyarikan artinya Tuhan dipuja untuk
mendapatkan arahan dan kekuatan rokhani untuk mensukseskan ketiga Asrama
dalam melaksanakan swadharma-nya.
Keadaan yang demikian telah mengarah untuk memasuki masa sanyasin atau
biksuka, yaitu masa untuk melakukan tugas dan kewajiban (swadharma)
memberikan tuntunan, nasehat di bidang kehidupan yang lebih luas, khususnya
bidang kerokhanian. Seorang sanyasin telah melepaskan kehidupan duniawi
sepenuhnya. Ia telah menjadikan dirinya milik masyarakat luas.Jadi perjalanan
hidup ini hendaknya diprioritaskan untuk melaksanakan swadharma dengan
sebaik-baiknya berdasarkan hukum Catur Asrama, sehingga perjalanan hidup
sebagai manusia yang sangat sulit didapat ini tidak sia-sia, guna untuk mencapai
kesempurnaan hidup.
PRESENTER : Saya sudah mulai memahami mengapa kesetiaan melaksanakan swadharma itu
sangat penting untuk kita jadikan orientasi hidup kita dalam setiap tahapan
perjalanan hidup kita dalam Catur Asrama. Lalu bagaimana Swadharma kita
terkait dengan Varna Dharma pak Made.
NARASUMBER : Pemerintah dan masyarakat seyogianya mengupayakan agar tercipta iklim hidup
yang senantiasa mendorong setiap Asrama sukses mengamalkan swadharma-nya.
Seperti Brahmacari terbina untuk semangat membangun kebiasaan hidup
mencari ilmu. Tidak keluyuran kebut-kebutan di jalan, minum-minuman keras,
bikin kelompokkelompok yang mudah memicu tawuran antarpelajar dan
mahasiswa. Para Grhasta terdorong untuk hidup mandiri, mampu hidup
produktif, hemat, cermat tepat dan bermartabat. Mereka yang Wanaprastha
hidup terayomi sehingga mampu membagi pengalaman hidup untuk menjadi
bahan pertimbangan bagi Brahmacari dan Grahasta Asrama. Terciptanya iklim
hidup bagi ketiga Asrama inilah yang wajib diupayakan terus oleh pemegang
jabatan publik.
Demikian juga pemegang jabatan publik wajib menciptakan iklim hidup agar
setiap anggota masyarakat dapat mengembangkan Varna Dharmanya. Mengenai
Catur Varna ini Mantra Yajurveda XXX.5.menyatakan sbb.: Tuhan telah
menciptakan Brahmana untuk pengetahuan. Ksatria untuk perlindungan, Vaisya
untuk kesejahtraan ekonomi dan Sudra untuk pekerjaan jasmani. Ini berarti
Brahmana itu adalah para ilmuwan dan rokhaniawan. Ksatriya itu mereka yang
bertanggung jawab pada pemerintahan dan keamanan. Vaisya mereka yang
berfungsi untuk menciptakan kesejahatraan ekonomi. Sementara Sudra mereka
yang hanya mampu melakukan pekerjaan fisik jasmani. Manawa Dharmasastra
I.31 menyatakan tujuan Tuhan menciptakan Brahmana, Ksatria, Vaisya dan Sudra
adalah untuk melindungi kebahagiaan dunia. Hal ini memang sangat terpat.
Dapat dibayangkan betapa susahnya hidup di dunia ini kalau tidak ada mereka
yang terampil dan akhli dalam berbagai bidang. Kalau empat Varna itu bekerja
koopratif dan bersinergi akan menghasilkan barang dan jasa yang dibutuhkan
oleh masyarakat. Karena itu pemerintah atau pejabat publik wajib menciptakan
iklim hidup agar setiap orang memiliki keterampilan dan keakhlian yang
dibutuhkan oleh masyarakat. Setiap Varna harus mendapatkan peluang yang adil
untuk mengembangkan dirinya sesuai dengan Varnanya masing-masing.
Untuk menentukan Varna seseorang bukan berdasarkan keturunan atau Wangsa.
Bhagawad Gita IV.13 menyatakan bahwa untuk menentukan Varna seseorang
adalah Guna dan Karma. Guna artinya sifat dan bakat sedangkan Karma artinya
perbuatan dan pekerjaan. Dalam hal inilah pemerintah wajib mengupayakan agar
setiap orang memiliki kesempatan mengembangkan keterampilan dan
keahliannya. Orang akan hidup resah kalau tidak punya keterampilan atau
keahlian untuk memelihara hidupnya.
PRESENTER : Semakin saya memperoleh pencerahan dari penjelasan bapak semakin sadar saya
bahwa Dharma dan Swadharma ini memiliki nilai yang sangat tinggi dalam
menentukan keberhasilan perjalanan hidup kita menuju cita-cita kita mencapai
Moksa, Kebahagiaan Abadi. Semakin banyak pertanyaan dibenak saya untuk
menggali lebih dalam lagi nilai-nilai dharma dan swadharma ini, namun kita
dibatasi oleh waktu. Terakhir, sebagai closing statement, apa pesan dan kesan
yang bisa Bapak sampaikan kepada umat sedharma pemirsa TVRI Pontianak
terkait dengan bahasan kita sore hari ini.
PRESENTER : Saya ingin menegaskan bahwa Dharma yang harus dimenangkan dalam
kehidupan kita adalah Swadharma kita baik terkait dengan profesi atau Varna kita
maupun dalam tahapan mana kita berada dalam Catur Asrama. Dalam masa
brahmacari menurut saya adalah masa yang sangat menentukan. Dalam masa
inilah kita harus menentukan dan mengidentifikasi jatidiri kita. Apa sebenarnya
swadharma kita. Peran apa yang diberikan kepada kita dalam kehidupan ini.
Jangan sekali-kali menentukan arah hidup kita berdasarkan materi. Banyak
orangtua mengarahkan anaknya untuk menjadi dokter hanya karena melihat
kehidupan ekonomi rata-rata dokter disekitarnya melebihi profesi yang lain,
padahal anaknya tidak memiliki talenta menjadi dokter.
Orangtua dan si anak sendiri harus bekerjasama untuk mencari jatidiri
sesungguhnya melalui perenungan diri, meditasi dan pencarian informasi tentang
berbagai profesi yang ada di dunia ini. Setelah kita tahu jatidiri dan kebenaran diri
atau swadharma kita baru kita bisa menentukan pendidikan apa yang kita
butuhkan sebagai bekal kita untuk menjalani swadharma itu.
Saat kita sudah memperoleh cukup ilmu untuk bekal menjalani profesi atau
swadharma kita maka laksanakan Swadharma itu dengan kesetiaan penuh,
nikmati swadharma itu hingga menjadi kesenangan. Ketika kita merasa enjoy
dengan profesi kita, itu adalah tanda kesuksesan hidup kita. Sukses itu ukurannya
adalah sebesar apa kita menikmati swadharma kita, bukan seberapa besar materi
yang kita punya.
Yang jadi polisi jadilah polisi yang baik dan hebat, polisi yang selalu berpikir
mengayomi dan melindungi masyarakat. Yang jadi dokter jadilah dokter yang
hebat, yang selalu berpikir untuk menolong orang-orang sakit tanpa memandang
apakah pasien itu kaya atau miskin, apa agamanya, dari mana asalnya. Yang jadi
pedagang berdaganglah dengan jujur dan elegan, buatlah setiap pembeli itu raja.
Yang sudah memasuki masa Anyasin atau biksuka jadilah brahmana yang
mengayomi, mencerdaskan umat melalui pencerahan-pencerahan,
menyampaikan nilai-nilai Veda untuk meningkatkan srada dan bakti umat. Jangan
lagi berbalik ke grahasta asrama memikirkan materi untuk memperkaya diri.
PRESENTER : Terima kasih pak Made atas pencerahannya sore hari ini, Semoga pemirsa TVRI
Pontianak dimanapun berada mendapat pencerahan dan pemahaman yang lebih
jelas mengenai Dharma dan Swadharma sebagai bekal kita menyambut Hari Suci
Galungan nanti.
Pemirsa TVRI Pontianak dimanapun anda berada ................................................
................................................................................................................................
..................................................................................................................................

Anda mungkin juga menyukai